• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Pestisida

Istilah pestisida merupakan terjemahan dari kata pesticide yang berasal dari bahasa latin pestis dan caedo, yang dapat diterjemahkan secara bebas menjadi racun untuk mengendalikan jasad pengganggu. Istilah jasad pengganggu pada tanaman sering juga disebut dengan organisme pengganggu tanaman atau OPT (Wudianto, 1999).

Pengertian pestisida dalam hal ini cukup luas apabila dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa yang tergolong pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk :

1. Memberantas dan mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman, atau hasil pertanian.

2. Memberantas gulma atau tanaman pengganggu. 3. Memberantas atau mencegah serangan hama-hama air.

4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak.

5. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah, bangunan, dan dalam alat transportasi.

6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah atau air.

7. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.

2.5.1. Jenis Pestisida dan Cara Kerjanya

Dari banyaknya jenis jasad pengganggu yang bisa berakibat fatal pada hasil pertanian, maka pestisida diklasifikasikan lagi menjadi beberapa macam sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan.

Klasifikasi pestisida tersebut menurut Wudianto (1999) yaitu sebagai berikut :

1. Insektisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas semua jenis serangga).

2. Fungisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas jamur). 3. Bakterisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas bakteri). 4. Nematisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas nematodo/

cacing).

5. Akarisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas tungau, caplak, dan laba-laba).

6. Rodentisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas binatang pengerat).

7. Moluskisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas moluska). 8. Herbisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas tumbuhan

pengganggu/gulma).

9. Piscisida (pestisida untuk mengendalikan ikan mujair yang menjadi hama di dalam tambak atau kolam).

10.Algisida (pestisida pembunuh ganggang). 11.Avisida (pestisida pembunuh burung). 12.Larvisida (pestisida pembunuh ulat). 13.Pedukulisida (pestisida pembunuh kutu).

14.Silvisida (pestisida pembunuh pohon hutan atau pembersih sisa-sisa pohon).

15.Ovisida (pestisida perusak telur).

16.Pisisida (pestisida pembunuh hama vertebrata). 17.Termisida (pestisida pembunuh rayap).

18.Arborisida (pestisida pembunuh pohon, semak dan belukar). 19.Predasida (pestisida pembunuh hama predator).

2.5.2. Formulasi Pestisida

Formulasi pestisida yang dipasarkan terdiri dari bahan pokok yang disebut bahan aktif (active ingredient) yang merupakan bahan

pembunuh OPT, dan bahan ramuan (inert ingredient). Jika dilihat dari struktur kimianya, bahan aktif dapat digolongkan menjadi kelompok organik sintetik, organik alamiah dan inorganik. Bahan ramuan biasanya berperan sebagai : pelarut, pembawa (untuk mengencerkan pestisida), surfaktan (emulsi, pembasah, pendispersi, foam dan penyebar), stabilizer (agar formulasi tetap mantap dan aktif), sinergis (meningkatkan daya kerja bahan aktif pestisida), minyak-minyak (untuk meningkatkan aktifitas biologi), defoamer (agar hasil semprotan tidak berbusa), agensia pemadat (agar hasil semprotan tidak mudah terjatuh ke tanah), dan agensia pewarna (untuk mengurangi kemungkinan kecelakaan). Dengan formulasi ini, keamanan, penyimpanan, penanganan, dan keefektifan aplikasi dapat lebih ditingkatkan (Wudianto, 1999).

Bentuk pestisida yang merupakan formulasi ini terdiri dari berbagai macam. Formulasi ini perlu dipertimbangkan oleh calon konsumen sebelum membeli untuk disesuaikan dengan ketersediaan alat yang ada, kemudahan aplikasi serta efektifitasnya (Djojosumarto, 2000). Jenis formulasi atau bentuk pestisida yang beredar di Indonesia berikut kode namanya adalah :

1. Tepung hembus, debu (DustPowder = DP) 2. Butiran (Granule = G)

3. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (Wettable Powder = WP)

4. Tepung yang larut dalam air (Water Solluble Powder = SP) 5. Suspensi (Flowable Concentrate = F)

6. Cairan (Emulsiviable Concentrate = EC) 7. Ultra Low Volume (ULV)

8. Solution (S) 9. Aerosol (A)

10.Umpan beracun (Poisonous Bait = B) 11.Powder Concentrate (PC)

13.Pekatan yang dapat larut dalam air (Water Solluble Concentrate = WSC)

14.Seed Treatment (ST) 15.Colar Protection (CP) 16.Ready Mix (RM) 17.Rice Wax Block (RB)

18.Pekatan yang dapat diemulsikan dalam air (Emulsion in Water = EW)

19.Larutan dalam air (Aqueous Sollution = AS)

20.Pekatan yang larut dalam air (Liquid Concentrate = LC)

21.Tepung yang dapat didispersikan dalam air untuk perlakuan benih (Water Dispersible Powder for Slurry Treatment = WS)

22.Pekatan yang larut dalam air (Solluble Concentrate = SC) 23.Larutan dalam air (Liquid = L)

24.Capsule Suspension (CS)

2.5.3. Metode Apikasi Pestisida

Pestisida diaplikasikan di lapangan dengan berbagai cara (Djojosumarto, 2000), yaitu :

1. Penyemprotan (spraying), merupakan penggunaan pestisida dengan cara disemprotkan, baik penyemprotan di darat (ground spraying) maupun penyemprotan dari udara (aerial spraying). Dalam penyemprotan, larutan pestisida dipecah oleh nozzle (cerat, spuyer) yang terdapat dalam alat penyemprot (sprayer) menjadi butiran semprot atau droplet.

2. Pengasapan (fogging), adalah penyemprotan pestisida dengan volume ultra rendah dengan menggunakan ukuran droplet yang sangat halus. Perbedaan dengan cara penyemprotan biasa adalah pada pengasapan, campuran pestisida dan bahan pelarut (umumnya minyak tanah) dipanaskan sehingga menjadi semacam kabut asap (fog) yang sangat halus.

3. Penghembusan (dusting) adalah aplikasi produk pestisida yang diformulasikan sebagai tepung hembus (dust) dengan menggunakan alat penghembus (duster).

4. Penaburan/penebaran (broadcasting), adalah penaburan pestisida dalam bentuk serbuk atau butiran dengan tangan atau dengan mesin penabur (broadcaster).

5. Perawatan benih (seed dressing, seed treatment, seed coating), adalah cara aplikasi pestisida untuk melindungi benih sebelum benih ditanam agar kecambah dan tanaman muda tidak diserang oleh hama dan penyakit.

6. Pencelupan (dipping), adalah penggunaan pestisida untuk melindungi bahan tanaman (bibit, cangkokan, stek) agar terhindar dari hama atau penyakit yang mungkin terbawa oleh bahan tanaman tersebut. Pencelupan dilakukan dengan mencelupkan bibit atau stek ke dalam larutan pestisida.

7. Fumigasi (fumigation), adalah aplikasi pestisida fumigan baik berbentuk padat, cair atau gas dalam ruangan tertutup. Fumigan dimasukkan ke dalam ruangan gudang yang selanjutnya akan membentuk gas beracun untuk membubuh hama atau penyakit sasaran yang ada dalam ruangan tersebut.

8. Injeksi (injection), adalah penggunaan pestisida dengan cara dimasukkan ke dalam batang tanaman, baik dengan alat khusus (injektor atau infus) maupun dengan membor batang tanaman tersebut. Pestisida yang diinjeksikan diharapkan akan tersebar ke seluruh bagian tanaman melalui aliran cairan tanaman, sehingga hama dan penyakit sasaran akan terkendali. Teknik ini juga digunakan untuk sterilisasi tanah.

9. Penyiraman (drenching, pouring on), adalah penggunaan pestisida dengan cara dituangkan di sekitar akar tanaman untuk mengendalikan hama atau penyakit di daerah perakaran.

2.5.4. Efikasi Pestisida

Efikasi yang berarti keberhasilan pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi, dipengaruhi oleh beberapa faktor (Djojosumarto, 2000), yaitu :

1. Kesesuaian, pestisida yang digunakan harus pestisida yang diproduksi untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman dimaksud. Jenis hama dan penyakit yang dapat dikendalikan oleh suatu pestisida tertera dalam label kemasan pestisida atau petunjuk penggunaan yang menyertainya.

2. Kepekaan sasaran, pestisida pada takaran yang sesuai dengan anjuran hanya efektif bila hama dan penyakit tanaman sasaran peka terhadap pestisida tersebut. Bila kepekaan hama dan penyakit tanaman sasaran terhadap pestisida sudah berkurang, maka pestisida tersebut tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman pada takaran normal.

3. Faktor teknik aplikasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : a) waktu atau saat terbaik untuk mengaplikasikan pestisida, b) takaran aplikasi, dan c) cara aplikasi harus memenuhi syarat tertentu yang berlaku bagi metode dan alat aplikasi yang digunakan.

2.5.5. Toksisitas Pestisida

Toksisitas atau daya racun pestisida adalah sifat bawaan pestisida yang menggambarkan potensi pestisida dalam menimbulkan kematian langsung pada hewan tingkat tinggi (termasuk manusia). Toksisitas dinyatakan dalam LD50 (lethal dose), yaitu dosis yang mematikan 50 %

dari binatang uji (umumnya tikus) yang dihitung dalam mg per kg berat badan (mg/kg) (Djojosumarto, 2000). Klasifikasi tingkat bahaya pestisida menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Bahaya Pestisida menurut WHO

LD50 untuk tikus (mg / kg berat badan)

Melalui mulut (oral) Melalui kulit (dermal)

Golongan Kelas Bahaya

Padat Cair Padat Cair

IA Sangat Berbahaya < 5 < 20 < 10 < 40 IB Berbahaya 5 – 50 20 – 200 10 – 100 40 – 400

II Cukup Berbahaya 50 – 500 200 – 2.000 100 – 1.000 400 – 4.000 III Agak Berbahaya > 500 > 2.000 > 1.000 > 4.000 Sumber : Djojosumarto (2000)

Dokumen terkait