• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Atribut Produk dan Analisis Strategi Pemasaran Produk Fungisida Akar Gada (Studi Kasus PT Agricon, Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Atribut Produk dan Analisis Strategi Pemasaran Produk Fungisida Akar Gada (Studi Kasus PT Agricon, Bogor)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI ATRIBUT PRODUK DAN ANALISIS

STRATEGI PEMASARAN PRODUK FUNGISIDA AKAR GADA

(STUDI KASUS PT AGRICON, BOGOR)

RIZKA BAYU WIRAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam laporan akhir saya yang berjudul :

“Identifikasi Atribut Produk dan Analisis Strategi Pemasaran Produk Fungisida Akar Gada

(Studi Kasus PT Agricon, Bogor)”

merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Laporan akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2009

(3)

ABSTRACT

RIZKA BAYU WIRAWAN. Identification of Product Attribute and Marketing Strategy Analysis of Club Root Fungicide (A case study at PT Agricon, Bogor).

Supervised by NORA H. PANDJAITAN as Committee Chairman and ILLAH SAILAH as Member.

There are still lies so many opportunity to develop agrochemical industry in Indonesia. The increasing of people’s population creates need to maintain food sufficiency through agricultural activities. The farmers need pesticides for their agricultural activities. One of the important plant disease that can cause major loss on cabbage (brassicaceae) cultivation is club root. The yield loss average caused by club root reach 88,60 %. PT Agricon sees an opportunity to develop a new product for club root disease.

The objective of this study are 1) to identify product’s attributes which suit to customer’s need, and 2) to analyze marketing strategy of club root fungicide product.

Primary data was collected through interview and questioner filled by farmers and management of PT Agricon. The tools of analysis used are Multivariate Conjoint Method, Exponential Comparative Method, Bayes Method, Borda Function and Focus Group Discussion.

Based on analysis using Multivariate Conjoint Method, the importance level of product’s attributes in order are : 1) application cost per ha, 2) maximum yield loss, 3) dosage, 4) packaging, and 5) package volume. The product’s attributes which suite

to customer’s need are : maximum yield loss 0 % – 10 %, application cost Rp 1 million – Rp 1,9 million/ha/season, package volume 1.000 gr, package in sachet,

and dosage 200 kg/ha/season.

The result of the analysis using Exponential Comparative Method, Bayes Method, and Focus Group Discussion, for marketing strategies are : 1) brand development strategy using flanker bran, by developing new brand for new product : Nebijin 0,3 DP, 2) geographical based segmentation on 6 provinces and 16 region with yield productivity > 20 tons/ha, market target : cabbage farmers who use pesticide frequently to control pest infestation, and positioning by launch tag line “only Nebijin can control club root”, 3) pricing strategy using price plus benefit, 4) distribution channel strategy using distributor service, and 5) promotion strategy based on promotion mix concept, which consist of advertisement, personal selling, sales promotion and publicity.

PT Agricon was suggested to produce club root fungicide with attributes that suites to consumer’s need, and implement marketing strategy according to marketing mix component which consist of product strategy, price strategy, place strategy and promotion strategy.

(4)

RINGKASAN

RIZKA BAYU WIRAWAN. Identifikasi Atribut Produk dan Analisis Strategi Pemasaran Produk Fungisida Akar Gada (Studi Kasus PT Agricon, Bogor). Di bawah bimbingan NORA H. PANDJAITAN sebagai Ketua dan ILLAH SAILAH sebagai Anggota.

Peluang pengembangan industri agrokimia, khususnya pestisida di Indonesia, masih besar. Semakin meningkatnya pertambahan penduduk menyebabkan peningkatan ketersediaan pangan, yang akhirnya akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana produksi pertanian termasuk pestisida. Salah satu peluang pasar yang dapat dikembangkan yaitu produk fungisida untuk penyakit akar gada pada tanaman kubis-kubisan (brassicaceae).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi atribut produk fungisida pembasmi penyakit akar gada yang dibutuhkan konsumen, serta menganalisis strategi pemasaran produk baru fungisida yang tepat untuk diterapkan oleh PT Agricon.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui survei lapangan dan wawancara dengan pimpinan PT Agricon serta petani kubis. Penyebaran kuesioner atribut produk dilakukan pada responden petani sebanyak 148 orang di Kabupaten Bandung dan Garut. Penyebaran kuesioner strategi pemasaran dilakukan pada 5 orang pimpinan PT Agricon. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui penelusuran pustaka, dokumen data-data statistik dan laporan instansi terkait.

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode analisis kuantitatif dengan menggunakan Metode Analisis Multivariate Conjoint, Fungsi Borda, Metode Bayes, dan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Metode Analisis igunakan yaitu metode analisis kuantitatif dengan menggunakan Metode Analisis Multivariate Conjoint dan Fungsi Borda digunakan untuk menentukan tingkat kepentingan atribut produk dan atribut produk fungisida akar gada yang akan dikembangkan PT Agricon. Metode Bayes, Metode Perbandingan Eksponensial, dan Focus Group Discussion

(FGD) digunakan untuk mengambil keputusan mengenai strategi pemasaran produk yang akan dilaksanakan perusahaan.

Berdasarkan hasil analisis dengan Metode Analisis Multivariate Conjoint, diperoleh tingkat kepentingan atribut produk berturut-turut adalah : biaya per hektar; diikuti atribut kehilangan hasil maksimum, dosis per hektar, bentuk kemasan, dan volume kemasan. Hasil analisis dengan Metode Fungsi Borda menunjukkan kombinasi atribut produk yang paling disukai konsumen adalah : kehilangan hasil maksimum 0% - 10%, biaya Rp 1 juta – Rp 1,9 juta per hektar, volume kemasan 1.000 gr, bentuk kemasan sachet, dan dosis 200 kg/hektar/musim tanam. Produk fungisida ini berbentuk serbuk dan metode aplikasinya dengan cara ditebar.

Strategi pengembangan merk yang akan diterapkan yaitu flanker brand yang merupakan strategi pengembangan produk baru yang dipasarkan dengan merk baru, yaitu Nebijin 0,3 DP. Target pasar yang dituju yaitu petani kubis yang rutin menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Segmentasi pasar dilakukan secara geografis pada 6 provinsi dan 16 kabupaten.

Positioning citra produk dilakukan dengan meluncurkan slogan : ”Hanya Nebijin yang dapat mengendalikan penyakit akar gada”.

(5)

produksi rata-rata. Strategi distribusi produk PT Agricon dilakukan dengan menggunakan jasa distributor atau dealer. Strategi promosi dilakukan berdasarkan pada konsep bauran promosi yang terdiri dari advertensi, personal selling, promosi penjualan (sales promotion), dan publisitas (publicity).

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

(7)

IDENTIFIKASI ATRIBUT PRODUK DAN ANALISIS

STRATEGI PEMASARAN PRODUK FUNGISIDA AKAR GADA

(STUDI KASUS PT AGRICON, BOGOR)

RIZKA BAYU WIRAWAN

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

pada Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tugas Akhir : Identifikasi Atribut Produk dan Analisis Strategi Pemasaran Produk Fungisida Akar Gada (Studi Kasus PT Agricon, Bogor)

Nama : Rizka Bayu Wirawan

NIM : F352064035

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Dr.Ir. Hj. Illah Sailah, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)

RIWAYAT HIDUP

Rizka Bayu Wirawan, dilahirkan di Palembang pada tanggal 21 Desember 1978. Penulis merupakan anak terakhir dari dua bersaudara putra pasangan Almarhum Bapak Ir. Prayoto Djojopawiro, MS dan Ibu Hj. Nur Sayekti Prayoto.

Penulis menamatkan pendidikan dasarnya pada tahun 1991 di SD Regina Pacis Bogor,dan kemudian melanjutkan ke SMP Regina Pacis Bogor hingga tamat pada tahun 1994. Tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan atas dari SMU Negeri 1 Bogor. Setamatnya dari pendidikan lanjutan atas, penulis diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI), menjadi mahasiswa Program Studi Agribisnis IPB dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2007 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2 pada Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana IPB.

Pengalaman pekerjaan penulis diawali sebagai Marketing Executive di PT Agricon Sentra Agribisnis Indonesia Bogor (2001-2003), sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi drip irrigation, greenhouse, produksi dan distribusi pupuk dan pestisida. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai CPNS Departemen Pertanian pada unit kerja Inspektorat Jenderal. Pada tahun 2003 penulis diangkat sebagai PNS dan sejak tahun 2004 sampai dengan sekarang menjadi auditor pada Inspektorat Jenderal Deptan.

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Tidaklah bijak bila mengatakan bahwa keberhasilan seseorang karena murni atas kemampuan dirinya sendiri. Apapun yang dilakukan, dalam menunjang keberhasilan tentunya masih ada sosok-sosok lain, yang baik secara langsung maupun tidak sangat membantu dalam mencapai keberhasilan itu sendiri. Ucapan terima kasih terbesar penulis haturkan dengan memanjatkan puji serta syukur ke hadirat Allah SWT sang pemilik kehidupan. Ucapan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam juga penulis haturkan kepada ;

1. Ibunda tercinta Hj. Nur Sayekti Prayoto, Ayahanda tercinta (Almarhum) Ir. Prayoto Djojopawiro, MS dan kakak tersayang dr. Fajar Teguh Aryono.

2. Keluarga kecilku, istri tercinta Rr. Irma Agustina, SP; putri tercinta Mawla Rizkyara Ramadhani; dan putra tercinta Muhammad Arrafif Rizkyanda Wirawan. 3. Keluarga mertua tercinta Bapak R. Iman Gusti dan Ibu Mimin Aminah, adik-adik ipar R. Irwan Gustaman, STP dan Deni Agus Permana, serta kakak ipar tercinta Ani Maulani atas doa dan dorongannya.

4. Dr. Ir. Nora Harris Pandjaitan, DEA, selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dengan penuh perhatian dan memberikan masukan-masukan yang sangat berharga pada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Dr. Ir. Illah Saillah, MS, selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan dan saran-saran bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Dr. Ir. Ma’mun Sarma, M.Ec selaku Dosen Penguji Luar yang banyak memberikan masukan untuk penyempurnaan Tugas Akhir ini.

7. Komisaris Utama PT Agricon Bapak Tatang Bengardi. 8. Direktur Utama PT Agricon Bapak Haerul Bengardi, MBA.

9. National Marketing Manager PT Agricon Ir. H. Awan Azwar Rusdy. 10.Marketing Analyst PT Agricon Akhmad Mahbubi Mufti, SE, MM.

(11)

12.Dr. drh. Prabowo Respatyo CR, selaku Inspektur IV dan Bapak Erif Hilmi, SH selaku Inpektur Khusus dan atasan langsung penulis.

13.Keluarga Besar Inspektorat IV dan Inspektorat Khusus Inspektorat Jenderal Deptan.

14.Rekan-rekan MPI Angkatan 9, special thanks to Tria Friliyantin.

15.Rekan-rekan di Sekretariat PS-MPI IPB : Haerul, Vera dan Widi, terima kasih atas dukungannya selama penulis menjadi mahasiswa PS-MPI IPB.

16.Sahabat-sahabat terdekat penulis : Hasan Subkhie dan Rio Caesarion.

17.Orang-orang yang telah membantu berjalannya sistem yang kondusif di rumah : Bi Isah, Mbak Maryati, Mbak Warni, Mbak Fitri, dan Harti.

(12)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Dalam lingkungan industri agrokimia, khususnya pestisida di Indonesia, saat ini dan di masa mendatang masih terdapat prospek yang baik bagi produsen dan distributor pestisida untuk terus tumbuh dan berkembang. Salah satu langkah yang dapat ditempuh perusahaan adalah dengan mengembangkan produk baru. Pengembangan produk baru harus memenuhi dua kriteria utama agar dapat dikatakan sukses, yaitu sesuai dengan kebutuhan konsumen, dan berhasil dalam pemasarannya. Agar dapat memenuhi kriteria tersebut maka dibutuhkan identifikasi terhadap atribut produk yang diinginkan konsumen dan analisis strategi pemasaran produk yang tepat.

Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, baik berupa dukungan moril, materil dan ide atau saran.

Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam Tugas Akhir ini, sehingga saran dan kritik yang membantu sangat diharapkan. Semoga hasil yang diperoleh nantinya dapat memberikan manfaat bagi PT Agricon sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan pengembangan produk di masa yang akan datang.

Bogor, Mei 2009

(13)

DAFTAR ISI

PRAKATA ...……… xi

DAFTAR ISI ………..…. xii

DAFTAR TABEL ……….…….. xiii

DAFTAR GAMBAR ……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...……….…...….... 1

1.2. Perumusan Masalah ………...…..…….……….. 4

1.3. Tujuan Penelitian……...…………...………....……... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengembangan Produk Baru……… 6

2.2.Atribut Produk ………... 8

2.3.Strategi Pemasaran... 8

2.4.Tanaman Kubis... 20

2.5.Pestisida... 24

III. METODE PELAKSANAAN 3.1.Lokasi dan Waktu ....………... 31

3.2.Metode Pengumpulan Data..………..….... 31

3.3.Metode Pengolahan dan Analisis Data.………... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Keadaan Umum...………... 40

4.2.Identifikasi Atribut Produk.... ...………... 46

4.3.Analisis Strategi Pemasaran..…...………... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan... ……….…...………... 65

5.2. Saran...………...………... 66

DAFTAR PUSTAKA ………...……….. 68

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan Produksi Pestisida (ton) di Indonesia ... 2

Tabel 2. Luas Areal Tanam Kubis dan yang Terserang Penyakit Akar Gada di Indonesia ... 3

Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Bahaya Pestisida menurut WHO ... 30

Tabel 4a Produk Insektisida dari PT Agricon ... 42

Tabel 4b Produk Pestisida Lainnya dari PT Agricon ... 43

Tabel 5. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 44

Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Usia ... 45

Tabel 7. Sebaran Responden Berdasarkan Luas Kepemilikan Lahan ... 45

Tabel 8. Sebaran Responden Berdasarkan Intensitas Penanaman ... 45

Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Produktivitas Lahan ... 46

Tabel 10 Atribut dan Level Produk Fungisida Akar Gada ... 46

Tabel 11 Kombinasi Atribut Produk Fungisida Akar Gada ... 47

Tabel 12 Kombinasi Atribut Produk yang Dipilih PT Agricon ... 48

Tabel 13 Variabel Dummy untuk Masing-masing Atribut Produk ... 49

Tabel 14 Variabel Dummy untuk 8 Kombinasi Atribut Produk ... 50

Tabel 15 Skor Utilitas dan Bobot Tingkat Kepentingan Level Atribut Produk .. 51

Tabel 16 Jumlah Responden yang Memilih Kombinasi ke-m sebagai Rangking ke-n ... 52

Tabel 17 Nilai Fungsi Borda pada Masing-masing Kombinasi Atribut Produk.. 53

Tabel 18 Hasil Perhitungan Strategi Pengembangan Merk dengan MPE ... 55

Tabel 19 Luas Panen dan Produktivitas Kubis Tahun 2007 ... 57

Tabel 20 Hasil Perhitungan Strategi Penetapan Harga dengan MPE ... 59

(15)

DAFTAR GAMBAR

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Atribut Produk... 71

Lampiran 2. Kuesioner Strategi Pemasaran... 73

Lampiran 3. Nilai Variabel Atribut Produk Hasil Regresi dengan SPSS 12... 77

Lampiran 4. Skor Atribut Produk... 80

Lampiran 5. Jawaban Kuesioner Strategi Pemasaran : Pengembangan Merk... 84

Lampiran 6. Jawaban Kuesioner Strategi Pemasaran: Penetapan Harga... 87

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Globalisasi telah melahirkan sejumlah konsep, cara berpikir, dan

strategi baru dalam dunia bisnis. Terdapat tujuh aspek dasar yang harus

dicapai oleh sebuah organisasi bisnis dalam kompetisi yang ketat saat ini,

yaitu : 1) konsumen tepat sasaran, 2) kualitas produk dan layanan terbaik

melalui penguasaan teknologi terbaru, 3) adanya diferensiasi produk dan

layanan dengan pesaing, 4) positioning produk dan perusahaan sebagai

penggerak pasar, 5) kecepatan penetrasi pasar, 6) SDM dengan kualitas

tinggi yang dapat bekerja secara tim, dan 7) kepemimpinan yang dapat

beradaptasi dalam kondisi yang selalu berubah-ubah (Royan, 2007).

Dalam lingkungan bisnis saat ini, satu-satunya kondisi yang tetap adalah

perubahan. Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang mampu secara

efektif mengelola perubahan dan secara terus menerus membenahi birokrasi,

strategi, sistem, produk dan budaya organisasi untuk dapat bertahan dari

goncangan serta dapat mengatasi kekuatan persaingan.

Salah satu strategi yang dapat ditempuh perusahaan untuk

menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan bisnisnya yaitu dengan

melakukan pengembangan produk baru. Bagi sebuah perusahaan,

mengembangkan dan memasarkan produk baru adalah kegiatan rutin untuk

menggantikan produk yang ada tetapi sudah turun penjualannya, atau

menggantikan produk yang tidak diproduksi lagi karena telah dihapus dari

daftar produk perusahaan. Pengembangan produk baru bagi perusahaan

bertujuan untuk mempertahankan laba agar maksimal guna menjamin

kelangsungan hidup perusahaan di tengah persaingan bisnis yang semakin

ketat. Produk baru lebih sering diartikan sebagai produk penunjang dan

perluasan pemasaran. Begitu pula para produsen pendatang baru, juga akan

hadir dengan produk barunya, baik produk yang bersifat kreatif maupun

inovatif. Produk kreatif adalah produk yang sudah ada dan kemudian

diperbaiki, sedangkan produk inovatif adalah produk yang dirancang

(18)

Sebuah produk baru dikatakan berhasil apabila memiliki atribut yang

sesuai dengan kebutuhan konsumen dan berhasil dalam pemasaran. Cukup

sering terdengar contoh pengembangan produk baru yang tidak berhasil

menembus pasar karena kesalahan dalam atribut produk maupun

pemasarannya, misalnya ketidaksesuaian dengan kebutuhan atau selera

masyarakat, kesalahan dalam mengkomunikasikan produk, memposisikan

produk, penentuan harga maupun dalam pendistribusiannya (Royan, 2007).

Dalam lingkungan industri agrokimia, khususnya pestisida di Indonesia

saat ini masih terdapat prospek yang baik bagi perusahaan

produsen/formulator dan distributor untuk terus tumbuh dan berkembang.

Peluang pengembangan tersebut masih besar dikaitkan dengan kebutuhan

pestisida yang terus meningkat akibat pertambahan penduduk yang menuntut

peningkatan ketersediaan pangan, yang pada akhirnya akan meningkatkan

kebutuhan terhadap sarana produksi pertanian termasuk pestisida.

Kebutuhan akan pestisida di Indonesia cenderung meningkat dari tahun

ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya jenis nama dagang

pestisida yang beredar di pasar. Pada tahun 2001 tercatat 286 nama dagang

yang beredar dengan 199 jenis bahan aktif, dan pada tahun 2006 meningkat

menjadi 757 nama dagang dengan 209 jenis bahan aktif (Deptan, 2007).

Pada tahun 2006 tercatat 26 perusahaan formulator pestisida yang

memiliki pabrik formulasi dan 65 perusahaan yang tidak memiliki pabrik

formulasi. Jumlah perusahaan produsen bahan aktif pestisida pada tahun

2006 mencapai 8 unit (Deptan, 2007). Perkembangan produksi pestisida di

Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Produksi Pestisida (ton) di Indonesia

Tahun Jenis Pestisida

(19)

Pada tahun 2002 total produksi pestisida mencapai 37.436 ton dan pada

tahun 2006 meningkat menjadi 50.280 ton. Penurunan produksi pestisida

pada tahun 2006 dibandingkan tahun 2005 (58.169 ton) disebabkan daya beli

petani menurun sebagai dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada

bulan Oktober 2005 (Deptan, 2007).

Salah satu jenis penyakit yang menyerang tanaman sayuran yaitu

penyakit akar gada pada tanaman kubis-kubisan (brassicaceae). Penyakit

akar gada adalah penyakit yang disebabkan organisme pseudo fungi

(Plasmodiophora brassicae) yang menimbulkan pembengkakan pada akar

tanaman sehingga menghambat translokasi hara dan air dari tanah ke daun.

Rata-rata kerugian yang ditimbulkan yaitu kehilangan hasil panen mencapai

88,60 % dari total populasi yang terserang, bahkan pada beberapa daerah di

Jawa Barat mencapai 100 % atau gagal panen (Cicu, 2006). Luas areal

penanaman kubis dan luas areal lahan yang terserang penyakit ini dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Areal Tanam Kubis dan yang Terserang Penyakit Akar Gada di Indonesia

Tahun Luas Areal Satuan

2002 2003 2004 2005 2006

Luas areal tanam kubis

Ha 63.297 64.520 68.029 57.765 57.732

Ha 4.945 2.386 3.057 8.313 4.867

Luas areal terserang akar

gada % 7,81 3,69 4,49 14,39 8,43

Sumber : Direktorat Perlindungan Hortikultura Deptan, 2007

Pada tahun 2002 luas areal tanaman kubis yang terserang penyakit akar

gada mencapai 4.945 ha atau 7,81 % dari total luas areal penanaman kubis.

Intensitas serangan penyakit paling tinggi terjadi pada tahun 2005.

Dibandingkan tahun 2004, total luas areal penanaman pada tahun 2005

berkurang lebih dari 10.000 ha tetapi luas areal yang terserang bertambah

hampir 10 %. Meskipun luas areal penanaman relatif tetap pada tahun 2006,

tetapi total luas areal yang terserang menurun hampir 6% dibandingkan

(20)

Upaya penanggulangan penyakit akar gada yang telah umum dilakukan

oleh petani adalah melalui pengapuran tanah. Pengapuran tanah dapat

mengendalikan penyakit jika kepadatan spora inaktif Plasmodiophora

brassicae rendah, namun tidak efektif pada tanah yang terkontaminasi spora

sangat parah. Serangan penyakit akar gada paling parah terjadi pada pH

tanah 5,70, kemudian menurun pada pH tanah 6,20; dan tertekan pada pH

tanah 7,80 yang telah diberi kapur. Pengapuran tanah dengan CaO sebanyak

20 ton/ha belum mampu menekan kejadian dan intensitas serangan penyakit

secara nyata pada tanaman kubis. Rata-rata hasil panen yang dapat

diselamatkan hanya 30-40 % atau tingkat kehilangan hasil 60-70 % (Cicu,

2006). Dengan asumsi harga kapur sebesar Rp2.500/kg dan dosis

pengapuran rata-rata 1 ton/ha/musim tanam, maka biaya yang harus

dikeluarkan petani untuk pembelian kapur sebesar Rp2.500.000/musim

tanam. Biaya pengapuran tanah tersebut harus dikeluarkan petani untuk

mencegah serangan penyakit akar gada, meskipun mereka tidak mendapat

jaminan adanya penurunan kehilangan hasil panen.

1.2. Perumusan Masalah

PT Agricon melihat adanya peluang pengembangan produk baru berupa

fungisida pembasmi penyakit akar gada pada tanaman kubis. Permasalahan

yang dihadapi yaitu penentuan atribut produk yang sesuai dengan keinginan

konsumen dan strategi pemasaran untuk menunjang keberhasilan pemasaran

produk di pasar.

Guna menjawab permasalahan yang dihadapi PT Agricon, maka

penelitian dimaksudkan untuk memperoleh jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan berikut ini :

1. Bagaimana atribut produk fungisida pembasmi penyakit akar gada yang

dibutuhkan konsumen ?

2. Bagaimana strategi pemasaran produk baru yang tepat untuk diterapkan

(21)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi atribut produk baru fungisida pembasmi penyakit akar

gada yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.

2. Menyusun strategi pemasaran produk baru fungisida yang tepat untuk

diterapkan oleh PT Agricon.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

perusahaan sejenis dalam merencanakan dan mengembangkan produk baru

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Produk Baru

Bagi sebuah perusahaan, mengembangkan produk baru merupakan

kegiatan rutin untuk menggantikan produk yang masih eksis tetapi sudah

turun penjualannya, mencari peluang pasar baru, atau menggantikan produk

yang telah hilang dari peredaran. Terdapat dua kemungkinan yang dapat

dilakukan perusahaan dalam mengembangkan produk barunya. Pertama,

produk yang dikembangkan secara kreatif, artinya produk dikembangkan

dari produk yang sudah ada. Kedua, produk yang muncul pertama kali dari

penemuan-penemuan para pendahulu yang dianggap sebagai penemuan

inovatif.

Pada produk consumer good, produk kreatif juga berarti produk yang

diciptakan dengan cara meniru produk yang sudah ada dari perusahaan itu

sendiri maupun perusahaan lain. Produk diubah menjadi produk yang lebih

banyak isinya, kemasan produk diubah, atau teknologi produksinya diubah

dengan menggunakan mesin yang lebih modern. Produk kreatif ini bisa

diciptakan oleh perusahaan yang lebih dahulu masuk, dan mengembangkan

produk lama menjadi baru. Namun ada pula pendatang baru yang

menciptakan produk sama dengan yang telah dibuat oleh produsen terdahulu,

tetapi dengan menggunakan merk yang berbeda (Royan, 2007).

Ide mengenai produk baru dapat berasal dari product life cycle (PLC)

untuk produk yang sudah mendekati ambang batasnya. Secara umum produk

mengalami siklus atau daur hidup yang biasanya dimulai dari perkenalan

produk, pertumbuhan produk, kematangan produk dan kematian produk.

Pada tahap perkenalan, produk baru diperkenalkan pada konsumennya.

Begitu pula ketika masa pertumbuhan, volume produksi akan mengalami

peningkatan sampai pada masa kedewasaan. Adanya berbagai faktor seperti

bertambahnya pesaing, trend produk yang semakin memudar, menyebabkan

konsumen secara perlahan tapi pasti sudah mulai meninggalkan produk

sehingga akhirnya produk benar-benar ditinggalkan oleh konsumennya.

(23)

merk yang baru maupun dengan mengembangkan merk yang sudah ada

tetapi dengan melakukan berbagai inovasi di dalamnya. Untuk itu diperlukan

strategi pengembangan produk berdasarkan PLC yaitu :

1. Pada fase perkenalan biaya produk baru relatif masih tinggi dan

keuntungan rendah. Diketahui pesaing belum banyak, permintaan akan

produk dan awareness terhadap produk juga masih rendah karena produk

belum terdistribusi dengan maksimal. Pada fase perkenalan ini strategi

yang sesuai untuk mengembangkan pemasaran adalah mempengaruhi dan

mendidik konsumen dengan menggunakan promosi serta pricing yang

tepat. Pengembangan lebih ditekankan pada promosi, pricing, saluran

distribusi dan launching produk pada momen yang tepat.

2. Pada fase pertumbuhan, produk sudah diterima oleh pasar sehingga

penjualan produk meningkat, dan pesaing mulai masuk pasar.

Produsen/pemasar harus melakukan pemantapan posisi pasar, melakukan

expand product line yaitu menambah variasi produk, melakukan

modifikasi produk untuk memperluas positioning yang berkaitan dengan

ukuran baru, packaging serta tambahan formula. Produsen/pemasar juga

harus menetapkan strategi market segmentation dengan cara menjual

produk dengan berbagai merk, serta melakukan promosi secara kreatif

dan menggunakan multiple channel.

3. Ketika fase dewasa akan terjadi persaingan yang sangat ketat, penjualan

produk cenderung stabil dan harga cenderung turun. Strategi yang

digunakan yaitu meningkatkan profit margin, melakukan promosi,

mengurangi saluran distribusi yang tidak efisien dan mencari pasar baru.

4. Pada fase decline (penurunan) penjualan dan profit menurun sangat tajam,

hanya terdapat beberapa pemain dan pembeli sangat selektif. Strategi

yang digunakan adalah mendesain ulang produk, mengurangi biaya,

menunda decline, mengurangi inventori dan saluran distribusi, serta

(24)

2.2. Atribut Produk

Atribut produk merupakan sifat, simbol, atau tanda-tanda dari suatu

produk yang meliputi pandangan luar produk, manfaat konsumen terhadap

produk yang berhubungan dengan merek produk tersebut. Atribut produk

juga dapat didefinisikan sebagai unsur-unsur produk yang dipandang penting

oleh konsumen dan dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan

pembelian. Trout (2004) memberikan definisi atribut sebagai karakteristik,

keunikan, atau fitur pembeda dari seseorang atau sesuatu.

Atribut produk sangat berpengaruh terhadap reaksi konsumen akan

suatu produk. Konsumen pada dasarnya tidak membeli produk, tetapi

mengkombinasikan atribut produk karena suatu produk tidak dengan

sendirinya memberikan utilitas. Faktor yang membangkitkan utulitas adalah

karakteristik produk yang dikenal sebagai atribut produk.

Yang membuat seseorang atau sebuah produk menjadi unik adalah

keterkenalannya atas salah satu atribut yang dimilikinya. Misalnya, mobil

Toyota Kijang terkenal dengan luasnya tempat sehingga dipersepsikan bagus

oleh konsumen yang sering bepergian dengan keluarga besar.

2.3. Strategi Pemasaran

Pemasaran merupakan kegiatan manusia yang diarahkan untuk

memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran, atau usaha

untuk menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat kepada

orang-orang yang tepat pada tempat, harga, dan waktu yang tepat dengan

promosi dan komunikasi yang tepat (Assauri, 2007).

Strategi pemasaran adalah himpunan azas yang secara tepat, konsisten

dan layak dilaksanakan oleh perusahaan guna mencapai sasaran pasar yang

dituju dalam jangka panjang dan tujuan perusahaan jangka panjang, dalam

situasi persaingan tertentu. Dalam strategi pemasaran ini, terdapat strategi

acuan berupa bauran pemasaran (marketing mix), yang menetapkan

komposisi terbaik dari empat komponen pemasaran untuk dapat mencapai

sasaran pasar yang dituju sekaligus mencapai tujuan dan sasaran

(25)

sebagai konsep 4 P yang terdiri dari : strategi produk (product), strategi

harga (price), strategi saluran distribusi (place), dan strategi promosi

(promotion) (Kotler, 2000).

2.3.1. Strategi Pengembangan Merk

Seringkali terjadi dilema dalam pemilihan merk ketika perusahaan

akan meluncurkan produk baru. Dilema yang muncul adalah apakah

perusahaan akan menggunakan merk yang sudah ada atau menggunakan

merk baru bagi produk yang akan diproduksinya. Dilema ini sering terjadi

karena pemasar menganggap merk lama akan lebih kuat dibanding dengan

merk baru. Sementara itu ada yang berpendapat bahwa merk lama yang

gagal di pasar tidak dapat digunakan lagi bagi produk-produk perusahaan

(Royan, 2007).

Pemasar juga menginginkan merk baru agar produk yang

diluncurkan berhasil di pasar. Pemilihan merk baru dan merk lama ini

seringkali menghambat kelangsungan hidup produk, oleh sebab itu

dibutuhkan strategi dalam mengembangkan merk suatu produk. Terdapat

tiga strategi dalam mengembangkan merk, antara lain : line extension,

brand leveraging, dan flanker brand.

Line extension adalah penambahan varian lain pada nama merk yang

sudah ada pada kategori produk yang sama. Brand leveraging adalah

penggunaan nama merk yang sama untuk masuk pada kategori produk

yang baru. Flanker brand adalah penggunaan nama merk baru pada

kategori produk yang sudah ada (Royan, 2007).

2.3.1.1. Line Extension

Produk yang dikembangkan dengan metode line extension akan

mempertahankan merk yang sudah ada meskipun produk mungkin

dikembangkan baik kemasan, isi dan bentuknya, sedangkan produk tetap

berada dalam kategori yang sama. Misalnya insektisida untuk hama

(26)

serbuk, kemasan yang tadinya dalam botol diubah menjadi sachet, tetapi

tetap dipasarkan dengan merk yang sama (Royan, 2007).

Merk produk bisa menggunakan merk lama yang telah eksis. Bagi

konsumen sebenarnya merk lama bukanlah merk yang sangat asing, oleh

sebab itu produk lama memiliki keunggulan yang sangat baik. Pertama,

konsumen dapat mengenali secara langsung merk yang sudah ada sebab

merk lama akan menjadi acuan persepsi konsumen. Dengan demikian

komunikasi produk dapat dilakukan dengan cepat. Kedua, perusahaan

tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk meluncurkan produk baru.

Ketiga, waktu yang digunakan perusahaan dalam membangun merk lebih

singkat dibanding dengan menggunakan merk baru. Keempat, adanya

kemudahan bagi manajemen jika menggunakan merk lama dalam perijinan

maupun dalam peningkatan manajemen mutu .

Namun juga terdapat hal-hal yang harus dipertimbangkan apabila

perusahaan memutuskan untuk menggunakan merk lama : pertama, merk

produk tersebut sebelumnya ternyata tidak berhasil di pasar. Kedua, merk

produk lama tidak cocok dengan produk yang akan diproduksinya,

misalnya merk insektisida tidak mungkin akan diberikan kepada produk

herbisida. Ketiga, merk lama ternyata hanya berhasil pada wilayah

pemasaran tertentu saja sehingga untuk wilayah lain merk tersebut telah

gagal di pasar.

2.3.1.2. Brand Leveraging

Brand leveraging yaitu penggunaan merk yang sama untuk produk

yang berkategori baru. Namun juga perlu diingat kategori produk baru pun

tidak akan sejalan dengan strategi ini jika menggunakan merk yang sama

pada kategori produk yang berbeda. Misalnya insektisida produk PT

Agricon merk Spontan, tidak mungkin akan digunakan untuk produk

rodentisida dengan merk yang sama.

Strategi brand leveraging sebenarnya memiliki tujuan untuk

mempermudah konsumen mengetahui dengan cepat produk tersebut

(27)

membutuhkan waktu yang lama untuk mengedukasi konsumen agar sadar

terhadap merk baru. Perusahaan juga dapat mengangkat produk ke pasar

melalui merk yang sudah eksis. Merk yang sudah eksis akan menjadi

pemandu produk baru kepada konsumennya. Strategi di atas betujuan

untuk meminimalkan biaya dalam pembuatan merk.

2.3.1.3. Flanker Brand

Strategi flanker brand adalah menggunakan nama yang benar-benar

baru pada suatu merk produk pada kategori produk yang sudah ada.

Syaratnya produk yang dikembangkan merupakan produk dalam kategori

yang sama atau produk yang sudah ada sebelumnya (Royan, 2007).

Memilih merk atau membangun merk tidak lepas dari keinginan para

pemasar atau produsennya. Bagi produsen yang benar-benar

menginginkan produknya dapat dipasarkan dengan baik dan berhasil akan

tidak segan-segan menggunakan jasa konsultan merk untuk menciptakan

produk barunya. Beberapa keunggulan menggunakan konsultan merk :

pertama, konsultan merk telah berpengalaman mengenai penciptaan merk,

dimana merk akan menentukan keberhasilan suatu produk di pasar. Kedua,

sebelum menciptakan merk konsultan merk melakukan riset terhadap

berbagai merk yang ada di pasar. Ketiga, konsultan merk memiliki

pengalaman yang cukup baik dalam menangani merk yang cukup

komunikatif sehingga dapat menunjang keberhasilan produk di pasar.

Dalam meluncurkan produk sekaligus merk baru, terdapat beberapa

faktor yang menjadi hambatan bagi perusahaan, antara lain : pertama, biaya

konsultasi merk sangat mahal karena untuk mendapatkan merk yang

signifikan dan menjual harus dikonsultasikan dengan kosultan merk.

Kedua, biaya edukasi merk sangat tinggi karena perusahaan harus banyak

mengeluarkan biaya iklan. Ketiga, perusahaan membutuhkan waktu yang

cukup panjang dalam mengelola merknya. Keempat, perusahaan akan

menerima resiko yang cukup besar jika produk baru ternyata tidak sukses

(28)

mitra kerja sama. Keenam, produk akan kesulitan melakukan penetrasi

awal di pasar karena bukan merupakan pemimpin pasar.

Jika menggunakan merk baru, tidak menutup kemungkinan

penggunaan merk adalah bentuk asosiasi dengan sebutan yang ada

sebelumnya. Beberapa perusahaan memberikan merk pada produknya

dengan cara mengambil nama-nama benda maupun nama-nama

sekelompok orang atau hal-hal lain yang sudah dikenal masyarakat.

Sementara itu jika ingin menciptakan merk sesuai dengan ide atau

idealisme pemilik usaha merk produk dapat diciptakan dengan cara : merk

pilihan sendiri yang mudah dieja, mudah diingat, mudah dihafal, dan lain

sebagainya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih nama

merk, yaitu : 1) jangan menggambarkan produk tapi membedakan.

Kesalahan terbesar adalah memuat terlalu banyak deskripsi dalam nama

merk. Sebuah merk seharusnya tidak menggambarkan tetapi memiliki

kemampuan untuk menunjukkan esensi (karakter khas) dari sebuah produk

agar efektif. Nama yang terlalu singkat atau terlalu deskriptif tidak akan

memiliki kemampuan untuk menjadi merk yang efektif; 2) sebaiknya

hindari kumpulan huruf. Nama dari huruf yang disingkat tidak akan

memiliki arti karena akan mudah dilupakan konsumen dan membutuhkan

biaya promosi yang besar. Nama yang berupa kata-kata akan lebih mudah

diingat oleh konsumen; 3) jangan memilih merk melalui riset. Riset

memang sangat penting dalam menguji nama-nama yang tidak boleh

digunakan, tetapi harus diingat bahwa tidak ada yang memahami produk

dan positioning lebih baik dari produsen sendiri; 4) nama yang berhasil

pada awalnya adalah nama kontroversial. Ketika memilih nama, cari

sesuatu yang unik dan mengejutkan konsumen; 5) nama merk harus jelas,

merk dengan satu kata adalah paling efektif. Nama yang terlalu panjang

dan terdiri dari banyak kata hanya akan mengarah pada singkatan. Ketika

konsumen telah menyingkat nama merk, maka produsen telah kehilangan

(29)

2.3.2. Segmentasi, Targeting dan Positioning 2.3.2.1. Segmentasi

Segmentasi pasar merupakan sebuah proses dimana produsen

membagi pasar menjadi sejumlah kelompok konsumen yang

memerlukan kebutuhan serupa. Keseluruhan kelompok ini cenderung

untuk merespon dengan cara yang sama terhadap tampilan fisik dan

fungsi dari sebuah produk. Tujuan segmentasi yaitu membuat produk

dan perusahaan menjadi responsif terhadap segala kebutuhan dari sub

atau segmen pasar. Produsen sebaiknya sensitif terhadap perubahan

kebutuhan, sikap dan nilai dari konsumen. Dalam sebuah pasar terdapat

banyak kelompok atau segmen masyarakat yang akan memperoleh lebih

banyak manfaat dari suatu produk, dibanding produk dari perusahaan

lain yang sejenis. Dengan demikian produsen harus memilah produk

baru mana yang akan diproduksinya untuk memenuhi kebutuhan

kelompok masyarakat tersebut.

Konsumen potensial yang terdapat dalam pasar perlu dibagi

menjadi beberapa segmen. Produsen dapat membagi segmen pasarnya

berdasarkan faktor geografis, usia, jumlah keluarga atau pekerjaan.

Pasar juga dapat dikelompokkan berdasarkan status sosial, gaya hidup,

atau perbedaan manfaat dan kegunaan yang dicari oleh para konsumen

dari produk yang ditawarkan (Kartajaya, 2003).

2.3.2.2. Targeting

Setelah melakukan segmentasi, yaitu membagi konsumen ke

dalam kelompok yang lebih homogen, produsen harus menentukan

sasaran konsumen dalam kelompok yang homogen. Produsen atau

pemasar memang tidak bisa melayani satu persatu konsumen yang

homogen karena dalam kelompok konsumen yang homogen tersebut

masih perlu dikelompokkan dalam cluster, terutama pada produk yang

masih beragam.

Produsen atau pemasar melakukan segmentasi dan targeting untuk

(30)

karakteristik konsumen di masing-masing segmen. Kemudian segmen

ini terbagi lagi ke dalam cluster yang lebih kecil, yang kemudian

dimasukkan dalam kelompok targeting. Jika pemasar salah dalam

melakukan segmentasi dan targeting, maka strategi lain yang telah

ditetapkan akan terpengaruh dan berakibat fatal pada merk.

Targeting adalah salah satu upaya pemasar untuk memahami

konsumen dengan melakukan pendekatan yang komprehensif.

Kesalahan dalam targeting dapat dilihat dari tiga indikator berikut :

pertama, jumlah penjualan tidak sesuai dengan harapan; kedua, jumlah

retur (pengembalian produk) dan keluhan konsumen meningkat; ketiga,

pembayaran saluran distribusi mengalami hambatan (Kartajaya, 2003).

2.3.2.3. Positioning

Positioning yaitu menempatkan produk pada pasar yang agak

berbeda dengan produk pesaing. Tujuan dari positioning yaitu untuk

menciptakan citra yang berbeda guna memperkenalkan produk di benak

konsumen. Positioning di pasar sebaiknya berdasarkan kemampuan

perusahaan dalam memberikan manfaat produk yang secara jelas

berbeda dengan yang diberikan oleh para pesaing (Bloom dan Boone,

2006).

Terdapat beberapa cara memposisikan sebuah produk mengacu

pada kemampuan perusahaan dalam memberikan manfaat terhadap

suatu produk. Pertama, positioning produk yang mengacu pada harga

produk pesaing. Kedua, positioning produk berdasarkan isi produk.

Ketiga, positioning produk melalui nilai produk. Keempat, positioning

produk berdasarkan kemasan produk.

Aacker (2004) menyebutkan beberapa cara dalam melakukan

positioning, yaitu :

1. Penonjolan karakteristik produk, yaitu menonjolkan salah satu

keistimewaan produk. Karakteristik produk dapat dibagi menjadi

tiga kriteria, yaitu : kriteria yang berhubungan dengan sifat fisik

(31)

tidak dapat diukur atau dilihat seperti halnya karakteristik fisik, dan

keuntungan konsumen.

2. Penonjolan harga dan mutu, konsumen akan mempersepsikan harga

yang tinggi sebagai produk yang berkualitas bagus dan sebaliknya.

3. Penonjolan penggunaannya, yaitu mengaitkan dengan penggunaan

oleh konsumen, misalnya PT Agricon mempersepsikan insektisida

merk Spontan kepada konsumen untuk membasmi hama kumbang

kelapa, padahal sebenarnya komposisinya sama dengan insektisida

untuk membasmi hama sundep dan beluk pada tanaman padi.

4. Positioning menurut pemakainya, yaitu mengaitkan produk yang

dipakai oleh seorang public figure.

5. Positioning menurut kelas produk, yaitu mengaitkan pada kelas

produk lainnya.

6. Positioning dengan menggunakan simbol-simbol budaya, yaitu

menonjolkan simbol-simbol budaya untuk memberikan citra yang

berbeda terhadap produk pesaing.

7. Positioning langsung terhadap pesaing dengan mengacu pada

kedudukan produsen terhadap produk-produk pesaingnya.

2.3.3. Penetapan Harga Produk

Dalam konteks bisnis, harga diarikan sebagai jumlah uang tertentu

yang diserahkan pembeli kepada penjual untuk memperoleh sejumlah

barang atau jasa tertentu. Harga juga merupakan sarana untuk mencapai

jumlah hasil penjualan dan keuntungan jangka pendek atau menengah

(Kleinsteuber dan Sutojo, 2007).

Menurut Bloom dan Boone (2006), tujuan penetapan harga yaitu :

1). memaksimalkan laba perusahaan, 2). Memperoleh pangsa pasar, dan

3).memperoleh keuntungan investasi dari usaha. Meskipun demikian

sebenarnya produsen menjumpai paradoks dalam aspek penetapan

harga, yaitu menetapkan harga tinggi agar diperoleh laba maksimal,

(32)

Produsen yang baik tidak bersaing dengan harga. Mereka bersaing

pada kualitas produk, inovasi produk, diferensiasi pelayanan, kreativitas

iklan, tenaga penjualan, layanan teknis, lokasi toko, kemampuan

menjual dan sikap pegawai. Produsen yang baik berjuang untuk

menyediakan nilai dan percaya pada penetapan harga berdasarkan nilai

(Fox, 2007). Beberapa metode penetapan harga yang sering digunakan

produsen yaitu : 1). penetapan harga plus laba, 2). price skimming, 3).

harga penetrasi, dan 4). prestige pricing (Royan, 2007).

Metode penetapan harga yang paling umum adalah harga plus laba.

Harga ditentukan dengan cara menambahkan persentase tertentu untuk

memperoleh keuntungan terhadap biaya produksi rata-rata. Biaya

produksi merupakan total biaya tetap ditambah dengan biaya variabel

dan dibagi dengan keseluruhan produk yang terjual. Biaya tetap

merupakan biaya tambahan yang tidak berubah karena penambahan

volume produksi. Sedangkan biaya variabel merupakan pengeluaran

yang dapat berubah berdasarkan volume produksi (Royan, 2007).

Price skimming berarti menetapkan harga tinggi guna

memaksimalkan pengembalian dana awal sebelum memenuhi segmen

pasar yang lebih sensitif terhadap harga. Price skimming lebih tepat

dilaksanakan bila terdapat kondisi sebagai berikut : 1) Produsen

memiliki produk yang berbeda dan unik serta hanya terdapat sedikit

pesaing, 2) Produsen belum merasa yakin terhadap harga yang harus

ditetapkan, 3) Produsen memiliki kapasitas produksi yang terbatas, 4)

Produsen memasuki segmen pasar yang secara relatif tidak sensitif

terhadap harga, 5) Digunakan sebagai strategi promosi, 6) Terdapat

persaingan yang tidak berbahaya, 7) Produk memiliki kualitas tinggi,

dan 8) Terdapat skala ekonomi dalam menghasilkan lebih banyak

produk (Royan, 2007).

Harga penetrasi memiliki tujuan agar konsumen membeli lebih

banyak produk dengan harga lebih murah dari produk pemimpin pasar

atau agar produk dapat mencapai pasar dalam waktu singkat. Penetrasi

(33)

harga, 2) Biaya produksi per unit dapat diturunkan dengan

memproduksi lebih banyak produk, dan 3) Produk dengan harga rendah

dapat memancing persaingan sebelum produsen memasuki pasar

(Royan, 2007).

Prestige pricing berarti menetapkan harga produk lebih tinggi

daripada harga pesaing guna menjual kualitas citra produk atau status

produk Metode penetapan harga ini hanya sesuai untuk produk mewah

karena pertimbangan gengsi pemiliknya, dan kurang cocok diterapkan

untuk produk consumer good karena konsumen jenis produk ini pada

umumnya sensitif dengan over pricing (Royan, 2007).

2.3.4. Saluran Distribusi

Dalam membangun saluran distribusi (channel of distribution)

terdapat dua kondisi yang harus diketahui. Pertama, perusahaan

memang baru memulai dalam memasarkan produknya. Kedua,

perusahaan adalah perusahaan yang sudah eksis dan akan meluncurkan

produk baru. Infrastruktur yang paling penting dalam memasarkan

produk baru adalah saluran distribusi, dimana di dalamnya terdiri dari

pilihan konsumen yang dibidik, luasan wilayah pemasaran, partner kerja

sama dalam memasarkan produk, personal dalam memasarkan produk,

armada yang mengirim produk, serta hal-hal lain yang berhubungan

dengan membangun saluran distribusi (Royan, 2007).

Luasnya wilayah pemasaran tergantung kepada visi dan misi

perusahaan, apakah perusahaan memiliki visi ingin menjadi produsen

secara lokal, nasional, regional maupun internasional. Selain itu apakah

misi perusahaan akan menyediakan produk tertentu dengan kualitas

prima bagi konsumennya, dimana hal ini juga menyangkut kuantitas

produk yang dibuat.

Dalam membangun saluran distribusi, dikenal dua metode yaitu 1)

membangun saluran distribusi milik sendiri, dan 2) membangun saluran

distribusi dengan cara melakukan kerja sama dengan distributor milik

(34)

pilihan konsumen karena : 1) produsen tidak yakin menyerahkan

produknya kepada orang lain, 2) produsen tidak yakin dengan

kestabilan harga produk di pasar, dan 3) produsen merasa yakin dengan

manajemennya sendiri terutama dalam membangun merk produk

(Royan, 2007).

Keunggulan membangun saluran distribusi sendiri yaitu : 1) dapat

menstabilkan harga, 2) secara manajemen setiap cabang dapat

dikendalikan oleh manajemen sendiri sehingga proses pemasaran dan

penjualan perusahaan dapat berkesinambungan dan 3) terdapat sinergi

yang cepat dan akurat ketika sedang melakukan launching produk baru.

Sedangkan kelemahannya yaitu : 1) biaya operasional akan sangat

tinggi jika volume penjualan setiap cabang tidak memenuhi target

minimal agar perusahaan berada dalam kondisi titik impas (break even

point/BEP).

Metode kedua yaitu membangun saluran distribusi dengan cara

bekerja sama dengan distributor milik orang lain. Membangun saluran

distribusi dengan metode ini dilakukan dengan langkah-langkah seperti :

1) memberikan diskon kepada distributor partner kerja sama, 2)

menempatkan personel pada distributor sebagai perwakilan, 3)

membantu promosi dengan berbagai program promosi, 4) meminta

garansi bank sebagai jaminan dan 5) menggunakan MoU (memorandum

of understanding/nota kesepahaman) sebagai perangkat hukum dalam

bekerja sama.

Distributor adalah perusahaan atau perorangan yang bertindak

sebagai perantara antara perusahaan manufaktur dan pengecer.

Distributor mengadakan pergudangan untuk menyimpan barang

dagangan, yang seringkali dibeli dari banyak perusahaan manufaktur

berbeda untuk didistribusikan kepada grosir maupun pengecer (Toffler

dan Imber, 2002).

Jika perusahaan menggunakan distributor sebagai mitra kerja

sama, maka yang harus dilakukan adalah mencari distributor yang

(35)

menyarankan untuk menggunakan konsep 3 C (Competency, Capital

dan Coverage). Competency merupakan kemampuan distributor yang

dinilai dari aspek kemampuan menjual produk. Capital adalah

kemampuan finansial distributor, apakah selama bekerjasama dengan

berbagai prinsipal, distributor tersebut selalu tepat waktu dalam

melakukan pembayaran. Coverage adalah seberapa luas wilayah kerja

distributor. Disamping itu faktor lain yang harus diperhatikan bagi

produk baru dalam memilih distributor adalah 1) jumlah prinsipal yang

ia tangani, karena jika terlalu banyak maka kemungkinan kecil

distributor tersebut akan fokus dalam mengelola produk baru, dan 2)

produknya harus satu lini dengan produk baru.

2.3.5. Promosi

Promosi merupakan usaha produsen untuk mempengaruhi para

konsumen dan menciptakan permintaan terhadap produk (Assauri,

2007). Promosi sebagai salah satu unsur dari konsep bauran pemasaran,

dilakukan sejalan dengan rencana pemasaran secara keseluruhan, serta

direncanakan akan diarahkan dan dikendalikan dengan baik, diharapkan

dapat berperan secara berarti dalam meningkatkan penjualan produk.

Kegiatan promosi yang dilakukan suatu perusahaan merupakan

penggunaan kombinasi yang terdapat dari unsur-unsur atau peralatan

promosi, yang mencerminkan pelaksanaan kebijakan promosi dari

perusahaan tersebut. Kombinasi dari unsur-unsur atau peralatan

promosi disebut sebagai bauran promosi (promotional mix), yang terdiri

dari advertensi, personal selling, promosi penjualan (sales promotion),

dan publisitas (publicity).

Advertensi merupakan suatu bentuk penyajian dan promosi dari

gagasan, barang atau jasa yang dibiayai oleh suatu sponsor tertentu yang

bersifat non personal. Media yang sering digunakan dalam advertensi

ini adalah radio, televisi, majalah, surat kabar dan papan reklame.

Personal selling merupakan penyajian secara lisan dalam suatu

(36)

merealisasikan penjualan. Publisitas (publicity) merupakan usaha untuk

merangsang permintaan dari suatu produk secara non personal dengan

membuat, baik yang berupa berita yang bersifat komersial tentang

produk tersebut di dalam media cetak atau tidak, maupun hasil

wawancara yang disiarkan dalam berita tersebut. Promosi penjualan

(sales promotion) merupakan segala kegiatan pemasaran selain personal

selling, advertensi dan publisitas, yang merangsang pembelian oleh

konsumen dan keefektifan agen seperti pameran, pertunjukan,

demonstrasi dan segala usaha penjualan yang tidak dilakukan secara

teratur atau kontinyu (Assauri, 2007).

2.4. Tanaman Kubis

Kubis atau kol (Brassica oleracea) merupakan tanaman semusim atau

lebih berbentuk perdu yang berbatang pendek dan beruas-ruas, berakar

tunggang dengan akar sampingnya sedikit tetapi dangkal. Daunnya lebar

berbentuk bulat telur dan lunak, dimana daun yang muncul terlebih dahulu

menutup daun yang muncul kemudian, demikian seterusnya sampai

membentuk krop daun bulat seperti telur dan padat berwarna putih.

Bunganya tersusun dalam tandan dengan mahkota bunga berwarna kuning

spesifik (Sunarjono, 2007).

Pada umumnya kubis hanya baik jika ditanam di dataran tinggi dengan

ketinggian 1.000 – 3.000 m dpl. Akan tetapi terdapat varietas kubis yang

dapat ditanam di dataran rendah, misalnya kubis putih hybrid K-Y cross dan

K-K cross. Buah kubis bulat panjang menyerupai polong, polong muda

berwarna hijau, setelah tua berwarna kecoklatan dan mudah pecah. Tanaman

kubis sukar berbunga di Indonesia karena memerlukan suhu rendah antara 5

– 10 o C selama satu bulan atau lebih. Bijinya kecil berbentuk bulat dan

berwarna kecokelatan dan menempel pada dinding bilik tengah polong.

Kubis dikonsumsi dalam bentuk daun, umbi, bunga, dan krop (daun

yang menggulung terpusat ke dalam). Kubis berdaun hijau banyak

mengandung vitamin C, sedangkan kubis berwarna putih merupakan sumber

(37)

Jenis kubis yang bayak dibudidayakan di Indonesia yaitu kubis krop,

kubis daun, kubis umbi, kubis tunas, dan kubis bunga. Kubis krop (kubis

telur) atau yang terkenal dengan istilah kubis putih (Brassica oleracea L. var.

capitata L.) berdaun membentuk krop, yang menutup satu sama lain hingga

warna krop menjadi putih. Krop kubis putih tersebut besar dan padat

(kompak) sehingga tahan untuk pengiriman arak jauh. Varietas yang

termasuk jenis kubis putih diantaranya yaitu K-K cross, K-Y cross, hybrid

21, R.v.E, yoshin, pujon, segon, kopenhagen market dan kubis merah.

Varietas kubis telur yang dianjurkan untuk ditanam yaitu hybrid 21, hybrid

31, hybrid K-K cross, dan hybrid K-Y cross yang semuanya berasal dari

Jepang. Varietas lainnya yang dianjurkan untuk ditanam yaitu hybrid 368

dari Australia. Varietas kubis putih lokal seperti pujon, segon, dan yoshin

kurang populer karena kropnya keropos dan lunak.

Jenis kubis lainnya yaitu kubis tunas atau kubis babat. Kubis tunas

(Brassica oleracea L. var. Bullata DS) biasanya membentuk krop, bahkan

tunas sampingnya pun dapat membentuk krop kecil, sehingga dalam satu

pohon terdapat beberapa krop kecil. Varietas yang termasuk ke dalam jenis

kubis tunas diantaranya brusselsprout (Brassica oleracea gemmifera DC),

misalnya pearl, garmet, jasper, dan jade cross.

Kubis umbi (Brassica oleracea L. var. gongylodes L.) pada bagian dasar

batang di bawah tanah atau di atas tanah membesar hingga merupakan umbi

besar. Kubis ini memiliki beberapa varietas, salah satunya kol rabi yang

diperbanyak dengan biji, yaitu white vienna.

Jenis kubis yang terakhir yaitu kubis bunga (Brassica oleracea L. var.

botrytis. L.). Jenis kubis ini bakal bunganya mengembang dan membentuk

masa bunga. Bunga tersebut berbentuk kerucut terbalik berwarna putih

kekuning-kuningan. Beberapa contoh varietasnya yaitu snowball dan

snowpeak (Sunarjono, 2007).

Salah satu jenis penyakit menular melalui media tanah yang sangat

penting pada tanaman kubis-kubisan di seluruh dunia yaitu penyakit akar

(38)

Penyakit ini juga sering disebut sebagai penyakit akar pekuk atau penyakit

akar bengkak (Cicu, 2006).

P. brassicae dianggap sebagai pseudo fungi atau organisme yang

menyerupai fungi. Siklus penyakit diawali dengan perkecambahan satu

zoospora primer dari satu spora rehat haploid di dalam tanah. Zoospora

primer ini mempenetrasi rambut akar dan selanjutnya masuk ke dalam sel

inang. Akibatnya, protoplas yang berinti satu terbawa masuk ke dalam sel

inang. Kemudian terjadi pembelahan sel secara miosis dan pembentukan

plasmodium primer oleh protoplas. Setelah mencapai ukuran tertentu yang

bergantung pada ukuran sel epidermis inang, plasmodium primer membelah

menjadi beberapa bagian yang kemudian berkembang menjadi zoosporangia.

Setiap zoosporangia mengandung 4 atau 8 zoospora sekunder yang dapat

terlepas melalui lubang atau pori-pori pada dinding sel inang. Zoospora

sekunder dapat menginfeksi kembali rambut akar, yang menyebabkan

perkembangan aseksual patogen menjadi cepat. Setelah miosis akan

terbentuk inti diploid baru, yang kemudian berkembang menjadi spora rehat

haploid dan terlepas masuk ke dalam tanah ketika akar yang sakit rusak.

Perkecambahan spora terjadi pada pH 5,50 - 7,50 dan tidak

berkecambah pada pH 8. Kisaran suhu bagi perkembangan patogen yaitu

17,80 – 25,00 o C dengan suhu minimum 12,20 o C dan maksimum 27,20 o C.

Tingkat infeksi juga ditentukan oleh jumlah spora rehat patogen. Suspensi

yang mengandung paling sedikit 106 – 108 sel spora setiap ml sangat efektif

untuk melakukan infeksi.

Gejala infeksi P. brassicae yang tampak di atas permukaan tanah yaitu

daun-daun tanaman layu jika hari panas dan kering, kemudian pulih kembali

pada malam hari, serta kelihatan normal dan segar pada pagi hari. Jika

penyakit berkembang terus, daun-daun menjadi kuning, tanaman menjadi

kerdil dan mungkin mati. Pembengkakan akar merupakan ciri khas penyakit

akar gada. Bentuk dan letak penyakit akar gada bergantung pada spesies

inang dan tingkat infeksi. Akar yang membengkak akan semakin besar dan

(39)

cendawan lain. Apabila infeksi terjadi pada akhir musim tanam, ukuran akar

gada biasanya kecil dan tanaman masih dapat bertahan hidup.

Menurut Cicu (2006), kerugian yang disebabkan oleh P. brassicae pada

kubis di Inggris, Jerman, Amerika Serikat, Asia dan Afrika Selatan mencapai

50 sampai 100 %. Di Indonesia penyakit ini menyebabkan kerusakan pada

lahan kubis rata-rata sebesar 88,60 % dan pada tanaman caisin antara 5,42 %

sampai 64,81 %. Tingkat produksi tanaman kubis seringkali dipengaruhi

oleh serangan patogen P. brassicae yang menyebabkan bengkak pada akar.

Pembengkakan pada jaringan akar dapat mengganggu fungsi akar seperti

translokasi zat hara dan air dari dalam tanah ke daun. Jika tanah sudah

terinfestasi oleh P. brassicae maka patogen tersebut akan selalu menjadi

faktor pembatas dalam budidaya tanaman famili Brassicaceae karena

patogen ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap perubahan lingkungan

dalam tanah.

Penyakit akar gada pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun

1950 di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Pada musim hujan tahun 1975-1976

penyakit tersebut juga ditemukan di Kebun Percobaan Balitsa Deptan di

Lembang. P. brassicae telah menyebar di daerah Sumatera Utara, Jawa

Tengah dan terutama di Jawa Barat. Pada tahun 1988 P. brassicae bahkan

telah ditemukan pada tanaman petsai di daerah Jeneponto, Sulawesi Selatan.

Saat ini penyakit tersebut telah menyebar ke daerah-daerah penghasil kubis

dan tanaman dari famili Brassicaceae lainnya.

Patogen dapat terpencar di alam melalui tanah dengan berbagai cara

atau perantara, misalnya perlengkapan usaha tani, bibit pada saat

pemindahan dari persemaian ke lapangan, hasil panen, air permukaan, angin,

dan melalui pupuk kandang. Patogen juga dapat ditularkan oleh biji melalui

kontaminasi permukaan biji dengan tanah yang terinfeksi. Selain itu

sejumlah tanaman cruciferae liar dan beberapa tanaman inang lain yang

rentan terhadap penyakit akar gada dapat menjadi tempat bertahan hidup

patogen pada saat tanaman budi daya tidak ada.

Berbagai upaya penanggulangan penyakit akar gada telah dilakukan,

(40)

penggunaan varietas resisten, penggunaan bahan kimia dan pemanfaatan

mikroorganisme antagonis.

2.5. Pestisida

Istilah pestisida merupakan terjemahan dari kata pesticide yang berasal

dari bahasa latin pestis dan caedo, yang dapat diterjemahkan secara bebas

menjadi racun untuk mengendalikan jasad pengganggu. Istilah jasad

pengganggu pada tanaman sering juga disebut dengan organisme

pengganggu tanaman atau OPT (Wudianto, 1999).

Pengertian pestisida dalam hal ini cukup luas apabila dikaitkan dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas

Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Dalam peraturan

tersebut dinyatakan bahwa yang tergolong pestisida adalah semua zat kimia

dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk :

1. Memberantas dan mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,

bagian-bagian tanaman, atau hasil pertanian.

2. Memberantas gulma atau tanaman pengganggu.

3. Memberantas atau mencegah serangan hama-hama air.

4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau

ternak.

5. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam

rumah, bangunan, dan dalam alat transportasi.

6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan

penggunaan tanaman, tanah atau air.

7. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

tanaman, tidak termasuk pupuk.

2.5.1. Jenis Pestisida dan Cara Kerjanya

Dari banyaknya jenis jasad pengganggu yang bisa berakibat fatal

pada hasil pertanian, maka pestisida diklasifikasikan lagi menjadi

(41)

Klasifikasi pestisida tersebut menurut Wudianto (1999) yaitu sebagai

berikut :

1. Insektisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas semua jenis

serangga).

2. Fungisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas jamur).

3. Bakterisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas bakteri).

4. Nematisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas nematodo/

cacing).

5. Akarisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas tungau,

caplak, dan laba-laba).

6. Rodentisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas binatang

pengerat).

7. Moluskisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas moluska).

8. Herbisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas tumbuhan

pengganggu/gulma).

9. Piscisida (pestisida untuk mengendalikan ikan mujair yang menjadi

hama di dalam tambak atau kolam).

10.Algisida (pestisida pembunuh ganggang).

11.Avisida (pestisida pembunuh burung).

12.Larvisida (pestisida pembunuh ulat).

13.Pedukulisida (pestisida pembunuh kutu).

14.Silvisida (pestisida pembunuh pohon hutan atau pembersih sisa-sisa

pohon).

15.Ovisida (pestisida perusak telur).

16.Pisisida (pestisida pembunuh hama vertebrata).

17.Termisida (pestisida pembunuh rayap).

18.Arborisida (pestisida pembunuh pohon, semak dan belukar).

19.Predasida (pestisida pembunuh hama predator).

2.5.2. Formulasi Pestisida

Formulasi pestisida yang dipasarkan terdiri dari bahan pokok yang

(42)

pembunuh OPT, dan bahan ramuan (inert ingredient). Jika dilihat dari

struktur kimianya, bahan aktif dapat digolongkan menjadi kelompok

organik sintetik, organik alamiah dan inorganik. Bahan ramuan

biasanya berperan sebagai : pelarut, pembawa (untuk mengencerkan

pestisida), surfaktan (emulsi, pembasah, pendispersi, foam dan

penyebar), stabilizer (agar formulasi tetap mantap dan aktif), sinergis

(meningkatkan daya kerja bahan aktif pestisida), minyak-minyak (untuk

meningkatkan aktifitas biologi), defoamer (agar hasil semprotan tidak

berbusa), agensia pemadat (agar hasil semprotan tidak mudah terjatuh

ke tanah), dan agensia pewarna (untuk mengurangi kemungkinan

kecelakaan). Dengan formulasi ini, keamanan, penyimpanan,

penanganan, dan keefektifan aplikasi dapat lebih ditingkatkan

(Wudianto, 1999).

Bentuk pestisida yang merupakan formulasi ini terdiri dari

berbagai macam. Formulasi ini perlu dipertimbangkan oleh calon

konsumen sebelum membeli untuk disesuaikan dengan ketersediaan alat

yang ada, kemudahan aplikasi serta efektifitasnya (Djojosumarto, 2000).

Jenis formulasi atau bentuk pestisida yang beredar di Indonesia berikut

kode namanya adalah :

1. Tepung hembus, debu (DustPowder = DP)

2. Butiran (Granule = G)

3. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (Wettable Powder =

WP)

4. Tepung yang larut dalam air (Water Solluble Powder = SP)

5. Suspensi (Flowable Concentrate = F)

6. Cairan (Emulsiviable Concentrate = EC)

7. Ultra Low Volume (ULV)

8. Solution (S)

9. Aerosol (A)

10.Umpan beracun (Poisonous Bait = B)

11.Powder Concentrate (PC)

(43)

13.Pekatan yang dapat larut dalam air (Water Solluble Concentrate =

WSC)

14.Seed Treatment (ST)

15.Colar Protection (CP)

16.Ready Mix (RM)

17.Rice Wax Block (RB)

18.Pekatan yang dapat diemulsikan dalam air (Emulsion in Water =

EW)

19.Larutan dalam air (Aqueous Sollution = AS)

20.Pekatan yang larut dalam air (Liquid Concentrate = LC)

21.Tepung yang dapat didispersikan dalam air untuk perlakuan benih

(Water Dispersible Powder for Slurry Treatment = WS)

22.Pekatan yang larut dalam air (Solluble Concentrate = SC)

23.Larutan dalam air (Liquid = L)

24.Capsule Suspension (CS)

2.5.3. Metode Apikasi Pestisida

Pestisida diaplikasikan di lapangan dengan berbagai cara

(Djojosumarto, 2000), yaitu :

1. Penyemprotan (spraying), merupakan penggunaan pestisida dengan

cara disemprotkan, baik penyemprotan di darat (ground spraying)

maupun penyemprotan dari udara (aerial spraying). Dalam

penyemprotan, larutan pestisida dipecah oleh nozzle (cerat, spuyer)

yang terdapat dalam alat penyemprot (sprayer) menjadi butiran

semprot atau droplet.

2. Pengasapan (fogging), adalah penyemprotan pestisida dengan

volume ultra rendah dengan menggunakan ukuran droplet yang

sangat halus. Perbedaan dengan cara penyemprotan biasa adalah

pada pengasapan, campuran pestisida dan bahan pelarut (umumnya

minyak tanah) dipanaskan sehingga menjadi semacam kabut asap

(44)

3. Penghembusan (dusting) adalah aplikasi produk pestisida yang

diformulasikan sebagai tepung hembus (dust) dengan menggunakan

alat penghembus (duster).

4. Penaburan/penebaran (broadcasting), adalah penaburan pestisida

dalam bentuk serbuk atau butiran dengan tangan atau dengan mesin

penabur (broadcaster).

5. Perawatan benih (seed dressing, seed treatment, seed coating),

adalah cara aplikasi pestisida untuk melindungi benih sebelum benih

ditanam agar kecambah dan tanaman muda tidak diserang oleh

hama dan penyakit.

6. Pencelupan (dipping), adalah penggunaan pestisida untuk

melindungi bahan tanaman (bibit, cangkokan, stek) agar terhindar

dari hama atau penyakit yang mungkin terbawa oleh bahan tanaman

tersebut. Pencelupan dilakukan dengan mencelupkan bibit atau stek

ke dalam larutan pestisida.

7. Fumigasi (fumigation), adalah aplikasi pestisida fumigan baik

berbentuk padat, cair atau gas dalam ruangan tertutup. Fumigan

dimasukkan ke dalam ruangan gudang yang selanjutnya akan

membentuk gas beracun untuk membubuh hama atau penyakit

sasaran yang ada dalam ruangan tersebut.

8. Injeksi (injection), adalah penggunaan pestisida dengan cara

dimasukkan ke dalam batang tanaman, baik dengan alat khusus

(injektor atau infus) maupun dengan membor batang tanaman

tersebut. Pestisida yang diinjeksikan diharapkan akan tersebar ke

seluruh bagian tanaman melalui aliran cairan tanaman, sehingga

hama dan penyakit sasaran akan terkendali. Teknik ini juga

digunakan untuk sterilisasi tanah.

9. Penyiraman (drenching, pouring on), adalah penggunaan pestisida

dengan cara dituangkan di sekitar akar tanaman untuk

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Produksi Pestisida (ton) di Indonesia
Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Bahaya Pestisida menurut WHO
Gambar 1.  Kerangka Operasional Penelitian
Tabel 4.a. Produk Insektisida dari PT Agricon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan penyusunan skripsi saya yang berjudul “ PENGARUH ATRIBUT PRODUK TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN NISSAN.. GRAND LIVINA PADA PT WAHANA PERSADA LAMPUNG

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa persepsi konsumen terhadap atribut produk spare part aspira adalah baik dan ada perbedaan persepsi konsumen terhadap

1. Mengetahui strategi pemasaran produk Tabungan iB Siaga PT. Bank Syariah Bukopin Cabang Surakarta. Mengetahui kendala dalam memasarkan Tabungan iB Siaga yang

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tanggapan konsumen mengenai atribut produk pada Nokia Xpress Music, mengetahui minat beli konsumen terhadap Nokia Xpress Music,

PENGARUH ATRIBUT PRODUK TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN NISSAN GRAND LIVINA PADA.. PT WAHANA PERSADA LAMPUNG DI

dapat menjaring konsumen dari berbagai kalangan, tidak hanya konsumen yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas, misalnya meluncurkan produk pie berukuran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi tingkat brand awareness dan brand loyalty konsumen, mengidentifikasi atribut keunggulan kompetitif perusahaan dengan

Strategi komunikasi pemasaran menjadi pedoman yang penting untuk memperkenalkan, memberikan informasi dan memasarkan produk kepada konsumen. Terdapat banyak bentuk strategi