• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.3. Metodologi

3.3.6. Pengolahan Data, Penyusunan Peta Properti dan

3.3.6.2. Peta Risiko Longsor

Peta ini dihasilkan dari penggabungan antara peta bahaya/rawan longsor dengan peta properti. Peta risiko tanah longsor ini akhirnya akan menghasilkan informasi wilayah -wilayah yang memerlukan mitigasi bencana. Wilayah yang memiliki nilai risiko tinggi bukan saja dikarenakan wilayah tersebut memiliki bahaya longsor tinggi tetapi lebih ditekankan pada wilayah yang memiliki nilai properti yang tinggi. Langkah kerja pembuatan peta risiko tanah longsor secara skematis disajikan dalam Gambar 6.

28

Gambar 6. Langkah Kerja Pembuatan Peta Risiko Tanah Longsor

Dari Gambar 6 terlihat bahwa dua jenis peta , yaitu peta infrastruktur dan peta jalan dilakukan proses buffering. Buffering merupakan upaya yang bertujuan untuk membentuk suatu area, poligon, atau zona baru dalam jarak tertentu yang berfungsi untuk menutupi objek spasial. Buffering tidak dilakukan pada peta penggunaan lahan dan peta bahaya , karena batasannya sudah diketahui. Buffering dilakukan pada data titik dan ga ris untuk mendapatkan suatu poligon, dengan atribut skor yang telah ditentukan.

Proses selanjutnya adalah melakukan griding, yaitu melakukan perubahan terhadap format data keempat peta tersebut dari bentuk vektor menjadi raster. Kemudian, data hasil griding dianalisis dengan menggunakan software Global Mapper untuk mempercepat dan mempermudah dalam pemrosesan data pada tahapan berikutnya.

Dari gambar di atas juga terlihat bahwa proses ini menggunakan software SPSS yang berguna untuk membaca titik koordinat (x dan y) dan skor (z) di setiap pixel pada masing-masing peta. Setelah melalui proses dengan menggunakan beberapa software, diperoleh hasil penggabungan berupa skor

pada masing-masing peta. Nilai skor yang diperoleh tersebut, selanjutnya dilakukan reklasifikasi (pengelompokan kembali) dengan menggunakan software

ArcView, sehingga menghasilkan nilai risiko sebagai dasar dalam pembuatan peta risiko tanah longsor.

3.3.7. Mitigasi Bencana Tanah Longsor

Dalam melakukan upaya mitigasi bencana diperlukan tahapan kegiatan yang dapat memberikan gambaran secara rinci mengenai upaya yang harus dilakukan. Tahapan -tahapan tersebut meliputi pengkajian potensi bencana, analisis kerawanan, dan analisis risiko bencana. Setelah dihasilkan Peta Risiko Tanah Longsor, perlu ditindaklanjuti dengan rekomendasi-rekomendasi berbagai alternatif tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan mananggulangi bencana tanah longsor.

Tahapan penelitian secara sistematik sebagaimana diuraikan di atas secara skematik digambarkan dalam diagram alir berikut.

30

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian 4.1.1. Administrasi dan Kependudukan

Kabupaten Sumedang terletak pada 06º48′25″-06º56′50″ Lintang Selatan

dan 107º51′10″-107º58′30″ Bujur Timur serta berada pada ketinggian 25-1.001 m dpl. Bata s-batas administrasi Kabupaten Sumedang sebelah utara

berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Subang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung, serta sebelah timur barbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Gambaran spasial lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 8 .

KAB. S UBAN G

#

SUMED ANG U TARA

#

SUMED ANG SELATAN KAB. I N DR AMAYU

KAB. BAND UNG

KAB. GAR UT

KAB. MAJALEN GKA

7 °0 0 ' 7 °0 0 ' 6 °5 0 ' 6 °5 0 ' 6 °4 0 ' 6 °4 0 ' 107°40' 107°40' 107°50' 107°50' 108 °00' 108 °00' 108°10' 108°10' 108 108 -7 -7

PETA KABUPATEN SUMEDANG DAN SEKITARNYA

LOKASI PENELITIAN KABUPAT EN SUMEDANG, PRO VINSI JAWA BARAT

N Keterangan : Batas Kabupaten Kecamatan-kecamatan di Kab. Sumedang Sumedang Selatan Sumedang Utara 4 0 4 8 Km

32

Penyebaran penduduk di Kabupaten Sumedang terkonsentrasi di Kecamatan Jatinangor, Cimanggung, Tanjungsari, Sumedang Selatan, Sumedang Utara, dan Cimalaka . Penyebaran yang tidak merata tersebut karena pusat kegiatan pendidikan , ekonomi, hiburan , pemukiman, dan industri lebih banyak berada di kecamatan-kecamatan tersebut. Untuk lebih jelasnya, jumlah penduduk setiap kecamatan di Kabupaten Sumedang disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Sumedang Tahun 2003

No Kecamatan Jumlah Penduduk

1 Surian 11.330 2 Cisarua 18.500 3 Cibugel 19.910 4 Ganeas 21.870 5 Tomo 22.238 6 Tanjungmedar 23.318 7 Jatigede 23.955 8 Cisitu 25.441 9 Ujungjaya 28.303 10 Sukasari 28.420 11 Conggeang 29.266 12 Buahdua 31.272 13 Tanjungkerta 32.127 14 Situraja 33.426 15 Paseh 35.564 16 Rancakalong 36.227 17 Darmaraja 36.238 18 Jatinunggal 40.330 19 Wado 42.664 20 Pamulihan 48.263 21 Cimalaka 51.725 22 Tanjungsari 63.962 23 Cimanggung 64.421 24 Sumedang Selatan 65.190 25 Sumedang Utara 75.754 26 Jatinangor 87.238

Sumber : BPS Kabupaten Sumedang (2003)

Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Sumedang per kecamatan pada tahun 2003 sebanyak 996.952 jiwa . Selain itu, dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa Kecamatan Sumedang Utara dan Kecamatan Sumedang Selatan termasuk wilayah yang memiliki jumlah penduduk di atas 60.000 jiwa.

Secara geografis, letak kedua kecamatan tersebut berada pada posisi 06º81´-06º96´ Lintang Selatan dan 107º85´-107º97´ Bujur Timur. Adapun secara administrasi pemerintahan, Kecamatan Sumedang Utara dan Kecamatan Sumedang Selatan terdiri dari 24 desa dengan luas wilayah mencapai

±12.914 ,80 Ha. Peta orientasi lokasi Kecamatan Sumedang Utara dan Kecamatan Sumedang Selatan disajikan dalam Gambar 9. Adapun pembagian wilayah (desa) dan luasan dari desa di dua kecamatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas Wilayah (Desa/Kelurahan) di Kecamatan Sumedang Utara dan Kecamatan Sumedang Selatan

Sumber : Bakosurtanal (Diolah), 1999

No. Nama Kecamatan/Desa Jumlah (Ha)

Sumedang Selatan 1 Baginda 383,16 2 Ciherang 654,56 3 Cipameungpeuk 610,96 4 Cipancar 1.487,17 5 Citengah 1.511,48 6 Gunasari 804,10 7 Pasanggrahan 1.211,16 8 Regol Wetan 642,79 9 Kota Kulon 318,53 10 Meruya Mekar 601,14 11 Sukagalih 117,78 12 Sukajaya 1.404,19 Sumedang Utara 13 Jatihurip 125,20 14 Jatimulya 478,68 15 Kebonjati 43,02 16 Kota Kaler 381,95 17 Girimukti 147,29 18 Margamukti 449,05 19 Mekarjaya 199,32 20 Mulyasari 516,59 21 Padasuka 149,31 22 Sirnamulya 277,04 23 Situ 228,44 24 Talun 171,88 Total 12.914,80

WILAYAH ADMINISTRASI

KEC. SUMEDANG UTARA DAN KEC. SUMEDANG SELATAN

KETERANGAN

Batas Kecamatan Batas Desa

LOKASI PENELITIAN

KABUPATEN SUMEDANG, PROVINSI JAWA BARAT

CITENGAH CIPANCAR SUKAJAYA GUNASARI PASANGGRAHAN CIHERANG SITU MULYASARI JATIMULYA REGOL WETAN BAGINDA MERUYA MEKAR CIPAMEUNGPEUK MARGAMUKTI KOTA KALER TALUN KOTA KULON SIRNAMULYA MEKARJAYA GIRIMUKTI PADASUKA JATIHURIP SUKAGALIH KEBONJATI KEC. RANCAKALONG KEC. PAMULIHAN KEC. CIMALAKA KEC. CISARUA KEC. GANEAS KEC. SUMEDANG UTARA

KAB. GARUT KEC. SUMEDANG SELATAN

Sumber data :

- Peta Digital Rupabumi Skala 1 : 25.000 Bakosurtanal - RTRW Kab. Sumedang 2002 - 2012

Proyeksi : Geografis

N

Gambar 9. Peta Wilayah Administrasi

6°56'00" 6°56'00" 6°54'00" 6°54'00" 6°52'00" 6°52'00" 6°50'00" 6°50'00" 6°48'00" 6°48'00" 107°52'00" 107°52'00" 107°54'00" 107°54'00" 107°56'00" 107°56'00" 107°58'00" 107°58'00"

2

0

2 Km

4.1.2. Curah Hujan

Curah hujan merupakan salah satu pemicu terjadinya longsor. Infiltrasi air hujan ke dalam lapisan tanah akan melemahkan material pembentuk lereng, sehingga memicu terjadinya longsor. Curah hujan yang tinggi, intensitas, dan lamanya hujan berperan dalam menentukan longsor tidaknya suatu lereng .

Berdasarkan data Badan Perencanaan Daerah Sumedang, Kabupaten Sumedang mempunyai curah hujan tahunan rata-rata yang berkisar antara 2000-2500 mm/tahun , yang meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Sumedang terutama wilayah Kabupaten Sumedang bagian tengah. Wilayah yang ada di Kabupaten Sumedang bagian tenggara merupakan daerah dengan curah hujan yang tinggi, berkisar antara 2500 -3000 mm/tahun. Pada beberapa tempat tertentu , curah hujan ada yang mencapai 3500-4000 mm/tahun. Wilayah Kabupaten Sumedang bagian utara mempunyai curah hujan tahunan rata -rata yang berkisar antara 2500 -3500 mm/tahun. Bahkan, di sekitar Gunung Tampomas curah hujannya sangat tinggi yaitu 4500-5000 mm/tahun.

Pengaruh curah hujan sebagai pemicu terjadinya tanah longsor ditunjukkan dari jumlah kejadian tanah longsor di Kabupaten Sumedang selama periode 1987-2002 . Rincian lengkap mengenai jumlah kejadian longsor di Kabupaten Sumedang pada tingkat curah hujan yang berbeda disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Kejadian Longsor pada Berbagai Curah Hujan di Kabupaten Sumedang Periode 1987 -2002

N o. Kecamatan Curah Hujan Rata-rata (mm/th) Kejadian

1 Buahdua 2221 - 2 Cadasngampar/Jatigede 2643 7 3 Cibugel 1289 - 4 Cikeruh/ Jatinangor 1370 - 5 Cimalaka 2419 2 6 Cimanggung 1724 1 7 Congeang 1968 - 8 Darmaraja 2946 2 9 Paseh 2304 - 10 Rancakalong 2648 6 11 Situraja 2257 1 12 Sumedang Selatan 3100 9 13 Sumedang Utara 2386 6 14 Tanjungkerta 2900 4 15 Tanjungsari 1967 2 16 Tomo 2038 2 17 Ujungjaya 2080 - 18 Wado 1678 3 Jumlah 45

Sumber : Hasil Pengolahan Data Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2002)

36

Berdasarkan data pada Tabel 6, menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 15 tahun, telah terjadi 45 kejadian longsor pada tingkat curah hujan yang berbeda. Adapun jumlah kejadian tanah longsor di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan sebanyak 15 kejadian atau sebesar 33,33 % dari total jumlah kejadian tanah longsor di Kabupaten Sumedang dalam kurun waktu tersebut.

Pada penelitian ini, yang berlokasi di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, nilai parameter curah hujan dianggap sama untuk seluruh daerah di dua kecamatan tersebut. Hal ini karena perbedaan jumlah curah hujan rata-rata pada dua kecamatan tersebut tidak terlalu signifikan atau ekstrem.

4.1.3. Suhu

Suhu udara di Kabupaten Sumedang rata -rata berkisar antara 22,5-23,3ºC. Suhu maksimum mencapai 23,3ºC terjadi pada bulan Mei, September, dan Oktober. Adapun suhu minimum sebesar 22 ,5ºCterjadi pada bulan Juli.

4.1.4. Topografi

Berdasarkan data Status Lingkungan Hidup (SLH) yang dikeluarkan oleh Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, dijelaskan bahwa bentang alam Kabupaten Sumedang cukup bervariasi, dari dataran sampai perbukitan. Secara garis besar, ketinggian wilayah di Kabupaten Sumedang dapat diklasifikasikan menjadi enam kelas, yaitu:

a. 25-50 m dpl

Meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan Tomo dan sebagian Kecamatan Ujungjaya dengan luas ± 5.858 ,05 Ha.

b. 51-75 m dpl

Meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan Conggeang, Buahdua, Tomo dan Ujungjaya dengan luas ± 5 .673,54 Ha.

c. 76-100 m dpl

Meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan Conggeang, Buahdua, Tomo dan Ujungjaya dengan luas ± 7 .294,82 Ha.

d. 101-500 m dpl

Meliputi sebagian Kecamatan Sumedang Selatan , Sumedang Utara, Cimalaka , Tanjungkerta, Conggeang, Buahdua, Tomo , Darmaraja, Situraja, Wado, Cadasngampar, Paseh, Ujungjaya dan Cibugel dengan luas ± 66.564 ,55 Ha.

e. 501-1001 m dpl

Meliputi sebagian wilayah Kecamatan Sumedang Selatan, Sumedang Utara, Cimalaka, Tanjungkerta, Tanjungsari, Cikeruh, Rancakalong, Conggeang , Buahdua , Tomo, Darmaraja, Situraja , Wado, Paseh, Cimanggung, dan Cibugel dengan luas ± 49.339 ,71 Ha .

f. Di atas 1001 m dpl

Meliputi sebagian wilayah Kecamatan Sumedang Selatan, Cimalaka, Situraja, Tanjungsari, Rancakalong , Conggeang , Buahdua, Cibugel, Darmaraja, Wado, dan Cimanggung dengan luas ± 17.464 ,78 Ha .

Berdasarkan kelas ketinggian dan sebarannya tersebut, dapat diketahui bahwa wilayah Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan terletak pada ketinggian 100 s.d. di atas 1.001 m dpl. Berdasarkan garis kontur dan titik tinggi Rupa Bumi Indonesia skala 1:25 .000 yang bersumber dari Bakosurtanal, dibuatkan kelas lereng dengan menggunakan software Arc View 3.3 ext 3D. Pada tabel di bawah ini disajikan kelas lereng dan luas wilayahnya pada kedua kecamatan tersebut. Selanjutnya, peta kontur dan peta kelas lereng wilayah Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11 .

Tabel 7 . Kelas Lereng dan Luasannya

N o. Kelas Lereng (%) Jumlah (Ha)

1 0 – 8 2.514 ,27 2 8 – 15 466 ,97 3 15 – 30 2.734 ,44 4 30 – 4 5 2.118 ,45 5 >45 5.080 ,67 Total 12.914 ,80

N 6° 56 '00 " 6°56'00" 6°54'00" 6°54'00" 6°52'00" 6°52'00" 6°50'00" 6°50'00" 6°48'00" 6°48'00" 107°52'00" 107°52'00" 107°54'00" 107°54'00" 107°56'00" 107°56'00" 107°58'00" 107°58'00" SUMEDANG SELATAN SUMEDANG UTARA Sumber data :

- Peta Digital Rupabumi Skala 1 : 25.000 Bakosurtanal Proyeksi : Geografis Batas Kecamatan 375 - 625 625 - 887.5 887.5 - 1187.5 1187.5 - 1437.5 1437.5 - 1737.5 L E G E N D A

Interval Kontur (Meter)

KONTUR

KEC. SUMEDANG UTARA DAN KEC. SUMEDANG SELATAN

Gambar 10. Peta Kontur

LOKASI PENELITIAN

KABUPATEN SUMEDANG, PROVINSI JAWA BARAT

6° 56 '00 " 6°56'00" 6°54'00" 6°54'00" 6°52'00" 6°52'00" 6°50'00" 6°50'00" 107°52'00" 107°54'00" 107°56'00" 107°58'00" N Proyeksi : Geografis Sumber data :

- Peta Digital Rupabumi Skala 1 : 25.000 Bakosurtanal

KAB. GARUT PAMULIHAN SUMEDANG SELATAN RANCAKALONG CIMANGGUNG GANEAS SUMEDANG UTARA CISARUA Batas Desa Batas Kecamatan KETERANGAN 0% - 8% 8% - 15% 15% - 30% 30% - 45% >45%

KELAS LERENG

KEC. SUMEDANG UTARA DAN KEC. SUMEDANG SELATAN

Gambar 11. Peta Kelas Lereng

LOKASI PENELITIAN

KABUPATEN SUMEDANG, PROVINSI JAWA BARAT

40

4.1.5. Hidrologi

Pola aliran sungai yang terdapat di Kabupaten Sumedang terbentuk oleh sungai besar dengan anak-anak sungainya . Secara umum aliran sungai yang terdapat di wilayah ini dapat digolongkan dalam dua golongan, yaitu aliran golongan Sungai Cimanuk dan Cipeles. Sebenarnya, aliran Cipeles merupakan anak sungai Cimanuk. Seluruh aliran sungai di Kabupaten Sumedang membentuk pola Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terbagi menjadi enam Sub- DAS, yakni Citarik, Cipeles, Cipunegara , Cipelang , Cimanuk, dan Cilutung .

4.1.6. Penggunaan Lahan

Berdasarkan hasil up-dating peta penggunaan lahan skala 1:25 .000 dari Bakosurtanal tahun 1999 dengan citra Landsat dan Aster, diketahui bahwa jenis dan persentase penggunaan lahan di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan sebagian besar didominasi oleh hutan dan belukar/semak. Rincian jenis dan persentase penggunaan lahan di Kabupaten Sumedang disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Jenis Penggunaan Lahan dan Luasannya

No Keterangan Jumlah (ha) Persentase

1 Air 65,70 1% 2 Belukar/Semak 2.511,65 19% 3 Gedung 0,51 0% 4 Hutan 4.222,35 33% 5 Kebun/Perkebunan 584,5 4 5% 6 Pemukiman 1.326,58 10% 7 Rumput/Tanah kosong 36,43 0% 8 Sawah Irigasi 981,9 6 8%

9 Sawah Tadah Hujan 1.679,36 13%

10 Tegalan/Ladang 1.498,73 12%

Total 12 .914,80 100%

Sumber : Bakosurtanal (Diolah), 2005

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa penggunaan lahan terluas adalah hutan (33%) yang sebagian besar terletak di wilayah Kecamatan Sumedang Selatan. Selanjutnya , berturut-turut adalah belukar/semak (19%). sawah tadah hujan (13%) , tegalan (12%), pemukiman (10%). Sisanya digunakan untuk sawah irigasi, kebun, gedung, rumput/tanah kosong , dan air. Gambaran sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 12 (Peta Penggunaan Lahan) dan Gambar 13 (Citra Aster tahun 2003).

4.1.7. Geologi

Informasi geologi atau satuan batuan diperoleh dari peta Geologi Lembar Bandung skala 1 : 100 .000 (PH. Silitonga 1973) dan peta Geologi Lembar Arjowinangun skala 1 : 100 .000 (Djuri 1995). Kedua peta tersebut diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung. Berdasarkan stratigrafi hasil penelitian yang dilakukan Silitonga (1973) dan Djuri (1995), di daerah Sumedang Utara dan Sumedang Selatan terdapat enam satuan batuan, yaitu : a. Ql (Endapan Danau)

Lempung tufaan , batupasir tufaan, kerikil tufaan . Membentuk bidang-bidang perlapisan mendatar di beberapa tempat. Mengandung kongkresi-kongkresi gamping, sisa -sisa tumbuhan, moluska air tawar dan tulang-tulang binatang bertulang belakang. Setempat mengandung sisipan breksi. Luas endapan danau ini mencapai 265.24 Ha atau 2% dari luas wilayah Sumedang Utara dan Sumedang Selatan.

b. Qvb (Hasil Gunungapi Tua -Breksi)

Breksi gunungapi, endapan lahar. Komponen-komponennya terdiri atas batuan beku bersifat andesit dan basal. Luas hasil gunungapi tua-breksi ini mencapai 973.70 Ha atau 8% dari luas wilayah Sumedang Utara dan Sumedang Selatan .

c. Qvl (Hasil Gunungapi Tua-Lava)

Lava menunjukkan kekar lempeng dan kekar tiang. Susunannya basal dan sebagian telah terpropilitisasikan. Luas satuan batuan ini mencapai 536.36 Ha atau 4% dari luas wilayah Sumedang Utara dan Sumedang Selatan . d. Qvu (Hasil Gunungapi Tua Tak Teruraikan)

Breksi gunung api, lahar dan lava berselang-seling . Luas 10 .084 .47 Ha atau 78% dari luas wilayah Sumedang Utara dan Sumedang Selatan .

e. Qyb (Breksi dan Aglomerat)

Breksi dan aglomerat tufaan terdapat di sebelah tenggara G.Tampomas. Keratan-keratannya terdiri dari batuan beku bersusunan antara andesit dan basal, Luas 8.87 Ha.

f. Qyu (Hasil Gunungapi Muda Tak Teruraikan)

Pasir tufaan, lapili, breksi, lava, aglomerat. Sebagian berasal dari G. Tangkubanparahu dan sebagian dari G. Tanpomas. Antara Sumedang dan Bandung batuan ini membentuk dataran-dataran kecil atau bagian-bagian rata dan bukit-bukit rendah yang tertutup oleh tanah yang berwarna abu -abu

44

kuning dan kemerah-merahan. Luas satuan batuan ini 1046 ,16 Ha atau 8% dari luas wilayah Sumedang Utara dan Sumedang Selatan .

Di wilayah Kabupaten Sumedang bagian utara , dijumpai adanya sesar dan lipatan. Sesar naik dijumpai di sekitar Pasir Bengkung yang memanjang ke arah barat sampai di sekitar Pasir Cengkudu . Sesar ini memisahkan satuan batu pasir dari satuan batuan lempung serta memotong satuan batuan vulkanik muda. Sesar turun (sesar normal) dapat dijumpai di Gunung Bongkok yang memanjang ke arah selatan dan di daerah Gunung Sembul memanjang ke arah timur sampai Gunung Bangkok pada satuan batu vulkanik.

Secara ringkas jenis satuan batuan di wilayah Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan disajikan dalam Tabel 8. Selanjutnya, gambaran sebaran geologi wilayah penelitian di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan dapat dilihat pada Gambar 14 .

Tabel 9. Satuan Batuan Beserta Luasannya

N o Satuan batuan Jumlah (ha) Persentase

1 Ql 265 ,24 2% 2 Qvb 973 ,70 8% 3 Qvl 536 ,36 4% 4 Qvu 10.084 ,47 78% 5 Qyb 8,87 0% 6 Qyu 1.046 ,15 8% Total 12.914 .80 100%

Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (Diolah), 2005

4.1.8 Jenis Tanah

Tanah hasil pelapukan batuan merupakan salah satu parameter yang menantukan terjadinya longsor. Jenis tanah yang bersifat lempung, lanau , pasir merupakan jenis tanah yang mudah meloloskan air. Sifat tersebut menjadikan tanah bertambah berat bobotnya jika tertimpa hujan. Apabila tanah tersebut berada di atas batuan kedap air pada kemiringan tertentu maka tanah tersebut akan berpotensi mengelincir menjadi longsor.

Jenis tanah di Kabupaten Sumedang terdiri dari beberapa macam, diantaranya meliputi jenis tanah Aluvial, Regosol, Andosol, Grumosol, Padsolik merah kuning, Latosol, dan Mediteran Coklat Kemerahan . Gambaran sebaran jenis tanah di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan dapat dilihat pada Gambar 15.

Luasan dengan persentase dari jenis tanah yang terdapat di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan disajikan pada Tabel 10. Pada Tabel 10, terlihat bahwa jenis tanah latosol coklat tua kemerahan mempunyai luasan terbesar yaitu 4.344,67 Ha, diikuti jenis tanah kompleks litosol dan latosol coklat kemerahan dan aluvial kelabu.

Tabel 10. Jenis Tanah Beserta Luasannya

No. Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase

1 Aluvial Kelabu 2.293 ,55 18%

2 Aluvial Kelabu Tua 877 ,32 7%

3 Asosiasi Latosol Merah dan Regosol 488 ,80 4%

4 Kompleks Litosol dan Latosol Coklat Kemerahan 2.577 ,54 20%

5 Latos ol Coklat 511 ,69 4%

6 Latosol Coklat Kemerahan 363 ,19 3%

7 Latosol Coklat Tua Kemerahan 4.344 ,67 34%

8 Latosol Merah 566 ,44 4%

9 Latosol Merah Kekuningan 261 ,12 2%

10 Regosol Coklat 630 ,48 5%

Total 1.2914,80 100%

Sumber : Puslittanak (Diolah), 2005

4.2. Bencana Longsor

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Bandung telah melakukan penelitian tentang kejadian bencana longsor dalam kurun waktu tahun 2002-2005 di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan. Kejadian bencana longsor berdasarkan faktor bahaya longsor dan faktor risiko longsor masing-masing disajikan pada Tabel 11 dan 12 .

Bencana tanah longsor berdasarkan data penelitian tersebut dipicu beberapa faktor yaitu curah hujan dan tanah. Selain itu , kemiringan yang terjal dan banyaknya pembukaan lahan pada lereng menjadi kebun campuran turut memicu terjadinya bencana tanah longsor.

Sebagian besar penyebab terjadinya bencana tanah longsor dapat diuraikan sebagai berikut yaitu , pada kejadian hujan lebat yang berlangsung lama, maka kondisi keairan di daerah ini melimpah yang mengakibatkan air merembes ke dalam tanah melalui pori-pori tanah. Karena air hujan tertahan di atas bidang luncuran , hal ini menyebabkan bobot massa tanah bertambah, tekanan air pori meningkat sehingga daya tahan tanah (shear streght) mengecil. Dalam kondisi ini, lapisan tanah pada lereng yang terjal cenderung bergerak, sehingga menimbulkan adanya nendatan dan beberapa retakan.

48

Tabel 11. Kejadian Bencana Longsor berdasarkan Faktor-faktor Bahaya Longsor

Sumber : Direktorat VMBG, 2005

NO. KAMPUNG/DESA LERENG

( º ) BATUAN TATA LAHAN

KONDISI KEAIRAN

1. Cihuni Hilir/Sukajaya 28º Breksi lahar , lava (Qvu)

Kebun campuran, Pemukiman

Lahan kering

2. Ciloa/Sukajaya 29º Breksi lahar , lava lapuk (Qvu)

Kebun campuran, pemukiman, sawah di bawah

Lahan kering

3.. Cigobang/Gunasari 30º Breksi gunungapi, lava (Qvu)

Kebun bambu dan pemukiman Lahan kering 4. Babakan Cibungur/ Cikondang 23º Breksi gunungapi, lava (Qvb) Sawah di lereng bawah, pemukiman dan kebun campuran di lereng atas Genangan air sawah 5. Batugara/ Tanjungwangi 30º Breksi gunungapi (Qvb) Kebun campuran, Pemukiman Lahan kering

6. Citengah/Citengah 30º Breksi gunungapi (Qvb)

Kebun campuran, Pemukiman

Lahan kering

7. Ciawi/Gunasari 25º Breksi gunungapi (Qvb)

Kebun campuran, Pemukiman

Lahan kering

8. Cibungur/Margamekar 20º Breksi lahar . tuva (Qvu) Kebun campuran, Pemukiman Genangan air sawah 9. Kebonsereh/ Margamekar

22º Breksi lahar . lava lapuk (Qvu) Kebun campuran, pemukiman Lahan kering 10. Kandangsari/ Pasanggrahan

31º Breksi lahar . lava (Qvu + Qvl) Kebun campuran, pemukiman Lahan kering 11. Banceuy/ Pasanggrahan

30º Breksi lahar (Qvu) Kebun campuran, pemukiman Lahan kering 12. Kareumbi/ Pasanggrahan 20º Breksi gunungapi (Qvu) Kebun campuran, pemukiman Lahan kering 13. Ciseureuh/ Margamekar X = 1089234 BT Y = 689673 LS

25º Breksi lahar . tuva (Qvu) Kebun campuran, pemukiman Lahan kering 14. Pasanggrahan. 8- 1- 2005. 20-2- 2005. dan 27-3- 2005 - - - - 15. Jatimulya, 15-2- 2005 - - - - 16. Sukajaya, 20- 2-2005 - - - - 17. Ciherang, 20-2-2005. 7-3- 2005 - - - 18. Cipameungpeuk, 31- 3- 2005 dan 22-3-2005 Cihanja dan Cibogol

- - - -

19. Sukaluyu 18º - 32º Breksi lahar . tuva (Qvu) Kebun campuran, pesawahan , ladang, Pemukiman Terdapat saluran irigasi 20. Nanggerang/ Mekarjaya 15º - 30º

Breksi lahar . tuva

(Qvu) Pemukiman

Tabel 12. Kejadian Bencana Longsor berdasarkan Faktor Risiko Longsor dan Mitigasi yang telah Dilakukan

NO . KAMPUNG/DESA STATUS PENANGGULANGAN

1 Cihuni Hilir/ Sukajaya

Rawan longsor , mengancam sekitar 150 jiwa

Lereng disengked, dibuat dinding penahan , hindari genangan air 2 Ciloa/Sukajaya Rawan longsor , mengancam

sekitar 120 jiwa

Lereng dis engked, dibuat dinding penahan , hindari genangan air 3 Cigobang/

Gunasari

Rawan longsor , mengancam sekitar 400 jiwa

Lereng disengked, dibuat dinding penahan , hindari genangan air 4 Babakan Cibungur/

Cikondang

Rawan longsor , mengancam sekitar 135 jiwa

Lereng disengked, dibuat dinding penahan , hindari genangan air 5 Batugara/

Tanjungwangi

Rawan longsor , mengancam sekitar 100 jiwa

Lereng disengked, dibuat dinding penahan , hindari genangan air 6 Citengah/Citengah Rawan longsor , mengancam

sekitar 150 jiwa

Lereng disengked, dibuat dinding penahan , hindari genangan air 7 Ciawi/Gunasari Rawan longsor , mengancam

sekitar 175 jiwa

Lereng disengked, dibuat dinding penahan , hindari genangan air 8 Cibungur/

Margamekar

Rawan longsor , mengancam sekitar 150 jiwa

Menutup retakan dan memperbaiki drainase, bila retakan berkembang, pemukiman pindah

9 Kebonsereh/ Margamekar

Rawan longsor , mengancam sekitar 150 jiwa

Lereng disengked, dibuat dinding penahan , hindari genangan air 10 Kandangsari/

Pasanggrahan

Rawan longsor , mengancam sekitar 140 jiwa

Lereng disengked, dibuat dinding penahan , hindari genangan air 11 Banceuy/

Pasanggrahan

Rawan longsor , mengancam sekitar 50 jiwa

Lereng disengked, dibuat dinding penahan , hindari genangan air 12 Kareumbi/

Pasanggrahan

Rawan longsor , mengancam sekitar 100 jiwa

Lereng disengked, dibuat dinding penahan , hindari genangan air

Sumber : Direktorat VMBG, 2005

4.3. Analisis Wilayah Rawan Bahaya Tanah Longsor

Pembuatan peta rawan bahaya longsor dilakukan dengan cara menggabungkan atau menjumlahkan nilai skor keseluruhan dari hasil tumpang tindih peta penyebab longsor yang disusun, terdiri dari peta penggunaan lahan, kemiringan lereng, geologi, dan peta jenis tanah. Peta curah hujan tidak dimasukkan dalam proses tumpang tindih, karena nilai para meter curah hujan dianggap sama untuk kedua wilayah kecamatan ini.

Analisis tumpang tindih yang telah dilakukan pada keempat peta tersebut tersebut menghasilkan wilayah -wilayah yang memiliki potensi rawan bahaya longsor. Nilai tingkat potensi (rawan) tanah longsor dapat dilihat pada Tabel 13 dan hasil analisis wilayah yang memiliki potensi rawan bahaya tanah longsor berdasarkan nilai tingkat potensi yang dihasilkan disajikan pada Tabel 14.

50

Tabel 13 . Nilai Tingkat Potensi (Rawan) Longsor

N o. Tingkat Potensial (Rawan) Jumlah Nilai Semua Parameter

1. Tidak Rawan 6 – 9

2. Kurang Rawan 10 – 1 2

3. Rawan 13 – 1 5

4. Sangat Rawan 16 – 1 8

Sumber : Data Primer (Diolah), 2005

Pada Tabel 13 terlihat jumlah nilai semua parameter yang dibagi ke dalam empat tingkat potensial bahaya tanah longsor. Wilayah yang memiliki tingkat potensi sangat rawan tanah longso r memiliki nilai parameter 16-18. Adapun untuk tingkat potensi tidak rawan bahaya longsor memiliki nilai parameter 6-9.

Tabel 14. Analisis Wilayah yang Berpotensi Rawan Bahaya Tanah Longsor

N o. Desa Tidak Rawan (Ha) Kurang Rawan (Ha) Rawan (Ha) Sangat Rawan (Ha) 1 Baginda 0,36 27 ,89 162 ,7 1 192 ,1 9 2 Ciherang - 6,62 167 ,4 5 480 ,5 0 3 Cipameungpeuk - 69 ,20 346 ,5 0 195 ,2 6 4 Cipancar 1,86 20 ,69 1.358 ,16 106 ,4 6 5 Citengah - 7,38 1.232 ,21 271 ,8 9 6 Girimukti 0,81 46 ,58 99 ,90 - 7 Gunasari 13,77 74 ,11 633 ,5 3 82 ,69 8 Jatihurip 0,31 38 ,58 72 ,02 14 ,30 9 Jatimulya 13,25 212 ,82 247 ,2 2 5,39 10 Kebonjati 5,88 22 ,85 14 ,29 - 11 Kota Kaler 2,43 166 ,23 166 ,0 2 47 ,28 12 Kota Kulon 8,91 79 ,58 194 ,2 0 35 ,84 13 Margamukti 6,57 99 ,71 341 ,1 0 1,67 14 Mekarjaya 4,11 85 ,05 104 ,6 9 5,47

Dokumen terkait