• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peta Risiko Multi Bahaya Provinsi Jawa Barat

Dalam dokumen KAJIAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT (Halaman 42-70)

BAB III. PENGKAJIAN RISIKO BENCANA

3.3. PETA RISIKO BENCANA

3.3.2. Peta Risiko Multi Bahaya Provinsi Jawa Barat

Kajian risiko multi bahaya dalam hal ini adalah kajian terhadap risiko yang berpotensi menimbulkan kerugian pada suatu daerah apabila berbagai jenis bencana terjadi. Kajian ini ditentukan dari gabungan hasil kajian risiko untuk setiap jenis bencana. Pemetaan risiko multi bahaya dimaksudkan untuk mengetahui

wilayah-wilayah yang rawan terhadap berbagai bencana, khususnya wilayah-wilayah yang memiliki kelas multi bahaya tinggi di daerah.

Peta risiko multi bahaya dihasilkan berdasarkan penjumlahan dari indeks-indeks risiko masing-masing ancaman. Penjumlahan tersebut berdasarkan faktor-faktor pembobotan dari masing-masing ancaman. Sebagai sumber dari hasil pembobotan adalah frekuensi dan dampak dari masing-masing jenis ancaman. Untuk pemetaan risiko multi bahaya di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 23.

37

Gambar 5.Peta Risiko Bencana Banjir Provinsi Jawa Barat

38

Gambar 6.Peta Risiko Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Provinsi Jawa Barat

39

Gambar 7.Peta Risiko Bencana Gempabumi Provinsi Jawa Barat

40

Gambar 8.Peta Risiko Bencana Tsunami Provinsi Jawa Barat

41

Gambar 9.Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Jawa Barat

42

Gambar 10.Peta Risiko Bencana Kegagalan Teknologi Provinsi Jawa Barat

43

Gambar 11.Peta Risiko Bencana Kekeringan Provinsi Jawa Barat

44

Gambar 12. Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit Provinsi Jawa Barat

45

Gambar 13. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Ciremai di Provinsi Jawa Barat

46

Gambar 14. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Galunggung di Provinsi Jawa Barat

47

Gambar 15. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Gede di Provinsi Jawa Barat

48

Gambar 16. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Guntur di Provinsi Jawa Barat

49

Gambar 17. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Papandayan di Provinsi Jawa Barat

50

Gambar 18. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Salak di Provinsi Jawa Barat

51

Gambar 19. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Tangkuban Perahu di Provinsi Jawa Barat

52

Gambar 20. Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim Provinsi Jawa Barat

53

Gambar 21. Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Provinsi Jawa Barat

54

Gambar 22. Peta Risiko Bencana Banjir Bandang Provinsi Jawa Barat

55

Gambar 23. Peta Risiko Multi Bahaya Provinsi Jawa Barat

56 3.4. KAJIAN RISIKO BENCANA

Kajian risiko adalah mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap risiko bencana suatu daerah dengan menganalisis tingkat bahaya, tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas. Kajian risiko bencana dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya, kerentanan, dan kapasitas di Provinsi Jawa Barat sehingga menghasilkan tingkat bahaya seluruh bencana, tingkat kerentanan, dan tingkat kapasitas daerah.

Landasan atau dasar metodologi yang digunakan masih tetap berpedoman pada Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, namun ada tambahan beberapa metodologi berdasarkan referensi pedoman pengkajian risiko bencana di kementerian/lembaga penanggulangan bencana di tingkat nasional.

Perkembangan metodologi pengkajian risiko bencana akan mempengaruhi hasil setiap komponen pengkajian risiko bencana yang dilakukan, baik itu pengkajian bahaya, kerentanan, kapasitas dan risiko bencana di Provinsi Jawa Barat. Metodologi tersebut terkait dengan pengkajian yang dilakukan pada tahun 2011 di Provinsi Jawa Barat dan pengkajian risiko bencana yang dilakukan tahun 2015 yang akan dimuat dalam Dokumen KRB Provinsi Jawa Barat. Hasil kajian risiko bencana Provinsi Jawa Barat tahun 2011 dan 2015 serta perubahan maupun perkembangan kajian tersebut dilaksanakan untuk melihat upaya-upaya pengurangan risiko bencana.

3.4.1. Hasil Kajian Risiko Bencana Tahun 2011 di Provinsi Jawa Barat

Kajian risiko bencana tahun 2011 menentukan 11 potensi bencana dengan tingkat risiko bencana yang berbeda masing-masingnya. Dari 11 pengkajian bencana yang dilaksanakan, khusus bencana konflik sosial tahun 2011 tidak termasuk ke dalam lingkup kajian berdasarkan kerangka acuan kerja BNPB tahun 2015. Hal ini dikarenakan konflik sosial merupakan wewenang atau ranah kerja lembaga lain (Polri) dalam pencegahan dan penanggulangannya. Sementara itu, terdapat penambahan bencana dalam pengkajian risiko bencana untuk kajian 2015, yakni banjir bandang. Rangkuman hasil kajian risiko bencana Provinsi Jawa Barat yang dilakukan pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 62.

Tabel 62. Rekapitulasi Kajian Risiko Bencana Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

JENIS BENCANA TINGKAT

2. GELOMBANG EKSTRIM DAN ABRASI TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

3. GEMPABUMI TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

4. TSUNAMI TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

5. KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

6. KEGAGALAN TEKNOLOGI TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

7. KEKERINGAN TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

8. EPIDEMI DAN WABAH PENYAKIT SEDANG TINGGI RENDAH TINGGI

9. LETUSAN GUNUNGAPI TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

JENIS BENCANA TINGKAT

Sumber: Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

Dari Tabel 62, dapat dilihat bahwa tingkat risiko bencana daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan analisa yang tertuang dalam Dokumen RPB tahun 2011 berada di level tinggi. Hal ini dikarenakan tingkat bahaya dan kerentanan daerah Provinsi Jawa Barat dominan berada pada level tinggi, sementara itu tingkat kapasitas daerah yang dimiliki berada pada level rendah.

3.4.2. Hasil Kajian Risiko Bencana Tahun 2015 di Provinsi Jawa Barat

Hasil kajian risiko bencana diperoleh dari pengkajian komponen bahaya, kerentanan, dan kapasitas.

Sementara itu, masing-masing komponen dikaji berdasarkan indeks yang berbeda. Penjabaran penentuan tingkat bahaya, kerentanan, kapasitas, dan risiko adalah sebagai berikut.

1. Penentuan Tingkat Bahaya

Penentuan tingkat bahaya diperoleh dari nilai indeks dominan untuk seluruh potensi bencana di Provinsi Jawa Barat. Untuk dapat melihat jenis tingkatan bahaya setiap jenis potensi bencana dapat lebih jelas terlihat pada peta bahaya. Adapun rekapan tingkat bahaya seluruh potensi bencana di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 63.

Tabel 63. Tingkat Bahaya di Provinsi Jawa Barat

JENIS BENCANA TINGKAT

BAHAYA

1. BANJIR TINGGI

2. BANJIR BANDANG TINGGI

3. CUACA EKSTRIM TINGGI

4. EPIDEMI DAN WABAH PENYAKIT RENDAH 5. GELOMBANG EKSTRIM DAN ABRASI TINGGI

6. GEMPABUMI TINGGI

7. KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TINGGI

8. KEGAGALAN TEKNOLOGI TINGGI

9. KEKERINGAN TINGGI

10. LETUSAN GUNUNGAPI CIREMAI SEDANG 11. LETUSAN GUNUNGAPI GALUNGGUNG SEDANG

12. LETUSAN GUNUNGAPI GEDE TINGGI

13. LETUSAN GUNUNGAPI GUNTUR SEDANG

14. LETUSAN GUNUNGAPI PAPANDAYAN SEDANG

15. LETUSAN GUNUNGAPI SALAK TINGGI

16. LETUSAN GUNUNGAPI TANGKUBAN RENDAH

57

Sumber: Hasil Analisa Tahun 2015

Tabel 63 menjelaskan bahwa tingkat bahaya rendah terdapat pada bencana epidemi dan wabah penyakit dan letusan Gunungapi Tangkuban Perahu. Tingkat bahaya sedang pada bencana letusan Gunungapi Ciremai, letusan Gunungapi Galunggung, letusan Gunungapi Guntur, letusan Gunungapi Guntur, dan letusan Gunungapi Papandayan. Tingkat bahaya tinggi terdapat pada bencana banjir, banjir bandang, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim dan abrasi, gempabumi, kebakaran hutan dan lahan, kegagalan teknologi, kekeringan, letusan Gunungapi Gede, letusan Gunungapi Salak, tanah longsor, dan tsunami.

2. Penentuan Tingkat Kerentanan

Penentuan tingkat kerentanan untuk setiap potensi bencana di Provinsi Jawa Barat diperoleh dari penggabungan indeks penduduk terpapar, indeks kerugian rupiah dan indeks kerusakan lingkungan. Adapun rekapitulasi analisa tingkat kerentanan seluruh bencana di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 64.

Tabel 64. Tingkat Kerentanan Provinsi Jawa Barat JENIS BENCANA

5. GELOMBANG EKSTRIM DAN ABRASI TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

6. GEMPABUMI TINGGI TINGGI - TINGGI

7. KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN - SEDANG TINGGI TINGGI

8. KEGAGALAN TEKNOLOGI TINGGI SEDANG - TINGGI

9. KEKERINGAN TINGGI SEDANG TINGGI TINGGI

10. LETUSAN GUNUNGAPI CIREMAI TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

11. LETUSAN GUNUNGAPI GALUNGGUNG TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

12. LETUSAN GUNUNGAPI GEDE TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

13. LETUSAN GUNUNGAPI GUNTUR TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

14. LETUSAN GUNUNGAPI PAPANDAYAN TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

15. LETUSAN GUNUNGAPI SALAK TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

16. LETUSAN GUNUNGAPI TANGKUBAN

PERAHU TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

17. TANAH LONGSOR TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

18. TSUNAMI TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

Sumber: Hasil Analisa Tahun 2015

Tabel 64 menjelaskan bahwa seluruh bencana berpotensi di Provinsi Jawa Barat memiliki tingkat kerentanan sedang.

3. Penentuan Tingkat Kapasitas

Penentuan tingkat kapasitas Provinsi Jawa Barat dalam menghadapi potensi bencana diperoleh dari indeks kapasitas daerah. Kapasitas daerah akan berlaku sama untuk seluruh potensi bencana, hal ini disebabkan karena kapasitas daerah diperoleh dari kemampuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Rincian tingkat kapasitas dapat dilihat peta kapasitas Provinsi Jawa Barat. Adapun rekapan hasil tingkat kapasitas seluruh bencana di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 65.

Tabel 65. Tingkat Kapasitas Provinsi Jawa Barat

JENIS BENCANA TINGKAT

KAPASITAS

1. BANJIR RENDAH

2. BANJIR BANDANG RENDAH

3. CUACA EKSTRIM RENDAH

4. EPIDEMI DAN WABAH PENYAKIT RENDAH

5. GELOMBANG EKSTRIM DAN ABRASI RENDAH

6. GEMPABUMI RENDAH

7. KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN RENDAH

8. KEGAGALAN TEKNOLOGI RENDAH

9. KEKERINGAN RENDAH

10. LETUSAN GUNUNGAPI CIREMAI RENDAH

11. LETUSAN GUNUNGAPI GALUNGGUNG RENDAH

12. LETUSAN GUNUNGAPI GEDE RENDAH

13. LETUSAN GUNUNGAPI GUNTUR RENDAH

14. LETUSAN GUNUNGAPI PAPANDAYAN RENDAH

15. LETUSAN GUNUNGAPI SALAK RENDAH

16. LETUSAN GUNUNGAPI TANGKUBAN PERAHU RENDAH

17. TANAH LONGSOR RENDAH

18. TSUNAMI RENDAH

Sumber: Hasil Analisa Tahun 2015

Tabel 65 menjelaskan bahwa tingkat kapasitas Provinsi Jawa Barat dalam menghadapi bencana adalah rendah untuk seluruh bencana. Oleh karena itu, diperlukan adanya peningkatan terhadap kapasitas Provinsi Jawa Barat.

58 4. Penentuan Tingkat Risiko

Penentuan tingkat risiko seluruh potensi bencana di Provinsi Jawa Barat didapatkan dari penggabungan tingkat bahaya, tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas. Berikut ini hasil rangkuman dalam menghasilkan tingkat risiko untuk seluruh potensi bencana di Provinsi Jawa Barat seperti yang terlihat pada Tabel 66.

Tabel 66. Tingkat Risiko Provinsi Jawa Barat

JENIS BENCANA TINGKAT

2. BANJIR BANDANG TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

3. CUACA EKSTRIM TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

4. EPIDEMI DAN WABAH PENYAKIT RENDAH TINGGI RENDAH SEDANG

5. GELOMBANG EKSTRIM DAN ABRASI TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

6. GEMPABUMI TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

7. KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

8. KEGAGALAN TEKNOLOGI TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

9. KEKERINGAN TINGGI TINGGI RENDAH SEDANG

10. LETUSAN GUNUNGAPI CIREMAI SEDANG TINGGI RENDAH SEDANG

11. LETUSAN GUNUNGAPI GALUNGGUNG SEDANG TINGGI RENDAH TINGGI

12. LETUSAN GUNUNGAPI GEDE TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

13. LETUSAN GUNUNGAPI GUNTUR SEDANG TINGGI RENDAH SEDANG

14. LETUSAN GUNUNGAPI PAPANDAYAN SEDANG TINGGI RENDAH SEDANG

15. LETUSAN GUNUNGAPI SALAK TINGGI TINGGI RENDAH SEDANG

16. LETUSAN GUNUNGAPI TANGKUBAN PERAHU RENDAH TINGGI RENDAH TINGGI

17. TANAH LONGSOR TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

18. TSUNAMI TINGGI TINGGI RENDAH TINGGI

Sumber: Hasil Analisa Tahun 2015

Tabel 66 menjelaskan bahwa tingkat risiko sedang terdapat pada bencana epidemi dan wabah penyakit, kekeringan, letusan Gunungapi Ciremai, letusan Gunungapi Guntur, letusan Gunungapi Papandayan, dan letusan Gunungapi Salak, sedangkan untuk bencana lainnya memiliki tingkat risiko tinggi.

3.4.3. Perkembangan Risiko Bencana Provinsi Jawa Barat

Perkembangan risiko bencana dilihat berdasarkan perbandingan kondisi kebencanaan di Provinsi Jawa Barat sebelum dan setelah disusunnya pengkajian risiko bencana. Pengkajian yang dilaksanakan bertujuan untuk pengurangan risiko masing-masing bencana. Kajian dilaksanakan dengan melihat perkembangan hasil kajian yang telah dilakukan di tahun 2011 dengan pengkajian tahun 2015. Perkembangan tersebut terkait dengan tingkat risiko untuk masing-masing bencana yang berpotensi di Provinsi Jawa Barat. Adapun perkembangan risiko bencana yang berpotensi dari tahun 2011 hingga 2015 (Tabel 62 dan Tabel 66) dijabarkan sebagai berikut:

1. Bencana dengan tingkat risiko tetap terdapat pada epidemi dan wabah penyakit, kekeringan, letusan Gunungapi Ciremai, letusan Gunungapi Guntur, letusan Gunungapi Papandayan, dan letusan Gunungapi Salak.

2. Bencana yang mengalami penurunan risiko terjadi pada banjir, banjir bandang, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim dan abrasi, gempabumi, kebakaran hutan dan lahan, kegagalan teknologi, tanah longsor, dan tsunami.

59

BAB IV

REKOMENDASI

Rekomendasi kebijakan penanggulangan bencana meliputi kebijakan administratif dan kebijakan teknis.

Kebijakan administratif merupakan kebijakan berlaku umum yang melingkupi seluruh wilayah administratif kajian, sedangkan kebijakan teknis merupakan kebijakan per bencana yang berlaku berbeda untuk masing-masing bencana. Kedua kebijakan tersebut ditentukan berdasarkan pengkajian risiko bencana yang telah dilakukan sebagai dasar perencanaan penanggulangan bencana daerah. Skema penyusunan penanggulangan bencana dapat dilihat pada gambar berikut.

Setiap kebijakan administratif dan kebijakan teknis memiliki strategi-strategi penanggulangan bencana.

keseluruhan strategi tersebut berjumlah 7 (tujuh) strategi yang mengacu pada Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS PB). Strategi-strategi tersebut adalah penguatan kerangka hukum PB, pengarusutamaan PB dalam pembangunan, peningkatan kemitraan multi pihak dalam penanggulangan bencana,

pemenuhan tata kelola bidang penanggulangan bencana, peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi bencana, peningkatan kesiapsiagaan dan penanganan darurat bencana, serta peningkatan kapasitas pemulihan bencana.

Pada dasarnya setiap rekomendasi kebijakan penanggulangan bencana ditentukan berdasarkan hasil penyelenggaraan penanggulangan bencana yang telah dilakukan. Upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana tersebut dilihat berdasarkan kapasitas Provinsi Jawa Barat dalam menghadapi bencana. Upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana yang telah dilakukan masih membutuhkan adanya perkuatan terkait seluruh bidang penanggulangan bencana. Hal ini diketahui berdasarkan hasil kajian ketahanan daerah yang telah disepakati di Provinsi Jawa Barat.

Hasil kajian ketahanan daerah Provinsi Jawa Barat menghasilkan tindakan-tindakan prioritas penyelenggaraan penanggulangan bencana. Tindakan-tindakan prioritas diturunkan untuk memperoleh arah atau sasaran yang harus dicapai terkait upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana. Arahan dan sasaran tersebut dikelompokkan pada strategi penanggulangan bencana dalam kebijakan yang bersifat administratif.

Penjabaran masing-masing arahan setiap strategi penanggulangan bencana dapat dilihat pada sub bab berikut.

4.1. KEBIJAKAN ADMINISTRATIF

Kebijakan administratif disusun berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 03 Tahun 2012 tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah dalam Penanggulangan Bencana. Dengan acuan tersebut, diperoleh ketahanan daerah Provinsi Jawa Barat. Analisa ketahanan daerah menghasilkan rekomendasi sasaran kebijakan untuk strategi penanggulangan bencana dengan melihat tindakan prioritas penanggulangan bencana di Provinsi Jawa Barat. Pengelompokkan sasaran pada strategi tersebut adalah sebagai berikut.

4.1.1. Penguatan Kerangka Hukum Penanggulangan Bencana

Arahan sasaran penguatan kerangka hukum penanggulangan bencana untuk Provinsi Jawa Barat adalah:

1. Perkuatan ketersediaan cadangan anggaran daerah untuk pelaksanaan penanganan darurat bencana daerah sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasar dan melindungi kelompok-kelompok rentan terhadap dampak bencana

Ketersediaan cadangan anggaran merupakan hal penting yang dibutuhkan untuk masa penanganan darurat dan pemulihan bencana. Masa penanganan darurat bencana membutuhkan anggaran dan kebutuhan yang besar terkait pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan kelompok rentan, serta pembangunan fasilitas kritis akibat bencana. Pemenuhan terhadap ketersediaan kebutuhan tersebut perlu diperkuat dengan adanya kerangka hukum terkait penanggulangan bencana daerah. Hal ini dimaksudkan agar tersedianya Gambar 24. Skema Penyusunan Kebijakan Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Barat

60 cadangan anggaran daerah untuk pelaksanaan penanganan darurat bencana daerah sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasar dan melindungi kelompok-kelompok rentan terhadap dampak bencana.

Ketersediaan anggaran untuk masa penanganan darurat bencana adalah terkait pemenuhan Biaya Tak Terduga (BTT) yang diperoleh berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Upaya perkuatan terhadap finansial berupa anggaran tersebut melingkupi seluruh wilayah rentan di Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya dorongan dari Provinsi Jawa Barat kepada setiap kabupaten/kota terkait kemampuan anggaran penanganan darurat bencana yang sesuai dengan Rencana Kontingensi yang telah disusun.

4.1.2. Peningkatan Kemitraan Multi Pihak dalam Penanggulangan Bencana

Pendidikan di sekolah merupakan salah satu media transfer pengetahuan. Peningkatan pengetahuan terkait pengurangan risiko bencana dapat didukung dengan keterlibatan pihak-pihak di bidang pendidikan.

Optimalisasi upaya pengurangan risiko bencana di bidang pendidikan tersebut dilakukan degan membangun budaya siaga bencana melalui penyusunan kurikulum muatan lokal terkait penanggulangan bencana untuk semua jenjang pendidikan yang diterapkan dalam mata pelajaran di sekolah. Kurikulum dan mata pelajaran terkait perlu dikembangkan sehingga tidak hanya berupa teori-teori, tetapi juga berupa praktek-praktek pengurangan risiko bencana di Provinsi Jawa Barat.

Pelaksanaan praktek pengurangan risiko bencana salah satunya dengen menyelenggarakan latihan-latihan kesiapsiagaan dan tanggap darurat di setiap level sekolah yang diikuti oleh seluruh komunitas sekolah.

Latihan-latihan ini sedapat mungkin dilakukan secara berkala dan sinkron dengan kurikulum muatan lokal yang disusun di Provinsi Jawa Barat. Dengan terselenggaranya peningkatan pengetahuan dan keterampilan komunitas sekolah yang tearah dan sistematis dapat membangun budaya pengurangan risiko bencana secara berkelanjutan sejak usia dini.

Provinsi Jawa Barat juga perlu melakukan pendampingan dalam penyusunan mata pelajaran terkait PB yang didukung oleh kurikulum yang memadai di setiap kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu membuat pedoman penyusunan kurikulum muatan lokal untuk kabupaten/kota. Penyusunan kurikulum tersebut menjadi dasar dalam menentukan bahan ajar terkait penanggulangan bencana di daerah.

4.1.3. Pemenuhan Tata Kelola Bidang penanggulangan Bencana

Pemenuhan tata kelola bidang penanggulangan bencana berkaitan dengan seluruh aspek yang dapat memberikan pengaruh terhadap upaya pengurangan risiko bencana. Efektivitas proses penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat ditingkatkan dengan tersedianya sumber daya yang dialokasikan khusus untuk kegiatan pengurangan risiko bencana di semua tingkat pemerintahan. Kebutuhan sumber daya tersebut terkait pengurangan risiko bencana pada kelembagaan BPBD dan/atau institusi lainnya, baik berupa pendanaan, sarana

prasarana, ataupun jumlah personil untuk kebutuhan penanggulangan bencana telah terpenuhi baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya. Selain itu, diperlukan adanya jaminan akuntabilitas kegiatan dan anggaran pelaksanaan aktivitas PRB dapat dimonitoring oleh seluruh masyarakat. Upaya ini dapat diwujudkan melalui pembangunan akses publik oleh setiap institusi atau lembaga bidang penanggulangan bencana terkait informasi jumlah personil dan penggunaan anggaran untuk penanggulangan bencana di Provinsi Jawa Barat. Perkuatan terhadap upaya tersebut dilakukan sampai pada seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dan arahan dari pemerintah tingkat provinsi terhadap setiap seluruh wilayah bagiannya untuk dapat menyediakan kualitas maupun kuantitas sumber daya yang terkait dengan PRB pada BPBD dan/atau institusi terkait PB lainnya.

4.1.4. Peningkatan Efektivitas Pencegahan dan Mitigasi Bencana

1. Melakukan pembaharuan Kajian Risiko Bencana secara berkala berdasarkan data-data terbaru sebagai dasar untuk pembangunan daerah

Beragamnya potensi bencana dengan risiko-risiko yang ditimbulkan menjadi dasar penting untuk melakukan pengkajian risiko bencana di daerah. Pengkajian risiko bencana disusun dalam bentuk Dokumen KRB yang memuat data-data bahaya, kerentanan, dan kapasitas yang merupakan dasar dalam penentuan risiko setiap bencana. Dokumen KRB tersebut dapat mengidentifikasi, menilai, dan memantau risiko setiap bencana sehingga dijadikan sebagai dasar dalam perencanaan penanggulangan bencana. Kajian risiko bencana disusun sesuai dengan perkembangan kondisi daerah Provinsi Jawa Barat. Namun, seiring perkembangan kondisi wilayah, Dokumen KRB perlu diperbaharui dalam jangka waktu lima tahunan sesuai kondisi terkini Provinsi Jawa Barat. Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu mendorong kabupaten/kota melakukan pengkajian risiko bencana yang memuat hasil pemetaan risiko bencana sehingga upaya penanggulangan bencana dapat lebih efektif dan menyeluruh untuk wilayah Provinsi Jawa Barat. Nantinya, pengkajian risiko bencana dijadikan sebagai dasar perencanaan penanggulangan bencana dan program-program pembangunan daerah berbasis pengurangan risiko bencana.

2. Adanya metode riset kebencanaan daerah untuk menurunkan rasio pemakaian anggaran untuk pemulihan pasca bencana

Upaya pengurangan risiko bencana dapat ditingkatkan melalui pembangunan metode riset kebencanaan daerah. Riset-riset tersebut digunakan untuk memantau ancaman bencana dan mengurangi kerentanan terhadap bencana. Dengan adanya hasil riset yang terapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi risiko bencana yang mungkin terjadi. Riset-riset terapan yang berhubungan dengan pengurangan risiko bencana menjadi salah satu kunci utama efisiensi untuk biaya pengurangan risiko bencana. Selain itu, agar pelaksanaan upaya pengurangan risiko bencana terlaksana secara merata dan menyeluruh, diperlukan

61 dukungan untuk kabupaten/kota dalam pembangunan metode riset kebencanaan di wilayahnya sehingga penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat terstruktur dan menyeluruh untuk seluruh wilayah.

4.1.5. Peningkatan Kesiapsiagaan dan Penanganan Darurat Bencana

Arah sasaran penanggulangan bencana terkait strategi peningkatan kesiapsiagaan dan penanganan darurat bencana adalah sebagai berikut.

1. Membangun sistem peringatan dini untuk setiap bencana berpotensi yang melingkupi wilayah berisiko tinggi

Masa penanganan darurat bencana membutuhkan langkah jelas dari pemerintah untuk dapat meminimalkan risiko-risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Oleh karena itu, diperlukan kesiapan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui pembangunan sistem peringatan dini yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Upaya pembangunan sistem peringatan dini merupakan langkah awal penyelamatan diri jika bencana terjadi dengan memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat secara cepat dan tepat dengan memadukan teknologi dan kearifan lokal. Karena mengingat pentingnya pembangunan sistem peringatan dini, maka Provinsi Jawa Barat perlu menyediakan sistem peringatan dini yang siap beroperasi untuk skala besar dengan jangkauan yang luas ke seluruh lapisan masyarakat.

Pembangunan sistem peringatan dini harus dilengkapi oleh sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang telah teruji dan kompeten. Selain itu, sistem peringatan dini harus terintegrasi secara jelas antara nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Dengan adanya sistem peringatan dini, pemerintah dan masyarakat dapat mengetahui tanda akan terjadi bencana. Masyarakat juga perlu mengetahui tanda-tanda yang digunakan oleh pemerintah untuk memerintahkan masyarakat untuk melakukan evakuasi secara jelas dan terarah.

2. Membangun mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap operasi kedaruratan berdasarkan catatan komunikasi dengan mewawancarai para tokoh terkait untuk meningkatkan efekitivitas operasi darurat di kemudian hari

Pembangunan mekanisme dan evaluasi terhadap operasi kedaruratan bencana diperlukan pada masa tanggap darurat bencana. Optimalisasi upaya tersebut dilaksanakan dengan adanya pertukaran informasi

Pembangunan mekanisme dan evaluasi terhadap operasi kedaruratan bencana diperlukan pada masa tanggap darurat bencana. Optimalisasi upaya tersebut dilaksanakan dengan adanya pertukaran informasi

Dalam dokumen KAJIAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT (Halaman 42-70)

Dokumen terkait