• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

Penyusunan dokumen ini difasilitasi oleh :

DEPUTI BIDANG PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA 2015

BNPB

JAWA BARAT

2016 - 2020

(2)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

RINGKASAN EKSEKUTIF ... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. TUJUAN ... 2

1.3. RUANG LINGKUP ... 2

1.4. LANDASAN HUKUM ... 2

1.5. PENGERTIAN ... 3

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN ... 4

BAB II. KONDISI KEBENCANAAN ... 5

2.1. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 5

2.1.1. GEOGRAFIS ... 5

2.1.2. DEMOGRAFI... 6

2.1.3. TOPOGRAFI ... 7

2.1.4. IKLIM ... 7

2.2. SEJARAH KEJADIAN BENCANA PROVINSI JAWA BARAT ... 7

2.3. POTENSI BENCANA PROVINSI JAWA BARAT ... 8

BAB III. PENGKAJIAN RISIKO BENCANA ... 9

3.1. METODOLOGI ... 9

3.2. INDEKS PENGKAJIAN RISIKO BENCANA ... 10

3.2.1. Bahaya ... 10

3.2.2. Kerentanan ... 18

3.2.3. Kapasitas... 33

3.3. PETA RISIKO BENCANA ... 35

3.3.1. Peta Risiko Bencana Daerah ... 36

3.3.2. Peta Risiko Multi Bahaya Provinsi Jawa Barat ... 36

3.4. KAJIAN RISIKO BENCANA ... 56

3.4.1. Hasil Kajian Risiko Bencana Tahun 2011 di Provinsi Jawa Barat ... 56

3.4.2. Hasil Kajian Risiko Bencana Tahun 2015 di Provinsi Jawa Barat ... 56

3.4.3. Perkembangan Risiko Bencana Provinsi Jawa Barat ... 58

BAB IV. REKOMENDASI ... 59

4.1. KEBIJAKAN ADMINISTRATIF ... 59

4.1.1. Penguatan Kerangka Hukum Penanggulangan Bencana ... 59

4.1.2. Peningkatan Kemitraan Multi Pihak dalam Penanggulangan Bencana ... 60

4.1.3. Pemenuhan Tata Kelola Bidang penanggulangan Bencana ... 60

4.1.4. Peningkatan Efektivitas Pencegahan dan Mitigasi Bencana ... 60

4.1.5. Peningkatan Kesiapsiagaan dan Penanganan Darurat Bencana ... 61

4.1.6. Peningkatan Kapasitas Pemulihan Bencana ... 61

4.2. KEBIJAKAN TEKNIS... 62

4.2.1. Peningkatan Efektivitas Pencegahan dan Mitigasi Bencana ... 62

4.2.2. Peningkatan Kesiapsiagaan dan Penanganan Darurat Bencana ... 62

4.2.3. Peningkatan Kapasitas Pemulihan Bencana ... 62

BAB V. PENUTUP ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(3)

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Administrasi Provinsi Jawa Barat ... 5

Gambar 2. Persentase Kejadian Bencana Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2015 ... 8

Gambar 3. Metode Pengkajian Risiko Bencana ... 10

Gambar 4. Metode Pemetaan Risiko Bencana ... 35

Gambar 5. Peta Risiko Bencana Banjir Provinsi Jawa Barat ... 37

Gambar 6. Peta Risiko Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Provinsi Jawa Barat ... 38

Gambar 7. Peta Risiko Bencana Gempabumi Provinsi Jawa Barat ... 39

Gambar 8. Peta Risiko Bencana Tsunami Provinsi Jawa Barat ... 40

Gambar 9. Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Jawa Barat ... 41

Gambar 10. Peta Risiko Bencana Kegagalan Teknologi Provinsi Jawa Barat... 42

Gambar 11. Peta Risiko Bencana Kekeringan Provinsi Jawa Barat ... 43

Gambar 12. Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit Provinsi Jawa Barat ... 44

Gambar 13. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Ciremai di Provinsi Jawa Barat ... 45

Gambar 14. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Galunggung di Provinsi Jawa Barat ... 46

Gambar 15. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Gede di Provinsi Jawa Barat ... 47

Gambar 16. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Guntur di Provinsi Jawa Barat ... 48

Gambar 17. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Papandayan di Provinsi Jawa Barat ... 49

Gambar 18. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Salak di Provinsi Jawa Barat ... 50

Gambar 19. Peta Risiko Bencana Letusan Gunungapi Tangkuban Perahu di Provinsi Jawa Barat ... 51

Gambar 20. Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim Provinsi Jawa Barat ... 52

Gambar 21. Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Provinsi Jawa Barat ... 53

Gambar 22. Peta Risiko Bencana Banjir Bandang Provinsi Jawa Barat ... 54

Gambar 23. Peta Risiko Multi Bahaya Provinsi Jawa Barat ... 55

Gambar 24. Skema Penyusunan Kebijakan Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Barat ... 59

(4)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pembagian Wilayah Administrasi di Provinsi Jawa Barat ... 5

Tabel 2. Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat ... 6

Tabel 3. Sejarah Kejadian Bencana Provinsi Jawa Barat Tahun 2002–2015 ... 7

Tabel 4. Potensi Bencana Provinsi Jawa Barat ... 8

Tabel 5. Kelas Bahaya Provinsi Jawa Barat ... 10

Tabel 6. Potensi Luas Bahaya Banjir Provinsi Jawa Barat ... 11

Tabel 7. Potensi Luas Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi Provinsi Jawa Barat ... 11

Tabel 8. Potensi Luas Bahaya Gempabumi ... 12

Tabel 9. Potensi Luas Bahaya Tsunami Provinsi Jawa Barat ... 13

Tabel 10. Potensi Luas Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Jawa Barat ... 13

Tabel 11. Potensi Luas Bahaya Kegagalan Teknologi Provinsi Jawa Barat ... 13

Tabel 12. Potensi Luas Bahaya Kekeringan Provinsi Jawa Barat ... 14

Tabel 13. Potensi Luas Bahaya Epidemi dan Wabah Penyakit Provinsi Jawa Barat ... 15

Tabel 14. Potensi Luas Bahaya Letusan Gunungapi Ciremai di Provinsi Jawa Barat ... 15

Tabel 15. Potensi Luas Bahaya Letusan Gunungapi Galunggung di Provinsi Jawa Barat ... 15

Tabel 16. Potensi Luas Bahaya Letusan Gunungapi Gede di Provinsi Jawa Barat ... 16

Tabel 17. Potensi Luas Bahaya Letusan Gunungapi Guntur di Provinsi Jawa Barat ... 16

Tabel 18. Potensi Luas Bahaya Letusan Gunungapi Papandayan di Provinsi Jawa Barat ... 16

Tabel 19. Potensi Luas Bahaya Letusan Gunungapi Salak di Provinsi Jawa Barat ... 16

Tabel 20. Potensi Luas Bahaya Letusan Gunungapi Tangkuban Perahu di Provinsi Jawa Barat ... 16

Tabel 21. Potensi Luas Bahaya Cuaca Ekstrim Provinsi Jawa Barat ... 16

Tabel 22. Potensi Luas Bahaya Tanah Longsor Provinsi Jawa Barat ... 17

Tabel 23. Potensi Luas Bahaya Banjir Bandang Provinsi Jawa Barat ... 18

Tabel 24. Indeks Potensi Penduduk Terpapar Bencana Provinsi Jawa Barat ... 19

Tabel 25. Potensi Kerugian Bencana Provinsi Jawa Barat ... 19

Tabel 26. Kelas Kerentanan Bencana di Provinsi Jawa Barat ... 19

Tabel 27. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Banjir Provinsi Jawa Barat ... 20

Tabel 28. Potensi Kerugian Bencana Banjir Provinsi Jawa Barat ... 20

Tabel 29. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Provinsi Jawa Barat ... 21

Tabel 30. Potensi Kerugian Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Provinsi Jawa Barat ... 21

Tabel 31. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Gempabumi Provinsi Jawa Barat ... 22

Tabel 32. Potensi Kerugian Bencana Gempabumi Provinsi Jawa Barat ... 22

Tabel 33. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Tsunami Provinsi Jawa Barat ... 23

Tabel 34. Potensi Kerugian Bencana Tsunami Provinsi Jawa Barat ... 23

Tabel 35. Potensi Kerugian Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Jawa Barat... 23

Tabel 36. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Kegagalan Teknologi Provinsi Jawa Barat ... 24

Tabel 37. Potensi Kerugian Bencana Kegagalan Teknologi Provinsi Jawa Barat ... 24

Tabel 38. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Kekeringan Provinsi Jawa Barat ... 25

Tabel 39. Potensi Kerugian Bencana Kekeringan Provinsi Jawa Barat ... 25

Tabel 40. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit ... 26

Tabel 41. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Letusan Gunungapi Ciremai di Provinsi Jawa Barat ... 27

Tabel 42. Potensi Kerugian Bencana Letusan Gunungapi Ciremai di Provinsi Jawa Barat ... 27

Tabel 43. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Letusan Gunungapi Galunggung di Provinsi Jawa Barat ... 27

Tabel 44. Potensi Kerugian Bencana Letusan Gunungapi Galunggung di Provinsi Jawa Barat ... 27

Tabel 45. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Letusan Gunungapi Gede di Provinsi Jawa Barat ... 28

Tabel 46. Potensi Kerugian Bencana Letusan Gunungapi Gede di Provinsi Jawa Barat ... 28

Tabel 47. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Letusan Gunungapi Guntur di Provinsi Jawa Barat ... 28

Tabel 48. Potensi Kerugian Bencana Letusan Gunungapi Guntur di Provinsi Jawa Barat... 28

Tabel 49. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Letusan Gunungapi Papandayan di Provinsi Jawa Barat... 29

Tabel 50. Potensi Kerugian Bencana Letusan Gunungapi Papandayan di Provinsi Jawa Barat ... 29

Tabel 51. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Letusan Gunungapi Salak di Provinsi Jawa Barat ... 29

Tabel 52. Potensi Kerugian Bencana Letusan Gunungapi Salak di Provinsi Jawa Barat ... 29

Tabel 53. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Letusan Gunungapi Tangkuban Perahu di Provinsi Jawa Barat . 30 Tabel 54. Potensi Kerugian Bencana Letusan Gunungapi Tangkuban Perahu di Provinsi Jawa Barat ... 30

Tabel 55. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Cuaca Ekstrim Provinsi Jawa Barat ... 30

Tabel 56. Potensi Kerugian Bencana Cuaca Ekstrim Provinsi Jawa Barat ... 31

Tabel 57. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Tanah Longsor Provinsi Jawa Barat ... 31

Tabel 58. Potensi Kerugian Bencana Tanah Longsor Provinsi Jawa Barat ... 32

Tabel 59. Potensi Penduduk Terpapar Bencana Banjir Bandang Provinsi Jawa Barat ... 32

Tabel 60. Potensi Kerugian Bencana Banjir Bandang Provinsi Jawa Barat ... 33

(5)

iv

Tabel 61. Hasil Kajian Ketahanan Daerah Provinsi Jawa Barat ... 35

Tabel 62. Rekapitulasi Kajian Risiko Bencana Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 ... 56

Tabel 63. Tingkat Bahaya di Provinsi Jawa Barat ... 56

Tabel 64. Tingkat Kerentanan Provinsi Jawa Barat ... 57

Tabel 65. Tingkat Kapasitas Provinsi Jawa Barat ... 57

Tabel 66. Tingkat Risiko Provinsi Jawa Barat ... 58

(6)

v

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pengkajian risiko bencana pada dasarnya bertujuan untuk menentukan arah kebijakan penanggulangan bencana dengan sinkronisasi pada data kongkrit daerah Provinsi Jawa Barat. Arah kebijakan penanggulangan bencana disusun berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 03 Tahun 2012 tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah dalam Penanggulangan Bencana. Beberapa arah yang perlu dicapai oleh Provinsi Jawa Barat terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah sebagai berikut.

a. Perkuatan ketersediaan cadangan anggaran daerah untuk pelaksanaan penanganan darurat bencana daerah sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasar dan melindungi kelompok-kelompok rentan terhadap dampak bencana;

b. Membangun budaya siaga bencana melalui penyusunan kurikulum pembelajaran terkait PB untuk semua jenjang pendidikan di sekolah;

c. Membangun akses publik terhadap jumlah dan penggunaan anggaran penanggulangan bencana daerah d. Melakukan pembaharuan Kajian Risiko Bencana secara berkala berdasarkan data-data terbaru sebagai dasar

untuk pembangunan daerah;

e. Adanya metode riset kebencanaan daerah untuk menurunkan rasio pemakaian anggaran untuk pemulihan pasca bencana;

f. Membangun sistem peringatan dini untuk setiap bencana berpotensi yang melingkupi wilayah berisiko tinggi;

g. Membangun mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap operasi kedaruratan berdasarkan catatan komunikasi dengan mewawancarai para tokoh terkait untuk meningkatkan efekitivitas operasi darurat di kemudian hari;

h. Adanya sinkronisasi program-program dunia usaha dan pemerintah dalam upaya meningkatkan perekonomian dan sektor produksi masyarakat secara terencana, terukur dan terkoordinir dalam pengurangan risiko bencana;

i. Menjamin terselenggaranya mekanisme yang mampu menghindari timbulnya risiko baru saat pembangunan pemulihan pasca bencana;

Berdasarkan point-point tersebut, terdapat 9 (sembilan) arah atau sasaran setiap strategi kebijakan penanggulangan bencana di Provinsi Jawa Barat. Adapun arah sasaran tersebut ditujukan untuk pelaksanaan

kebijakan administratif yang berlaku umum bagi perangkat daerah Provinsi Jawa Barat, sedangkan kebijakan lainnya adalah kebijakan teknis, yang berlaku berbeda untuk setiap bencana. Pelaksanaan kebijakan teknis lebih diarahkan untuk 3 (tiga) strategi penanggulangan bencana untuk masa pra, saat, dan pasca terjadinya bencana.

Ketiga strategi tersebut adalah peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi bencana, peningkatan

kesiapsiagaan dan penanganan darurat bencana, peningkatan pemulihan bencana. Arahan atau sasaran tersebut

lebih detail dimuat dalam perencanaan penanggulangan bencana yang diperbaharui dalam jangka waktu

tertentu di Provinsi Jawa Barat.

(7)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang rawan terhadap berbagai ancaman bencana.

Secara geografis, Indonesia diuntungkan dengan letaknya yang sejajar dengan garis khatulistiwa. Kondisi ini membuat Indonesia memiliki iklim tropis yang sangat menguntungkan untuk kekayaan sumber daya alamnya.

Kekayaan alam Indonesia sangat melimpah, mulai dari kekayaan hasil bumi maupun kekayaan lautannya.

Sehubungan dengan itu, Indonesia juga kaya akan potensi bencana. Selain teletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang membuat negara ini rawan terhadap ancaman bencana gempabumi tektonik dan tsunami. Indonesia juga memiliki banyak sebaran gunungapi aktif yang membuatnya rawan terhadap ancaman gempabumi vulkanik dan letusan gunungapi. Jika dilihat dari sisi topografi dan kondisi iklim pun Indonesia rawan terhadap bebagai ancaman bencana alam lainnya seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, epidemi dan wabah penyakit hingga berbagai bencana lainnya baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun non alam. Hal ini juga karena mengingat Indonesia termasuk kedalam 3 (tiga) besar negara dengan penduduk terbanyak di dunia.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai provinsi yang sangat rawan bencana. Berdasarkan data sejarah yang tercatat dalam Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), provinsi ini pernah dilanda oleh seluruh ancaman bencana yang berdasarkan lingkup jenis bencana pada Kerangka Acuan Kerja (KAK) oleh BNPB. Pada umumnya bencana alam di wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, banjir bandang, tanah longsor, kekeringan, cuaca ekstrim, kebakaran hutan dan lahan, gelombang ekstrim dan abrasi), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia) serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia), bencana karena ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumber daya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik, sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik.

Penyelenggaran penanggulangan bencana memerlukan suatu penataan dan perencanaan yang matang, terarah dan terpadu untuk mengatasi setiap ancaman bencana. Begitu juga dengan kondisi yang ada di Provinsi Jawa Barat, kompleksitas kondisi kebencanaan di wilayah ini menuntut untuk adanya upaya pengkajian yang lebih mendalam agar penyelenggaraan penanggulangan bencana bisa berjalan secara efektif dan efisien.

Penanggulangan bencana di Provinsi Jawa Barat yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah- langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya penting yang tidak tertangani. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, maka dibutuhkan Kajian Risiko Bencana yang dilakukan secara lebih mendalam. Kajian ini akan memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang berbagai potensi ancaman yang ada di wilayah Provinsi Jawa Barat beserta potensi dampak yang ditimbulkannya, sehingga nantinya akan terlaksana upaya-upaya penanggulangan bencana yang terstruktur, terencana dan terarah di wilayah ini.

Upaya pengkajian risiko bencana tersebut dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana.

Pengkajian ini memberikan gambaran menyeluruh terhadap risiko bencana di Provinsi Jawa Barat. Dalam pengkajian risiko ini dilakukan dengan menganalisis tingkat bahaya, tingkat kerentanan, tingkat kapasitas serta tingkat risiko bencana. Dari hasil pengkajian secara keseluruhan nantinya dilaksanakan rekomendasi kebijakan untuk setiap bencana yang berpotensi di Provinsi Jawa Barat.

1.1. LATAR BELAKANG

Kondisi kebencanaan di daerah perlu dikenali dan dipahami baik potensi ataupun kemungkinan dampak yang ditimbulkan dari ancaman tersebut. Tidak hanya hal tersebut, masyarakat juga harus mengetahui bagaimana mengantisipasi dan menanggulangi setiap ancaman bahaya yang mungkin terjadi. Untuk itu, pengarusutamaan strategi pengurangan risiko bencana sudah seharusnya menjadi pemahaman bersama baik di tingkat daerah, nasional, regional, maupun internasional. Banyak kajian dan pengalaman telah menunjukkan bahwa melalui strategi ini, korban jiwa, kerugian, kerusakan serta dampak yang lebih luas dapat ditekan pasca terjadinya bencana. Pemikiran ini kemudian perlu diwujudkan dengan melakukan sebuah pengkajian yang mendalam terhadap berbagai ancaman bencana, sehingga nantinya akan lahirlah sebuah perencanaan matang yang dapat diimplementasikan untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana yang lebih baik.

Pentingnya penyelenggaraan penanggulangan bencana juga dilihat dari catatan sejarah kejadian bencana

yang pernah terjadi di Provinsi Jawa Barat. Setiap bencana tersebut memberikan dampak yang tidak sedikit yang

sangat merugikan bagi kehidupan dan penghidupan manusia di sekitarnya, khususnya pada ancaman jiwa

manusia. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, yaitu sekitar

18% dari total penduduk Indonesia. Salah satu bencana yang menimbulkan dampak besar pada kependudukan

adalah tanah longsor. Tanah longsor yang terjadi telah menyebabkan 249 jiwa meninggal dan 251 jiwa luka-luka

dari tahun 2011 sampai 2015. Selain tanah longsor, bencana dengan dampak besar lainnya adalah banjir yang

telah menyebabkan 54 jiwa meninggal dan 42 jiwa luka-luka. Bencana tanah longsor dan banjir ini merupakan

bencana tahunan yang selalu saja terjadi dan bahkan cenderung menunjukkan peningkatan. Penyebab

(8)

2 meningkatnya intensitas bencana banjir dan tanah longsor dari tahun ke tahun juga menimbulkan kerugian materi yang lebih besar antara lain akibat kerusakan hutan, buruknya penataan lingkungan, musim hujan lebih panjang, dan mengganggu jalannya roda pemerintahan.

Banjir terjadi dipengaruhi oleh kondisi sungai dan faktor cuaca. Sungai-sungai yang melewati daerah rendah di Jawa Barat seperti Karawang, Indramayu, Ciamis, dan Kabupaten Bandung, sudah mengalami pendangkalan. Kondisi cuaca global juga mendorong terjadinya bencana alam, misalnya akibat pemanasan global yang menyebabkan sering pasangnya air laut. Dengan melihat kondisi kerentanan wilayah yang didukung oleh dampak-dampak yang ditimbulkan, diperlukan kajian risiko bencana Provinsi Jawa Barat yang membahas komponen-komponen bahaya, kerentanan, dan kapasitas yang mempengaruhi munculnya risiko bencana di Provinsi Jawa Barat.

Kajian risiko bencana dapat membantu untuk menilai kemungkinan dan besaran kerugian akibat ancaman yang ada. Dengan mengetahui kemungkinan dan besaran kerugian, fokus perencanaan dan keterpaduan penyelenggaraan penanggulangan bencana menjadi lebih efektif. Dapat dikatakan kajian risiko bencana merupakan dasar untuk menjamin keselarasan arah dan efektivitas penyelenggaraan penanggulangan bencana pada suatu daerah. Sebagai salah satu kunci efektivitas penyelenggaraan penanggulangan bencana, kajian risiko bencana harus disusun menggunakan metode standar di setiap daerah pada setiap jenjang pemerintahan. Standarisasi metode ini diharapkan dapat mewujudkan keselarasan penyelenggaraan penanggulangan bencana yang efektif baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.

Pada tahun 2011 Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui BNPB telah menyusun Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) yang di dalamnya sudah memiliki muatan yang memberikan informasi terkait kajian risiko bencana. Data dan informasi yang tersedia di dalam dokumen tersebut perlu untuk disesuaikan dengan kondisi terkini di wilayah Provinsi Jawa Barat. Untuk itu, tahun 2015 ini pemerintah menginisiasi untuk tersusunnya Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) Provinsi Jawa Barat Tahun 2016-2020, agar hasil kajian yang dilakukan dapat disesuaikan dengan kondisi terkini. Sehingga nantinya akan menghasilkan rekomendasi- rekomendasi kebijakan yang lebih tepat dan sesuai untuk wilayah Provinsi Jawa Barat. Dokumen KRB Tahun 2016-2020 ini memuat 12 jenis ancaman bencana yang umum terjadi di Indonesia. Duabelas jenis ancaman bencana ini merupakan batasan bencana yang disesuaikan dengan kerangka acuan kerja oleh BNPB.

1.2. TUJUAN

Tujuan penyusunan Dokumen KRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2016–2020 adalah:

1. Pada tatanan pemerintah digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana dalam penyusunan rencana penanggulangan bencana daerah khususnya Provinsi Jawa Barat.

2. Pada tatanan mitra pemerintah digunakan sebagai dasar untuk melakukan aksi pendampingan maupun intervensi teknis langsung ke komunitas terpapar untuk mengurangi risiko bencana.

3. Pada tatanan masyarakat umum dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk menyusun aksi praktis dalam rangka kesiapsiagaan, seperti menyusun rencana dan jalur evakuasi, pengambilan keputusan daerah tempat tinggal, dan sebagainya.

1.3. RUANG LINGKUP

Dokumen KRB Provinsi Jawa Barat disusun berdasarkan pedoman umum pengkajian risiko bencana dan referensi pedoman lain yang ada di kementerian/lembaga terkait lainnya di tingkat nasional. Aturan tersebut merupakan acuan dalam pengkajian yang tinjauan ulang dari metodologi pengkajian risiko bencana yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Adapun batasan umum kajian risiko bencana ini meliputi:

1. Jika jenis bencana dan metodologi yang digunakan adalah sama, maka pengkajian dilakukan untuk melihat perkembangan dan perubahan terhadap tingkat bahaya, tingkat kerentanan, tingkat kapasitas dan tingkat risiko yang dihasilkan dari pengkajian yang sebelumnya;

2. Jika jenis bencana berbeda namun metodologi yang digunakan bebeda, maka pengkajian yang dilakukan untuk melihat perubahan komponen risiko yang dihasilkan;

3. Untuk jenis bencana yang baru dengan metodologi yang baru, maka pengkajian yang dilakukan adalah untuk melihat tingkat bahaya, tingkat kerentanan, tingkat kapasitas dan tingkat risiko bencana.

1.4. LANDASAN HUKUM

Penyusunan Dokumen KRB Provinsi Jawa Barat ini dibuat berdasarkan landasan idil Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan landasan konstitusional berupa Undang-Undang Dasar 1945.

Adapun landasan operasional hukum yang terkait adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

(9)

3 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun

2005-2015 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

10. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana;

11. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana;

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

13. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana;

14. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2012 tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah dalam Penanggulangan Bencana;

15. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;

16. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Barat.

1.5. PENGERTIAN

Untuk memahami Kajian Risiko Bencana Provinsi Jawa Barat ini, maka disajikan pengertian-pengertian kata dan kelompok kata sebagai berikut:

1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat dengan BNPB adalah lembaga pemerintah non departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat dengan BPBD adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.

3. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

4. Cek Lapangan (Ground Check) adalah mekanisme revisi garis maya yang dibuat pada peta berdasarkan perhitungan dan asumsi dengan kondisi sesungguhnya.

5. Geographic Information System, selanjutnya disebut GIS adalah sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi, analisis, dan penayangan data yang mana data tersebut secara spasial (keruangan) terkait dengan muka bumi.

6. Indeks Kerugian Daerah adalah jumlah infrastruktur yang berada dalam wilayah bencana.

7. Indeks Penduduk Terpapar adalah jumlah penduduk yang berada dalam wilayah diperkirakan terkena dampak bencana.

8. Kajian Risiko Bencana adalah mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap risiko bencana suatu daerah dengan menganalisis tingkat bahaya, tingkat kerentanan dan kapasitas daerah.

9. Kapasitas Daerah adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan pengurangan tingkat bahaya dan tingkat kerentanan daerah akibat bencana.

10. Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan

ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana.

(10)

4 11. Korban Bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana.

12. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

13. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

14. Peta adalah kumpulan dari titik-titik, garis-garis, dan area-area yang didefinisikan oleh lokasinya dengan sistem koordinat tertentu dan oleh atribut non spasialnya.

15. Peta Risiko Bencana adalah peta yang menggambarkan tingkat risiko bencana suatu daerah secara visual berdasarkan Kajian Risiko Bencana suatu daerah.

16. Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.

17. Rencana Penanggulangan Bencana adalah rencana penyelenggaraan penanggulangan bencana suatu daerah dalam kurun waktu tertentu yang menjadi salah satu dasar pembangunan daerah.

18. Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

19. Skala Peta adalah perbandingan jarak di peta dengan jarak sesungguhnya dengan satuan atau teknik tertentu.

20. Tingkat Kerugian Daerah adalah potensi kerugian yang mungkin timbul akibat kehancuran fasilitas kritis, fasilitas umum dan rumah penduduk pada zona ketinggian tertentu akibat bencana.

21. Tingkat Risiko adalah perbandingan antara tingkat kerentanan daerah dengan kapasitas daerah untuk memperkecil tingkat kerentanan dan tingkat bahaya akibat bencana.

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN

Dokumen KRB disusun berdasarkan sistematika penulisan yang secara umum dimuat dalam panduan pengkajian risiko bencana. Dalam penyusunan dokumen ini dijabarkan melalui outline/kerangka penulisan mengikuti struktur penulisan sebagai berikut:

Ringkasan Eksekutif

Ringkasan eksekutif memaparkan seluruh hasil pengkajian dalam bentuk rangkuman dari tingkat risiko bencana suatu daerah. Selain itu, ringkasan ini juga memberikan gambaran umum berbagai rekomendasi kebijakan yang perlu diambil oleh suatu daerah untuk menekan risiko bencana di daerah tersebut.

Bab 1 : Pendahuluan

Pendahuluan menekankan arti strategis dan pentingnya pengkajian risiko bencana daerah. Penekanan perlu pengkajian risiko bencana merupakan dasar untuk penataan dan perencanaan penanggulangan bencana yang matang, terarah dan terpadu dalam pelaksanaannya.

Bab 2 : Kondisi Kebencanaan

Memaparkan kondisi wilayah yang pernah terjadi dan berpotensi terjadi yang menunjukkan dampak bencana yang sangat merugikan (baik dalam hal korban jiwa maupun kehancuran ekonomi, infrastruktur dan lingkungan). Selain itu, secara singkat akan memaparkan data sejarah kebencanaan daerah dan potensi bencana daerah yang didasari oleh Data Informasi Bencana Indonesia.

Bab 3 : Pengkajian Risiko Bencana

Berisi hasil pengkajian risiko bencana untuk setiap bencana yang ada pada suatu daerah serta memaparkan indeks dan tingkat bahaya, penduduk terpapar, kerentanan dan kapasitas untuk setiap bencana di lingkup kajian.

Bab 4 : Rekomendasi

Bagian ini menguraikan rekomendasi kebijakan penanggulangan bencana daerah sesuai kajian tingkat kapasitas daerah berdasarkan Perka BNPB Nomor 3 Tahun 2012. Rekomendasi yang dijabarkan berupa rekomendasi kebijakan administratif dan rekomendasi kebijakan teknis.

Bab 5 : Penutup

Memberikan kesimpulan akhir terkait tingkat risiko bencana dan kebijakan yang direkomendasikan

serta kemungkinan tindaklanjut dari dokumen yang sedang disusun.

(11)

5

BAB II

KONDISI KEBENCANAAN

Jawa Barat adalah wilayah rawan bencana di Indonesia, seperti bencana geologi, vulkanologi, klimatologi, dan lingkungan. Kondisi tersebut dapat dilihat dari kondisi geografis, karena ada tujuh gunung berapi aktif di Provinsi Jawa Barat, di antaranya Gunung Salak, Galunggung, Gede-Pangrango, Tangkuban Perahu, Papandayan, dan Guntur. Di Provinsi Jawa Barat juga terdapat 40 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berpotensi menjadi berbagai ancaman bencana jika tidak dikelola dengan baik.

Sehubungan dengan hal di atas, bab ini akan membahas secara rinci tentang aspek-aspek yang memberikan pengaruh terhadap potensi bahaya hingga potensi dampak dari suatu bencana. Adapun aspek terkait adalah seperti aspek geografis, iklim, topografi hingga aspek demografis di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, potensi bencana tersebut diperkuat dengan sejarah kejadian bencana di Provinsi Jawa Barat.

2.1. GAMBARAN UMUM WILAYAH

Provinsi Jawa Barat memiliki karakteristik perpaduan antara daerah pegunungan yang berada di wilayah selatan dan dataran rendah di wilayah pantai utara, memiliki curah hujan yang tinggi yaitu rata-rata 219 mm/th dengan curah hujan yang tinggi dan berada pada jalur gempa tektonik yang topografinya bergunung-gunung dan aliran sungai yang pada umumnya bermuara di wilayah pantai utara, maka di beberapa daerah merupakan daerah rawan banjir, tanah longsor, gempabumi dan lain-lain. Kondisi tersebut mempunyai konsekuensi yang besar bila terjadi bencana, baik korban jiwa maupun harta benda.

Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang topografinya bergunung-gunung dan aliran sungai yang umumnya bermuara di wilayah Pantai Utara, maka di beberapa daerah merupakan daerah rawan bencana.

Bencana yang paling sering terjadi adalah bencana banjir dan tanah longsor. Secara umum, gambaran kondisi wilayah Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut:

2.1.1. GEOGRAFIS

Secara geografis, Provinsi Jawa Barat terletak di antara 5⁰50’-7⁰50’ Lintang Selatan dan 104⁰48’-108⁰48’

Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya:

Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta;

Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah;

Sebelah Selatanberbatasan dengan Samudra Indonesia;

Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Banten.

Batas-batas wilayah serta administratif wilayah bagian di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat dari Gambar 1 berikut.

Secara administrasi pemerintahan, Provinsi Jawa Barat terdiri dari 27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten dan 9 (sembilan) kota,dengan jumlah 626 kecamatan, dan 5.962 pedesaan. Dari 27 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Pangandaran merupakan kabupaten baru di Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2012. Kabupaten Pangandaran merupakan pemekaran dari wilayah kabupaten sebelumnya. Pembentukan Kabupaten Pangandaran sebagai kabupaten baru di Provinsi Jawa Barat dimuat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat. Rincian jumlah masing- masing kecamatan dan desa di setiap kabupaten/kota serta luas wilayah setiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pembagian Wilayah Administrasi di Provinsi Jawa Barat Gambar 1.Peta Administrasi Provinsi Jawa Barat

(12)

6

No Kabupaten/Kota Jumlah

Kecamatan Jumlah Desa Luas Wilayah (Ha)

1 Kabupaten Bogor 40 434 266.383,00

2 Kabupaten Sukabumi 47 386 416.241,00

3 Kabupaten Cianjur 32 360 361.734,98

4 Kabupaten Bandung 31 280 171.040,50

5 Kabupaten Garut 42 442 306.519,00

6 Kabupaten Tasikmalaya 39 351 270.879,00

7 Kabupaten Ciamis 26 265 143.280,00

8 Kabupaten Kuningan 32 376 119.500,00

9 Kabupaten Cirebon 40 424 99.038,00

10 Kabupaten Majalengka 26 343 120.424,00

11 Kabupaten Sumedang 26 283 152.220,00

12 Kabupaten Indramayu 31 317 209.945,00

13 Kabupaten Subang 30 253 195.463,00

14 Kabupaten Purwakarta 17 192 97.172,00

15 Kabupaten Karawang 30 309 175.327,00

16 Kabupaten Bekasi 23 187 127.388,00

17 Kabupaten Bandung Barat 16 165 131.212,00

18 Kabupaten Pangandaran 10 93 97.786,79

19 Kota Bogor 6 68 11.785,00

20 Kota Sukabumi 7 33 64.972,00

21 Kota Bandung 30 151 16.731,00

22 Kota Cirebon 5 22 3.736,00

23 Kota Bekasi 12 56 21.049,00

24 Kota Depok 11 63 19.700,00

25 Kota Cimahi 3 15 3.965,56

26 Kota Tasikmalaya 10 69 26.316,12

27 Kota Banjar 4 25 13.197,00

Provinsi Jawa Barat 626 5.962 3.643.004,95

Sumber: Kabupaten/Kota Dalam Angka Tahun 2014

Tabel 1 menggambarkan bahwa secara administrasi, kabupaten/kota dengan jumlah kecamatan terbanyak adalah Kabupaten Sukabumi, yaitu 47 kecamatan. Wilayah dengan luas terbesar juga berada di Kabupaten Sukabumi dengan jumlah 416.241,00 Ha dari total luas wilayah keseluruhan 3.643.004,95 Ha di Provinsi Jawa Barat, sedangkan luas wilayah terkecil berada di Kota Cirebon.

2.1.2. DEMOGRAFI

Demografis atau kependudukan Provinsi Jawa Barat dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota Dalam Angka Tahun 2014 untuk masing-masing wilayah di Provinsi Jawa Barat. Total penduduk adalah 46.067.839 jiwa.

Kabupaten Bogor adalah jumlah penduduk terbanyak dengan jumlah 4.266.224 jiwa. Untuk lebih lengkapnya gambaran mengenai sebaran jumlah penduduk di setiap kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat

No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (Jiwa)

1 Bogor 4.266.224

2 Sukabumi 2.890.143

3 Cianjur 2.429.146

4 Bandung 3.086.771

5 Garut 2.797.207

6 Tasikmalaya 1.917.182

7 Ciamis 1.230.051

8 Kuningan 1.526.852

9 Cirebon 2.520.374

10 Majalengka 1.223.840

11 Sumedang 1.230.119

12 Indramayu 1.732.286

13 Subang 1.508.119

14 Purwakarta 963.440

15 Karawang 2.161.912

16 Bekasi 2.723.358

17 Bandung Barat 1.609.836

18 Pangandaran 409.826

19 Kota Bogor 760.590

20 Kota Sukabumi 321.189

21 Kota Bandung 1.902.682

22 Kota Cirebon 284.176

23 Kota Bekasi 2.331.141

24 Kota Depok 1.747.666

25 Kota Cimahi 554.143

26 Kota Tasikmalaya 1.723.544

27 Kota Banjar 216.021

Provinsi Jawa Barat 46.067.839

Sumber : Kabupaten/kota Dalam Angka Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 2, penyebaran jumlah penduduk di setiap wilayah tidak merata. Penduduk dengan

jumlah terbanyak berada di Kabupaten Bogor dengan jumlah 4.266.224 jiwa, sedangkan penduduk dengan

(13)

7 jumlah paling sedikit berada di Kota Banjar dengan jumlah 216.021 jiwa. Dominannya jumlah penduduk di suatu wilayah berpotensi bencana, memiliki kemungkinan munculnya potensi jiwa terpapar yang lebih banyak.

Berdasarkan hal tersebut, pengkajian risiko bencana perlu mengkaji jumlah penduduk di setiap wilayah rentan yang disesuaikan dengan data Kabupaten/Kota Dalam Angka Tahun 2014 untuk setiap wilayah di Provinsi Jawa Barat.

2.1.3. TOPOGRAFI

Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi alam dengan struktur geologi yang kompleks dengan wilayah pegunungan berada di bagian tengah dan selatan, serta dataran rendah di wilayah utara. Ciri-ciri utama daratan Provinsi Jawa Barat adalah bagian dari busur kepulauan gunungapi (aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau Sulawesi. Provinsi Jawa Barat memiliki 17 gunung dengan Gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi yaitu 3.078 meter, dan Gunung Kiara Beres-Gagak dengan tinggi 1.511 meter yang merupakan gunung terendah. Kondisi wilayah berupa banyak gunung aktif menyebabkan munculnya potensi bencana letusan gunungapi dan risiko-risiko atau dampak untuk wilayah sekitar.

Berdasarkan ketinggiannya, daratan di Provinsi Jawa Barat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai di tengah ketinggian 100 - 1.500 mdpl, wilayah dataran luas di utara ketinggian 0 -10 mdpl, dan wilayah aliran sungai.

Keberagaman ketinggiannya berupa pegunungan curam, lereng bukit, dan wilayah aliran sungai berpengaruh terhadap bencana tanah longsor, banjir bandang, dan banjir.

2.1.4. IKLIM

Tahun 2013, Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat memiliki curah hujan yang tertinggi pada bulan Desember yaitu mencapai 418 mm, sedangkan curah hujan terendah pada bulan Agustus yaitu 74 mm.

Curah hujan tertinggi selama tahun 2014 pada bulan Maret sebesar 418,7 mm. Kecepatan angin rata-rata selama tahun 2013 sebesar 3 knot dengan tekanan udara sebesar 923,1 mb dan kelembaban nisbi mencapai 77 persen.

Sementara pada tahun 2014 sampai kondisi bulan Juni kecepatan rata-rata angin mencapai 3,3 knot dengan kelembaban nisbi 81 persen. Kecepatan angin dan curah hujan berpengaruh terhadap kejadian cuaca ekstrim, kekeringan, banjir, dan gelombang ekstrim dan abrasi.

Kondisi-kondisi wilayah dilihat dari kondisi geografis, demografi, topografi, dan demografi membuat Provinsi Jawa Barat dikategorikan sebagai wilayah rentan yang memiliki ancaman bencana yang cukup besar.

Dampak dari bencana yang ditimbulkan tentu saja bisa menyebabkan adanya korban jiwa, kerugian harta benda dan dampak psikologis, sehingga diperlukan upaya penanggulangan bencana secara sistematis, terencana, terkoordinasi dan terpadu.

2.2. SEJARAH KEJADIAN BENCANA PROVINSI JAWA BARAT

Kondisi daerah yang rentan terhadap bencana dapat dilihat dari catatan kejadian bencana di Provinsi Jawa Barat. Pencatatan kejadian bencana pernah dimuat sebelumnya dalam pengkajian risiko bencana yang dimuat dalam Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Tahun 2011 di Provinsi Jawa Barat, namun tidak menutup kemungkinan timbulnya bencana pasca disusunnya pengkajian risiko bencana. Munculnya bencana disebabkan karena kerentanan wilayah yang telat tinggi terhadap bencana dan dipengaruhi oleh kapasitas Provinsi Jawa Barat. Total keseluruhan kejadian bencana yang dimuat dalam pengkajian risiko bencana tahun 2015 dalam Dokumen KRB Tahun 2016-2020 memuat sejarah kejadian bencana berdasarkan pencatatan pengkajian risiko 2011, yakni sejarah bencana tahun 2002-2011 dan digabung dengan catatan sejarah kejadian bencana pasca disusunnya pengkajian tersebut, yaitu dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 yang diperoleh dari Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI). Catatan bencana Provinsi Jawa Barat tersebut adalah 12 bencana, tetapi khusus kebakaran hutan dan lahan tidak memberikan dampak yang berarti. Total keseluruhan bencana dan dampak yang ditimbulkan di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Sejarah Kejadian Bencana Provinsi Jawa Barat Tahun 2002–2015

Kejadian Jumlah

Kejadian Meninggal Luka-

Luka Hilang Mengungsi

Rumah Rusak

Berat

Rumah Rusak Ringan

Kerusakan Lahan

(Ha)

Banjir 614 479 40.174 71 830.812 8.213 21.348 91.269

Gelombang Ekstrim dan

Abrasi 8 4 4 - 646 209 269 -

Gempabumi 40 124 1.305 42 196.366 75.355 186.696 -

Tsunami 3 478 484 15 5.840 1.726 419 -

Kegagalan Teknologi 9 56 634 - 1.215 - - -

Kekeringan 312 - - - - - - 168

Epidemi dan Wabah Penyakit 20 263 3.568 - - - - -

Letusan Gunungapi 4 - 7 - 12.422 6 - -

Cuaca Ekstrim 267 28 441 - 8.606 3.201 6.662 -

Tanah Longsor 585 726 681 74 29.802 3.472 3.604 14.328

Banjir Bandang 8 3 1 5 3.582 - - 258

Kebakaran Hutan dan Lahan 3 - - - -

Provinsi Jawa Barat 1.873 2.161 47.299 207 1.089.291 92.182 218.998 106.023 Sumber : Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 dan DIBI Tahun 2015

Data dari Tabel 3 menjelaskan bahwa bencana dengan dampak yang besar adalah bencana banjir, tanah

longsor, gempabumi, tsunami, dan cuaca ekstrim. Dampak yang ditimbulkan oleh bencana ini sangat besar jika

dilihat dari jumlah korban (meninggal, luka-luka, hilang, mengungsi) maupun kerugian-kerugian lainnya

(kerusakan rumah & lahan). Untuk persentase dari jumlah kejadian masing-masing bencana yang pernah terjadi

di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2002-2015 dapat dilihat pada Gambar 2.

(14)

8 Pada Gambar 2 terlihat bahwa banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu sebesar 32,83% dari total kejadian. Bencana berikutnya adalah tanah longsor dengan sebanyak 31,28%, kekeringan sebanyak 16,68%, dan cuaca ekstrim sebanyak 14,28% dari total kejadian bencana seluruhnya.

2.3. POTENSI BENCANA PROVINSI JAWA BARAT

Setiap bencana yang pernah terjadi di suatu wilayah biasanya akan menunjukkan siklus perulangan.

Bencana apapun yang pernah terjadi di Provinsi Jawa Barat, berdasarkan sejarahnya merupakan bencana yang masih memiliki potensi untuk terjadi lagi dimasa yang akan datang. Kondisi ini juga bahkan akan semakin diperparah oleh kondisi global perubahan iklim.

Aspek geologis, aspek hidrometeorologi, aspek biologi, aspek sosial, dan aspek-aspek lainnya merupakan aspek yang berpengaruh terhadap potensi dari setiap bencana yang mengancam di dalam suatu kawasan.

Bencana-bencana tersebut adalah gempabumi, letusan gunungapi, tsunami, tanah longsor, banjir, gelombang ekstrim dan abrasi, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, cuaca ekstrim, kegagalan teknologi, serta epidemi dan wabah penyakit. Adapun bencana yang berpotensi di Provinsi Jawa Barat adalah seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Potensi Bencana Provinsi Jawa Barat

Jenis Potensi Bahaya Dalam Kajian Risiko Bencana

1. Banjir 7. Kekeringan

2. Gelombang Ekstrim dan Abrasi 8. Epidemi dan Wabah Penyakit

3. Gempabumi 9. Letusan Gunungapi

4. Tsunami 10. Cuaca Ekstrim

5. Kebakaran Hutan dan Lahan 11. Tanah Longsor 6. Kegagalan Teknologi 12. Banjir Bandang Sumber: Hasil Analisa Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 4 tersebut, terdapat gambaran bahwa Provinsi Jawa Barat adalah provinsi yang rawan terhadap semua jenis ancaman bencana. Selain berdasarkan sejarah kejadian, bencana-bencana tersebut juga dilihat dari kondisi wilayah. Kondisi wilayah tersebut termasuk dalam syarat-syarat atau parameter-parameter bahaya yang ada dalam aturan BNPB. Berdasarkan parameter tersebut dalam proses pengkajian risiko bencana dan kesepakatan di daerah dapat diindentifikasi potensi seluruh bencana di di Provinsi Jawa Barat seperti terlihat pada tabel 4 yang akan dibahas secara detail pada bab selanjutnya.

Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia Tahun 2002-2015

Gambar 2.Persentase Kejadian Bencana Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2015

(15)

9

BAB III

PENGKAJIAN RISIKO BENCANA

Kejadian bencana dapat menimbulkan dampak kerugian bila skala dari ancaman terlalu tinggi, kerentanan terlalu besar, dan kapasitas serta kesiapan yang dimiliki masyarakat atau pemerintah tidak cukup memadai untuk mengatasinya. Ancaman atau bahaya tidak akan menjadi bencana apabila kejadian tersebut tidak menimbulkan kerugian baik fisik maupun korban jiwa. Secara teknis, bencana terjadi karena adanya ancaman dan kerentanan yang bekerjasama secara sistematis serta dipicu oleh faktor-faktor luar, sehingga menjadikan potensi ancaman yang tersembunyi muncul ke permukaan sebagai ancaman nyata.

Kajian risiko bencana menjadi landasan untuk memilih strategi yang dinilai mampu mengurangi risiko bencana. Kajian risiko bencana ini harus mampu menjadi dasar yang memadai bagi daerah untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Di tingkat masyarakat hasil pengkajian diharapkan dapat dijadikan dasar yang kuat dalam perencanaan upaya pengurangan risiko bencana. Untuk mendapatkan nilai risiko bencana tergantung dari besarnya ancaman dan kerentanan yang berinteraksi. Interaksi ancaman, kerentanan dan faktor-faktor luar menjadi dasar untuk melakukan pengkajian risiko bencana terhadap suatu daerah.

3.1. METODOLOGI

Kajian risiko bencana merupakan pondasi untuk memilih strategi yang dinilai mampu mengurangi risiko bencana. Adapun komponen pengkajian risiko bencana terdiri dari bahaya, kerentanan, dan kapasitas.

Pengkajian ini digunakan untuk memperoleh tingkat risiko bencana suatu kawasan dengan menghitung potensi jiwa terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Selain tingkat risiko, kajian diharapkan mampu menghasilkan peta risiko untuk setiap bencana yang ada pada suatu kawasan. Kajian dan peta risiko bencana ini harus mampu menjadi dasar yang memadai bagi daerah untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana.

Kajian risiko bencana dilakukan melalui identifikasi, klasifikasi dan evaluasi risiko melalui beberapa langkah, yaitu:

1. Pengkajian Bahaya

Karakter-karakter bahaya pada suatu daerah dan masyarakatnya berbeda dengan daerah dan masyarakat lain. Pengkajian karakter bahaya dilakukan sesuai tingkatan yang diperlukan dengan mengidentifikasikan unsur-unsur berisiko oleh berbagai bahaya di lokasi tertentu. Pengkajian bahaya dimaknai sebagai cara untuk memahami unsur-unsur bahaya yang berisiko bagi daerah dan masyarakat.

2. Pengkajian Kerentanan

Pengkajian kerentanan dapat dilakukan dengan menganalisa kondisi dan karakteristik suatu masyarakat dan lokasi penghidupan mereka untuk menentukan faktor-faktor yang dapat mengurangi kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana. Kerentanan dapat ditentukan dengan mengkaji aspek keamanan lokasi penghidupan mereka atau kondisi-kondisi yang diakibatkan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial ekonomi dan lingkungan hidup yang bisa meningkatkan kerawanan suatu masyarakat terhadap bahaya dan dampak bencana.

3. Pengkajian Kapasitas

Pengkajian kapasitas dilakukan dengan mengidentifikasikan status kemampuan individu, masyarakat, lembaga pemerintah atau nonpemerintah dan aktor lain dalam menangani ancaman dengan sumber daya yang tersedia untuk melakukan tindakan pencegahan, mitigasi, dan mempersiapkan penanganan darurat, serta menangani kerentanan yang ada dengan kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.

4. Pengkajian dan Pemeringkatan Risiko

Pengkajian dan pemeringkatan risiko merupakan pengemasan hasil pengkajian bahaya, kerentanan, dan kemampuan/ketahanan suatu daerah terhadap bencana untuk menentukan skala prioritas tindakan yang dibuat dalam bentuk rencana kerja dan rekomendasi guna meredam risiko bencana.

Pengkajian risiko bencana menggunakan metodologi yang disesuaikan dengan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana dan referensi pedoman lainnya yang ada di kementerian/lembaga terkait di tingkat nasional.

Pengkajian risiko bencana yang dilaksanakan di daerah menggunakan suatu metode yang dapat dilihat pada

Gambar 3.

(16)

10 Gambar 3 menjelaskan bahwa pengkajian risiko bencana untuk menghasilkan kebijakan penanggulangan bencana yang disusun berdasarkan komponen bahaya, kerentanan dan kapasitas. Komponen bahaya disusun berdasarkan parameter intensitas dan probabilitas kejadian. Komponen kerentanan disusun berdasarkan parameter sosial budaya, ekonomi, fisik dan lingkungan. Komponen kapasitas disusun berdasarkan parameter kapasitas regulasi, kelembagaan, sistem peringatan, pendidikan pelatihan keterampilan, mitigasi dan sistem kesiapsiagaan.

3.2. INDEKS PENGKAJIAN RISIKO BENCANA

Pengkajian Risiko Bencana disusun berdasarkan indeks-indeks yang telah ditentukan. Indeks tersebut terdiri dari indeks bahaya, indeks penduduk terpapar, indeks kerugian dan indeks kapasitas. Kecuali indeks kapasitas, indeks-indeks yang lain amat bergantung pada jenis ancaman bencana. Indeks Kapasitas dibedakan berdasarkan kawasan administrasi kajian. Pengkhususan ini disebabkan indeks kapasitas difokuskan kepada institusi pemerintah di kawasan kajian.

3.2.1. Bahaya

Indeks bahaya merupakan komponen penyusun peta bahaya suatu daerah. Indeks bahaya disusun berdasarkan data dan catatan sejarah kejadian yang pernah terjadi di suatu daerah. Analisis indeks bahaya didapatkan berdasarkan jenis potensi bencana yang terjadi. Dari potensi bencana yang ada maka dapat diperkirakan potensi besaran luas bahaya terdampak bencana. Adapun sumber data yang digunakan untuk proses analisis kajian risiko bencana disamakan untuk seluruh wilayah. Oleh karena itu, data luas wilayah yang digunakan untuk menentukan potensi luas bahaya menggunakan data dari Kemendagri tahun 2015 sesuai dengan anjuran BNPB.

Rincian bahaya dan potensi luas wilayah terpapar bencana yang berpotensi terjadi di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kelas Bahaya Provinsi Jawa Barat

KABUPATEN/KOTA BAHAYA

LUAS (Ha) KELAS

1. BANJIR 1.442.014 TINGGI

2. BANJIR BANDANG 120.326 TINGGI

3. CUACA EKSTRIM 3.051.511 TINGGI

4. EPIDEMI DAN WABAH PENYAKIT 144.074 RENDAH

5. GELOMBANG EKSTRIM DAN ABRASI 18.152 TINGGI

6. GEMPABUMI 3.507.862 TINGGI

7. KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN 712.435 TINGGI

8. KEGAGALAN TEKNOLOGI 39.344 TINGGI

9. KEKERINGAN 3.507.862 TINGGI

10. LETUSAN GUNUNGAPI CIREMAI 26.045 SEDANG

11. LETUSAN GUNUNGAPI GALUNGGUNG 19.178 SEDANG

12. LETUSAN GUNUNGAPI GEDE 22.363 TINGGI

13. LETUSAN GUNUNGAPI GUNTUR 21.897 SEDANG

14. LETUSAN GUNUNGAPI PAPANDAYAN 17.192 SEDANG

15. LETUSAN GUNUNGAPI SALAK 12.249 TINGGI

16. LETUSAN GUNUNGAPI TANGKUBAN PERAHU 9.427 RENDAH

17. TANAH LONGSOR 1.087.339 TINGGI

18. TSUNAMI 19.106 TINGGI

Sumber: Hasil Analisa Tahun 2015

Hasil data kajian pada Tabel 5 diperoleh berdasarkan parameter yang digunakan oleh BNPB, yaitu pada Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun 2012 dan referensi pedoman lainnya yang ada di kementerian/lembaga terkait lainnya di tingkat nasional. Dari parameter tersebut, didapatkan indeks bahaya dan peta bahaya untuk seluruh bencana yang berpotensi di Provinsi Jawa Barat.

Sumber: Peraturan Kepala BNPB Tahun 2011

Gambar 3. Metode Pengkajian Risiko Bencana

(17)

11 Detail kajian indeks bahaya dan peta bahaya seluruh bencana yang berpotensi di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Lampiran 1. Album Peta dan Matriks Kajian Risiko Bencana. Sedangkan kajian rekapitulasi tingkat kabupaten/kota di Provinsi Jawa barat adalah sebagai berikut.

a. Banjir

Banjir merupakan peristiwa terbenamnya daratan karena peningkatan volume air akibat hujan deras, luapan air sungai atau pecahnya bendungan. Banjir juga dapat terjadi di daerah yang gersang dengan daya serap tanah terhadap air yang buruk atau jumlah curah hujan melebihi kapasitas serapan air. Indeks bahaya banjir didapatkan berdasarkan standar pengkajian risiko bencana dan referensi pedoman lainnya dari kementerian/lembaga terkait lainnya di tingkat nasional. Parameter dan sumber yang digunakan dalam pengkajian bahaya banjir disesuaikan dengan acuan tersebut, yaitu:

 Daerah rawan banjir;

 Kemiringan lereng;

 Jarak dari sungai;

 Curah hujan.

Berdasarkan pengkajian indeks bahaya di Provinsi Jawa Barat dengan memperhitungkan kondisi daerah dari parameter-parameter tersebut, maka diperoleh hasil kajian bahaya banjir seperti terlihat pada tabel 6.

Tabel 6. Potensi Luas Bahaya Banjir Provinsi Jawa Barat

KABUPATEN/KOTA BAHAYA

LUAS (Ha) KELAS

1. BOGOR 107.624 SEDANG

2. SUKABUMI 63.080 SEDANG

3. CIANJUR 51.583 TINGGI

4. BANDUNG 44.300 TINGGI

5. GARUT 34.554 SEDANG

6. TASIKMALAYA 37.947 SEDANG

7. CIAMIS 34.076 SEDANG

8. KUNINGAN 34.040 TINGGI

9. CIREBON 94.889 TINGGI

10. MAJALENGKA 72.809 TINGGI

11. SUMEDANG 30.135 TINGGI

12. INDRAMAYU 204.011 TINGGI

13. SUBANG 154.344 TINGGI

14. PURWAKARTA 27.324 TINGGI

15. KARAWANG 165.220 TINGGI

16. BEKASI 122.488 TINGGI

17. BANDUNG BARAT 17.021 SEDANG

KABUPATEN/KOTA BAHAYA

LUAS (Ha) KELAS

18. PANGANDARAN 35.905 SEDANG

19. BOGOR 9.577 SEDANG

20. SUKABUMI 4.419 RENDAH

21. BANDUNG 14.570 TINGGI

22. CIREBON 3.736 TINGGI

23. BEKASI 20.661 SEDANG

24. DEPOK 18.954 SEDANG

25. CIMAHI 3.383 SEDANG

26. TASIKMALAYA 11.806 SEDANG

27. BANJAR 7.839 SEDANG

PROVINSI JAWA BARAT 1.442.014 TINGGI

Sumber: Hasil Analisa Tahun 2015

Tabel 6 memperlihatkan potensi luas bahaya banjir terhadap kabupaten/kota terdampak di Provinsi Jawa Barat. Rekapitulasi hasil pengkajian bahaya tersebut menunjukkan total potensi luas bahaya banjir adalah 1,442 juta Ha dengan kelas bahaya tinggi. Kelas bahaya banjir tersebut ditentukan dari kelas maksimum bahaya banjir setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.

b. Gelombang Ekstrim dan Abrasi

Gelombang ekstrim dan abrasi merupakan peristiwa naiknya air laut ke daratan yang disertai ombak yang besar akibat adanya gaya gravitasi bulan. Indeks bahaya gelombang ekstrim dan abrasi didapatkan berdasarkan paramater dan sumber yang sudah ditetapkan oleh BNPB melalui Perka Nomor 2 Tahun 2012 dan referensi pedoman lainnya dari kementerian/lembaga terkait lainnya di tingkat nasional.

Parameter dan sumber yang digunakan tersebut yaitu:

Tinggi gelombang Arus

Tipologi pantai Tutupan vegetasi Bentuk garis pantai

Berdasarkan parameter tersebut, maka hasil pengkajian indeks bahaya gelombang ekstrim dan abrasi di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Potensi Luas Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi Provinsi Jawa Barat

KABUPATEN/KOTA BAHAYA

LUAS (Ha) KELAS

1. SUKABUMI 3.193 TINGGI

2. CIANJUR 1.687 TINGGI

(18)

12

KABUPATEN/KOTA BAHAYA

LUAS (Ha) KELAS

3. GARUT 1.543 TINGGI

4. TASIKMALAYA 1.114 TINGGI

5. CIREBON 1.603 TINGGI

6. INDRAMAYU 2.649 TINGGI

7. SUBANG 1.324 SEDANG

8. KARAWANG 1.798 TINGGI

9. BEKASI 1.134 SEDANG

10. PANGANDARAN 1.885 TINGGI

11. CIREBON 222 TINGGI

PROVINSI JAWA BARAT 18.152 TINGGI

Sumber: Hasil Analisa Tahun 2015

Tabel 7 memperlihatkan potensi luas bahaya gelombang ekstrim dan abrasi terhadap kabupaten/kota terdampak di Provinsi Jawa Barat. Rekapitulasi hasil pengkajian bahaya tersebut menunjukkan total potensi luas bahaya gelombang ekstrim dan abrasi adalah 18.152 Ha dengan kelas bahaya tinggi.

c. Gempabumi

Gempabumi merupakan pergerakaan tanah secara tiba-tiba yang terjadi di bumi hingga menimbulkan getaran yang dinyatakan dalam skala richter. Gempa dibedakan atas menjadi tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi, aktivitas sesar di permukaan bumi, atau pergerakan geomorfologi secara lokal. Indeks bahaya gempabumi didapatkan berdasarkan paramater dalam metodologi pengkajian bahaya gempabumi sesuai dengan standar umum pengkajian risiko bencana dan referensi pedoman lainnya dari kementerian/lembaga terkait lainnya di tingkat nasional. Parameter tersebut adalah:

 Kelas topografi

 Intensitas guncangan di batuan dasar

 Intensitas guncangan di permukaan

Berdasarkan parameter tersebut, maka hasil pengkajian indeks bahaya tanah longsor di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Potensi Luas Bahaya Gempabumi

KABUPATEN/KOTA BAHAYA

LUAS (Ha) KELAS

1. BOGOR 271.062 SEDANG

2. SUKABUMI 414.570 TINGGI

3. CIANJUR 364.836 TINGGI

4. BANDUNG 176.796 TINGGI

5. GARUT 307.407 SEDANG

KABUPATEN/KOTA BAHAYA

LUAS (Ha) KELAS

6. TASIKMALAYA 255.119 SEDANG

7. CIAMIS 141.471 SEDANG

8. KUNINGAN 111.056 SEDANG

9. CIREBON 98.452 SEDANG

10. MAJALENGKA 120.424 SEDANG

11. SUMEDANG 151.833 TINGGI

12. INDRAMAYU 204.011 RENDAH

13. SUBANG 189.395 SEDANG

14. PURWAKARTA 76.728 SEDANG

15. KARAWANG 165.220 RENDAH

16. BEKASI 122.488 SEDANG

17. BANDUNG BARAT 126.210 TINGGI

18. PANGANDARAN 101.000 SEDANG

19. BOGOR 11.329 SEDANG

20. SUKABUMI 4.825 TINGGI

21. BANDUNG 16.767 TINGGI

22. CIREBON 3.736 RENDAH

23. BEKASI 20.661 SEDANG

24. DEPOK 20.029 SEDANG

25. CIMAHI 3.927 TINGGI

26. TASIKMALAYA 17.161 SEDANG

27. BANJAR 11.349 SEDANG

PROVINSI JAWA BARAT 3.507.862 TINGGI

Sumber: Hasil Analisa Tahun 2015

Tabel 8 memperlihatkan potensi luas bahaya gempabumi terhadap kabupaten/kota terdampak di Provinsi Jawa Barat. Rekapitulasi hasil pengkajian bahaya tersebut menunjukkan total potensi luas bahaya gempabumi adalah 3,507 juta Ha dengan kelas bahaya tinggi.

d. Tsunami

Indeks bahaya tsunami didapatkan berdasarkan paramater dalam standar umum pengkajian risiko bencana dan referensi pedoman lainnya dari kementerian/lembaga terkait lainnya di tingkat nasional.

Parameter yang digunakan dalam pengkajian bahaya tsunami adalah:

Ketinggian maksimum tsunami Kemiringan lereng

Kekasaran permukaan

Berdasarkan parameter tersebut, maka hasil pengkajian indeks bahaya tsunami di Provinsi Jawa

Barat dapat dilihat pada Tabel 9.

(19)

13

Tabel 9. Potensi Luas Bahaya Tsunami Provinsi Jawa Barat

KABUPATEN/KOTA BAHAYA

LUAS (Ha) KELAS

1. SUKABUMI 5.678 TINGGI

2. CIANJUR 5.174 TINGGI

3. GARUT 3.567 TINGGI

4. TASIKMALAYA 1.864 TINGGI

5. PANGANDARAN 2.823 TINGGI

PROVINSI JAWA BARAT 19.106 TINGGI

Sumber: Hasil Analisa Tahun 2015

Tabel 9 memperlihatkan potensi luas bahaya tsunami terhadap kabupaten/kota terdampak di Provinsi Jawa Barat. Rekapitulasi hasil pengkajian bahaya tersebut menunjukkan total potensi luas bahaya tsunami adalah 19.106 Ha dengan kelas bahaya tinggi.

e. Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan (misalnya: serasah, pepohonan, semak, dan lain-lain), Api kemudian menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan (ground fire), membakar bahan organik melalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar/pohon yang bagian atasnya terbakar.

Pengkajian bahaya kebakaran hutan dan lahan menggunakan metodologi berdasarkan standar umum pengkajian risiko bencana dan referensi pedoman lainnya dari kementerian/lembaga terkait lainnya di tingkat nasional. Metodologi yang digunakan terkait dengan parameter standar pengkajian bahaya kebakaran hutan dan lahan. Parameter tersebut yaitu:

Jenis hutan dan lahan Iklim

Jenis tanah

Berdasarkan parameter tersebut, maka hasil pengkajian indeks bahaya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Potensi Luas Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Jawa Barat

KABUPATEN/KOTA BAHAYA

LUAS (Ha) KELAS

1. BOGOR 68.471 SEDANG

2. SUKABUMI 100.134 SEDANG

3. CIANJUR 94.280 SEDANG

4. BANDUNG 59.818 SEDANG

5. GARUT 99.718 SEDANG

6. TASIKMALAYA 46.552 SEDANG

KABUPATEN/KOTA BAHAYA

LUAS (Ha) KELAS

7. CIAMIS 19.055 SEDANG

8. KUNINGAN 35.619 TINGGI

9. CIREBON 3.238 TINGGI

10. MAJALENGKA 13.134 TINGGI

11. SUMEDANG 54.812 TINGGI

12. INDRAMAYU 8.443 TINGGI

13. SUBANG 29.564 TINGGI

14. PURWAKARTA 22.914 TINGGI

15. KARAWANG 7.802 TINGGI

16. BANDUNG BARAT 26.544 TINGGI

17. PANGANDARAN 21.009 SEDANG

18. TASIKMALAYA 177 RENDAH

19. BANJAR 1.151 SEDANG

PROVINSI JAWA BARAT 712.435 TINGGI

Sumber: Hasil Analisa Tahun 2015

Tabel 10 memperlihatkan potensi luas bahaya kebakaran hutan dan lahan terhadap kabupaten/kota terdampak di Provinsi Jawa Barat. Rekapitulasi hasil pengkajian bahaya tersebut menunjukkan total potensi luas bahaya kebakaran hutan dan lahan adalah 712.435 Ha dengan kelas bahaya tinggi.

f. Kegagalan Teknologi

Pengkajian bahaya kegagalan teknologi menggunakan metodologi berdasarkan standar umum pengkajian risiko bencana dan referensi pedoman lainnya dari kementerian/lembaga terkait lainnya di tingkat nasional. Metodologi yang digunakan terkait dengan parameter standar pengkajian bahaya kegagalan teknologi. Parameter tersebut yaitu:

Jenis industri; Manufaktur (logam) dan kimia Kapasitas industri

Berdasarkan parameter tersebut, maka hasil pengkajian indeks bahaya kegagalan teknologi di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Potensi Luas Bahaya Kegagalan Teknologi Provinsi Jawa Barat

KABUPATEN/KOTA BAHAYA

LUAS (Ha) KELAS

1. BOGOR 8.132 TINGGI

2. SUKABUMI 458 SEDANG

3. BANDUNG 1.863 TINGGI

4. GARUT 390 TINGGI

5. CIREBON 545 TINGGI

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan hasil belajar “membuat potongan sayuran” pada praktik pengolahan makanan kontinental di SMK Negeri 3 Cimahi.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Status hidrasi setelah test harvard adalah suatu kondisi yang menggambarkan keseimbangan cairan dalam tubuh penari setelah melakukan test Harvard yang bertujuan untuk

Sesuai dengan Dokumen Pengadaan, IKP (Instruksi Kepada Peserta) huruf H.Pelelangan Gagal,angka 36 Pelelangan Gagal,angka 36.1 Pokja ULP menyatakan pelelangan gagal, apabila

Pada bagian lain dikatakan bahwa filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan- pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu

Sedangkan untuk menyatakan suatu model fit, karena hanya ada tiga item pengukuran, dengan sendirinya merupakan model yang just identified, dan merupakan model yang fit sempurna.

Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fogh- Andersen (1942) dan dikonfirmasi oleh penelitian lain yang dilakukan oleh Fraser dan Calnan (1961) ;

Pada bab IV akan membahas mengenai arogansi Korea Utara di dunia Internasional dengan menunjukan bukti-bukti Kim jong un yang ingin menunjukan kepada warga

Hasil dari kegiatan ini adalah konsultasi kepala sekolah untuk jenis – jenis lomba yang akan diadakan... Yogyakarta, 15