• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETER SOLOMON

Dalam dokumen Dan Brown THE LOST SYMBOL (Halaman 173-200)

"SMS dari kakakku," katanya, seraya melirik Trish.

Trish tampak penuh harap. "Jadi, mungkin kita harus bertanya kepadanya mengenai semua ini... sebelum menelepon seorang hacker?"

Katherine melirik dokumen teredaksi pada layar plasma dan teringat suara Dr. Abaddon. Sesuatu yang kakak Anda yakin tersembunyi di DC... bisa ditemukan. Katherine tidak tahu lagi apa yang harus dia percayai, dan dokumen ini menyuguhkan informasi mengenai gagasan-gagasan jauh ke depan yang tampaknya telah menjadi obsesi Peter.

Katherine menggeleng. "Aku ingin tahu siapa yang menulis dokumen ini dan di mana lokasinya. Telepon sajalah."

Trish mengemyit dan berjalan ke pintu.

Tak peduli apakah dokumen ini bisa menjelaskan misteri yang diceritakan oleh kakaknya kepada Dr. Abaddon,

setidaknya ada satu misteri yang sudah terpecahkan hari ini. Akhirnya Peter belajar cara menggunakan fitur SMS di iPhone yang diberikan Katherine kepadanya.

"Dan beri tahu media," teriak Katherine kepada Trish. "Peter Solomon yang agung baru saja mengirimkan SMS pertamanya."

Di sebuah lapangan parkir deretan pertokoan di seberang jalan dari SMSC, Mal'akh berdiri di samping limo, meregangkan kaki dan menunggu telepon yang dia tahu akan segera masuk. Hujan mudah berhenti, dan bulan musim dingin mulai menembus awan. I tu bulan yang sama yang menyinari Mal'akh lewat jendela bulat di langit-langit House of the Temple tiga bulan lalu pada saat inisiasinya.

Dunia tampak berbeda malam ini.

Ketika dia menunggu, perutnya berkeroncongan lagi. Puasa dua hari, walaupun tidak nyaman, penting untuk persiapannya. Begitulah tradisi kuno. Sebentar lagi semua ketidaknyamanan fisik itu akan tidak berarti.

Ketika berdiri di dalam udara malam yang dingin, Mal'akh tergelak. Takdir telah menempatkannya, secara agak ironis, persis di depan sebuah gereja mungil. Di sini, terjepit di antara Sterling Dental dan sebuah minimart, ada sebuah kapel kecil.

RUMAH KEAGUNGAN TUHAN.

Mal'akh memandang jendelanya, yang menampilkan sebagian pernyataan doktrinal gereja itu: KAMU PERCAYA YESUS KRI STUS DI KANDUNG OLEH ROH KUDUS, DAN DI LAHI RKAN OLEH PERAWAN MARI A, DAN YESUS KRI STUS ADALAH MANUSI A SEKALI GUS TUHAN YANG SEJATI .

manusia: sekaligus Tuhan - tapi kelahiran dari seorang perawan bukanlah prasyarat untuk ketuhanan. Bukan begitu terjadinya.

Dering ponsel membelah udara malam, mempercepat denyut nadi Mal'akh. Telepon yang sedang berdering milik

Mal’akh - telepon murah yang dibelinya kemarin. I D penelepon menunjukkan bahwa itu telepon yang diharapkannya.

Telepon lokal, pikir Mal'akh geli, seraya memandang melintasi Silver Hill Road ke arah siluet profil atap zigzag yang diterangi cahaya bulan pucat di atas puncak pepohonan. Mal'akh menerima telepon itu.

"I ni Dr. Abaddon," katanya dengan suara lebih rendah. "I ni Katherine," ujar suara perempuan itu. "Akhirnya saya mendapat kabar dari kakak saya."

"Oh, saya lega. Bagaimana kabarnya?"

"Saat ini dia sedang dalam perjalanan menuju lab saya," jawab Katherine. "Sesungguhnya dia menyarankan agar Anda bergabung dengan kami."

"Maaf?" Mal'akh pura-pura bimbang. "Di... lab Anda?"

"Agaknya dia sangat memercayai Anda. Dia belum pernah mengundang siapa pun ke sini."

"Saya rasa, dia mungkin berpikir kunjungan saya bisa membantu diskusi-diskusi kami, tapi saya merasa seakan mengganggu!"

"Jika kakak saya bilang Anda dipersilakan datang, maka selamat datang. Lagi pula, katanya ada banyak yang akan dia ceritakan kepada kita, dan saya ingin sekali mengetahui apa sebenarnya yang terjadi."

"Baiklah kalau begitu. Di mana tepatnya lab Anda?"

"Di Smithsonian Museum Support Center. Anda tahu di mana itu?"

“Tidak," jawab Mal’akh seraya menatap kompleks di seberang lapangan parkir. "Sesungguhnya saat ini saya sedang berada di mobil, dan saya punya sistem pemandu. Di mana alamatnya?"

"Silver Hill Road empat puluh-dua-sepuluh,"

"Oke, tunggu. Akan saya ketikkan." Mal'akh menunggu selama sepuluh detik, lalu berkata, "Ah, kabar baik. Tampaknya saya lebih dekat daripada yang saya perkirakan. Menurut GPS, saya hanya berjarak sekitar sepuluh menit."

"Bagus. Akan saya telepon gerbang keamanan untuk memberitahukan kedatangan Anda."

"Terima kasih."

"Sampai jumpa sebentar lagi."

Mal'akh mengantongi telepon murah sekali pakai itu dan memandang ke arah SMSC. Tidak sopankah aku, mengundang diriku sendiri? Seraya tersenyum, dia kini mengeluarkan iPhone Peter Solomon dan mengagumi SMS yang dikirimkannya kepada Katherine beberapa menit sebelumnya.

Pesanmu kuterima. Semua baik-baik saja. Sibuk. Lupa ada janji dengan Dr. Abaddon. Maaf belum sempat cerita. Panjang ceritanya. Aku sedang menuju lab. Kalau bisa, minta Dr. Abaddon bergabung di dalam. Aku

harus kuceritakan kepada kalian berdua. - Peter

Tidak mengejutkan jika Whone Peter kini menerima jawaban dari Katherine.

peter, selamat, sudah bisa sms! lega kau baik- baik saja. sudah bicara dengan dr. A., dan dia menuju lab. sampai jumpa sebentar lagil - k

Seraya mencengkeram iPhone Peter, Mal'akh berjongkok di samping limusin dan mengganjalkan telepon itu di antara roda depan dan jalanan. Telepon ini sudah melayani Mal'akh dengan baik... tapi kini sudah saatnya benda ini tidak bisa dilacak. Dia duduk di belakang kemudi, memasukkan persneling, lalu merayap maju sampai mendengar suara derak tajam iPhone yang hancur.

Mal'akh mengembalikan mobil ke lapangan parkir, menatap siluet SMSC di kejauhan. Sepuluh menit. Bentangan gudang Peter Solomon itu menampung lebih dari tiga puluh juta harta karun, tapi malam ini Mal'akh datang kemari untuk memusnahkan dua harta yang paling berharga.

Semua riset Katherine Solomon. Dan Katherine Solomon itu sendiri.

BAB 26

“Profesor Langdon?" panggil Sato. "Kau tampak seakan baru saja melihat hantu. Kau baik-baik saja?"

Langdon menaikkan tas kulitnya lebih tinggi di bahu dan meletakkan tangan di atasnya, seakan tindakan ini bisa menyembunyikan dengan lebih baik bungkusan berbentuk

kubus yang dibawanya. Dia bisa merasakan wajahnya memucat. "Aku... hanya mengkhawatirkan Peter."

Sato memiringkan kepala, mengawasinya.

Mendadak Langdon dilanda kekhawatiran bahwa keterlibatan Sato malam ini mungkin berhubungan dengan bungkusan kecil yang dipercayakan Solomon kepadanya. Peter sudah memperingatkan Langdon: Orang-orang yang berkuasa ingin mencurinya dariku. Akan berbahaya di tangan yang keliru. Langdon tidak bisa membayangkan mengapa CI A menginginkan kotak kecil berisi jimat... atau bahkan apa yang bisa dilakukan oleh jimat itu. Ordo ab chao?

Sato melangkah lebih dekat, mata hitamnya menyelidik. "Aku merasa, kau mendapat pencerahan?"

Kini Langdon merasakan tubuhnya berkeringat. "Tidak, tidak tepat begitu."

"Apa yang ada dalam benakmu?"

"Aku hanya...." Langdon bimbang, tak tahu apa yang harus dikatakan. Dia tidak ingin mengungkapkan keberadaan bungkusan di dalam tas, tetapi jika Sato membawanya ke CI A, tasnya pasti akan digeledah dalam perjalanan masuk. "Sesungguhnya..." dia berbohong, "aku punya gagasan lain mengenai angka-angka di tangan Peter."

Raut wajah Sato tidak mengungkapkan sesuatu pun. "Ya?” Kini dia melirik Anderson, yang baru saja kembali setelah menyapa tim forensik yang akhirnya datang.

Langdon menelan ludah dengan susah payah dan berjongk di samping tangan itu, seraya bertanya-tanya apa yang kemungkinan bisa dikarangnya untuk diceritakan kepada mereka. Kau guru, Robert - berimprovisasilah! Dia

memandang ketujuh simbol mungil itu untuk terakhir kalinya, berharap mendapat semacam inspirasi.

Tidak ada. Kosong.

Ketika ingatan fotografis Langdon menelusuri engiklopedia simbol di dalam benaknya, dia hanya bisa memmukan satu mungkinan. I tu sesuatu yang sudah terpikirkan olehnya pada awalnya, tapi tampaknya mustahil. Akan tetapi, saat ini dia harus mengulur waktu untuk bisa berpikir.

"Yah," katanya memulai, "petunjuk pertama bahwa seorang simbolog berada di jalur yang keliru ketika mengartikan simbol-simbol dan kode-kode adalah ketika dia mulai menginterpretasikan simbol-simbol itu dengan menggunakan banyak bahasa simbolis. Contohnya, ketika kukatakan kepadamu bahwa teks ini Romawi dan Arab, itu analisis yang buruk karena aku menggunakan banyak sistem simbol. Hal yang sama berlaku untuk Romawi dan runic."

Sato menyilangkan kedua lengan dan menaikkan sepasang alisnya, seakan berkata, "'Lanjutkan."

"Secara umum, komunikasi dilakukan dengan satu bahasa, bukan banyak bahasa. Jadi, tugas pertama seorang simbolog ketika menghadapi sebuah teks adalah menemukan satu sistem simbol yang konsisten dan tunggal yang bisa diaplikasikan pada seluruh teks."'

"Wah, ya... dan tidak." Pengalaman Langdon dengan simetri relasional ambigram telah mengajarkan kepadanya bahwa terkadang simbol-simbol punya arti dari banyak sudut. Dalam hal ini, dia menyadari bahwa memang ada cara untuk melihat ketujuh simbol itu dengan satu bahasa tunggal. Jika kita sedikit memanipulasi tangan itu, bahasanya akan menjadi konsisten," Yang mengerikan, manipulasi yang hendak dilakukan oleh Langdon tampaknya sudah disarankan oleh penculik Peter ketika dia membicarakan pepatah Hermetik kuno: Seperti yang di atas, demikian juga yang di bawah.

Langdon merinding ketika mengulurkan tangan dan meraih alas kayu tempat tangan Peter dilekatkan. Perlahan-lahan dia membalikkan alas itu sehingga jari-jari teracung Peter kini menunjuk lurus ke bawah. Simbol-simbol di telapak tangannya langsung berubah sendiri.

"Dari sudut ini," Ujar Langdon, "X-I -I -I menjadi angka Romawi yang berlaku - tiga belas. Lagi pula, karakter-karakter yang tersisa bisa diinterpretasikan dengan menggunakan alfabet Romawi SBB." Langdon menganggap analisisnya akan direspons dengan mengangkat bahu tak peduli, tapi raut wajah Anderson langsung berubah.

"SBB?" desak kepala polisi itu.

Sato berpaling kepada Anderson. “Jika aku tidak keliru, itu kedengarannya seperti sistem penomoran yang kukenal di sini, di Gedung Capitol."

Sato tersenyum dingin dan mengangguk kepada Anderson. "Chief, harap ikuti aku. Aku ingin bicara secara pribadi." Ketika Direktur Sato menggiring Chief Anderson menjauh, Langdon berdiri sendirian dengan bingung. Apa gerangan yang terjadi di sini? Dan apa SBB XI I I itu?

Chief Anderson bertanya-tanya, bagaimana mungkin malam menjadi semakin aneh lagi? Tangan itu menyebut SBB13? Dia takjub karena ada orang luar yang bahkan pernah mendengar tentang SBB... apalagi SBB13. Tampaknya, telunjuk Peter Solomon tidak mengarahkan mereka ke atas seperti yang terlihat... tapi malah menunjuk ke arah yang berlawanan.

Direktur Sato menggiring Anderson ke sebuah area sepi dekat patung perunggu Thomas Jefferson. "Chief," katanya, "aku percaya kau tahu persis di mana letak SBB Tiga Belas?"

"Tentu saja.”

"Kau tahu ada apa di dalamnya?"

"'Tidak, tidak tanpa melihatnya. Kurasa, tempat itu sudah berpuluh-puluh tahun tidak digunakan."

"Nah, kau akan membukanya."

Anderson tidak suka diberi tahu apa yang harus dilakukannya di dalam gedungnya sendiri. "Maam, itu mungkin problematis. Aku harus mengecek daftar penempatannya terlebih dahulu. Seperti yang kau ketahui, sebagian besar tingkat bawah adalah kantor privat atau gudang, dan protokol keamanan menyangkut-“

"Kau akan membukakan SBB Tiga Belas untukku,” ujar Sato, "atau aku akan memanggil OS dan mengirim tim untuk mendobraknya."

Anderson menatap perempuan itu untuk waktu yang lama, lalu mengeluarkan radio dan mengangkatnya ke bibir. "Aku Anderson. Aku perlu seseorang untuk membuka SBB. Kirim seseorang untuk menemuiku di sana lima menit lagi."

Suara yang menjawab terdengar bingung. "Chief, minta konfirmasi, apakah Anda menyebut SBB?"

"Benar. SBB. Kirim seseorang segera. Dan aku perlu senter."

Anderson menyimpan radionya. Jantungnya berdentam- dentam ketika Sato melangkah lebih dekat, lalu merendahkan suaranya, berbisik.

"Chief, waktunya sempit," bisiknya, "dan aku ingin kau membawa kita ke SBB Tiga Belas secepat mungkin.”

"Ya, Ma'am."

"Aku juga perlu sesuatu yang lain darimu."

Selain mendobrak masuk? Anderson tidak berada dalam posisi memprotes, tetapi dia bukannya tidak memperhatikan bahwa Sato tiba dalam hitungan menit setelah tangan Peter muncul di Rotunda, dan kini perempuan itu memanfaatkan situasinya untuk menuntut akses kebagian-bagian privat U.S. Capitol. Tampaknya Sato sudah begitu jauh di depan malam ini, dan secara praktis, dialah yang memimpin.

Sato menunjuk ke dalam ruangan, ke arah profesor itu. "Tas yang tersampir di bahu Langdon."

Anderson melirik. "Ada apa dengan tas itu?"

"Kuasumsikan stafmu memindai tas itu dengan sinar-X ketika Langdon memasuki gedung?"

"Aku ingin melihat hasil sinar-X itu. Aku ingin tahu apa yang ada di dalam tas itu."

Anderson memandang tas yang dibawa Langdon sepanjang malam. "Tapi... bukankah lebih mudah untuk bertanya saja kepadanya?"

"Bagian mana dari permintaanku yang tidak jelas?"

Anderson mengeluarkan radionya lagi dan meneruskan permintaan Sato. Perempuan itu memberikan alamat BlackBerry-nya dan meminta tim Anderson untuk segera mengirimkan salinan digital sinar-X itu lewat surat elektronik setelah mereka menemukannya. Dengan enggan, Anderson mematuhinya.

Tim forensik kini mengambil tangan terpenggal itu untuk polisi Capitol, tapi Sato memerintahkan mereka untuk mengirimkannya langsung ke timnya di Langley. Anderson terlalu lelah untuk memprotes. Dia merasa seolah baru saja dilindas oleh sebuah mesin penggiling Jepang mungil.

"Dan aku menginginkan cincin itu," teriak Sato kepada forensik.

Kepala teknisi itu tampaknya siap mempertanyakan permintaan Sato, tapi lalu mengurungkannya. Dia melepas cincin emas itu dari tangan Peter, memasukkannya ke dalam kantong spesimen bening, dan menyerahkannya kepada Sato. Perempuan itu memasukkannya ke dalam saku jaket, lalu berbalik kepada Langdon.

"Kita pergi, Profesor. Bawa barang-barangmu." "Mau ke mana?"tanya, Langdon.

"I kuti saja Mr. Anderson."

bagian dari Capitol yang jarang dikunjungi orang. Untuk tiba di sana, mereka harus melewati bentangan labirin yang terdiri atas bilik-bilik mungil dan lorong-lorong sempit yang terkubur di bawah ruang bawah tanah. Putra terkecil Abraham Lincoln, Tad, pernah tersesat di bawah sana dan hampir lenyap. Anderson mulai curiga bahwa, seandainya kemauan Sato dituruti, mungkin Robert Langdon akan mengalami nasib yang sama.

BAB 27

Spesialis keamanan sistem, Mark Zoubianis, selalu membanggakan kemampuannya melakukan banyak tugas sekaligus. Saat ini dia sedang duduk di kasur lipatnya bersama

remote control TV, telepon nirkabel, laptop, PDA, dan semangkuk besar camilan Pirate-'s Booty. Dengan sebelah mata tertuju pada pertandingan Redskins tanpa suara dan sebelah mata tertuju pada laptop, Zoubianis bicara lewat headset Bluetooth dengan seorang perempuan yang sudah tidak terdengar kabar beritanya selama lebih dari setahun.

Siapa lagi kalau bukan Trish Dunne, menelepon pada malam pertandingan final.

Sekali lagi menegaskan kegagapan sosialnya, mantan koleganya telah memilih pertandingan Redskins sebagai momen yang tepat untuk mengobrol dan minta tolong. Setelah basa-basi singkat mengenai masa lalu dan betapa dia merindukan lelucon-lelucon hebat Zoubiards, Trish langsung menuju sasaran: dia sedang berusaha mengungkapkan sebuah alamat EP tersembunyi, mungkin milik sebuah server berpengaman di area DC. Server itu memiliki sebuah dokumen teks kecil, dan dia ingin mengaksesnya... atau setidaknya

mengakses informasi mengenai siapa pemilik dokumen itu.

Lelaki yang tepat, pengaturan waktu yang keliru, kata Zoubianis kepada Trish. Lalu Trish membanjirinya dengan pujian terbaiknya, yang sebagian besar benar, dan sebelum Zoubianis tersadar, dia sudah mengetikkan alamat I P yang tampak aneh itu pada laptop.

Zoubianis memandang angka itu satu kali, dan langsung merasa tidak nyaman. "Trish, I P ini punya format aneh. Ditulis dengan protokol yang bahkan belum tersedia secara umum. Mungkin intel pemerintah atau militer."

"Militer?" Trish tertawa. "Percayalah, aku baru saja menarik sebuah dokumen teredaksi dari server ini, dan itu bukan

militer

Zoubianis memunculkan jendela terminalnya dan mencoba sebuah pelacak rute. "Kau bilang, pelacakmu mati?"

"Ya. Dua kah. Di hop yang sama."

"Punyaku juga." Dia mengetikkan sebuah perintah diagnostik, lalu menjalankannya. "Dan apa yang begitu menarik d I P ini?"

"Aku menjalankan sebuah delegator yang menyadap mesin pencari di I P ini dan mengeluarkan sebuah dokumen- teredaksi. Aku harus melihat keseluruhan dokumen. Aku tidak keberatan membayar mereka, tapi aku tidak bisa menemukan siapa pemilik I P atau cara mengaksesnya."

Zoubianis mengernyit memandang layar. "Kau yakin soal itu? Aku sedang menjalankan diagnostik, dan pengodean

firewall ini tampak... sangat serius." "I tulah sebabnya kau dibayar tinggi."

banyak uang untuk pekerjaan semudah ini. "Satu pertanyaan Trish. Mengapa kau ngotot soal ini?"

Trish terdiam. "Aku menolong seorang teman." "Agaknya teman istimewa."

"Memang. Teman perempuan yang istimewa." Zoubianis tergelak, lalu terdiam. Aku tahu itu.

"Dengar," ujar Trish, kedengaran tidak sabar. "Apa kau cukup pintar untuk mengungkapkan I P ini? Ya atau tidak?"

"Ya, aku cukup pintar. Dan ya, aku tahu kau mempermainkanku seenaknya."

"Perlu berapa lama?"

"Tidak lama," jawab Zoubianis, yang mengetik sambil bicara, "Seharusnya aku bisa masuk ke dalam sebuah mesin pada jaringan mereka dalam waktu kira-kira sepuluh menit. Setelah aku masuk dan tahu apa yang kulihat, aku akan meneleponmu."

"K uhargai itu. Jadi, kau baik-baik saja?"

Baru sekarang dia bertanya? "Trish, demi Tuhan, kau meneleponku di malam pertandingan final dan sekarang kau ingin mengobrol? Kau ingin aku menembus I P ini atau tidak?"

"Terima kasih, Mark. Kuhargai pertolonganmu. Kutunggu teleponmu."

"Lima belas menit." Zoubianis menutup telepon, meraih mangkuk Pirate's Booty, dan mengeraskan suara pertandingan.

BAB 28

Ke mana mereka membawaku?

Ketika bergegas bersama Anderson dan Sato memasuki kedalaman Capitol, Langdon merasakan jantungnya berdenyut semakin cepat seiring langkahnya ke bawah. Mereka memulai perjalanan melalui beranda barat Rotunda, menuruni tangga marmer, lalu memutar kembali melewati ambang pintu lebar menuju bilik terkenal yang tepat berada di bawah lantai Rotunda.

Capitol Crypt.

Udaranya lebih lembap di sini, dan Langdon sudah merasa klaustrofobik. Langit-langit rendah ruang bawah tanah itu dan penerangan-atas yang lembut menonjolkan kekokohan empat puluh pilar Doric yang menyokong lantai batu luas persis atasnya. Tenang, Robert.

"Lewat sini," kata Anderson, seraya bergerak cepat membelok ke kiri melintasi ruangan melingkar luas itu.

Syukurlah, ruang bawah tanah ini tidak menyimpan mayat. Yang ada malah beberapa patung, sebuah model Capitol, dan sebuah area penyimpanan rendah untuk panggung kayu - alas peti mati dalam upacara pemakaman negara. Rombongan itu bergegas lewat, bahkan tanpa melirik kompas marmer empat- sudut di tengah lantai - tempat Api Abadi dulu menyala.

Anderson tampaknya terburu-buru, dan sekali lagi Sato sibuk dengan BlackBerry-nya. Langdon telah mendengar kabar bahwa, layanan seluler ditingkatkan dan disebarkan ke seluruh pojok Gedung Capitol untuk mendukung ratusan pembicaraan telepon pemerintah yang berlangsung di sini setiap hari.

kelompok itu memasuki foyer berpenerangan suram, dan mulai berjalan berkelok-kelok. Melewati serangkaian lorong dan jalan buntu yang berbelit-belit. Semua lorong itu memiliki pintu-pintu bernomor, masing-masing dengan nomor identifikasinya sendiri.

Longdon membaca semua pintu, itu ketika m ereka berjalan berkolok-kelok.

S 154.... S153….. S152

Dia tidak tahu apa, yang ada di balik pintu-pintu ini, tapi setidaknya satu hal kini tampak jelas. Arti tato di telapak tangan Solomon. SBB13 tampaknya adalah pintu bernomor di suatu tempat di perut Gedung U.S. Capitol..

“Ada apa di balik semua pintu ini?" tanya Langdon, seraya mencengkeram tas bahunya erat-erat di dada dan bertanya- tanya apa kemungkinan hubungan bungkusan mungil Solomon dengan pintu bertanda SBB13.

Kantor-kantor dan gudang, "Jawab Anderson, "Kantor- kantor privat dan gudang," imbuhnya, seraya melirik Sato.

Sato bahkan tidak mendongak Blackberry-Aya. "Semuanya tampak mungil,” ujar Langdon.

“Lemari-lemari penyimpanan, sebagian besarnya, tetapi masih merupakan tempat penyimpanan yang paling diburu di D.C. I ni jantung Capitol yang asli, dan bilik lama Senat berada dua tingkat di atas kita."

“Dan SBB Tiga Belas?" tanya Langdon. “Kantor siapa itu?" "Tak seorangpun, SBB13 adalah area gudang privat, dan harus kukatakan bahwa aku bingung mengapa-“

Blackberry-nya. “Kumohon, bawa saja kami ke sana.”

Anderson menggertakkan rahang, dan menuntun mereka dalam keheningan, melewati apa yang kini terasa sebagai gabungan antara gudang penyimpanan dan labirin besar. Hampir semua dindingnya ditempeli tanda-tanda arah yang menunjuk ke depan dan ke belakang, tampaknya berusaha menunjukkan lokasi blok-blok perkantoran spesifik di dalam jaringan lorong ini.

S142 sampai S152 ... ST1 sampai ST70 ...

Dalam dokumen Dan Brown THE LOST SYMBOL (Halaman 173-200)

Dokumen terkait