• Tidak ada hasil yang ditemukan

TELEPON MASUK KATHERI NE SOLOMON

Dalam dokumen Dan Brown THE LOST SYMBOL (Halaman 157-173)

Mal'a kh tersenyum, mengabaikan telepon itu. Takdir menarikku lebih dekat.

Dia memancing Katherine Solomon ke rumahnya siang tadi hanya demi satu alasan -untuk mengetahui apakah perempuan itu punya informasi yang bisa membantunya... mungkin rahasia keluarga yang bisa membantu Mal'akh menemukan apa yang dicarinya. Akan tetapi, jelas bahwa Peter sama sekali tidak menceritakan apa yang dijaganya selama bertahun-tahun ini kepada adiknya.

dari Katherine. Sesuatu yang membuat perempuan itu memperoleh beberapa jam kehidupan ekstra hari ini. Katherine sudah mengonfirmasikan bahwa semua risetnya berada di satu lokasi, terkunci dengan aman dalam labnya.

Aku harus menghancurkannya.

Riset Katherine siap membuka pintu pemahaman baru, dan setelah pintu itu terbuka, walaupun sedikit saja, yang lain akan mengikuti. Hanya masalah waktu sebelum semuanya berubah. Aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Dunia harus tetap seperti sekarang... terapung-apung dalam kegelapan ketidaktahuan.

iPhone berbunyi "tut", menandakan Katherine baru saja meninggalkan pesan suara. Mal'akh mendengarkannya.

"Peter, ini aku lagi." Suara Katherine kedengaran khawatir. “Kau di mana? Aku masih memikirkan percakapanku dengan Dr. Abaddon... dan aku khawatir. Semuanya baik-baik saja? Telepon aku. Aku di lab."

Pesan suara itu berakhir.

Mal'akh tersenyum. Seharusnya Katherine tidak terlalu mengkhawatirkan kakaknya, dan lebih mengkhawatirkan dirinya sendiri..

Dia berbelok dari Suitland Parkway, memasuki Silver Hill, Road.

Kurang dari satu setengah kilometer kemudian, dalam kegelapan dia melihat siluet samar-samar SMSC di balik pepohonan di luar jalan raya di sebelah kanannya. Seluruh kompleks dikelilingi pagar kawat berduri tinggi.

Bangunan yang aman? Mal'akh tergelak sendiri. Aku mengenal seseorang yang akan membukakan pintunya

untukku.

BAB 24

Kesadaran itu menghantam Langdon bagaikan sebuah gelombang.

Aku tahu mengapa aku berada di sini.

Langdon berdiri di tengah Rotunda, merasakan desakan kuat untuk berbalik dan kabur... dari tangan Peter, dari cincin emas berkilau itu, dari mata curiga Sato dan Anderson. Tapi, dia malah berdiri terpaku, semakin erat mencengkeram tas kulit yang tersandang di bahunya. Aku harus keluar dari sini.

Dia menggertakkan rahang ketika ingatannya mulai mengulangi kembali adegan pada pagi yang dingin itu, bertahun-tahun lalu di Cambridge. Pukul enam pagi, dan Langdon sedang memasuki kelas seperti yang selalu dia lakukan setelah ritual berenang paginya di Kolam Renang Harvard. Ketika melintasi ambang pintu, bau debu kapur dan panas lembap yang dikenalnya menyapa. Dia maju dua langkah lagi menuju meja, tapi langsung berhenti.

Seseorang menunggunya di sana - seorang lelaki elegan dengan wajah berhidung bengkok dan mata kelabu berwibawa.

"Peter?" Langdon menatap dengan terkejut.

Senyum Peter Solomon berkilau putih di ruangan berpenerangan suram itu. "Selamat pagi, Robert. Kaget melihatku?" suaranya lembut, tapi penuh kekuatan.

Langdon bergegas menghampiri dan menjabat tangan temannya dengan hangat. "Apa gerangan yang dilakukan

seorang bangsawan Yale di kampus Merah sebelum fajar?" "Misi rahasia di balik garis musuh," jawab Solomon seraya tertawa. Dia menunjuk garis pinggang ramping Langdon. "Berenang membawa manfaat. Badanmu bagus."

"Hanya berusaha membuatmu merasa tua," ujar Langdon bergurau. "Senang melihatmu, Peter. Ada apa?"

Perjalanan bisnis singkat," jawab lelaki itu, seraya melirik ke sekeliling kelas yang sepi. "Maaf mampir seperti ini, Robert, tapi aku hanya punya waktu beberapa menit. Ada sesuatu yang harus kutanyakan kepadamu... secara pribadi. Permintaan bantuan."

Untuk pertama kalinya. Langdon bertanya-tanya apa yang kemungkinan bisa dilakukan oleh seorang profesor kampungan sederhana bagi lelaki yang memiliki segalanya ini. "Dengan senang hati," jawabnya, gembira mendapat kesempatan untuk melakukan sesuatu bagi seseorang yang sudah memberinya begitu banyak, terutama ketika kehidupan kaya raya Peter sendiri juga telah dinodai oleh begitu banyak tragedi.

Solomon merendahkan suaranya. "Aku berharap, kau bersedia menjaga sesuatu untukku."

Langdon memutar bola mata. "Bukan Hercules, kuharap.” Langdon pernah setuju mengurusi anjing mastiff Solomon yang beratnya tujuh puluh kilogram itu, Hercules, selama Solomon bepergian. Ketika berada di rumah Langdon, anjing itu tampaknya merindukan mainan kunyah dari kulit favoritnya dan menemukan pengganti yang sesuai di ruang kerja Langdon - perkamen I njil kuno asli dari kulit, berhuruf mengilap, dan ditulis tangan dari tahun 1600-an. Sebutan "anjing nakal" tampaknya belum cukup.

"Kau tahu, aku masih mencari pengganti injil itu untukmu,", ujar Solomon seraya tersenyum malu.

"Lupakanlah. Aku senang Hercules tertarik pada agama." Solomon tergelak, tapi tampak gelisah. "Robert, alasan kedatanganku menemuimu adalah, aku ingin kau mengawasi sesuatu yang cukup berharga buatku. Aku mewarisinya beberapa saat yang lalu, tapi tidak lagi merasa nyaman meninggalkannya di rumah atau di kantor."

Langdon langsung merasa tidak nyaman. Apa pun yang "cukup berharga" di dunia Peter Solomon, pasti tidak ternilai harganya. "Bagaimana dengan kotak penyimpanan di bank?" Bukankah keluargamu punya saham di separuh bank seluruh Amerika?”

"I tu akan melibatkan dokumen dan karyawan bank; aku lebih sukam seorang teman yang bisa dipercaya. Dan aku tahu kau bisa menyimpan rahasia." Solomon merogoh saku dan mengeluarkan sebuah bungkusan kecil, lalu menyerahkannya kepada Langdon.

Mengingat kata-kata pembukaannya yang dramatis, Langdon tadinya mengharapkan sesuatu yang lebih mengesankan. Bungkusan itu berupa kotak berbentuk kubus kecil sebesar kira-kira tiga inci persegi, dibungkus dengan kertas pembungkus cokelat pudar dan diikat dengan benang. Dari ukuran dan bobotnya yang berat, sepertinya bungkusan itu berisi batu atau logam. Hanya ini? Langdon membalik kotak itu di kedua tangannya, dan kini memperhatikan bahwa benang pintalnya dilekatkan dengan cermat pada satu sisi dengan segel lilin bergambar timbul, seperti maklumat kuno. Segelnya bergambar phoenix berkepala dua dengan angka 33 menghiasi dadanya – simbol tradisional derajat

tertinggi Freemasonry.

"Yang benar saja, Peter," ujar Langdon, dengan seringai geli menghiasi wajahnya. "Kau ini Master Terhormat dari sebuah rumah perkumpulan Mason, bukan Paus. Menyegel bungkusan ini dengan cincinmu?"

Solomon melirik cincin emasnya dan tergelak. "Aku tidak menyegel bungkusan ini, Robert. Kakek buyutku yang melakukani ini. Hampir seabad yang lalu."

Langdon terenyak. "Apa?"

Solomon mengangkat jari tangannya yang bercincin. " Cincin Mason ini miliknya. Setelah itu milik kakekku, lalu milik ayahku dan akhirnya menjadi milikku."

Langdon mengangkat bungkusan itu. "Kakek buyutmu membungkusnya se-abad yang lalu dan tak seorang pun pernah membukanya?"

"I tu benar."

"Tapi ... kenapa tidak?"

Solomon tersenyum. "Karena belum waktunya." Langdon menatapnya. "Waktu untuk apa?"

"Robert, aku tahu ini kedengaran aneh, topi semakin sedikit yang kau ketahui, semakin baik. Simpan saja bungkusan ini suatu tempat, dan harap jangan katakan kepada siapa pun kalau aku memberikannya kepadamu."

Langdon meneliti mata mentornya untuk mencari kilau kejenakaan. Solomon punya kecenderungan untuk bersikap dramatis, dan Langdon bertanya-tanya apakah dirinya tidak sedang dipermainkan di sini. "Peter, kau yakin ini bukan hanya siasat cerdik untuk membuatku berpikir telah dipercaya

menyimpan semacam rahasia Mason kuno sehingga aku penasaran dan memutuskan untuk bergabung?"

"Freemason tidak merekrut, Robert, kau tahu itu. Lagi pula, kau sudah bilang kepadaku kalau kau lebih suka tidak bergabung.”

I ni benar. Langdon sangat menghormati filsafat dan simbolisme Mason, tetapi dia memutuskan untuk tidak pernah diinisiasi; sumpah kerahasiaan ordo itu akan mencegahnya mendiskusikan Freemasonry dengan para mahasiswanya. Untuk alasan yang sama inilah, Socrates menolak berpartisipasi secara resmi dalam Misteri Eleusinian.

Ketika Langdon memandang kotak kecil misterius beserta segel Masonnya itu, mau tak mau dia mengajukan pertanyaan yang sudah jelas. "Mengapa tidak memercayakan bungkusan inikepada salah satu saudara Masonmu?"

"Katakan saja aku punya insting bahwa bungkusan itu akan, lebih aman jika disimpan di luar kelompok persaudaraan. Dan harap jangan biarkan ukuran bungkusan ini menipumu. Jika apa yang dikatakan ayahku benar, bungkusan ini berisi sesuatu yang punya kekuatan luar biasa." Solomon terdiam. "Semacam jimat."

Apakah dia mengatakan jimat? Berdasarkan definisi, jimat adalah benda yang memiliki kekuatan sihir. Secara tradisional, jimat digunakan untuk mendatangkan keberuntungan, mengusir rohroh jahat, atau membantu dalam ritual-ritual kuno. "Peter, kau benar-benar menyadari bahwa jimat sudah ketinggalan zaman sejak Abad Pertengahan, bukan?"

Dengan sabar, Peter meletakkan tangannya pada bahu Langdon. "Aku tahu bagaimana ini kedengarannya Robert. Aku sudah lama mengenalmu, dan skeptisismemu adalah salah

satu kekuatan terbesarmu sebagai akademisi. I tu juga kelemahan terbesarmu. Aku cukup mengenalmu, sehingga tahu kalau kau bukanlah orang yang bisa kuminta untuk

percaya... melainkan bisa dipercaya. Jadi, kini aku memintamu untuk percaya ketika kukatakan bahwa jimat ini punya kekuatan. Aku diberitahu bahwa jimat ini bisa memberikan kepada pemiliknya kemampuan untuk mendatangkan keteraturan dario kekacauan."

Langdon hanya bisa menatap. Gagasan "keteraturan dari kekacauan" adalah salah satu aksioma besar Mason. Ordo ab chao. Walau pun demikian, pernyataan bahwa sebuah jimat bisa memberikan kekuatan apapun kedengarannya tidak masuk akal, apalagi kekuatan untuk mendatangkan keteraturan dari kekacauan.

"Jimat ini," lanjut Solomon, "akan berbahaya di tangan yang keliru. Sayangnya, aku punya alasan untuk percaya bahwa orang-orang yang berkuasa ingin mencurinya dariku." Mata lelaki itu seserius yang bisa diingat Langdon. "Aku ingin kau menjaga keamanannya untukku selama beberapa waktu. Bisakah kau melakukannya?"

Malam itu, Langdon duduk sendirian di meja dapur bersama bungkusan itu, dan mencoba membayangkan apa kemungkinan isinya. Akhirnya, dia hanya menganggapnya sebagai keeksentrikan Peter dan menyimpan bungkusan itu di dalam brankas pada dinding perpustakaannya, dan akhirnya melupakannya.

Sampai pagi ini ....

Telepon dari lelaki dengan aksen Selatan.

"Oh, Profesor, saya hampir lupa!" kata asisten itu, setelah menjelaskan kepada Langdon detail-detail pengaturan

perjalanannya ke DC. "Ada satu hal lagi yang diminta Mr. Solomon."

"Ya?" jawab Langdon. Pikirannya sudah beranjak ke ceramah yang baru saja dia sepakati untuk disampaikan.

"Mr. Solomon meninggalkan catatan untuk Anda di sini." Lelaki itu mulai membaca dengan canggung, seakan mencoba memahami tulisan tangan Peter. “Harap minta Robert... membawa... bungkusan kecil tersegel yang kuberikan kepadanya bertahun-tahun lalu.” Lelaki itu terdiam. "Apakah ini masuk akal bagi Anda?"

Langdon terkejut ketika mengingat kotak kecil yang sudah ada di brankas dindingnya sepanjang waktu ini. "Sesungguhnnya, saya tahu apa maksud Peter."

"Dan Anda bisa membawanya?"

"Tentu saja. Katakan kepada Peter, saya akan membawanya.”

"Bagus." Asisten itu kedengaran lega. "Selamat berceramah nanti malam. Selamat jalan."

Sebelum meninggalkan rumah, dengan patuh Langdon mengambil bungkusan itu dari brankas dan memasukkannya dalam tas bahu.

Kini dia berdiri di U.S. Capitol, dan merasa yakin terhadap satu hal saja. Peter Solomon akan ketakutan jika mengetahui betapa Langdon telah sangat mengecewakannya.

BAB 25

Dengan takjub, Trish Dunne menatap hasil spider

pencarinya yang sedang mewujud pada layar plasma di hadapannya. Dia tadinya ragu apakah pencarian itu akan menghasilkan sesuatu, tapi sesungguhnya dia kini mendapat lebih dari selusin hasil. Dan banyak yang masih berdatangan.

Satu entri, terutama, tampak cukup menjarijikan.

Trish berbalik dan berteriak ke arah perpustakaan. "'Katherine? Kurasa kau ingin melihat yang ini!"

Sudah beberapa tahun semenjak Trish menjalankan spider

pencari seperti ini, dan hasil malam ini memukaunya.

Beberapa tahun yang lalu, pencarian ini akan menemui jalan buntu. Tetapi kini, tampaknya jumlah materi digital yang bisa dicari di dunia telah meledak sampai titik di mana seseorang secara harfiah bisa menemukan apa saja. Yang menakjubkan, salah satu kata kuncinya adalah kata yang bahkan belum pernah didengar Trish sebelumnya... dan pencarian itu bahkan bisa menemukan-nya.

Katherine bergegas melewati pintu ruang-kontrol. "Apa yang kau dapat?"

"Sekelompok kandidat." Trish menunjuk layar plasma. "Setiap dokumen di sini mengandung semua frasa kuncimu,

verbatim."

Katherine merapikan rambut ke belakang telinga dan meneliti daftar itu.

"Sebelum kau menjadi terlalu bersemangat," imbuh Trish, kuyakinkan kau bahwa sebagian besar dari dokumen-dokumen ini bukan-lah yang kau cari. Dokumen-dokumen ini kami sebut sebagai 'lubang hitam'. Lihat ukuran arsipnya. Benar-benar luar biasa. Mereka antara lain terdiri atas arsip-arsip, terkompresi dari jutaan surat elektronik, rangkaian ensiklopedi

edisi lengkap raksasa, berbagai message board global yang sudah berjalan selama bertahun-tahun, dan sebagainya. Berdasarkan ukuran dan isinya yang beragam, arsip-arsip ini mengandung begitu banyak kata kunci potensial sehingga mereka tersedot ke dalam mesin pencari apa pun yang berada di dekat mereka."

Katherine menunjuk salah satu entri di dekat bagian atas daftar. "Bagaimana dengan yang itu?"

Trish tersenyum. Katherine sudah selangkah di depan, sudah menemukan satu-satunya arsip berukuran kecil dalam daftar itu. "Mata jeli. Ya, itu benar-benar kandidat kita satu- satunya sejauh ini. Sesungguhnya arsip itu begitu kecil, sehingga tidak akan lebih dari sekitar satu halaman."

"Bukalah." Nada suara Katherine serius.

Trish tidak bisa membayangkan sebuah dokumen satu halaman mengandung semua untaian-pencarian aneh yang diberikan oleh Katherine. Bagaimanapun, ketika dia mengeklik dan membuka dokumen itu, frasa-frasa kuncinya ada di sana... jelas sekali dan mudah ditemukan di dalam teks.

Katherine mendekat, matanya terpusat pada layar plas "Dokumen ini... di-redaksi?"

Trish mengangguk. "Selamat datang di dunia teks terdigitalisasi."

Redaksi otomatis telah menjadi praktik standar ketika menawarkan dokumen-dokumen digital. Redaksi adalah proses di mana sebuah server mengizinkan pengguna untuk mencari seluruh teks, tapi kemudian hanya mengungkapkan sebagian kecil teks - semacam pancingan - hanya teks yang mengapit langsung kata-kata kunci yang diminta. Dengan menghilangkan sebagian besar teks, server menghindari

pelanggaran hak cipta dan juga mengirimkan pesan yang memikat kepada pengguna: Aku punya informasi yang sedang kau cari, tapi jika menginginkan keseluruhan teks, kau harus membelinya dariku.

"Seperti yang bisa kau lihat," ujar Trish, seraya membuka halaman yang banyak dipersingkat itu," dokumen ini mengandung semua frasa-kuncimu."

Katherine menatap dokumen teredaksi itu tanpa berkata- kata.

Trish memberinya wakta semenit, lalu mengarahkan kursor kembali ke bagian atas halaman. Masing-masing frasa-kunci Katherine digarisbawahi dan ditulis dengan huruf besar, diiringi sedikii contoh teks pemancing – dua / tiga kata yang muncul mengapit frasa yang diminta.

….. lokasi rahasia di BAWAH TANAH tempat info… ….. suatu tempat di WASHI NGTON, DC. ….. koordinat-koordinat-…..

menemukan sebuah PORTAL KUNO…..

….. memperingatkan bahwa PI RAMI D itu menyimpan ….. berbahaya …..

….. mengartikan SYMBOLON

apa. Dan apa gerangan "symbolon"?

Katherine melangkah dengan bersemangat mendekati layar, "Dari mana asal dokumen ini? Siapa yang menulisnya?"

Trish sudah menggarapnya. "Beri waktu satu menit. Aku sedang berusaha melacak sumbernya."

"Aku harus tahu siapa yang menulisnya," ulang Katherine dengan nada serius. "Aku harus melihat keseluruhannya."

"Kuusahakan," ujar Trish, yang terkejut mendengar ketidaksabaran dalam suara Katherine.

Anehnya, lokasi arsip tidak ditampilkan sebagai alamat Web tradisional, tetapi sebagai alamat Protokol I nternet (I P) numerik. "Aku tidak bisa mengungkapkan I P-nya," ujar Trish. "Nama domainnya tidak muncul. Tunggu." Dia membuka jendela terminal-nya. "Aku akan menjalankan sistem pelacak rute."

Trish mengetikkan urutan perintah untuk mengirimkan pesan kepada semua "hop” di antara mesin ruang kontrolnya dan mesin apa pun yang menyimpan dokumen ini.

"Melacak sekarang" katanya, seraya menjalankan perintah itu.

Kerja pelacak rute sangat cepat, dan daftar panjang peranti jaringan langsung muncul pada layar plasma. Trish menelitinya... satu per satu... melalui berbagai router dan

switch yang menghubungkan mesinnya dengan....

Apa ini... ? Pelacakannya terhenti sebelum mencapai server dokumen itu. Perintahnya, untuk alasan tertentu, telah mencapai sebuah peranti jaringan yang menelan pesan itu, dan bukannya memantulkannya kembali. "'Tampaknya seakan pelacakku terblokir," ujar Trish. Mungkinkah ini?

"Jalankan lagi."

Trish meluncurkan pelacak rute lain dan mendapat hasil yang sama. "Tidak. Jalan buntu. Seakan dokumen ini berada pada server yang tidak bisa dilacak." Dia memandang beberapa hop terakhir sebelum jalan buntu. "Tapi bisa kukatakan bahwa lokasinya ada di suatu tempat di DC."

"Kau bergurau."

"Tidak mengejutkan," ujar Trish. "Semua program spider ini menyebar secara spiral dan geografis, yang berarti hasil-hasil pertama selalu lokal. Lagi pula, salah satu kata-pencarianmu adalah 'Wasiiington, DC'."

"Bagaimana dengan pencarian 'siapa'?" ujar Katherine. "Tidakkah dari sana kau akan tahu siapa pemilik domain itu?"

Teknik yang agak rendah, tapi bukan ide buruk. Trish menjelajahi pangkalan-data "Siapa" dan menjalankan pencarian I P, berharap bisa mencocokkan angka-angka misterius itu dengan nama domain yang sesungguhnya. Rasa frustrasinya kini diredam oleh rasa penasaran yang semakin meningkat. Siapa pemilik dokumen ini? Hasil-hasil "siapa" muncul dengan cepat, tidak menunjukkan adanya kecocokan dan Trish mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Seakan alamat I P ini tidak ada. Aku sama sekali tidak bisa memperoleh informasi apa pun mengenainya."

"Jelas I P itu ada. Kita baru saja mencari sebuah dokumen yang disimpan di sana!"

Benar. Akan tetapi, siapa pun yang memiliki dokumen ini, tampaknya dia lebih suka tidak memberitahukan identitasnya. "Aku tidak tahu harus berkata apa. Pelacakan sistem bukanlah keahlianku. Kecuali, kau mendatangkan seseorang dengan keahlian hacking, aku sudah tidak bisa apa-apa lagi."

"Kau mengenal orang yang mampu melakukannya?"

Trish berbalik dan menatap bosnya. "Katherine, aku tadi bergurau. I tu bukan ide yang baik."

"Tapi itu pernah dilakukan?" Katherine menengok arlojinya. "Ehm, ya ... sepanjang waktu. Secara teknis, itu sangat mudah."

"Siapa yang kau kenal?"

"Hacker?" Trish tertawa gugup. "Kira-kira setengah dari kaum lelaki di dalam pekerjaan lamaku."

"Ada orang yang bisa kau percayai?"

Apakah dia serius? Trish bisa melihat kalau Katherine benar-benar serius. "Ya," jawabnya buru-buru. "Aku mengenal seorang lelaki yang bisa kita hubungi. Dia spesialis keamanan sistem - kami-benar-benar pecandu komputer. Dia ingin mengencaniku - agak menjengkelkan, sih, tapi dia baik dan aku memercayainya. Lagi pula, dia menerima pekerjaan paruh waktu."

"Dia bisa menyimpan rahasia?"

"Dia hacker. Tentu saja dia bisa menyimpan rahasia. I tu pekerjaannya. Tapi, aku yakin dia menginginkan setidaknya seribu dolar, bahkan untuk melihat-"

"Telepon dia. Tawarkan dua kali lipat untuk hasil yang cepat."

Trish tidak yakin apa yang membuatnya merasa semakin tidak nyaman - membantu Katherine Solomon menyewa seorang hacker... atau menelepon lelaki yang mungkin masih tidak bisa menerima bahwa seorang analis metasistem montok berambut merah ini menolak tawaran-tawaran romantisnya.

"Kau yakin soal ini?”

"Gunakan telepon di perpustakaan," kata Katherine. "Nomornya tidak bisa dilacak. Dan jangan pakai namaku."

"Baiklah." Trish berjalan ke pintu, tapi berhenti ketika mendengar iPhone Katherine berbunyi "tut". jika beruntung, SMS itu mungkin berupa informasi yang akan menangguhkan Tris dari tugas tidak menyenangkan ini. Dia menunggu ketika Katherine mengeluarkan iPhone dari saku jubah lab dan melihat layarnya,,,

Katherine Solomon merasakan gelombang kelegaan ketika melihat nama di layar iPhone.

Akhirnya.

Dalam dokumen Dan Brown THE LOST SYMBOL (Halaman 157-173)

Dokumen terkait