• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.6 Zat Pewarna Batik

Yang dimaksud pewarna atau zat pewarna batik adalah zat warna tekstil yang dapat digunakan dalam proses pewarnaan batik baik dengan cara pencelupan maupun coletan pada suhu kamar sehingga tidak merusak lilin sebagai perintang warnanya.

Berdasarkan sumbernya/asalnya zat pewarna batik dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

a. Pewarna alami

Zat warna yang diperoleh dari alam/ tumbuh-tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Agar zat pewarna alam tidak pudar dan dapat menempel dengan baik, proses pewarnaannya didahului dengan mordanting yaitu memasukkan unsur logam ke dalam serat (Tawas/Al). Bahan pewarna alam yang bisa digunakan untuk tekstil dapat diambil pada tumbuhan bagian Daun, Buah, Kuli kayu, kayu atau bunga. Ada tiga tahap proses pewarnaan alam yang harus dikerjakan yaitu: proses mordanting (proses awal/pre-treatment), proses pewarnaan (pencelupan), dan proses fiksasi (penguatan warna).

b. Pewarna buatan/pewarna sintetis

Zat wana kimia mudah diperoleh, stabil dan praktis pemakaiannya. Zat Warna sintetis dalam tekstil merupakan turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, toluena, naftalena dan antrasena diperoleh dari ter arang batubara (coal, tar, dyestuff) yang merupakan cairan kental berwarna hitam dengan berat jenis 1,03 - 1,30 dan terdiri dari despersi karbon dalam minyak. Minyak tersebut tersusun dari beberapa jenis senyawa dari bentuk yang paling sederhana misalnya benzena (CH) sampai bentuk yang rumit mialnya 6 6 krisena (CH) dan pisena (CH). Adapun zat warna yang biasa dipakai untuk mewarnai batik antara lain:

commit to user

- Zat warna reaktif

Zat warna reaktif umumnya dapat bereaksi dan mengadakan ikatan langsung dengan serat sehingga merupakan bagian dari serat tersebut. Jenisnya cukup banyak dengan nama dan struktur kimia yang berbeda tergantung pabrik yang membuatnya. Salah satu yang saat ini sering digunakan untuk pewarnaan batik adalah Remazol. Ditinjau dari segi teknis praktis pewarnaan batik dengan remazol dapat digunakan secara pencelupan, coletan maupun kuwasan. Zat warna ini mempunyai sifat antara lain : larut dalam air, mempunyai warna yang briliant dengan ketahanan luntur yang baik, daya afinitasnya rendah, untuk memperbaiki sifat tersebut pada pewarnaan batik diatasi dengan cara kuwasan dan fixasi menggunakan Natrium silikat.

Nama dagang zat warna teraktif, sebagai berikut:

1) Procion (produk dari I.C.I) Drimarine (produk Sandoz) 2) Cibacron (produk Ciba Geigy) Primazine (produk BASF) 3) Remazol (produk Hoechst) Levafix (produk Bayer) - Zat warna indigosol

Zat warna indigosol adalah jenis zat warna Bejana yang larut dalam air. Larutan zat warnanya merupakan suatu larutan berwarna jernih. Pada saat kain dicelupkan ke dalam larutan zat warna belum diperoleh warna yang diharapkan. Setelah dioksidasi/dimasukkan ke dalam larutan asam (HCl atau H2SO4) akan diperoleh warna yang dikehendaki. Obat pembantu yang diperlukan dalam pewarnaan dengan zat warna indigosol adalah Natrium Nitrit (NaNO2) sebagai oksidator. Warna yang dihasilkan cenderung warna-warna lembut/pastel. Dalam pembatikan zat warna indigosol dipakai secara celupan maupun coletan.

Jenis warna Indigosol antara lain: Indigosol Yellow, Indigosol Green IB , Indigosol Yellow JGK, Indigosol Blue 04B , Indigosol Orange HR, Indigosol Grey IBL, Indigosol Pink IR, Indigosol Brown IBR, Indigosol

commit to user

Violet ARR, Indigosol Brown IRRD Indigosol Violet 2R Indigosol Violet IBBF.

- Zat warna napthol

Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dalam air. Untuk melarutkannya diperlukan zat pembantu kostik soda. Pencelupan naphtol dikerjakan dalam 2 tingkat. Pertama pencelupan dengan larutan naphtolnya sendiri (penaphtolan). Pada pencelupan pertama ini belum diperoleh warna atau warna belum timbul, kemudian dicelup tahap kedua/dibangkitkan dengan larutan garam diazodium akan diperoleh warna yang dikehendaki. Tua muda warna tergantung pada banyaknya naphtol yang diserap oleh serat. Dalam pewarnaan batik zat warna ini digunakan untuk mendapatkan warna-warna tua/dop dan hanya dipakai secara pencelupan.

Naptol yang banyak dipakai dalam pembatikan antara lain: Naptol AS-G, Naptol AS-LB, Naptol AS-BO, Naptol AS-D, Naptol AS , Naptol AS.OL, Naptol AS-BR, Naptol AS.BS, Naptol AS-GR

Garam diazonium yang dipakai dalam pembatikan antara lain: Garam Kuning GC, Garam Bordo GP, Garam Orange GC, Garam Violet B, Garam Scarlet R , Garam Blue BB, Garam Scarlet GG, Garam Blue B, Garam Red 3 GL, Garam Black B, Garam Red B

- Zat warna rapid

Zat warna ini adalah naphtol yang telah dicampur dengan garam diazodium dalam bentuk yang tidak dapat bergabung (koppelen). Untuk membangkitkan warna difixasi dengan asam sulfat atau asam cuka. Dalam pewarnaan batik, zat warna rapid hanya dipakai untuk pewarnaan secara coletan.

commit to user

2.2 BAHAYA BAHAN KIMIA DI TEMPAT KERJA

Bahan berbahaya khususnya bahan kimia adalah bahan-bahan yang pada suatu kondisi tertentu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, pada setiap tingkat pekerjaan yang dilakukan (penyimpanan, pengangkutan, penggunaan, pembuatan dan pembuangan).

Secara umum, bahan-bahan kimia berbahaya dapat dikelompokkan menjadi :

1. Bahan kimia mudah meledak

Bahan kimia berupa padatan atau cairan, ataupun campurannya yang sebagai akibat suatu perubahan (reaksi kimia, gesekan, tekanan, panas, dll) menjadi bentuk gas yang berlangsung dalam proses yang relative singkat disertai dengan tenaga perusakan yang besar, pelepasan tekanan yang besar serta suara yang keras.

2. Bahan kimia mudah terbakar

Bahan kimia apabila mengalami suatu reaksi oksidasi pada suatu kondisi tertentu, akan menghasilkan nyala api.

3. Bahan kimia beracun

Bahan kimia dalam jumlah relative sedikit, dapat mempengaruhi kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian, apabila terabsorbsi tubuh manusia melalui injeksi.

4. Bahan kimia korosif

Bahan kimia meliputi senyawa asam-asam alkali dan bahan-bahan kuat lainnya, yang sering mengakibatkan kerusakan logam-logam bejanan atau penyimpannya. Senyawa alkali dapat menyebabkan luka bakar pada tubuh, merusak mata, merangsang kulit dan system pernafasan.

5. Bahan kimia oksidator

Bahan kimia yang sangat reaktif untuk memberikan oksigen, yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran dengan bahan-bahan lainnya.

commit to user

6. Bahan kimia reaktif

Bahan kimia yang sangat mudah bereaksi dengan bahan-bahan lainnya, disertai pelepasan panas dan menghasilkan gas yang mudah terbakar atau keracunan atau korosi.

7. Bahan kimia radioaktif

Bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan sinar-sinar radioaktif seperti sinar alfa, beta, gamma, netron, dan lain-lain, yang dapat membahayakan tubuh manusia.

Suatu bahan kimia dikatakan memiliki sifat berbahaya apabila satu atau lebih dari sifat-sifat bahaya tersebut diatas terdapat di dalam bahan kimia tersebut, yang selain mudah meledak, dapat pula menjadi bahan kimia beracun dan meracuni kehidupan.

2.2.1 Interaksi Bahan Kimia

Antara satu zat kimia dan zat kimia lain dapat menimbulkan interaksi atau saling berpengaruh satu sama lainnya. Efek yang terjadi dapat dibedakan dalam: a. Efek Aditif yaitu pengaruh yang saling memperkuat akibat kombinasi dari dua

zat kimia atau lebih. Pengaruh racun yang terjadi adalah penjumlahan dari efek dari masing-masing zat kimia.

b. Efek simergi yaitu suatu keadaan dimana pengaruh gabungan dari dua zat kimia jauh lebih besar dari jumlah masing-masing efek bahan kimia.

c. Potensiasi yaitu apabila suatu zat yang seharusnya tidak memiliki efek toksik (pengaruh merugikan suatu zat kimia pada organism hidup) akan tetapi bila zat ini ditambahkan pada zat kimia lain maka akan mengakibatkan zat lain tersebut menjadi lebih toksik.

d. Efek antagonis yaitu apabila dua zat kimia yang diberikan bersamaan, maka zat kimia yang satu akan melawan efek zat kimia yang lain.

2.2.2 Proses Zat Kimia Dalam Tubuh

Cara masuk bahan beracun ke dalam tubuh sangan besar pengaruhnya terhadap kemungkinan keracunan. Zat kimia dapat masuk kedalam tubuh melalui

commit to user

saluran pernafasan (per inhalasi), saluran cerna (per oral) dan kulit (per dermal). Inhalasi merupakan cara masuk paling sering dalam industry. Di dalam tubuh, melalui proses enzimatik terjadi perubahan bentuk secara biokimia (biotranformasi) yang terjadi didalam hati. Proses demikian dapat juga terjadi di ginjal, paru-paru dan kulit. (Budiono, S. 2003).

Biotranformasi ini mengupayakan agar terbentuk bahan yang kurang beracun yang dikenal sebagai detoksikasi. Sebaliknya mungkin terjadi hasil yang lebih bercun dari zat asalnya (aktivasi) mialnya pada berbagai zat penyebab kanker. Pengeluaran hasil proses tersebut atau ekskresi umumnya dilakukan melalui air seni dan feses, sebagian melalui udara pernafasan dan keringat.

2.2.3 Efek Terhadap Kesehatan

Pemajanan bahan kimia mengakibatkan terjadinya perubahan biologic atau fungsi tubuh yang manifestasinya berupa keluhan, gejala dan tanda gangguan kesehatan, terutama pada bagian yang terserang bahan kimia.

Tergantung dari oragan target, bahan kimia dapat bersifat neurotoksik (meracuni syaraf), hepatotoksik (meracuni liver/hati), nefrotoksik (meracuni ginjal), hematotoksik (meracuni darah), sistemik (meracuni seluruh fungsi tubuh) dan sebagainya. Berdasarkan gejala yang ditimbulkan, bahan kimia dapat bersifat asfiksian (gejala akibat kekurangan kadar oksigen), irritan (mengakibatkan/ merangsang iritasi), menimbulkan sensitasi dan alergi.

Tanda yang muncul bervariasi dari gejala non spesifik (lemah, pusing, mual, muntah) ataupun spesifik (kejang, kelumpuhan, gangguan penglihatan, diare, dll). Berikut ini pengaruh beberapa zat kimia pada kesehatan:

- Zat Irritan

Zat irritant akan mengakibatkan iritasi/rangsangan atau menimbulkan inflamasi/peradangan pada mata, kulit,saluran nafas dan saluran cerna. Zat irritant antara lain: asam asetat, asam klorida, arsen, asam nitrat, asam kromat, fosfor, kalsium oksidan, dll.

commit to user

- Zat Hepatotoksik (meracuni hati)

Zat Hepatotoksik antara lain: Karbon tetraklorida, Dimetil nitrosamine, Aflatoksin, Arsen, Toluen diamin, dll.

- Zat Neurotoksik (meracuni saraf)

Zat Neurotoksik antara lain: Benzene, Toluena, Karbon disulfide, Arsen, Merkuri, Xylene, Aseton, dll.

- Zat Netrotoksik (meracuni ginjal)

Zat Netrotoksik antara lain: Arsen, Anilin, Organo klorin, Merkuri, Metanol, Fenol, Timah hitam, Kloroform, Fosfor (kuning), dll.

- Zat kimia yang meracuni system reproduksi

Zat kimia tersebut antara lain: Benzene, Timah hitam, Kadmium, Eter, Nitrogen oksida, Kloroform, dll.

- Zat kimia yang meracuni darah

Zat kimia tersebut antara lain: Anilin, Toluidin, Nitrobenzen, Timah hitam, Nitrogen triflourida, Propilnitrat, dll

- Zat Sensitasi atau alergi kulit

Zat Sensitasi antara lain: Karbon disulfide, Fenol, Zat warna, kreosot, dll. Selain itu terdapat pula penyakit kulit yang disebabkan oleh penyebab kimiawi (bahan kimia) seperti asam dan garam anorganik, senyawa hidrokarbon, bahan warna, dsb.

2.2.4 Prinsip Pencegahan/Pengendalian Bahan Kimia

Mengingat bahaya bahan kimia di tempat kerja diperlukan pencegahan dan pengendalian yang prinsip penerapannya sesuai denga Higiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja berupa “Hierarchi of Control”, yaitu Eliminasi, Substitusi, Pengendalian Teknis, Pengendalian Administratif dan Alat Pelindung Diri. Sedangkan para pekerja dilakukan pengujian/pemantauan kesehatan, hygiene perorangan, pengujian/pemantauan biomedik disertai pelatihan tentang bahaya zat kimia. (Budiono, S. 2003).

commit to user

2.3 PENGERTIAN ERGONOMI

Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti ”kerja” dan Nomos yang berarti ”hukum”. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan (Nurmianto, 2004). Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman (Sutalaksana dkk., 1979).

Disiplin ergonomi adalah suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik; yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, efisien, aman dan nyaman (Wignjosoebroto, 1995). Dengan kata lain disini manusia tidak lagi harus menyesuaikan dirinya dengan mesin yang dioperasikan (the man fits to the design), melainkan sebaliknya yaitu mesin dirancang dengan lebih dahulu memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikannya (the design fits to the man).

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka dkk.,2004), yaitu: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

commit to user

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

2.3.1 DESAIN DAN ERGONOMI

Manusia dalam kehidupannya banyak menggunakan desain sebagai fasilitas penunjang aktivitasnya. Manusia menginginkan desain sebagai produk yang sesuai dengan trend dan mewadahi kebutuhannya yang semakin meningkat. Melihat kondisi saat ini, kecenderungan desain yang berubah akibat peningkatan kebutuhan manusia tersebut menimbulkan kesadaran manusia tentang pentingnya desain yang eksklusif dan representatif, makin bertambahnya usaha-usaha di bidang desain yang mengakibatkan persaingan mutu desain, peningkatan faktor pemasaran (daya tarik dan daya jual di pasaran), serta tuntutan kapasitas produksi yang semakin meningkat. Selain itu, aktivitas desain yang menghasilkan gagasan kreatif dipengaruhi pula oleh kecepatan membaca situasi, khususnya kebutuhan pasar dan permintaan konsumen.

Desain dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas luas dari inovasi desain dan teknologi yang digagaskan, dibuat, dipertukarkan (melalui transaksi jual-beli) dan fungsional. Desain merupakan hasil kreativitas budi-daya (man-made object) manusia yang diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang memerlukan perencanaan, perancangan maupun pengembangan desain, yaitu mulai dari tahap menggali ide atau gagasan, dilanjutkan dengan tahapan pengembangan, konsep perancangan, sistem dan detail, pembuatan prototipe dan proses produksi, evaluasi, dan berakhir dengan tahap pendistribusian. Jadi disimpulkan bahwa desain selalu berkaitan dengan pengembangan ide dan gagasan, pengembangan teknik, proses produksi serta peningkatan pasar.

Ruang lingkup kegiatan desain mencakup masalah yang berhubungan dengan sarana kebutuhan manusia, di antaranya desain interior, desain mebel, desain alat-alat lingkungan, desain alat transportasi, desain tekstil, desain grafis, dan lain-lain. Memperhatikan hal-hal tersebut, desainer dalam analisis pemecahan

commit to user

masalah dan perencanaannya atau filosofi rancangan desain bekerja sama dengan masyarakat dan disiplin ilmu lain seperti arsitek, psikolog, dokter atau profesi yang lain. Misalnya, dalam merancang desain kursi pasien gigi, dibutuhkan kerja sama dari dokter dan pasien, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas dan posisi duduk pasien sebagai pemakai, yang efektif, efisien, aman, nyaman dan sehat, sehingga desainer dapat menyatukan bentuk dengan memusatkan perhatian pada estetika bentuk, konstruksi, sistem dan mekanismenya. Selain itu, desainer dapat membuat suatu prediksi untuk masa depan, serta melakukan pengembangan desain dan teknologi dengan memperhatikan segala kelebihan maupun keterbatasan manusia dalam hal kepekaan indrawi (sensory), kecepatan, kemampuan penggunaan sistem gerakan otot, dan dimensi ukuran tubuh, untuk kemudian menggunakan semua informasi mengenai faktor manusia ini sebagai acuan dalam perancangan desain yang serasi, selaras dan seimbang dengan manusia sebagai pemakainya.

Penilaian suatu hasil akhir dari produk sebagai kategori nilai desain yang baik biasanya ada tiga unsur yang mendasari, yaitu fungsional, estetika, dan ekonomi. Kriteria pemilihannya adalah function and purpose, utility and economic, form and style, image and meaning. Unsur fungsional dan estetika sering disebut fit-form-function, sedangkan unsur ekonomi lebih dipengaruhi oleh harga dan kemampuan daya beli masyarakat (Bagas, 2000). Desain yang baik berarti mempunyai kualitas fungsi yang baik, tergantung pada sasaran dan filosofi mendesain pada umumnya, bahwa sasaran berbeda menurut kebutuhan dan kepentingannya, serta upaya desain berorientasi pada hasil yang dicapai, dilaksanakan dan dikerjakan seoptimal mungkin.

Ergonomi merupakan salah satu dari persyaratan untuk mencapai desain yang qualified, certified, dan customer need. Ilmu ini akan menjadi suatu keterkaitan yang simultan dan menciptakan sinergi dalam pemunculan gagasan, proses desain, dan desain final (periksa Gambar 2.2. Skema Design Management).

commit to user

Gambar 2.2 Skema design management

Sumber: Bagas, 2000

2.3.2 PENDEKATAN ERGONOMIS DALAM PERANCANGAN DESAIN

KERJA

Secara ideal perancangan desain kerja haruslah disesuaikan dengan peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/ peralatan dan lingkungan fisik kerja. Peranan manusia dalam hal ini akan didasarkan pada kemampuan dan keterbatasannya terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kongnitif, fisik ataupun psikologisnya. Demikian pula peranan atau fungsi mesin/peralatan seharusnya ikut menunjang manusia (operator) dalam melaksanakan tugas yang ditentukan.

Suatu pengertian yang lebih komprehensif tentang ergonomi pada pusat perhatian ergonomi adalah terletak pada manusia dalam rancangan desain kerja ataupun perancangan alat kerja. Berbagai fasilitas dan lingkungan yang dipakai manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuannya adalah merancang benda-benda fasilitas dan lingkungan tersebut, sehingga efektivitas fungsionalnya meningkat dan segi-segi kemanusiaan seperti kesehatan, keamanan, dan kepuasan dapat terpelihara.

Terlihat disini bahwa ergonomi memiliki 2 aspek sebagai contohnya yaitu efektivitas sistem manusia di dalamya dan sifat memperlakukan manusia secara manusia. Mencapai tujuan-tujuan tersebut, pendekatan ergonomi

commit to user

merupakan penerapan pengetahuan-pengetahuan terpilih tentang manusia secara sistematis dalam perancangan sistem-sistem manusia benda, manusia-fasilitas dan manusia lingkungan. Dengan kata lain perkataan ergonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia dalam berinterksi dengan obyek-obyek fisik dalam berbagai kegiatan sehari-hari (Madyana, 1996).

Di pandang dari sistem, maka sistem yang lebih baik hanya dapat bekerja bila sistem tersebut terdiri dari, yaitu:

1. Elemen sistem yang telah dirancang sesuai dengan apa yang dibutuhkan. 2. Elemen sistem yang saling berinterksi secara terpadu dalam usaha menuju

tujuan bersama.

Sebagai contoh, sejumlah elemen mesin dirancang baik, belum tentu menghasilkan suatu mesin yang baik pula, bila mana sebelumnya tidak dirancang untuk berinteraksi antara satu sama tainnya. Demikian manusia sebagai operator dalam manusia mesin. Bila pekerja tidak berfungsi secara efektif hal ini akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan.

2.3.3 DESAIN STASIUN KERJA DAN SIKAP KERJA BERDIRI

Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun kerugian. Menurut Sutalaksana dkk. (1979), bahwa sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Namun demikian mengubah posisi duduk ke berdiri dengan masih menggunakan alat kerja yang sama akan melelahkan. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-16% dibanding dengan duduk.

Pada desain stasiun berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja untuk periode yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif, maka pekerja harus dirancang agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Menurut Pullat (1992) memberikan

commit to user

pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri sebagai berikut:

1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut.

2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg). 3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping. 4. Sering melakukan pekerjaan yang menekan kebawah. 5. Diperlukan mobilitas.

2.4 NORDIC BODY MAP (NBM)

Salah satu alat ukur ergonomi sederhana yang dapat digunakan untuk mengenali sumber penyebab keluhan musculoskeletal (system otot dan rangka) adalah nordic body map. Melalui nordic body map dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit sampai dengan sangat sakit (Corlett, 1992). Kuesioner ini diberikan sebelum dan setelah melakukan pekerjaan. Gambar 2.3 merupakan pembagian segmen-segment tubuh manusia pada kuesioner nordic body map.

Gambar 2.3 Nordic Body Map Sumber : Corlett, 1992

commit to user

Tabel 2.1 Kuesioner Nordic Body Map

No Kuesioner Nordic Body Map Pada Operator :

Keluhan Bagian Tubuh Ya Tidak

0 Leher bagian atas 1 Leher bagian bawah 2 Bahu kiri

3 Bahu kanan

4 Lengan atas bagian kiri 5 Punggung

6 Lengan atas bagian kanan 7 Pinggang ke belakang 8 Pinggul ke belakang 9 Daerah Pantat 10 Siku kiri 11 Siku kanan

12 Lengan bawah bagian kiri 13 Lengan bawah bagian kanan 14 Pergelangan tangan kiri 15 Pergelangan tangan kanan 16 Telapak tangan bagian kiri 17 Telapak tangan bagian kanan 18 Paha kiri 19 Paha kanan 20 Lutut kiri 21 Lutut kanan 22 Betis kiri 23 Betis kanan

24 Pergelangan kaki kiri 25 Pergelangan kaki kanan 26 Telapak kaki kiri 27 Telapak kaki kanan Sumber : Corlett, 1992

2.5 ANTHROPOMETRI DALAM ERGONOMI

commit to user

berkontribusi pada keamanan, kesehatan, dan kenyamanan kerja. Pada gilirannya hal-hal ini akan meningkatkan kemampuan kerja yang bersangkutan. Dua hal diantaranya adalah dimensi benda-benda kerja yang berinteraksi dengan pekerja dan lingkungan kerjanya. Karena dimensi objek mesti bersesuaian dengan pemakaiannya maka perlu dikenali antropometri, suatu bidang kajian dari Ergonomi yang memperhatikan karakter ukuran-ukuran fisik tubuh manusia maupun penerapan data-data operatornya.

2.5.1 Pengertian Anthropometri

Istilah anthropometri berasal dari kata anthro yang berarti “manusia” dan metri yang berarti “ukuran”. Anthropometri adalah studi tentang dimensi tubuh manusia (Pullat, 1992). Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wignjosoebroto, 1995). Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dsb) berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Dalam kaitannya dengan posisi tubuh, data anthropometri yang ada

Dokumen terkait