• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Tinjauan Kepustakaan

3. Pidana Bersyarat Menurut Hukum Pidana Di Indonesia

Pidana bersyarat diberlakukan di Indonesia pada tanggal 1 januari 1927 dengan staatblad 1926 No. 251 jo. 486, pada bulan Januari 1927 yang kemudian diubah dengan staatblad No. 172.47

46 Pasal 50 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 47 Muladi, Op.cit., hlm.63

Pidana bersyarat sendiri memiliki sinonim dengan hukuman percobaan (Voorwardelojke Veroordeling). Namun berkaitan dengan penamaan ini juga ada yang mengatakan kurang sesuai sebab dengan penamaan itu memberi kesan seolah-olah yang digantungkan pada syarat itu adalah pemidanaanya atau penjatuhan pidananya. Padahal yang digantungkan pada syarat-syarat tertentu itu, sebenarnya adalah pelaksanaan atau eksekusi dari pidana yang telah dijatuhkan oleh hakim. Oleh karena itu,

terdapat beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli hukum dalam mendefinisikan pidana bersyarat itu sendiri.

R.Soesilo memberikan pengertian pidana bersyarat yang biasa disebut peraturan-peraturan tentang‚ hukuman dengan perjanjian atau hukuman dengan bersyarat atau hukuman jenggalan, artinya adalah : orang dijatuhi hukuman, tetapi hukuman itu tidak usah dijalankan kecuali jika dikemudian ternyata bahwa terhukum sebelum habis tempo percobaan berbuat peristiwa pidana atau melanggar perjanjian yang diadakan oleh hakim kepadanya jadi keputusan hakim tetap ada.48

Muladi memberikan pengertian dari pidana bersyarat adalah “Suatu pidana dalam hal mana si terpidana tidak usah menjalani pidana tersebut, kecuali bila mana dalam masa percobaan terpidana telah melanggar syarat-syarat umum atau khusus yang telah ditentukan oleh pengadilan. Dalam hal ini pengadilan yang mengadili perkara tersebut mempunyai wewenang untuk melakukan perubahan- perubahan syarat-syarat yang telah ditentukan atau memerintahkan agar pidana dijalani. Pidana bersyarat ini merupakan penundaan terhadap pelaksanaan pidana.49

Maksud dari vonis pidana bersyarat itu untuk memberikan kesempatan kepada terpidana supaya dalam masa percobaan itu ia dapat memperbaiki diri dan tidak melakukan tindak pidana atau melanggar perjanjian yang telah diadakan, dengan harapan apabila berhasil maka hukuman yang telah dijatuhkan kepada terpidana itu tidak perlu dijalani selama-lamanya.

48R. Soesilo, 1991, Pokok-pokok Hukum Pidana, Peraturan Umum dan Delik-delik

Khusus, Bogor, Politea, hlm.53

Kitab undang-undang hukum pidana merupakan buah hasil dari aliran klasik, yang berpijak pada tiga tiang yakni:

1. asas legalitas, yang menyatakan.

2. asas kesalahan, yang berisi bahwa orang hanya dapat dipidana untuk tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja atau karena kealpaan. 3. asas pengimbalan (pembalasan) yang sekuler, yang berisi bahwa

pidana secara kongrit tidak dikenakan dengan maksud untuk mencapai suatu hasil yang bermanfaat, melainkan setimpal dengan berat ringan perbuatan yang dilakukan.50

Ketentuan-ketentuan yang mengatur pidana bersyarat dalam Pasal 14a-14f Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu telah ditambah kedalam KUHP dengan Staatsblad tahun 1926 nomor 251 jo. Nomor 486 dan mulai diberlakukan di Indonesia pada tanggal 1 januari 1927. Pidana bersyarat itu telah dua belas tahun lebih dimasukan dalam Wetboek Van straftrecht di negeri belanda, yakni dengan

Staatsblad tahun 1915 nomor 427.51

(1). Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang Pasal pertama yang mengatur pidana bersyarat didalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana itu adalah Pasal 14a Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang selanjutnya berbunyi sebagai berukut:

Pasal 14a

50 Ibid, hlm. 62

menentukan lain, disebabkan karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis, atau karena si terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah itu.

(2). Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara yang mangenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat memberatkan si terpidana . Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat 2.

(3). Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan. (4). Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan

cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.

(5). Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan- keadaan yang menjadi alasan perintah itu.52

Di dalam Pasal 14a Kitab-kitab Undang-Undang Hukum Pidana dinyatakan bahwa pidana bersyarat hanya dapat dijatuhkan bilamana memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Dalam putusan yang menjatuhkan pidana penjara, asal lamanya tidak lebih dari satu tahun. Jadi dalam hal ini pidana bersyarat dapat dijatuhkan dalam hubungan dengan pidana penjara, dengan syarat hakim tidak ingin menjatuhkan pidana lebih dari satu tahun. Yang menentukan bukanlah pidana yang diancam atas tindak pidana yang dilakukan, tetapi pidana yang akan dijatuhkan pada si terdakwa.

52 Moeljatno, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta, PT. Bumi Aksara,

2. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan sehubungan dengan pidana kurungan, dengan ketentuan tidak termasuk pidana kurungan pengganti denda. Mengenai pidana kurungan ini tidak diadakan pembatasan, sebab maksimum dari pidana kurungan adalah satu tahun.

3. Dalam hal menyangkut pidana denda, maka pidana bersyarat dapat dijatuhkan, dengan batasan bahwa hakim harus yakin bahwa pembayaran denda betul-betul akan dirasakan berat oleh si terdakwa.53

F. Metode Penelitian

Dokumen terkait