• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME

4. Pluralisme

Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, sebagian besar informan dalam penelitian ini, tidak melupakan sumbangsih ijma-ijma terdahulu, hal itu dapat dilihat dari pemberian apresiasi (penghargaan) terhadap hasil ijma ulama-ulama terdahulu. Akan tetapi, sebagaian besar informan memandang bahwa ijma-ijma para ulama terdahulu (tabiin dan tabi l-tabi‟in) dapat diperbaharui. Hal ini, membuat kecenderungan pemakanaan dalam melihat masalah ijma sebagian besar informan dalam penelitian ini cenderung bersifat modernis. Karena kalangan modernisme Islam memandang ijma (konsensus) yang dicapai oleh generasi terdahulu, dapat diperbaharui oleh generasi yang hidup di zaman kemudian. Hal ini dilakukan jika factor-faktor psikologis, social, politik dan ekonomi yang melatar belakangi ijma itu berubah. Dalam hal ini termasuk juga kemungkinan memperbaharui ijma para sahabat nabi.

4. Pluralisme

Kecenderungan penafsiran modernisme yang bersifat elastis dan fleksibel dan fundamentalisme Islam yang rigid dan literalis dalam menghadapi doktrin agama, menghasilkan perbedaan pula dalam memahami beberapa masalah, khususnya masalah-masalah yang berhubungan dengan cara beritjihad yang, modernisme lebih menekankan pada kritisisme historis yang dilandasi oleh

177

semangat perkembangan zaman, sedangkan fundamentalisme lebih pada keterangan dari teks doktrin agama. Selain itu, kecenderungan penafsiran ini juga mengakibatkan perbedaan dalam memaknai masalah preseden tradisi zaman awal nabi dan para sahabat, apakah mengikat secara keseluruhan atau hanya prinsip-prinsipnya saja. Menurut Yusril Ihza Mahendra ada dua pandangan modernis dan fundamentalis Islam yang saling berhubungan dengan pandangan-pandangan diatas yaitu dalam memaknai masalah pluralisme dan hikmah.

Menurut Yusril Ihza Mahendra pandangan dasar modernis yang saling berhubungan dengan pandangan-pandangan diatas yaitu, sikapnya yang positif dalam melihat pluralisme.

“Kaum modernis yakin selama dunia itu ada, selama itu pula

pluralisme tetap ada. Modernisme juga berkeyakinan bahwa kaum muslim adalah umat pertengahan dan umat terbaik yang ditonjolkan Allah kepada seluruh manusia. Mereka menjadi penengah antara kecenderungan-kecenderungan ekstrim yang terdapat pada umat-umat yang lain.”178

Sedangakan menurut Yusril Ihza Mahendra pandangan dasar fundamentalis Islam yang saling berhubungan dengan pandangan-pandangan diatas yaitu, sikapnya yang cenderung memandang negatif dan pesimis kepada pluralisme.

“Fundamentalisme cenderung memandang negatif dan pesimis kepada pluralisme, masyarakat cenderung dilihat secara “hitam-putih”, yaitu antara masyarakat Islam-i yang meyakini dan mengamalkan doktrin secara

kafah (menyeluruh) dengan masyarakat Jahiliah yang tidak meyakini dan

mengamalkannya. Sejarah manusia cenderung untuk dilihat sebagai sejarah pertentangan antara dua golongan masyarakat ini, yang disimbolkan dengan sejarah para Nabi dan para penentangnya”179

. 178 Ibid., hal. 31 179 Ibid., hal. 32

Dalam pembahasan ini pluralisme dalam pandangan modernisme dan fundamentalisme di sandingkan dan diukur dengan sikap toleransi dalam memaknai tiga hal yaitu; Apakah boleh seorang muslim memberikan salam kepada muslim? Apakah boleh seorang muslim memilih pemimpin non-muslim? Dan apakah boleh seorang muslim dan non-muslim bersama-sama melakukan gotong royong atau bakti sosial?

a. Apakah boleh seorang muslim memberikan salam kepada non-muslim?

Berdasarkan hasil penelitian, terhadap delapan mahasiswa UIN Syahid Jakarta, ada dua pendapat berlainan tentang apakah boleh seorang muslim memberikan salam kepada non-muslim. Berikut adalah pengkategorisasian jawaban informan dalam penelitian ini.

1. Boleh Seorang Muslim Memberikan Salam Kepada Non-Muslim.

Dari delapan informan sebagian besar informan menyataan boleh bagi seorang muslim memberikan salam kepada non-muslim, dengan alasan bahwa itu baik180, budaya Islam bisa menjadi budaya nasional181, doa182 dan sesama agama samawi183. Berikut adalah pendapat-pendapat yang menyatakan boleh bagi seorang muslim memberikan salam bagi non-muslim menurut ROS.

“Ya kenapa juga itu kan baik jadi membudayakan Islam juga coba kalau orang non-muslim menjawab salam kita itu kan baik artinya mereka juga mengakui kehadiran dan arti budaya kita juga kan. Dan bisa jadi budaya

180

Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012 181

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta, 11 September 2012 182

Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta, 13 September 2012 183

Islam menjadi nasional loh mas nah itu kan bagus. Pengislamisasian

secara diam-diam”184

.

2. Tidak Boleh Seorang Muslim Memberikan Salam Kepada Non-Muslim. Dari delapan informan sebagian kecil menyatakan tidak boleh memberikan salam kepada non-muslim185, dan lebih baik diganti dengan selamat pagi atau apa khabar186, good morning187.Berikut adalah pendapat-pendapat yang menyatakan tidak boleh bagi seorang muslim memberikan salam bagi non-muslim menurut DNU.

“Ooooh paham begini mas soal apa tadi, salam kepada non-muslim assalammualaikum gitu kalau saya lebih senagn mengucapkan apa khabar aja, senang berkenalan dengan anda, kalau salam gak dech kayaknya,

tapi bukan berarti saya enggak menghargai mereka loh ya”188

.

Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, sebagian besar informan dalam penelitian ini, cenderung bersifat modernis karena memandang positif terhadap keanekaragaman dengan memberikan salam tanpa melihat identitas keagamaan. Sedangkan sebagian kecil informan dalam penelitian ini, cenderung bersifat fundamentalis, hal ini dapat dilihat dari ketidak setujuan informan untuk memberikan salam bagi non-muslim dan hanya mengkhususkan salam terhadap sesama muslim saja.

b. Apakah boleh seorang muslim memilih pemimpin non-muslim? Berdasarkan hasil penelitian, terhadap delapan mahasiswa UIN Syahid Jakarta, ada dua pendapat berlainan tentang Apakah boleh seorang muslim

184

Wawancara Pribadi Dengan ROS. Jakarta 14 September 2012 185

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta 15 September 2012 186

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta 11 September 2012 187

Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta 12 September 2012 188

memilih pemimpin non-muslim. Berikut adalah pengkategorisasian jawaban informan dalam penelitian ini

1. Boleh Seorang Muslim Memilih Pemimpin Non-Muslim

Mengenai pertanyaan ini, dari delpan informan sebagian besar informan menyataan boleh bagi seorang muslim memilih pemimpin non-muslim dengan pertimbangan dapat memimpin189, tidak masalah karena pemimpim itu diatur oleh UU dan itu tidak diluar Islam190, visi misi yang baik dan adil191, selama tidak menghalangi umat Islam menjalankan Syariat Islam dan berdakwah192. Berikut adalah pendapat yang menyatakan bahwa boleh seorang muslim memilih non-muslim. ROS menyatakan bahwa.

“Boleh juga gak apa-apa apa lagi kalau kita lihat pendapatnya ibnu khaldun pemimpin non muslim yang adil itu lebih baik daripada pemimpn muslim yang yang tidak adil. Itukan salah satu refleksi yang kemudian harus di transformasikan dalam konteks kekinian yang serba komplit termasuk dalam konteks kepemimpinan. Yang penting itu tidak mengancam pada keyakinan kita misalkan pemimpin non-muslim menerapkan aturan-aturan main yang ada dalam aturan kristen justru itu yang harus di wasoadai tapi selama pemimpin itu mempunyai visi misi yang baik dan adil bisa saja kita memilih itu. Kalau tidak adil itu juga harus di tolak itu yang harus kita pertimbangkan”193

.

Senada dengan ROS, IHM memiliki pertimbangan yang sedikit berbeda. Menurutnya boleh seorang muslim memilih non-muslim dengan pertimbangan dikalangan muslim sudah tidak ada figur yang bagus memimpin.

“Prinsipnya sama dalam memilih pemimpin perempuan ketika memang sudah tidak ada lagi laki-laki yang memimpin pada akhirnya kan

189

Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012 190

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta 11 September 2012 191

Wawancara Pribadi Dengan ROS. Jakarta, 14 September 2012 192

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012 193

perempuan naik sama seperti dengan pemimpin non muslim kalau memang sudah tidak ada kriteria yang bagus dikalangan muslim yang gak jadi masalah, yang jelas selama dia tidak serta merta menghalangi umat Islam untuk menjalankan syariat Islam, untuk berdakwah dan apabila itu dilarang itu baru bahaya. Tapi ketika ada yang islam milih yang Islam saja”194

.

2. Tidak Boleh Seorang Muslim Memilih Pemimpin Non-Muslim

Berbeda denga tujuh informan lain, DNU menyatakan bahwa tidak boleh sorang muslim memilih pemimpin non-muslim.

“Gak gak boleh masih banyak koq pemimpin non muslim hidayat nur

wahid itu bagus loh mas tapi masyarakat kita kan ya gitu belum mengerti ya mau apa lagi. Wawlahuallambisohab”195

.

Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, sebagian besar informan dalam penelitian ini, cenderung bersifat modernis karena memandang positif terhadap keanekaragaman dengan menyatakan bahwa boleh seorang muslim memilih pemimpin non-muslim. Sedangkan sebagian kecil informan dalam penelitian ini, cenderung bersifat fundamentalis, karena memandang negatif pluralisme, hal ini dapat dilihat dari ketidaksetujuan seorang muslim memilih pemimpin non-muslim.

c. Apakah boleh seorang muslim dan non-muslim bersama-sama melakukan gotong royong atau bakti sosial?

Mengenai pertanyaan ini, dari delapan informan semuanya menyatakan bahwa melaukan gotong royong atau bakti sosial boleh, dengan alasan yang

194

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012 195

penulis rangkum sebagai berikut tolong menolong196, baik197, fardu ain198. Menurut IHM hal tersebut boleh selama tidak keluar dari batas-batas yang ditetapan oleh Al-Qur‟an dan hadis.

“Gak apa-apa ibrohnya soalnya banyak yang terkandung dalam gotong royong dan kerja bakti itu. dan rasulullah memang menyuruh kita untuk melakukan itu, asal itu tadi tidak keluar dari batas-batas yang ditetapkan oleh Quran dan hadis”199

.

Senada dengan IHM, DNU mengatakan bahwa hal itu memang dicontohkan oleh Rasulullah ketika di Madinah.

“Kalau gotong royong ya boleh lah kita kan memang harus saling tolong menolong antar sesaman manusia kan. Nabi juga mencontohkan itu ketika di Madinah”200

.

Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, semua informan dalam penelitian ini, cenderung bersifat modernis karena memandang positif terhadap keanekaragaman (pluralisme) dengan menyatakan bahwa boleh seorang muslim dan non-muslim bersama-sama melakukan gotong royong atau baktu sosial.

Dokumen terkait