• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.2 Pohon Bakau sebagai

Pohon bakau adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat payau atau individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Hutan bakau juga dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Pohon bakau (mangrove) biasa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara 32 Lintang Utara dan 38 Lintang Selatan (Suryono, 2013: 56).

Pohon bakau (mangrove) merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Selain itu, pohon bakau (mangrove) tumbuh subur dan

luas di daerah delta dan aliran sungai yang besar dengan muara yang lebar. Bakau merupakan istilah yang sering dipakai untuk tumbuhan mangrove secara keseluruhan, namun nama ilmiahnya sendiri dari bakau adalah Rhizophora sp. Saputro et Al. (Suryono, 2013) mengatakan bahwa mangrove atau bakau adalah sekelompok tumbuhan, terutaman golongan halopit yang terdiri dari beragam jenis, dari suku tumbuhan yang berbeda-beda tetapi mempunyai persamaan dalam hal adaptasi morfologi dan fidiologi terhadap habitat tumbuhannya dan genangan pasang surut air laut yang mempengaruhinya. Pengertian tersebut hampir sama dengan pendapat Purnobasuki (2005) yang mengatakan bahwa mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaaruhi oleh arus pasang surut air laut dan juga tumbuh pada pantai karang atau daratan terumbu karnag yang berpasir tipis atau pada pantai berlumpur.

Ciri-ciri lingkungan hutan mangrove adalah:

a. Tumbuh pada daerah yang memiliki jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir,

b. Tergenang air laut atau air payau secara teratur,

c. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.

Pohon bakau (mangrove) merupakan salah satu ekosistem yang khas dan unik. Tumbuhan-tumbuhan di ekosistem ini mempunyai akar yang berbeda dengan tumbuhan-tumbuhan di darat. Pohon bakau sendiri terbagi menjadi 3 yaitu pohon bakau kecil (bakat sigoisok dalam bahasa Mentawai), pohon bakau muda dan pohon bakau dewasa/tua. Biasanya pohon bakau kecil dimanfaatkan sebagai bibit karena

akarnya yang masih kecil sehingga mudah untuk dicabut dan dipindahkan ke tempat lain. Sedangkan pohon bakau muda dan tua yang memiliki akar kuat berfungsi sebagai peredam hantaman gelombang dan ombak. Kekuatan angin dan badai dahsyat akan berkurang ketika mencapai ekosistem pohon bakau yang memiliki hutan lebat (Gufran, 2012: 65). Jadi, pohon bakau (mangrove) perlu dijaga dan dirawat agar dapat tumbuh besar sehingga bisa melindungi pantai dari hantaman gelombang (tsunami) dan ombak.

2.1.2.2 Manfaat Pohon Bakau

Tumbuhan pohon bakau selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang).

Beberapa manfaat dari pohon bakau menurut Suryono (2013: 71) adalah sebagai berikut:

a. Peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, serta penahan lumpur dan sedimen,

b. Menghasilkan serat untuk keset dan bahan bangunan (kayu),

c. Menyediakan bahan baku untuk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik,

d. Menghasilkan bahan kimia: arang, bahan pewarna kain, retenone (bahan semacam racun yang digunakan untuk membunuh ikan hama atau ikan lain yang tidak dikehendaki), tanin, flavonoid (senyawa yang dapat mencegah serangan jantung dan kanker), gula alkohol, asam asetat, dan lain-lain.

e. Menghasilkan madu, kepiting, udang, tiram, kerang-kerangan dan ikan serta makanan bagi binatang. Pohon bakau (mangrove) juga merupakan tempat terbaik bagi budidaya ikan air payau dalam keramba.

f. Memberikan tempat tumbuh untuk udang dan ikan yang berimigrasi ke area pohon bakau (mangrove) ketika muda, dan kembali ke laut ketika mendekati usia matang seksual. Selain itu udang karang dan ikan yang bereproduksi di hulu sungai (freshwater upstream) dan bermigrasi pada masa mudanya karena makanan berlimpah di daerah pohon bakau (mangrove).

g. Sebagai tempat hidup jenis ikan dan kerang, seperti patcengau, tuktukbekbek,sikapla, pamemelak, labo,bue, butekbaga, peddeman, lagguk,tuktuk, dan kopek (diterjemahkan dalam bahasa Mentawai)

h. Sebagai tempat wisata

Jadi, Pohon bakau memiliki nilai yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan keberlangsungan hidup biota laut.

2.1.2.3Bahaya Pengikisan Pohon Bakau

Bahaya pengikisan pohon bakau bagi pantai merupakan sebuah bencana bagi masyarakat yang hidup di daerah tepi pantai khususnya bagi pantai itu sendiri dan biota laut. Melihat dari fungsinya pohon bakau (mangrove) memiliki manfaat untuk menghindari bahaya pengikisan pohon bakau seperti berikut ini:

a. Bagi Pantai

Suryono (2013:19) mengungkapkan bahwa secara fisik pohon bakau (mangrove) berfungsi untuk menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai

dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah, mempercepat perluasan lahan, melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan dan gelombang serta angin kencang. Jika terjadi pengikisan pohon bakau maka perlahan-lahan pantai akan terkikis habis, erosi yang gampang terjadi, dan daerah yang berada di belakang mangrove akan terkena hempasan gelombang dan angin kencang.

b. Bagi Biota Laut

Hutan bakau (mangrove) merupakan habitat alami bagi berbagai biota laut. Seperti udang, berbagai jenis ikan dan sejenisnya. Karenanya, sangat keliru jika ada yang dengan sengaja menebang hutan mangrove untuk tujuan memperluas tambak karena tindakan tersebut dapat merusak kelestarian biota-biota laut.

Naamin (Suryono, 2013: 21) mengungkapkan bahwa kerusakan pohon bakau (mangrove) akan berdampak pada penurunan volume dan keragaman jenis ikan yang ditangkap, seperti jenis ikan (patcengau, tuktukbekbek,sikapla, pamemelak, labo,bue, butekbaga, peddeman, lagguk,tuktuk, dan kopek) menjadi langkah/sulit didapat dan jenis ikan menjadi hilang atau tidak pernah lagi tertangkap. Selain itu hasil laporan Amala (2004) dalam Suryono (2013:22) menyatakan bahwa rusaknya ekosistem pohon bakau (mangrove) menyebabkan berkurangnya secara nyata kelimpahan kepiting bakau (Scylla serrata).

c. Mencegah Tsunami

Keberadaan pohon bakau (mangrove) dapat memperkecil gelombang tsunami yang menyerang daerah pantai. Istiyanto, Utomo dan Suranto (2003) dalam Suryono

(2013: 20) menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizipora) memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami ketika menjalar melalui rumpun tersebut. Data pasca tsunami 26 Desember 2004 yang melanda Asia dengan pusat di pantai barat Aceh terdapat fakta bahwa hutan bakau (mangrove) yang kompak mampu melindungi pantai dari kerusakan akibat tsunami. Demikian juga hal sama dijumpai pada kawasan pantai dengan hutan pantai yang baik akan mampu meredam dampak kerusakan tsunami (WIIP, 2005).

2.1.3 Pendidikan sebagai Sarana Empowering

Dokumen terkait