• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan prototipe buku mewarnai tentang pohon bakau untuk anak 6-8 tahun dalam konteks empowering masyarakat Mentawai.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan prototipe buku mewarnai tentang pohon bakau untuk anak 6-8 tahun dalam konteks empowering masyarakat Mentawai."

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU MEWARNAI TENTANG POHON BAKAU UNTUK ANAK 6-8 TAHUN DALAM KONTEKS

EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI

Mespin Zulian Samaloisa Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang diawali dengan adanya potensi dan masalah terkait dengan kurangnya kesadaran masyarakat Mentawai mengkonservasi pohon bakau. Masalah yang peneliti lihat adalah adanya kebiasaan masyarakat yang melakukan penebangan pohon bakau secara liar untuk bahan bangunan dan kayu bakar. Oleh sebab itu, peneliti terdorong melakukan penelitian pengembangan prototipe buku mewarnai tentang pohon bakau untuk anak 6-8 tahun dalam konteks empowering masyarakat Mentawai”.Tujuannya untuk menerangkan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas prototipe buku mewarnai.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research&Development). Penelitian ini menggunakan enam langkah R&D menurut Sugyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain dan (6) uji coba desain. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan produk berupa prototipe buku mewarnai dengan judul “Memelihara Istana Bakau di Mentawai”. Buku mewarnai tersebut terdiri dari 14 kumpulan gambar-gambar pohon bakau dan berbagai jenis ikan yang hidup di area pohon bakau yang diberi keterangan dengan menggunakan bahasa Mentawai. Prototipe buku divalidasi oleh seorang validator dengan latar belakang ilmu kelautan dan perikanan. Hasil validasi adalah 51 (sangat baik) sehingga layak diujicobakan.

Uji coba dilakukan kepada 23 siswa di SDK St Fransiskus Sikabaluan. Uji coba dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas. Hasil persepsi siswa seusai uji coba adalah 86.9% siswa mengetahui bahwa pohon bakau yang tidak terawat dapat menyebabkan terjadinya erosi, 93.3% siswa mengerti salah satu cara memelihara pohon bakau adalah dengan tidak mencabutnya sembarangan, 95.6% siswa menyadari tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar.

(2)

ABSTRACT

THE PROTOTYPE DEVELOPMENT OF COLORING BOOK ABOUT MANGROVES FOR 6-8 YEARS OLD CHILDREN IN

EMPOWERING CONTEXT OF MENTAWAI SOCIETY

Mespin Zulian Samaloisa Sanata Dharma University

2016

This research is a research and development which is begun by the potential and the problems related to the lack of awareness of Mentawai’s society in conserving mangrove trees. The problem that the researcher found was the society’s habit on doing mangroves illegal logging for building materials and firewood. Therefore, the researcher is compelled to do a research on prototype development coloring book about mangrove for 6-8 years old children on empowering context of Mentawai community. This research is aimed to explain the process of development and to describe the quality of prototype coloring book.

This type of this research is research and development research (Research and Development). This research uses six R & D paces according to Sugyono that includes: (1) the potential and the problems, (2) the data collection, (3) the product design, (4)the design validation , (5) the design revision and (6) the products trial. The purpose of this research is to produce of prototype coloring book entitled “maintaining the mangroves palace in Mentawai”. The coloring book consists of 14 pictures of mangrove and various species of fish that live in the mangrove trees area in which the explanations used are Mentawai Language. Prototype book was validated by a validator whom master in marine science and fishery .The result of validation was 51 ( very good) so it is feasible to be tried out.

The trial was done to 23 students in St. Francis Sikabaluan elementary school. The trial was done both at home and outside the classroom. The result of the students’ perception after the trial was 86.9 percent of the students know that mangroves which are not maintained properly can cause the erosion. 93.3 percent of the students understand that one of the ways to take care of the mangrove is by not revoking wild. 95.6 percent of students are aware of the importance of loving the environment.

(3)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU MEWARNAI

TENTANG POHON BAKAU UNTUK ANAK 6-8 TAHUN

DALAM KONTEKS EMPOWERING MASYARAKAT

MENTAWAI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

\

Oleh:

Mespin Zulian Samaloisa NIM: 121134244

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU MEWARNAI

TENTANG POHON BAKAU UNTUK ANAK 6-8 TAHUN

DALAM KONTEKS EMPOWERING MASYARAKAT

MENTAWAI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

\

Oleh:

Mespin Zulian Samaloisa NIM: 121134244

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu setia menyertai dan memberiku kekuatan jasmani dan rohani.

2. Kedua orang tua tercinta: Bapak Mesta Samaloisa dan Ibu Nursi Berisigep, yang selalu memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus.

3. Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan (KBKK) yang telah memberikan beasiswa dan perhatian kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata Dharma.

4. Kakak Maria Nojalni Samaloisa yang telah memberikan dukungan dan nesehat; Adek Holmestius Samaloisa dan Norpin Samaloisa yang selalu mendukung dan menyemangati; Sahabat terdekat Florentina Nainggolan yang selalu mendukung dan menyemangati.

5. Teman-temanku PGSD angkatan 2012 yang turut membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

v

MOTTO

Berdoalah seperti segalanya bergantung kepada Tuhan.

Bekerjalah seperti segalanya bergantung kepadamu”.

(Santo Agustinus)

Non Scholae sed Vitae Discimus

“Berusahalah bukan hanya menjadi

orang sukses, tetapi

juga bermanfaat

”.

(9)
(10)
(11)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU MEWARNAI TENTANG POHON BAKAU UNTUK ANAK 6-8 TAHUN DALAM KONTEKS

EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI

Mespin Zulian Samaloisa Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang diawali dengan adanya potensi dan masalah terkait dengan kurangnya kesadaran masyarakat Mentawai mengkonservasi pohon bakau. Masalah yang peneliti lihat adalah adanya kebiasaan masyarakat yang melakukan penebangan pohon bakau secara liar untuk bahan bangunan dan kayu bakar. Oleh sebab itu, peneliti terdorong melakukan penelitian pengembangan prototipe buku mewarnai tentang pohon bakau untuk anak 6-8 tahun dalam konteks empowering masyarakat

Mentawai”.Tujuannya untuk menerangkan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas prototipe buku mewarnai.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research&Development). Penelitian ini menggunakan enam langkah R&D menurut Sugyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain dan (6) uji coba desain. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan produk berupa prototipe buku

mewarnai dengan judul “Memelihara Istana Bakau di Mentawai”. Buku mewarnai tersebut terdiri dari 14 kumpulan gambar-gambar pohon bakau dan berbagai jenis ikan yang hidup di area pohon bakau yang diberi keterangan dengan menggunakan bahasa Mentawai. Prototipe buku divalidasi oleh seorang validator dengan latar belakang ilmu kelautan dan perikanan. Hasil validasi adalah 51 (sangat baik) sehingga layak diujicobakan.

Uji coba dilakukan kepada 23 siswa di SDK St Fransiskus Sikabaluan. Uji coba dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas. Hasil persepsi siswa seusai uji coba adalah 86.9% siswa mengetahui bahwa pohon bakau yang tidak terawat dapat menyebabkan terjadinya erosi, 93.3% siswa mengerti salah satu cara memelihara pohon bakau adalah dengan tidak mencabutnya sembarangan, 95.6% siswa menyadari tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar.

(12)

ix ABSTRACT

THE PROTOTYPE DEVELOPMENT OF COLORING BOOK ABOUT MANGROVES FOR 6-8 YEARS OLD CHILDREN IN

EMPOWERING CONTEXT OF MENTAWAI SOCIETY

Mespin Zulian Samaloisa Sanata Dharma University

2016

This research is a research and development which is begun by the potential and the problems related to the lack of awareness of Mentawai’s society in conserving mangrove trees. The problem that the researcher found was the

society’s habit on doing mangroves illegal logging for building materials and firewood. Therefore, the researcher is compelled to do a research on prototype development coloring book about mangrove for 6-8 years old children on empowering context of Mentawai community. This research is aimed to explain the process of development and to describe the quality of prototype coloring book. This type of this research is research and development research (Research and Development). This research uses six R & D paces according to Sugyono that includes: (1) the potential and the problems, (2) the data collection, (3) the product design, (4)the design validation , (5) the design revision and (6) the products trial. The purpose of this research is to produce of prototype coloring book entitled

“maintaining the mangroves palace in Mentawai”. The coloring book consists of 14 pictures of mangrove and various species of fish that live in the mangrove trees area in which the explanations used are Mentawai Language. Prototype book was validated by a validator whom master in marine science and fishery .The result of validation was 51 ( very good) so it is feasible to be tried out.

The trial was done to 23 students in St. Francis Sikabaluan elementary school. The trial was done both at home and outside the classroom. The result of the students’ perception after the trial was 86.9 percent of the students know that mangroves which are not maintained properly can cause the erosion. 93.3 percent of the students understand that one of the ways to take care of the mangrove is by not revoking wild. 95.6 percent of students are aware of the importance of loving the environment.

(13)

x PRA KATA

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (TYME), karena atas berkat dan rahmatnya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU MEWARNAI TENTANG POHON BAKAU UNTUK ANAK 6-8 TAHUN DALAM KONTEKS EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan saran, kritik, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

(14)

xi

5. Seluruh dosen dan staff karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.

6. Antonius Samino, S.Ag selaku Kepala Sekolah SDK St.Fransiskus Sikabaluan yang sudah mengijinkan peneliti dalam melakukan penelitian demi terselesaikannya skripsi ini.

7. Para guru dan seluruh siswa-siswi SDK St.Fransiskus Sikabaluan yang sudah meluangkan waktunya bersama peneliti saat mengikuti uji coba produk skripsi ini.

8. Validator yang berkenan memvalidasi produk skripsi ini dengan memberikan komentar dan saran demi perbaikan kualitas produk yang dikembangkan peneliti.

9. Merpin Saogo dan Agustinus Aris, teman penelitian kolaboratif, yang sama-sama berjuang serta saling menyemangati dan memberikan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

10. Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan (KBKK) yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, dan cinta kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata Dharma.

11. Romo Madya Utama, SJ sebagai bapak rohani peneliti yang telah mendampingi peneliti selama studi di PGSD Sanata Dharma.

(15)
(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian………. 6

1.5 Definisi Operasional ... 7

1.6 Spesifikasi Produk yang Diharapkan ... .. 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Kajian Pustaka……… 10

2.1.1 Kepulauan Mentawai ... 10

(17)

xiv

2.1.1.2Latar Belakang Penduduk Masyarakat Mentawai ... 12

2.1.1.3Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Mentawai ... 14

2.1.2 Pohon Bakau sebagai Salah Satu Sumber Hayati Kepulauan Mentawai ... 15

2.1.2.1Definisi Pohon Bakau ... 15

2.1.2.2Manfaat Pohon Bakau ... 17

2.1.2.3Bahaya Pengikisan Pohon Bakau ... 18

2.1.3 Pendidikan sebagai Sarana Empowering ... 20

2.1.3.1Pendidikan Empowering ... 20

2.1.3.2Empowering dalam Pembelajaran ... 23

2.1.4 Perkembangan Anak Usia 6-8 Tahun ... 25

2.1.4.1Psikologis Perkembangan Anak Usia 6-8 Tahun ... 25

2.1.4.2Ciri Sosiologis Anak Usia 6-8 Tahun ... 28

2.1.5 Peran Media Pembelajaran dalam Konteks Pendidikan Arti Media .... 29

2.1.5.1Pengertian Media ... 29

2.1.5.2Tujuan dan Manfaat Media Pembelajaran ... 30

2.1.5.3Macam-Macam Media ... 31

2.2 Penelitian yang Relevan……… .... …33

2.3 Kerangka Berpikir ... 35

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ………...…..………38

3.1 Jenis Penelitian …. ... 38

3.2 Setting Penelitian ... 38

3.2.1 Tempat penelitian ... 38

3.2.2 Subjek Penelitian ... 39

3.2.3 Objek Penelitian ... 39

(18)

xv

3.3 Prosedur Pengembangan ... 39

3.4 Uji Coba Produk ... 43

3.5 Instrumen Penelitian ... 43

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.7 Teknik Analisis Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Hasil Penelitian ……….. ... 53

a. Uji Coba Prototipe Buku di Sikabaluan ... 69

b. Uji Coba di Sikakap ... 71

4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototipe Buku Mewarnai ... 73

4.2 Pembahasan ……… .... 75

1. Prototipe Berisi Gambar-gambar Biota Laut yang Bergantung pada Keberadaan Pohon Bakau ………... ... 77

2. Prototipe menjadi Sarana Pendidikan Cinta Lingkungan Hidup Demi Masa Depan Mentawai yang Lebih Baik………. . 78

3. Prototipe Dikembangkan dalam Bentuk Buku Gambar yang Sesuai dengan Karakteristik Anak Usia 6-8 Tahun……… . 80

(19)

xvi

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN………… ... 84

A. Kesimpulan ……….. .... 84

B. Keterbatasan ………. 85

C. Saran ………. 86

DAFTAR PUSTAKA ………...87

LAMPIRAN …… ... ……….………90

(20)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Pra-Penelitian untuk Guru … . ………. 44

Tabel 2. Lembar Pertanyaan untuk Guru ... 44

Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Pra-Penelitian untuk Anak ... 45

Tabel 4. Pertanyaan Pra-Penelitian untuk Anak ... 46

Tabel 5. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Persepsi Siswa Terhadap Kualitas Buku Mewarnai ... 46

Tabel 6. Instrumen Penelitian Persepsi Siswa Terhadap Kualitas Buku Mewarnai ... 47

Tabel 7. Lembar Validitas Kuesioner kepada Guru ... 49

Tabel 8. Lembar Validitas Kuesioner kepada Anak ... 50

Tabel 9. Skala Likert ... 52

Tabel 10. Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Guru. ... 56

Tabel 11. Hasil Rekapan Kuesioner Pra Penelitian untuk Guru ... 57

Tabel 12. Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak ... 58

Tabel 13. Hasil Rekapan Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak ... 59

Tabel 14. Pedoman Kelayakan Pra Penelitian untuk Guru ... 60

Tabel 15. Hasil Validasi Instrumen Pra Penelitian untuk Guru ... 60

Tabel 16. Pedoman Kelayakan Pra Penelitian untuk Anak ... 61

Tabel 17. Hasil Validasi Instrumen Pra Penelitian untuk Anak... 61

(21)

xviii

Tabel 19. Validasi Ahli Kelautan dan Perikanan ... 66 Tabel 20. Pedoman Kelayakan Prototipe ... 67 Tabel 21. Instrumen Penelitian Persepsi Siswa Terhadap Kualitas

Buku Mewarnai “Memelihara Istana Bakau di Mentawai”

untuk Anak Usia 6-8 Tahun .. ... 73 Tabel 22. Tabel Analisis Instrumen Persepsi Siswa Terhadap

Kualitas Buku ... 75 Tabel 23. Hasil Rekapan Persepsi Siswa Terhadap

(22)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Bagan Penelitian yang Relevan… ... 35 Gambar 2. Bagan Prosedur Pengembangan .. ... 40 Gambar 3. Desain Cover Buku Mewarnai ... 64 Gambar 4. Desain 14 Gambar dalam Buku Mewarnai

(23)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran (1) Kisi-Kisi Instrumen Pra-Penelitian

untuk Guru dan Anak………..1

Lampiran (2) Lembar Pertanyaan Pra Penelitian untuk Guru ………….2 Lampiran (3) Lembar pertanyaan Pra Penelitian untuk Anak ... 8 Lampiran (4) Lembar Validitas Kuesioner kepada Guru ... 10 Lampiran (5) Lembar Validitas Kuesioner kepada Anak ... 12 Lampiran (6) Lembar Kuesioner Validasi Buku oleh

Ahli Kelautan dan Perikanan ... 14 Lampiran (7) Instrumen Penelitian Persepsi Siswa Terhadap

Kualitas Buku Mewarnai “Memelihara Istana

Bakau di Mentawai” untuk Anak Usia 6-8 Tahun ... 16 Lampiran (8) Presensi Kehadiran Workshop “Empowering “

Masyarakat Mentawai dalam Konteks Ekologi,

(24)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) spesifikasi produk yang diharapkan, dan (6) definisi operasional.

1.1Latar Belakang Masalah

Kabupaten Kepulauan Mentawai khususnya di Pulau Sikabaluan dan Sikakap memiliki salah satu kekayaan alam yaitu ekosistem bakau yang tersebar di seluruh pantainya. Selain itu, Mentawai merupakan sebuah daerah kepulauan yang hampir sebagian besar bibir pantainya ditumbuhi dengan pohon bakau. Pada tahun 2007 dan 2010, terjadi gempa bumi dan bencana tsunami yang menyapu bersih semua daerah di bibir pantai selatan kepulauan Mentawai. Tsunami yang terjadi pada tahun 2007 dan 2010 menghancurkan daerah di sekitar pesisir pantai sehingga banyak masyarakat yang meninggal dan kehilangan sumber daya alamnya. Hal tersebut terjadi karena masyarakat di sekitar pantai kurang menyadari pentingnya memelihara pohon bakau sehingga menjadi rentan terhadap tsunami.

(25)

mengakibatkan flora dan fauna khususnya biota laut yang hidup di sekitar bakau terancam punah.

Mengatasi masalah ini, perlu ada kerja sama semua pihak baik di lingkungan masyarakat maupun sekolah. Kesadaran akan pentingnya menjaga kesatabilan atau keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai sangat berpengaruh terhadap kelestarian pohon bakau sehingga masyarakat khususnya anak-anak perlu mendapatkan pendidikan tentang konsep konservasi yang mendidik anak untuk mencintai lingkungan hidup.

Menurut Suryono (2013: 18) manfaat bakau bisa dibagi menjadi 3 bagian yaitu dari segi fisik, biologis, dan ekonomis. Manfaat bakau dari segi fisik, untuk menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi, serta menahan badai atau angin kencang dari laut. Manfaat bakau dari segi biologis, yaitu sebagai tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang; tempat berlindung, bersarang dan berkembang biak berbagai burung dan satwa lain. Sedangkan manfaat bakau secara ekonomis adalah bakau bermanfaat untuk dijadikan kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan baku industri (pupl, tanin, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, kosmetik). Selain itu bakau juga dapat dijadikan sebagai tempat untuk pembibitan ikan, kerang, kepiting, serta tempat wisata, penelitian dan pendidikan.

(26)

diperlukan untuk menyadarkan atau memberdayakan (empowering) masyarakat tentang pentingnya mengkonservasi pohon bakau. Caranya: peneliti membagikan kuesioner kepada 23 anak kelas 1-3 SD St.Fransiskus Sikabaluan pada bulan Februari 2015. Peneliti mendapatkan data: 56.52% anak menjawab pohon bakau yang tidak terawat dapat membahayakan kehidupan ikan-ikan, 69.57% anak menjawab bahwa pohon bakau yang tidak terawat dapat menyebabkan pantai menjadi rusak, 73.91% anak menjawab bahwa pohon bakau yang tidak terawat dapat menyebabkan terjadinya erosi, 96.65% anak mengatakan bahwa perlu buku panduan tentang cara memelihara pohon bakau supaya tidak rusak.

Kuesioner juga peneliti bagikan kepada 14 guru di SD St.Fransiskus Sikabaluan pada bulan Februari 2015. Hasilnya adalah: 100% guru melihat adanya kerusakan pohon bakau di sekitar pantai yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara menebang pohon bakau sembarangan, 92.86% guru mengetahui kerusakan ekosistem bakau dapat menyebabkan terjadinya bahaya erosi dan abrasi, 91.6 % guru menjawab tidak pernah mendapat penyuluhan tentang cara meremajakan bakau, 83.3% guru menjawab jika mereka tidak pernah mengajarkan tentang pentingnya memelihara pohon bakau kepada anak-anak, dan 100% guru menyadari bahwa mereka memerlukan buku panduan yang dapat digunakan untuk menyadarkan anak tentang manfaat pohon bakau.

Data-data tersebut menjadi acuan bagi peneliti melakukan penelitian pengembangan dengan menyusun prototipe berupa buku mewarnai berjudul

“Memelihara Istana Bakau di Mentawai”. Tujuannya menggugah kesadaran anak

(27)

menjadi salah satu kekayaan hayati kepulauan Mentawai. Prototipe buku yang dikembangkan berupa buku mewarnai karena dapat dijadikan sebagai media edukasi untuk membantu perkembangan anak pada usia 6-8 tahun yang sedang berada pada tahap operasional kokret dan intuitif. Kekhasan anak pada tahap tersebut menurut Piaget adalah mampu memperoleh pengetahuan secara simbolik melalui media tertentu dalam memahami sesuatu. Prototipe buku mewarnai yang dikembangkan peneliti dapat menjadi salah satu sarana untuk membantu siswa memperoleh persepsi atau pengetahuan tentang manfaat dan pentingnya merawat pohon bakau. Dengan demikian anak-anak tersebut diharapkan dapat menjadi generasi pembaharu yang memiliki kebiasaan menjaga kelestarian pohon bakau. Inilah konsep empowering (pemberdayaan) yang peneliti maksudkan untuk merealisasikan ide dari Sastrapratedja (2013:14) tentang pentingnya pendidikan yang membantu orang agar bertanggung jawab atas lingkungannya. Oleh sebab itu penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Mewarnai Tentang Pohon Bakau untuk Anak 6-8 Tahun dalam Konteks Empowering Masyarakat

(28)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana prosedur pengembangan prototipe buku mewarnai

“Memelihara Istana Bakau di Mentawai” untuk anak 6-8 tahun dalam konteks empowering masyarakat Mentawai?

1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe buku mewarnai “Memelihara Istana Bakau

di Mentawai” membantu persepsi anak 6-8 tahun tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar (empowering).

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian pengembangan modul konservasi pohon bakau ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.3.1 Menerangkan proses pengembangan prototipe buku mewarnai

“Memelihara Istana Bakau di Mentawai” untuk anak 6-8 tahun dalam konteks empowering masyarakat Mentawai.

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototipe buku mewarnai “Memelihara Istana

Bakau di Mentawai” membantu persepsi anak 6-8 tahun tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar (empowering).

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

(29)

tahun di Sikabaluan dan Sikakap agar dapat memahami tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar (empowering).

1.4.3 Manfaat Praktis a. Peneliti

1.4.4 Penelitian ini dapat memberikan konfirmasi dan sumbangan pemikiran kepada masyarakat Sikabaluan dan Sikakap di Kepulauan Mentawai agar dapat mengkonservasi pohon bakau serta memahami tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar (empowering).

b. Guru

Guru mendapatkan salah satu contoh berupa buku mewarnai agar dapat menyadarkan anak usia 6-8 tahun (kelas 1-3 SD) untuk memelihara dan merawat pohon bakau.

c. Anak

Anak usia 6-8 tahun (kelas 1-3) memiliki salah satu sumber buku mewarnai tentang pentingnya memelihara pohon bakau dan mencintai lingkungan sekitar (empowering).

1.5Definisi Operasional a. Prototipe

(30)

b. Buku mewarnai

Buku mewarnai adalah buku yang digunakan sebagai media edukasi untuk menambah pengetahuan anak kelas bawah dengan cara mewarnai gambar.

c. Pohon Bakau

Pohon bakau adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa dan daerah pinggir tepi pantai yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut

d. Anak usia 6-8 tahun

Perkembangan anak pada usia 6-8 tahun umumnya berada pada tahap operasional kokret dan intuitif. Kekhasan anak pada tahap adalah mampu memperoleh pengetahuan secara simbolik melalui media tertentu dalam memahami sesuatu. Selain itu anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak-anak pada usia 6-8 tahun dapat memahami dan mengelompokkan objek-objek tertentu dengan cara yang berbeda.

e. Empowering

(31)

f. Pulau Sikabaluan dan Sikakap

Pulau Sikabaluan dan Sikakap merupakan dua pulau terbesar dari Kepulauan Mentawai. Pulau Sikabaluan dan Sikakap merupakan daerah kepulauan yang memiliki sumber kekayaan hayati seperti pohon bakau, terumbu karang, rumput laut, berbagai jenis ikan. Kekayaan tersebut menjadi sumber mata pencaharian masayarakat Mentawai pada umumya. 1.6Spesifikasi Produk yang diharapkan

Spesifikasi produk yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

1. Prototipe berupa buku mewarnai “Memelihara Istana Bakau di

Mentawai”

2. Prototipe buku mewarnai terdiri dari cover, kata pengantar, daftar isi, 14 gambar, sumber kepustakaan.

3. Kata pengantar dalam prototipe buku berisi informasi tentang pohon bakau

4. Prototipe buku tersebut terdiri dari 14 gambar dengan keterangan berbahasa Mentawai di bawahnya. Ke- 14 gambar tersebut adalah gambar: pohon bakau dewasa (bakat), pohon bakau muda, pohon bakau kecil, ikan patcengau, ikan tuktukbekbek, ikan sikapla, ikan pamemelak, ikan labo,ikan bue, ikan butekbaga, ikan peddeman, lagguk,tuktuk, dan kopek.

(32)
(33)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan (1) Kajian Pustaka, (2) Penelitian yang Relevan dan (3) Kerangka berpikir.

2.1KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Kepulauan Mentawai

2.1.1.1Geografis Pulau Sikakap dan Pulau Sikabaluan

Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Barat dengan posisi geografis yang terletak di antara 0055’00’’–3021’00” Lintang Selatan dan 98035’00”–100032’00” Bujur Timur dengan luas wilayah tercatat 6.011,35 km2 dan garis pantai sepanjang 1.402,66 km. Secara geografis, daratan Kabupaten Kepulauan Mentawai ini terpisahkan dari Provinsi Sumatera Barat oleh laut, yaitu dengan batas sebelah utara adalah Selat Siberut, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Selat Mentawai serta sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia (mentawaikab.bps.go.id).

(34)

keanekaragaman hayati yang tersedia mempermudah mereka untuk bertahan hidup sesuai dengan kemampuannya.

Mentawai merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari beberapa puluh pulau. Pulau yang paling besar ada tiga, yakni Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan. Di antara ketiga pulau tersebut, pulau yang paling besar adalah Pulau Siberut dengan luas 4.480 km2. Sejak era otonomi daerah, pulau-pulau Mentawai tidak lagi termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Padang Pariaman, melainkan menjadi kabupaten tersendiri, yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan ibukotanya Tuapejat dan termasuk wilayah Provinsi Sumatra Barat.

Pulau Sikabaluan dan Sikakap merupakan daerah kepulauan yang memiliki sumber kekayaan hayati seperti pohon bakau, terumbu karang, rumput laut, berbagai jenis ikan. Kekayaan tersebut menjadi sumber mata pencaharian masayarakat Mentawai pada umumya. Ekosistem pohon bakau dimanfaatkan untuk mencari kepiting, memijah ikan-ikan kecil, dan berbagai kebutuhan hidup lainnya, seperti kayu bakar, perabotan rumah, dll. Adanya terumbu karang yang masih terjaga menjadi mata pencaharian khusus bagi para nelayan untuk mendapatkan ikan, gurita, dan hasil laut lainnya yang bisa dijual. Sedangkan rumput laut biasanya dibudidayakan di sekitar tepi pantai yang lautnya tenang yang terlindungi oleh sekumpulan pohon bakau.

(35)

bagi penduduk yang berada di kawasan Pagai Utara dan Selatan. Penduduknya mayoritas Mentawai, Batak, Jawa, Flores, Nias, Minang, dan sejumlah kecil orang kulit putih. Data Badan Statistik Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah penduduk berjumlah 9.544 jiwa (pencerahnusantara.org).

2.1.1.2 Latar Belakang Penduduk Masyarakat Mentawai

Hidaya, Z. (1997: 182) mengemukakan bahwa masyarakat Mentawai dalam keadaan asalnya hidup dalam kesatuan sosial ekonomi yang sederhana, berdasarkan persamaan derajat, tidak ada kelompok pemimpin dan budak dikalangan mereka. Tanah yang subur dan kaya akan alam membuat masyarakat Mentawai dengan mudah mendapatkan makanan hasil ladang atau kebun dan hasil pantai. Pada zaman dahulu, cara hidup masyarakat Mentawai adalah mengelompok pada pemukiman yang disebut UMA. Namun sekarang khususnya di Sikakap, masyarakat sudah hidup seperti kebanyakan orang pada zaman ini.

(36)

menyeimbangkan roh dan raga tersebut, dilakukan upacara keagamaan pesta (punen) atau puliaijat yang dipimpin oleh para pemimpin adat (sikerei). Jadi secara etnografis, kehidupan masyarakat Mentawai sangatlah dekat dan bergantung pada alam karena menganut sistem kepercayaan yang percaya terhadap benda-benda dan tumbuh-tumbuhan dianggap mempunyai jiwa dan roh yang dapat berfikir seperti manusia dan dipakai oleh masyarakat dalam bentuk larangan-larangan (tabu). Peneliti melihat bahwa kedekatan dan ketergantungan masyarakat Mentawai terhadap alam merupakan salah satu satu peluang yang baik untuk mengedukasi mereka tentang cara mengkonservasi alam.

Kehidupan ekonomis masyarakat Mentawai masih menggantungkan diri terhadap hasil ladang (kebun), bercocok tanam, nelayan, dan pedagang. Masyarakat yang bekerja sebagai nelayan cenderung menjadikan ekosistem pohon bakau sebagai tempat mata pencaharian mereka untuk mencari kepiting, memancing ikan, dan sebagian ada yang membudidayakan rumput laut. Kepiting, ikan-ikan, dan rumput laut yang mereka dapatkan kemudian dijual kepada pedagang. akan tetapi juga dapat diolah sendiri (khususnya rumput laut).

Masyarakat yang menjadi petani, setiap hari bercocok tanam untuk menghasilkan sagu, keladi, ubi-ubian yang menjadi makanan pokok penduduk Mentawai. Meskipun sekarang ada sebagian masyarakat yang mengolah lahan pertanian untuk menanam padi.

(37)

masyarakat yang melakukan jual beli kebutuhan. Nelayan, petani, dan pedagang merupakan pekerjaan sehari-hari namun mereka belum bisa mengembangkan profesi ini secara maksimal karena keterbatasan pengetahuan dan banyak masyarakat yang tingkat pendidikannya masih rendah.

2.1.1.3 Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Mentawai

Latar belakang pendidikan masyarakat Mentawai secara umum masih berada di tingkat yang rendah. Sebelum masuknya pengaruh kebudayaan luar pada setengah abad yang lalu masyarakat Mentawai masih hidup dalam taraf peradaban neolitik. Mata pencaharian utama mereka adalah meramu sagu dan berburu. Setiap anak laki-laki sejak kecil sudah diajarkan untuk berburu sehingga kelak ketika sudah dewasa setiap anak laki-laki tersebut mengetahui cara berburu yang baik (Hidaya, 1997: 182). Dengan latar belakang budaya seperti ini, pendidikan bukan hal yang menjadi prioritas. Orang tua cenderung tidak mengijinkan anak-anaknya bersekolah karena bagi para orangtua berburu lebih penting dari pada bersekolah.

(38)

bakar. Tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah ini sangat memprihatinkan karena mereka tidak bisa merawat bakau dan sebagian kekayaan hayati lainnya.

Peneliti berupaya menumbuhkan kesadaran para orang tua tentang pentingnya anak mengenyam pendidikan. Selain itu, peneliti juga menghendaki agar anak-anak dapat merawat bakau sebagai salah sayu kekayaan hayati di Mentawai. Masyarakat di Mentawai khususnya anak-anak perlu mendapatkan pendidikan yang layak dan baik agar mereka mendapatkan pemahaman mengenai alam, laut, dan lingkungan sekitar khususnya pohon bakau yang saat ini banyak mengalami keusakan.

2.1.2 Pohon Bakau sebagai Salah Satu Sumber Hayati Kepulauan Mentawai 2.1.2.1 Definisi Pohon Bakau

Pohon bakau adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat payau atau individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Hutan bakau juga dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Pohon bakau (mangrove) biasa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara 32 Lintang Utara dan 38 Lintang Selatan (Suryono, 2013: 56).

(39)

luas di daerah delta dan aliran sungai yang besar dengan muara yang lebar. Bakau merupakan istilah yang sering dipakai untuk tumbuhan mangrove secara keseluruhan, namun nama ilmiahnya sendiri dari bakau adalah Rhizophora sp. Saputro et Al. (Suryono, 2013) mengatakan bahwa mangrove atau bakau adalah sekelompok tumbuhan, terutaman golongan halopit yang terdiri dari beragam jenis, dari suku tumbuhan yang berbeda-beda tetapi mempunyai persamaan dalam hal adaptasi morfologi dan fidiologi terhadap habitat tumbuhannya dan genangan pasang surut air laut yang mempengaruhinya. Pengertian tersebut hampir sama dengan pendapat Purnobasuki (2005) yang mengatakan bahwa mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaaruhi oleh arus pasang surut air laut dan juga tumbuh pada pantai karang atau daratan terumbu karnag yang berpasir tipis atau pada pantai berlumpur.

Ciri-ciri lingkungan hutan mangrove adalah:

a. Tumbuh pada daerah yang memiliki jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir,

b. Tergenang air laut atau air payau secara teratur,

c. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.

(40)

akarnya yang masih kecil sehingga mudah untuk dicabut dan dipindahkan ke tempat lain. Sedangkan pohon bakau muda dan tua yang memiliki akar kuat berfungsi sebagai peredam hantaman gelombang dan ombak. Kekuatan angin dan badai dahsyat akan berkurang ketika mencapai ekosistem pohon bakau yang memiliki hutan lebat (Gufran, 2012: 65). Jadi, pohon bakau (mangrove) perlu dijaga dan dirawat agar dapat tumbuh besar sehingga bisa melindungi pantai dari hantaman gelombang (tsunami) dan ombak.

2.1.2.2 Manfaat Pohon Bakau

Tumbuhan pohon bakau selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang).

Beberapa manfaat dari pohon bakau menurut Suryono (2013: 71) adalah sebagai berikut:

a. Peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, serta penahan lumpur dan sedimen,

b. Menghasilkan serat untuk keset dan bahan bangunan (kayu),

c. Menyediakan bahan baku untuk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik,

(41)

e. Menghasilkan madu, kepiting, udang, tiram, kerang-kerangan dan ikan serta makanan bagi binatang. Pohon bakau (mangrove) juga merupakan tempat terbaik bagi budidaya ikan air payau dalam keramba.

f. Memberikan tempat tumbuh untuk udang dan ikan yang berimigrasi ke area pohon bakau (mangrove) ketika muda, dan kembali ke laut ketika mendekati usia matang seksual. Selain itu udang karang dan ikan yang bereproduksi di hulu sungai (freshwater upstream) dan bermigrasi pada masa mudanya karena makanan berlimpah di daerah pohon bakau (mangrove).

g. Sebagai tempat hidup jenis ikan dan kerang, seperti patcengau, tuktukbekbek,sikapla, pamemelak, labo,bue, butekbaga, peddeman, lagguk,tuktuk, dan kopek (diterjemahkan dalam bahasa Mentawai)

h. Sebagai tempat wisata

Jadi, Pohon bakau memiliki nilai yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan keberlangsungan hidup biota laut.

2.1.2.3Bahaya Pengikisan Pohon Bakau

Bahaya pengikisan pohon bakau bagi pantai merupakan sebuah bencana bagi masyarakat yang hidup di daerah tepi pantai khususnya bagi pantai itu sendiri dan biota laut. Melihat dari fungsinya pohon bakau (mangrove) memiliki manfaat untuk menghindari bahaya pengikisan pohon bakau seperti berikut ini:

a. Bagi Pantai

(42)

dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah, mempercepat perluasan lahan, melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan dan gelombang serta angin kencang. Jika terjadi pengikisan pohon bakau maka perlahan-lahan pantai akan terkikis habis, erosi yang gampang terjadi, dan daerah yang berada di belakang mangrove akan terkena hempasan gelombang dan angin kencang.

b. Bagi Biota Laut

Hutan bakau (mangrove) merupakan habitat alami bagi berbagai biota laut. Seperti udang, berbagai jenis ikan dan sejenisnya. Karenanya, sangat keliru jika ada yang dengan sengaja menebang hutan mangrove untuk tujuan memperluas tambak karena tindakan tersebut dapat merusak kelestarian biota-biota laut.

Naamin (Suryono, 2013: 21) mengungkapkan bahwa kerusakan pohon bakau (mangrove) akan berdampak pada penurunan volume dan keragaman jenis ikan yang ditangkap, seperti jenis ikan (patcengau, tuktukbekbek,sikapla, pamemelak, labo,bue, butekbaga, peddeman, lagguk,tuktuk, dan kopek) menjadi langkah/sulit didapat dan jenis ikan menjadi hilang atau tidak pernah lagi tertangkap. Selain itu hasil laporan Amala (2004) dalam Suryono (2013:22) menyatakan bahwa rusaknya ekosistem pohon bakau (mangrove) menyebabkan berkurangnya secara nyata kelimpahan kepiting bakau (Scylla serrata).

c. Mencegah Tsunami

(43)

(2013: 20) menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizipora) memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami ketika menjalar melalui rumpun tersebut. Data pasca tsunami 26 Desember 2004 yang melanda Asia dengan pusat di pantai barat Aceh terdapat fakta bahwa hutan bakau (mangrove) yang kompak mampu melindungi pantai dari kerusakan akibat tsunami. Demikian juga hal sama dijumpai pada kawasan pantai dengan hutan pantai yang baik akan mampu meredam dampak kerusakan tsunami (WIIP, 2005).

2.1.3 Pendidikan sebagai Sarana Empowering 2.1.3.1Pendidikan Empowering

Kata “empowerment” dan “empower” diterjemahkan dalam bahasa indonesia menjadi pemberdayaan dan memberdayakan. Menurut Merriam Webster dan Oxfort English Dictionery (Prijono & Pranarka, 1996:3) mengandung dua pengertian yaitu: pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan.

Pendidikan menurut Rechey (Syam, 2003:3-4) dalam bukunya, Planing for Teaching, an Introduction, menjelaskan bahwa pendidikan adalah:

(44)

is an essensial social activity by which cummunities continue to exist. In complex communities, this function is specialized and institutionalized in formal education, but there is always the education outside the school with which the formal process in related”.

(Prof. Richey dalam bukunya ‘Planning for teaching, an Introduction to Education’ menjelaskan Istilah ‘Pendidikan’ berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi baru) bagi penuaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat). Definisi pendidikan menurut Rechey sependapat dengan Syam (2003: 4) yang mengemukakan bahwa proses pendidikan jauh lebih luas dari pada proses yang berlangsung di sekolah sehingga pendidikan merupakan suatu aktivitas sosial penting yang berfungsi untuk mentransformasikan keadaan suatu masyarakat menuju keadaan yang lebih baik.

Pendidikan empowering menurut Sastrapratedja (2013: 14) pemberdayaan atau empowerment dapat diartikan sebagai kekuatan atau keberdayaan. Dalam istilah powerment, power diartikan sebagai 1) daya untuk berbuat (power to), 2) kekuatan bersama (power-with), dan kekuatan dari dalam (power-within).Power-to adalah kekuatan yang kreatif, yang membuat seseorang mampu melakukan sesuatu. Hal ini merupakan aspek individual dari pemberdayaan, yaitu membantu orang agar ia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, bekerja dan membangun berbagai keterampilan dan pengetahuan.

(45)

Education may increase women’s bargaining power within their households because it endows them with knowledge, skills, and resources to make life choices that improve their welfare (Duflo, 2012; Lundberg & Pollak, 1993). Estimation of the effects of education on empowerment, however, is difficult because women’s preferences, family background, and community characteristics that affect both education and empowerment may be unobserved”.

Duflo (Lasibani & Kamal, 2010) menyatakan bahwa pendidikan dapat meningkatkan kekuatan perempuan dalam rumah tangga mereka karena dengan pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya mereka mampu untuk membuat pilihan hidup yang meningkatkan kesejahteraan mereka. Perkiraan efek pendidikan pemberdayaan sulit karena preferensi perempuan, latar belakang karakteristik keluarga, dan masyarakat yang mempengaruhi baik pendidikan dan pemberdayaan mungkin tidak teramati . Jika karakteristik teramati berkorelasi dengan pendidikan dan pemberdayaan perempuan, perkiraan paling biasa persegi efek pendidikan akan menjadi biasa.

(46)

power-within, yaitu kekuatan spritual yang ada dalam diri peserta didik. Power-within inilah yang membuat manusia lebih manusiawi karena disitu dibangun harga diri manusia dan penghargaan terhadap martabat manusia dan nilai-nilai yang mengalir dalam martabat itu.

2.1.3.2Empowering dalam Pembelajaran

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari pengertian ini tersirat bahwa dalam pembelajaran itu adanya dua hal yaitu adanya aktivitas individu siswa dan adanya lingkungan yang dikondisikan secara khusus untuk mengarahkan aktivitas siswa.

(47)

Pembelajaran yang berkutat di kelas dan lingkungan sekolah secar terus menerus bisa membosankan bagi anak-anak. Petualangan yang terbuka akan memantikkan kegembiraan, menghidupkan semangat, dan membuat belajar lebih menyenangkan. Outdoor learning efektif untuk pengembangan karakter dan wawasan anak, karena merupakan miniatur dari kehidupan yang sesungguhnya sesuai dengan konsep pemberdayaan (empowering) dalam upaya perubahan dan pertumbuhan dalam diri peserta didik dan perilaku yang tidak selalu mengutamakan perkembangan kognitif semata tetapi kepada peningkatan kemampuan individual untuk membentuk atau mengorganisir terus menerus hubungannya dengan dunia internal dan eksternal. Salah satu kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas adalah conseravtion scot: program pengenalan konservasi lingkungan pada anak (conservation scot) pernah dilakukan oleh Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) kepada anak-anak usia dini dan sekolah dasar (3-12 tahun). Tujuan dari program ini adalah untuk menanamkan pendidikan karakter cinta lingkungan pada anak-anak. Davis (1998) dalam Sari, W (2014:34) menuliskan bahwa hubungan antara anak dengan alam sekitarnya merupakan landasan yang penting untuk membangun hubungan yang baik antara manusia dengan alam. Secara alami, anak adalah penjelajah alami. Mereka mengobservasi dan meneliti lingkungan di sekitar mereka secara alami dan belajar darinya (learning by doing).

(48)

menanam bakau merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan kesadaran kepada anak-anak betapa pentingnya menjaga dan melestarikan pohon bakau untuk kelangsungan hidup semua mahkluk hidup.

2.1.4 Perkembangan Anak Usia 6-8 Tahun

2.1.4.1Psikologis Perkembangan Anak Usia 6-8 Tahun

Piaget (Suparno, 2001:25) berpendapat bahwa pemikiran kanak-kanak berbeda pada masing-masing tingkatan. Ia membagi perkembangan pemikiran kanak-kanak menjadi empat tahap, yaitu tahap sensorimotorik, tahap praoperasional konkret, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal. Setiap tahap tersebut mempunyai tugas perkembangan kognitif yang harus diselesaikan. Penelitian ini akan fokus membahas tentang tahap praoperasioanal konkrit sesuai dengan anak usia 6-8 tahun.

(49)

Sedangkan pada tahap intuitif ini menjadi langkah mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun) dan anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstraks. Pada penelitian ini, prototipe buku mewarnai merupakan media yang peneliti gunakan untuk mengembangkan pengetahuan anak terhadap manfaat pohon bakau dan pentingnya memelihara pohon bakau dan lingkungan sekitar.

Oleh sebab itu, penelitian ini dikategorikan pada tahap praoperasional konkrit dan intuitif karena pada tahap tersebut anak dapat memahami dan menggambarkan suatu konsep melalui media gambar. Melalui gambar, anak-anak dapat memahami pesan yang ingin disampaikan.

Adapun karakteristik tahap ini adalah :

1. Anak dapat mengelompokkan beberapa objek meskipun kurang disadarinya.

2. Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks.

3. Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.

4. Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya sehingga anak memahami bahwa jumlah objek adalah tetap sama meskipun objek itu dikelompokkan dengan cara yang berbeda.

(50)

suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Misalnya masa peka untuk berbicara pada periode ini tidak terlewati maka anak akan mengalami kesukaran dalam kemampuan berbahasa untuk periode selanjutnya. Masa-masa sensitif anak pada usia ini menurut Montessori mencakup sensitivitas terhadap keteraturan lingkungan, mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan, berjalan, sensitivitas terhadap obyek-obyek kecil dan detail, serta terhadap aspek-aspek sosial kehidupan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini periode sensitifitas anak diolah melalui kegiatan mewarnai dan menggambar. Selain itu dalam mengeksplorasi lingkungan dengan tangan dan berjalan, peneliti mengajak anak-anak untuk melihat dan menanam secara langsung pohon bakau di tepi pantai.

Masa anak merupakan suatu fase yang sangat penting dan berharga, serta merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia (a noble and malleable phase of human life). Oleh karenanya masa anak sering dipandang sebagai masa emas (golden age) bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang (karakter).

(51)

2.1.4.2Ciri Sosiologis Anak Usia 6-8 Tahun

Erikson (Nuryanti, 2008: 25) menyatakan delapan tahap perkembangnan Psikologi Sosial Anak yang dimana pada usia sekolah dasar anak usia tersebut berada pada tahap empat yaitu Industry vs. Inferiority (Tekun vs. Rasa rendah diri). Tahap ini dilalui ketika anak berusia sekitar 6 sampai 12 tahun. Pada tahap ini anak-anak mempelajari keterampilan yang lebih formal, seperti: (a) berhubungan dengan teman sebaya berdasar pada aturan-aturan tertentu dan (b) berkembang dari pola bermain yang bebas menuju permainan yang menggunakan aturan dan memerlukan kerjasama kelompok. Peneliti melihat bahwa pada usia 6-8 tahun anak-anak dapat mengembangkan aspek-aspek sosial kehidupan mereka melalui kerja sama kelompok, yakni memiliki kesadaran untuk memelihara pohon bakau dan peduli terhadap lingkungan sekitar (empowering).

Anak-anak yang berhasil melalui tahap ini akan menjadi anak yang memiliki rasa percaya dan rasa aman yang tinggi dan memiliki inisiatif. Kesempatan inilah yang menginspirasi peneliti mengembangkan prototipe buku mewarnai yang memberikan dorongan bagi anak Mentawai, mengarahkan rasa percaya dan rasa aman serta inisiatif yang tinggi untuk melindungi kekayaan alamnya seperti pohon bakau. Selain itu, anak usia sekolah dasar masih sangat mudah dibentuk pola pikir dan karakter akan cinta terhadap lingkungan. Seperti yang dinyatakan oleh J. Piaget dan L. Kohlberg (Gunarsa & Yulia, 2008: 69) bahwa anak usia 6-12 tahun mengalami

tahap perkembangan moral secara teratur mulai dari kosep ‘tingkah laku baik’

(52)

selajutnya ‘mencuri adalah salah’ sampai dengan kejujuran, hak milik, keadilan dan

kehormatan.

Peneliti melihat bahwa pada usia 6-8 tahun anak memiliki kemampuan yang cepat beradaptasi dengan lingkungan bermain, mudah mengikuti pola dinamika belajar yang menyenangkan sehingga dapat memungkinkan anak-anak juga senang dengan hal-hal yang berbau cerita dan mewarnai gambar. Pada masa ini, anak-anak juga memiliki dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain salah satunya adalah menanam pohon bakau.

2.1.5 Peran Media Pembelajaran Dalam Konteks Pendidikan Arti Media 2.1.5.1Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad, 2011:3). Menurut Gerlach & Ely (Arsyad, 2009), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi dan kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Sedangkan menurut Criticos (Daryanto, 2011: 4) media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan.

(53)

bentuk komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana untuk menyampaikan pesan. Bentuk-bentuk stimulus dapaat dipergunakan sebagai media, diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia, realitas, gamabr bergerak atau tidak, tulisan dan suara yang direkam.

2.1.5.2Tujuan dan Manfaat Media Pembelajaran

Tujuan dan manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Media Pembelajaran

Tujuan media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran untuk: a. Mempermudah proses pembelajaran di kelas,

b. Meningkatkan efisiensi proses pembelajaran,

c. Menjaga relevansi antara materi pelajaran dengan tujuan belajar, d. Membantu konsentrasi pembelajar dalam proses pembelajaran. 2. Manfaat Media Pembelajaran

Manfaat media pembelajaran baik secara umum maupun khusus sebagai alat bantu pembelajaran bagi pengajar dan pembelajar. jadi manfaat media pembelajaran adalah:

a. Pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar,

(54)

c. Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata lisan pengajar, pembelajar tidak bosan, dan pengajar tidak kehabisan tenaga,

d. Pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan penjelasan dari pengajar tetapi bisa melakukan pengamatan, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain

2.1.5.3Macam-macam Media

Setelah mengetahui tujuan dan manfaat media pembelajaran, alangkah baiknya kita juga perlu mengetahui media apa yang bisa digunakan untuk bisa menarik perhatian siswa dan menumbuhkan semangat belajar mereka. Media yang digunakan pun harus berdasarkan kriteria siswa yang diajarkan. Dalam konteks ini, media yang baik digunakan untuk anak kelas 1-3 SD dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Gambar dan Lukisan

(55)

2. Menggunting dan menempel

Menggunting dan menempel merupakan salah satu kegiatan yang menarik bagi anak kecil. Kegiatan ini dapat merangsang kreativitas anak dalam memilih dan menyusun apa yang sedang diguntingnya, seperti potongan huruf, dan lain-lain.

3. Poster

Poster tidak saja penting untuk menyampaikan kesan-kesan tertentu, tetapi mampu pula untuk memengaruhi dan memotivasi tingkah laku yang orang yang melihatnya. Poster adalah gambar dengan ukuran besar dan memberi tekanan pada satu atau dua ide pokok yang divisualisasikans ecara sederhana dan jelas. 4. Menjiplak

(56)

5. Mewarnai

Mewarnai merupakan kegiatan memberi warna pada suatu media tertentu atau pada media bergambar. Mewarnai merupakan suatu keterampilan yang disukai oleh anak, khususnya anak-anak usia 3-9 tahun sebab mewarnai menjadi media bagi mereka untuk menuangkan segala imajinasi dan inspirasi tentang segala hal yang mungkin pernah disentuh atau yang mereka alami (Niluh, 2010).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan media berupa buku mewarnai karena dapat dijadikan sebagai media edukasi untuk membantu perkembangan anak pada usia 6-8 tahun yang sedang berada pada tahap operasional kokret dan intuitif. Kekhasan anak pada tahap tersebut menurut Piaget adalah mampu memperoleh pengetahuan secara simbolik melalui media tertentu dalam memahami sesuatu. Prototipe buku mewarnai yang dikembangkan peneliti dapat menjadi salah satu sarana untuk membantu siswa dalam memperoleh persepsi atau pengetahuan tentang manfaat dan pentingnya merawat pohon bakau

2.2PENELITIAN YANG RELEVAN

Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu :

(57)

pola dan teknik penanaman mangrove), aspek sosial (jumlah dan kepadatan penduduk, peran serta dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove), aspek kelembagaan (dukungan Pemerintah Kota Balikpapan, dukungan Peraturan Perundangan, Partisipasi BLH, dan kalangan Perguruan Tinggi) dengan tujuan untuk membentuk suatu kepedulian masyarakat dan unsur ekowisata dalam upaya rehabilitasi mangrove.

Kedua, Penelitian ini berjudul “Kampanye Edukasi Eksplorasi Terumbu Karang untuk Anak Sekolah Dasar di Bali melalui Desain Komunikasi Visual” yang ditulis oleh Kadek Karina Kurniawan (Kurniawan, 2013). Dalam penelitian ini dibahas bahwa tujuannya adalah bagaimana menciptakan media komunikasi visual yang membantu anak dalam proses edukasi. Pentingnya desain panduan praktikum yang menarik perhatian anak serta mempermudah anak lebih memahami apa yang dia pelajari dan juga terjadi sebuah konsep belajar yang “fun” yang biasa di sebut dengan education with fun. Konsep terseebut merupakan penggambaran dari proses edukasi atau pembelajaran untuk anak dengan cara menyenangkan sehingga komunikasi berjalan efektif.

(58)

peneliti mendapatkan inspirasi untuk membuat suatu desain pembelajaran berupa buku mewarnai. Apabila dibuat dalam bentuk skema, maka konsepnya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan

2.3KERANGKA BERPIKIR

Ide dari Edi Mulayadi, dkk tentang strategi pengembangan hutan mangrove dan dari Kadek Karina Kurniawan tentang menciptakan media komunikasi visual dalam proses edukasi terumbu karang, menginspirasi peneliti untuk mengembangkan prototipe buku mewarnai. Prototipe yang peneliti kembangkan berupa buku mewarnai

Penelitian II hutan mangrove di sungai Wain

Balikpapan melalui konsep ekowisata.

Pengembangan Prototipe Buku Mewarnai tentang Pohon Bakau untuk Anak 6-8 Tahun dalam Konteks “Empowering” Masyarakat

(59)

dengan judul “Memelihara Istana Bakau di Mentawai”. Prototipe buku tersebut dapat

dijadikan sarana pembelajaran (baik di dalam maupun di luar kelas) untuk menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya mengkonservasi pohon bakau yang menjadi salah satu kekayaan hayati kepulauan Mentawai.

Masyarakat Mentawai mempunyai tingkat pendidikan yang cukup rendah. Melihat dunia pendidikan di Mentawai khususnya di tingkat SD yang masih rendah, minimnya bahan ajar salah satunya buku, dan minimnya media pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajar, maka sebagai calon guru ikut menyumbangkan pemikiran untuk menyediakan salah satu media buku mewarnai karena buku merupakan media yang penting untuk belajar. Media buku gambar itu penting karena anak dapat mengeskpresikan perasaannya atau memberikan pada anak suatu cara untuk berkomunikasi, tanpa menggunakan kata (berkaitan dengan imajinasi).

(60)

pergeseran garis pantai sehingga dapat menyebabkan abrasi, habitat biota laut yang terancam, dan potensi bahaya terhadap tsunami.

Hal tersebut membuat peneliti menjadi prihatin sehingga peneliti terdorong untuk menyusun prototipe buku berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Mewarnai Tentang Pohon Bakau Untuk Anak 6-8 Tahun dalam Konteks Empowering Masyarakat Mentawai”. Prototipe yang peneliti susun berupa buku mewarnai

berjudul “Memelihara Istana Bakau di Mentawai” terdiri dari empat belas gambar dengan keterangan berbahasa Mentawai di bawahnya. Ke- 14 gambar tersebut adalah gambar: pohon bakau dewasa (bakat), pohon bakau muda (simatuak), pohon bakau kecil (bakat sigoisok), ikan patcengau, ikan tuktukbekbek, ikan sikapla, ikan pamemelak, ikan labo,ikan bue, ikan butekbaga, ikan peddeman, lagguk,tuktuk, dan kopek. Nama-nama biota laut tersebut disusun dengan nama lokal Mentawai supaya mempermudah anak-anak untuk mengenal dan merawatnya.

2.4PERTANYAAN PENELITIAN

Adapun pertanyaan penelitian ini adalah:

1.6.1 Bagaimana prosedur pengembangan prototipe buku mewarnai “Memelihara

Istana Bakau di Mentawai” untuk anak 6-8 tahun dalam konteks empowering masyarakat Mentawai?

1.6.2 Bagaimana kualitas prototipe buku mewarnai “Memelihara Istana Bakau di

(61)

38 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan, yang biasa dikenal dengan penelitian R & D (Research and Development). Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu (Sugiyono, 2010: 297). Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan produk berupa

prototipe buku mewarnai dengan judul “Memelihara Istana Bakau di Mentawai”. Buku mewarnai tersebut terdiri dari 14 kumpulan gambar-gambar pohon bakau dan berbagai jenis ikan yang hidup di area pohon bakau yang diberi keterangan dengan menggunakan bahasa Mentawai.

Prototipe buku tersebut berguna untuk menyadarkan masyarakat Mentawai khususnya anak-anak dalam upaya melestarikan pohon bakau di SD St.Fransiskus Sikabaluan dan di Dusun Kosai Baru, Sikakap.

3.2SETTING PENELITIAN 3.2.1 Tempat Penelitian

(62)

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah 23 siswa-siswi kelas 1-3 di SD St. Fransiskus serta 14 guru SDK St.Fransiskus Sikabaluan dan 6 anak di Dusun Kosai Baru, Sikakap.

3.2.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengembangan prototipe buku mewarnai mewarnai tentang pohon bakau untuk anak 6-8 tahun dalam konteks empowering di SD St.Fransiskus Sikabaluan dan Dusun Kosai Baru, Sikakap.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan satu tahun, terhitung mulai dari bulan Januari 2015 sampai Januari 2016. (Terlampir)

3.3PROSEDUR PENGEMBANGAN

(63)

Pengembangan Prototipe Buku Mewarnai tentang Pohon Bakau untuk Anak 6-8 Tahun dalam Konteks Empowering Masayarakat Mentawai

Bagan 3.3 Prosedur Pengembangan sebagai salah satu kekayaan hayati.  Masalah: kebiasaan masyarakat

yang melakukan penebangan pohon bakau secara liar untuk bahan bangunan dan kayu bakar.

 Wawancara

 Pembagian lembar kuesioner guru  Pembagian lembar kuesioner anak

 Menentukan beberapa gambar pohon bakau dan biota laut  Membuat sketsa

 Merancang prototipe buku mewarnai “Memelihara Istana Bakau di Mentawai”.

 Validator dengan latar belakang ilmu kelautan dan perikanan

 Revisi prototipe buku mewarnai berdasarkan saran validator

 Uji coba di SD St.Fransiskus Sikabaluan

(64)

a. Potensi dan Masalah

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh potensi dan masalah tentang pohon bakau yang ditemukan oleh peneliti melalui analisis kebutuhan kepada 14 guru dan 23 orang anak yang berada di SDK. St. Fransiskus Sikabaluan. Analisis kebutuhan dilakukan dengan membagikan lembar kuesioner. Pembagian lembar kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui apakah anak-anak membutuhkan sebuah buku mewarnai tentang pohon bakau dalam meningkatkan pemahaman mereka akan pohon bakau. Kuesioner untuk guru bertujuan untuk mengetahui apakah mereka membutuhkan buku mewarnai tentang pohon bakau yang dapat dijadikan media pembelajaran untuk membantu pemahaman anak tentang pentingnya menjaga dan melestarikan pohon bakau.

b. Pengumpulan Data

(65)

c. Desain Produk

Dari data hasil kuesioner yang berkaitan dengan kurang adanya kesadaran anak maupun guru (sebagai bagian dari masyarakat Mentawai) yang kurang peduli terhadap kelestarian pohon bakau, peneliti mendesain sebuah buku mewarnai. Buku mewarnai tersebut diperuntukkan untuk anak usia 6-8 tahun. Desain produk diawali dengan menentukan gambar-gambar yang akan dipakai dalam buku mewarnai tentang pohon bakau. Setelah menentukan gambar-gambar tersebut peneliti mencoba menggambar sketsa beberapa pohon bakau dan biota laut, seperti ikan-ikan dan jenis kerang yang hidup di ekosistem pohon bakau. Pada tahap ini, peneliti merancang dan menyusun prototipe buku mewarnai tentang pohon bakau agar gambar-gambar yang terkandung di dalam buku tersebut dapat meningkatkan pemahaman anak-anak terhadap pohon bakau. d. Validasi Desain

Produk yang peneliti kembangkan divalidasi oleh seorang dosen dengan latar belakang pendidikan kelautan dan perikanan. Validasi desain produk ini bertujuan untuk mendapatkan kritik dan saran serta penilaian produk yang dikembangkan. Melalui kritik dan saran maka peneliti dapat menemukan kelebihan dan kekurangan dari produk yang dikembangkan.

e. Revisi Desain

(66)

dari produk buku mewarnai tentang pohon bakau menjadi lebih baik dan mudah dipahami oleh anak-anak usia 6-8 tahun.

3.4UJI COBA PRODUK

Uji coba produk dilakukan dengan mengumpulkan berbagai informasi dalam menentukan kualitas buku mewarnai tentang pohon bakau. Data tersebut diperoleh dari validator dengan latar belakang ilmu kelautan dan perikanan yang digunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan produk buku mewarnai

“Memelihara Istana Bakau di Mentawai”. Berdasarkan hasil validasi tersebut, maka produk dapat diuji cobakan kepada siswa SDK. St.Fransiskus,Sikabaluan dan di Dusun Kosai Baru, Sikakap. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui apakah buku mewarnai tersebut dapat membantu persepsi anak 6-8 tahun tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar (empowering).

3.5INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti menyusun tiga instrumen yaitu: (a) instrumen pra penelitian untuk guru, (b) instrumen pra-penelitian untuk anak, (c) instrumen uji coba untuk mengetahui persepsi siswa terhadap kualitas buku mewarnai

“Memelihara istana bakau di Mentawai” untuk anak usia 6-8 tahun a. Instrumen Pra Penelitian untuk Guru

Gambar

Gambar atau lukisan yang berwarna menjadi daya tarik tersendiri bagi siswa
Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan
Tabel 2 Lembar Pertanyaan Untuk Guru
Tabel 3 Kisi-Kisi Instrumen Pra-Penelitian untuk Anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian lapangan diperoleh gambaran industri kecil yaitu Industri Makanan (Pempek dan Krupuk Kemplang), Industri Tenun (songket, jumputan dan blongsong) serta

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang harus dilakukan pihak perpustakaan agar dapat mendukung proses pembelajaran yaitu jumlah eksemplar buku mata pelajaran yang

Dalam mengukur pH suatu larutan dapat dilakukan dengan berbagai cara Dalam mengukur pH suatu larutan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan menggunakan kertas lakmus,

Pola penerapan hidup bersih dan sehat merupakan bentuk dari perilaku berdasarkan kesadaran sebagai wujud dari pembelajaran agar individu bisa menolong diri sendiri

3 1 Rahfendika Berninanto Sidomulyo, RT 24/01, Ngembat Padas, Gemolong, Sragen SMK Akuntansi 003. 4 8 Yuanita Komalasari Karang, RT 011, Karanganyar, Plupuh, Sragen SMK

Adapun jenis tindakan yang dilakukan dalam penelitian tindakan sekolah (PTS) ini adalah sebagai berikut: a) Kepala Sekolah menyampaikan hasil pemantauan terhadap 6

Laporan pengawasan pekerjaan diperlukan untuk mengendalikan kelancaran pelaksanaan pekerjaan yang sedang dikerjakan, sehingga didapat hasil kerja yang sesuai

Target yang ingin dicapai dari pelatihan ini adalah dapat memaksimalkan kompetensi mahasiswa dalam mempersiapkan bekal mengajar ketika menghadapi mata kuliah Praktik Pengalaman