• Tidak ada hasil yang ditemukan

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Pola Memperoleh Kayu Bakar

Pengrajin gula kelapa dalam menggunakan kayu bakar memiliki cara tersendiri seperti cara memperoleh kayu bakar, waktu pengambilan kayu bakar, pengangkutan kayu bakar, dan cara penyimpanan kayu bakar. Kayu bakar diperoleh dengan cara memungut dan memangkas atau membeli. Tabel 10 menyajikan teknik dan intensitas memperoleh kayu bakar yang dilakukan oleh pengrajin gula kelapa.

Tabel 10 Teknik dan Intensitas Memperoleh Kayu Bakar

Intensitas memperoleh kayu bakar

Teknik memperoleh kayu bakar

Total Memungut dan memangkas di hutan rakyat Membeli Tengkulak kayu bakar Penggergajian Setiap hari 17 1 1 19

Satu minggu sekali 0 3 0 4

insidental 47 27 4 77

Total 64 31 5 100

Menutur Sylviani dan Asmanah (2001) cara memperoleh kayu bakar dengan mencari atau membeli. Berdasarkan Tabel 10 menunjukan bahwa sebagian besar pengrajin gula kelapa memperoleh kayu bakar dengan cara memungut dan memangkas sebanyak 64 responden. Hal ini karena mereka umumya petani kecil sehingga dalam usahanya akan melakukan upaya meminimumkan biaya. Oleh karena itu, sebagian besar pengrajin industri gula kelapa memperoleh kayu bakar dengan cara memungut dan memangkas. Para pengrajin gula kelapa menggunakan golok ketika mencari atau mengumpulkan kayu bakar. Golok digunakan untuk memotong kayu bakar sesuai ukuran sehingga mudah dalam pengangkutan. Bagi pengrajin gula

kelapa memperoleh kayu bakar dengan cara memungut dan memangkas menjadi kegiatan yang dilakukan setelah menyadap nira. Kegiatan ini dilakukan untuk mengisi waktu luang mereka sebelum kembali menyadap nira sore harinya. Selain itu kegiatan ini untuk menambah persediaan kayu bakar. Menurut Dewi (1994) cara memperoleh kayu bakar berdasarkan teknik pengambilannya dibedakan menjadi memungut kayu kering (ranting-ranting) yang jatuh dibawah tegakan (lantai hutan), memanjat dan mengambil dengan galah, memanfaatkan pohon tumbang dengan memotong ranting dan cabang, serta menebang pohon. Responden pengrajin gula kelapa yang memperoleh kayu bakar dengan cara membeli sebanyak 36 responden. Mereka membeli kayu bakar dari tengkulak dan penggergajian di sekitar tempat tinggal mereka.

Berdasarkan teknik memperoleh kayu bakar diperoleh sortimen kayu bakar yang berbeda-beda. Pengrajin gula kelapa yang memperoleh kayu bakar dengan cara memungut dan memangkas atau membeli ke tengkulak kayu bakar memperoleh kayu bakar dalam bentuk rencek. Pengrajin gula kelapa yang memperoleh kayu bakar dengan cara membeli ke penggergajian adalah kayu bakar berupa belahan-belahan papan sisa gergajian.

Waktu yang digunakan para pengrajin gula kelapa untuk memperoleh kayu bakar berbeda-beda. Menurut Tabel 10, pengrajin gula kelapa yang mengambil atau membeli kayu bakar setiap hari ada 19 pengrajin. Pengrajin gula kelapa yang mengambil atau mengumpulkan kayu bakar seminggu sekali sebanyak 4 pengrajin dan pengrajin gula kelapa yang lain mengambil atau membeli kayu bakar secara insidental ada 77 pengrajin gula kelapa. Waktu pengambilan kayu bakar secara insidental merupakan waktu mencari kayu bakar yang banyak digunakan oleh responden. Hal ini karena mereka tidak mempunyai jadwal kegiatan yang jelas dan apabila mereka sudah mempunyai banyak persediaan kayu bakar, mereka akan mencari lagi ketika persediaan mulai berkurang.

Kegiatan mengambil atau membeli kayu bakar dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Seorang laki-laki biasanya mengambil atau membeli kayu bakar yang berlokasi jauh dari rumah dan dilakukan setelah selesai

menyadap nira kelapa, sedangkan perempuan biasanya mengambil atau membeli kayu bakar disekitar tempat tinggal mereka. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian Dewi (1994) bahwa pengambilan kayu bakar di hutan dilakukan oleh kaum bapak sedangkan kayu bakar yang diambil dari lahan pekarangan dilakukan oleh kaum ibu walaupun demikian pengambilan kayu bakar dapat dilakukan oleh siapa saja dalam keluarga baik oleh ibu, ayah, atau anak. Menurut Rachmat (1989) biasanya lepas dari aktivitas menyadap nira anggota keluarga laki-laki mencari kayu bakar sebagai bahan bakar.

Para pengrajin gula kelapa lebih sering mengumpulkan atau membeli kayu bakar ketika musim kemarau. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan kayu bakar sebagai persediaan ketika musim hujan. Hal ini karena ketika musim hujan lebih sulit untuk mencari kayu bakar dan kayu bakar yang diperoleh dalam keadaan basah.

Pengrajin gula kelapa menggunakan teknik yang berbeda-beda dalam mengangkut kayu bakar. Menurut Dewi (1994) pengangkutan kayu bakar dari pekarangan, tegalan, dan hutan dilakukan dengan tiga cara antara lain dipikul, disunggi, dan digendong. Dipikul merupakan kegiatan mengangkut kayu bakar dimana dua ikat kayu bakar dipikul seimbang dengan menggunakan bambu, biasanya dilakukan kaum bapak. Disunggi adalah kegiatan mengangkut kayu bakar dimana seikat kayu bakar diletakan di atas kelapa dan biasanya dilakukan oleh kaum ibu. Kegiatan mengangkut kayu bakar dimana seikat kayu bakar diletakan dipunggung dan biasanya dilakukan oleh kaum ibu dinamakan digendong. Berdasarkan hasil wawancara, pengrajin gula menggunakan teknik mengangkut yang berbeda dengan teknik pengangkutan yang dipaparkan oleh Dewi (1994). Perbedaan itu dipengaruhi oleh jumlah kayu bakar yang akan diangkut. Semakin banyak kayu bakar yang akan diangkut, maka pengrajin akan menggunakan alat yang lebih mudah dalam mengangkut kayu bakar. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh beberapa teknik pengangkutan kayu bakar oleh pengrajin gula merah yaitu dengan cara dipikul, digendong, menggunakan becak, dan menggunakan pick up. Tabel 11 disajikan teknik pengangkutan kayu bakar oleh pengrajin gula kelapa di lokasi penelitian.

Tabel 11 Teknik pengangkutan kayu bakar berdasarkan moda angkutan yang digunakan

No Moda angkutan kayu bakar Jumlah responden (orang) Presentase (%)

1 Dipikul 50 50

2 Digendong 37 37

3 Pick up 8 8

4 Becak 5 5

Total 100 100

Pengrajin gula kelapa yang memperoleh kayu bakar dengan cara memungut, memangkas dan membeli kayu bakar kepada tengkulak di sekitar rumahnya mengangkut kayu bakar dengan cara dipikul 50% dan digendong 37%. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa pengangkutan terbanyak dengan cara dipikul. Pengangkutan dengan cara dipikul merupakan pengangkutan kayu bakar yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Pengangkutan ini banyak dilakukan karena kayu bakar yang dibawa relatif sedikit dan dilakukan dalam intensitas yang sering. Selain itu tidak memerlukan biaya pengangkutan. Pengangkutan kayu bakar dengan cara digendong biasanya dilakukan oleh ibu-ibu pengolah gula kelapa. Para pengrajin yang menggunakan alat angkut seperti becak dan pick up, pada umumnya memperoleh kayu bakar dengan cara membeli dari tengkulak dan biasanya dalam jumlah yang cukup besar sehingga tidak memungkinkan untuk dipikul ataupun digendong.

Pada umumnya, kayu bakar yang telah diperoleh dengan cara dikumpulkan sendiri maupun dengan cara dibeli dari tengkulak atau penggergajian tidak langsung digunakan seluruhnya. Kadang kala kayu bakar tersebut disimpan di tempat penyimpanan untuk digunakan di hari-hari berikutnya. Para pengrajin industri gula kelapa di Kecamatan Wangon mempunyai tempat untuk menyimpan kayu bakar yang berada pada lokasi berbeda-beda. Tempat ini digunakan untuk menyimpan persediaan kayu bakar yang mereka peroleh. Bermacam-macam jenis tempat menyimpan kayu bakar disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Tempat penyimpanan kayu bakar

No Tempat penyimpanan kayu bakar Jumlah responden (orang) Presentase (%)

1 Dapur 32 32

2 Di luar rumah 44 44

3 Gubug penyimpanan kayu bakar 24 24

Tabel 12 menyatakan bahwa para pengrajin industri gula kelapa dari 100 responden terdapat 32 responden yang menyimpan kayu bakar di dapur. Tempat menyimpan kayu bakar di dapur yaitu biasanya kayu bakar disimpan di dapur dekat dengan tempat memasak gula kelapa. Terdapat 44 responden yang menyimpan kayu bakar di luar rumah. Mereka memanfaatkan bagian yang tidak digunakan di luar rumah sebagai tempat penyimpanan kayu bakar untuk melindungi kayu bakar dari hujan. Tempat penyimpanan berupa gubug penyimpanan kayu bakar dimiliki oleh 24 pengrajin gula kelapa. Gubug penyimpanan kayu bakar biasanya memerlukan lahan tersendiri. Kapasitas penyimpanan di gubug lebih banyak dibandingkan tempat penyimpanan lainnya. Jenis-jenis tempat menyimpan kayu bakar dipengaruhi oleh luas pekarangan tempat tinggal pengrajin gula kelapa. Responden yang memiliki tempat menyimpan berupa gubug penyimpanan kayu bakar lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden yang memiliki tempat penyimpanan di dapur atau di luar rumah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak banyak pengrajin yang memiliki lahan yang cukup untuk membuat gubug tersendiri sebagai tempat penyimpanan kayu bakar. Kayu bakar yang ditempatkan di dapur hanya berjumlah sedikit saja karena kapasitas tempat menyimpan di dapur tidak memadai untuk menyimpan kayu bakar dalam jumlah yang banyak. Jenis- jenis tempat untuk menyimpan kayu bakar disajikan pada Gambar 3.

a b C

Gambar 3 Tempat penyimpanan kayu bakar (a) Dapur, (b) Di luar rumah, dan (c) Gubug penyimpanan kayu bakar

5.4Kebutuhan Kayu Bakar dalam Pengolahan Gula Kelapa

Dokumen terkait