• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian

4.5 Pola Relasi Patron Klien Petani dan Buruh Tani

Relasi patronase atau patron klien ini terjalin antara petani dengan buruh tani tetap karena relasi mereka paling erat dan paling lama terjalin dibandingkan dengan relasi petani dengan buruh tani bebas dan buruh tani langganan. Relasi mereka dapat dikatakan sebagai relasi majikan dan pekerjanya tau relasi patron dan kliennya. Relasi patronase ini sudah berlangsung dalam waktu yang relatif lama, sehingga telah membentuk suatu pola.

Majikan dalam relasi ini memiliki kekuasaan terhadap pekerjanya. . Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Yudi sebagai berikut:

“namanya kita kerja ya kita harus maksimal. Apalagi bapak ini baik, kita juga harus bekerja dengan baik. Kita nurut apa yang disuruh sama dia. Ya harus gini. Masak orang udah baik terus kita gak mau nurut”. (Hasil wawancara tanggal 11 Februari 2012).

Sama halnya dengan yang dikatakan oleh Bapak Ebet sebagai berikut : “kita kan disini udah dibayar untuk kerja jadi apa yang disuruh pasti kita buat. Apalagi bapak ini orangnya baik, kita kan juga harus baik. Kadang aja bapak ini juga nyuruh ntah ngambil-ngambil barang apa. Ya kita mau aja, walaupun itu bukan kerjaan kita”. (Hasil wawancara tanggal 11 Februari 2012).

Majikan dan pekerjanya memiliki hubungan yang vertikal yaitu memiliki status sosial yang berbeda. Majikan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjanya yang memiliki kedudukan yang lebih rendah. Majikan dapat memerintah apapun pekerjaan yang harus dikerjakan oleh pekerjanya. Pekerjanya akan mematuhi semua perintah yang diperintahkan oleh majikannya pada saat kapan pun juga. Pekerja sangat berharap kepada majikannya agar mereka tetap dipekerjakan supaya mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan bertahan hidup. Rasa terima kasih klien kepada patronnya merupakan kewajiban klien untuk mengerjakan apa yang diperintahkan oleh patronnya. Pekerja selalu berusaha untuk memenuhi apa yang diperintahkan oleh majikannya. Misalnya patron menyuruh lembur, maka pekerja kerja akan lembur. Hal ini berarti majikan memiliki kekuasaan untuk memerintah pekerjaanya. Bahkan di luar pekerjaannya pun buruh tani tetap akan melakukan pekerjaan itu. Ini merupakan rasa terima kasih pekerja terhadap majikanya karena majikan merupakan pelindung baginya yang selalu membantunya.

Klien juga merasa segan apabila istirahat terlalu lama atau lama dalam mengerjakan pekerjaan. Berdasarkan wawancara dengan bapak Ebet sebagai berikut :

“kalau saat istirahat ya kami istirahat, kalau kerja ya kerja. Tapi ya gak mungkin kami duduk-duduk aja. Kita kan digaji, seganlah kalau malas-malasan. Kalau bisa itu kita kerjanya betul-betul”.(Hasil wawancara tanggal 11 Februari 2012).

Klien tidak mau duduk-duduk ketika jam kerja. Klien selalu bekerja semaksimal mungkin. Mereka tidak ingin dianggap malas atau kelihatan malas oleh majikannya. Kedekatan relasi patron dengan kliennya juga menimbulkan kepercayaan diantara mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Yudi sebagai berikut:

“kalau awak mau minjem uang sama bapak ini, kalau ada pasti dikasih. Dan seringnnya kalau kita minjem ya ada, karena kita juga agk banyak-banyak minjemnya. Kadang kalau awak minjem Rp 5.000.000, nanti misalnya gak ada, nanti dikasihnya setengah, tapi ya tetep dikasih”. Pokoknya beruntunglah kerja disini”. (Hasil wawancara tanggal 11 Februari 2012).

Sama yang dikatakatan oleh Bapak Ebet sebagai berikut:

“kalau bantu itu banyak yang dibantu sama dia. Kalau kita minjem misalnya untuk anak kita sakit, sekolah, kebutuhan lain, atau kita kena musibah, pasti dikasih. Kadang bapak ini pun jenguk ke rumah”. (Hasil wawancara tanggal 11 Februari 2012).

Kepercayaan ini dapat dilihat dari pemebrian pinjaman atau bantuan. Klien juga percaya bahwa patronnya akan memberikan bantuan kepadanya apabila klien meminta bantuan kepadanya dan patron percaya bahwa kliennya akan bekerja sebaik mungkin padanya. Patron akan memberikan bantuan sekuat kemampuannya dan klien sangat berterima kasih dengan bekerja sebaik mungkin kepada patronnya. Patron juga memberikan bantuan yang diberikan lebih bersifat personal seperti membantu dalam biaya sekolah anak kliennya,

membantu dalam biaya pengobatan apabila keluarga kliennya sakit, dan sebagainya.Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Ebet yang sering menerima bantuan dari majikannya untuk memenuhi kebutuhan personalnya, sebagai berikut:

“bapak itu kalau sama saya udah gak kayak orang lain. Ini saya kan butuh motor, dia belikan dulu untuk uang muka. Nanti saya bayarnya nyicil sama dia. Padahal kan saya ini pekerjanya”.(Hasil wawancara tanggal 11 Februari 2012).

Dengan demikian,pekerja akan merasa segan untuk melakukan sesuatu yang dapat merusak hubungan antara patron dan klien. Pekerja membalas semua pemberian majikannya dengan kesetiannya kepada majikannya serta keluarganya yaitu pekerja segan untuk keluar dari pekerjaanya kalau tidak dalam kondisi kritis. Pekerja merasa memiliki kewajiban untuk membalas budi kepada patronnya. Membalas budi merupakan salah satu moral bagi relasi patronase yang terjalin dalam relasi petani dengan buruh tani tetap. Selain itu, pekerja juga akan segan untuk melakukan kecurangan dalam bekerja, misalnya memperlama waktu istirahat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Yudi sebagai berikut:

“kalau mau keluar gak kerja lagi ya gak apa-apa, tapi ya udah enak kok pergi. Ya awak pun gak enak kalau mau keluar, wes apik kayak gini sama kita. Kalau keluar itu kan kalau majikannya gak baik”. (Hasil wawancara tanggal 11 Februari 2012).

Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan Bapak Ebet sebagai berikut:

“kita itu kalau kerja ya kerja, gak pernah kami neko-neko. Kalau orang baik sama kita, ya kita pasti baik sama dia. Buat apa malas-malasan, toh juga dikasih waktu istirahat. Masak ada kerjaan di depan mata kita enak-enakan”. (Hasil wawancara tanggal 11 Februari 2012).

Rasa keseganan secara tidak langsung mengikat para pekerja untuk selalu bekerja dan patuh terhadap apa yang diperintahkan oleh majikannya. pekerja tidak ingin merusak hubungan baik dengan majikannya dengan ketidakjujurannya. Mereka selalu bersikap jujur dalam bekerja.

Majikan dapat memberikan perlindungan dan bantuan kepada pekerjanya. Sebaliknya pekerja juga membalas dengan jasanya dalam bekerja dan membantu semua pekerjaan majikannya termasuk di luar pekerjaannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Yudi sebagai berikut:

“ awak ini udah kayak dulor,nanti kalau dia pesta, mau bangun, ya kita bantuin. Gitu juga sama kita. Nanti kalau gak banyak kerja, ya kita bantu-bantu bersiin kebunnya, kadang ya ngeduk paret rumahnya, ngasih makan ayamnya. Bapak ini juga pernah ngasih awak modal untuk bertani nanti bayarnya kalau panen. Kayak saudaralah..” (hasil wawancara tanggal 11 Februari 2012).

Rasa persaudaraan ini ditanamkan majikan bertujuan supaya tercipta kenyamanan bagi pekerjanya sehingga merasa betah bekerja di tempatnya. Bahkan ada seorang pekerja yang hidup merantau kemudian bekerja pada salah seorang petani dan sekarang pekerja telah diangkat sebagai anak angkatnya. Pengenalan diantara mereka sudah mendalam sehingga hal-hal pribadi si pekerja juga diketahui oleh majikan. Pekerja melakukan pelayanan pribadi kepada majikannya, karena pekerja tidak dapat membalas jasa patronnya dengan material atau uang seperti yang diberikan oleh majikannya, karena itu pekerja membalasnya dengan memberikan pelayanan yang terbaik bagi patronnya. Seperti membantu memperbaiki rumah, mengolah tanah, mengurus ternak, dan lain-lain. Di lain pihak pekerja dibantu tidak hanya dalam bentuk modal usaha pertanian saja, melainkan juga kalau ada musibah, mengalami

kesulitan dalam mengurus sesuatu, mengadakan pesta-pesta atau selamatan tertentu dan berbagai keperluan lainnya.

Relasi patronase yang terjalin antara petani dan buruh tani tetap di desa ini bersifat semu dan berbentuk assosiatif atau kerja sama. Mereka saling membutuhkan, melakukan pertukaran dengan berbagai bentuk, mereka saling percaya satu dengan lainnya, bahkan mereka masing-masing telah menganggap saudara. Hal ini sesuai dengan pernyataan Scott dalam Ibrahim (2003) bahwa relasi patronase merupakan proses assosiatif yang berbentuk kerja sama antar dua orang yang berbeda statusnya, dengan ciri-ciri si patron melindungi klien dalam berbagai transaksi, saling membutuhkan, saling percaya, dan kedua belah pihak terlibat dalam keakraban. (Scott dalam Ibrahim:2003,24). Majikan memberikan pengetahuan kepada pekerjanya dalam bekerja pada awal pekerja mulai bekerja. Majikan juga memberikan segenap pengetahuan kepada pekerjanya agar pekerjanya dapat bekerja dengan baik dan menguasai pekerjaan tersebut.

Pertukaran yang terjadi dalam relasi mereka terlihat sebagai pertukaran yang terdapat ketidaksamaan. Hal ini terjadi karena pekerja tidak memiliki materi yang sama dengan majikannya sehingga pekerja merasa sangat segan dan terikat dengan relasi kerja ini. Hal ini sama dengan pernyataan Scott bahwa bahwa hubungan patronase mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan hubungan sosial lain, salah satunya yaitu terdapat ketidaksamaan (inequality) dalam pertukaran. Dalam pengertian ini seorang klien adalah seseorang yang masuk dalam hubungan pertukaran yang tidak seimbang (unequal), di mana dia tidak mampu membalas sepenuhnya. Suatu

hutang kewajiban membuatnya tetap terikat pada patron. (Scott dalam Ramadhan, 2009: 15).