• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Pondok Pesantren dan Karakteristiknya

Secara global, lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia adalah pondok pesantren dan madrasah, walaupun sebenarnya selain kedua lembaga tersebut masih ada lagi, yaitu STAIN/IAIN/UIN, dan sekolah umum atau perguruan tinggi yang di dalamnya terdapat kurikulum agama Islam. Namun dalam pembahasan ini, penulis hanya membahas tentang lembaga pendidikan Islam yang bernama pondok pesantren.

58

Menurut Madjid (1997: 3), pondok pesantren yaitu lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Sedangkan menurut Muhammad Arifin, pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana para santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal (Mu‟in dkk, 2007: 16).

Selain dari definisi di atas, menurut Nasir (2005: 80-81) pengertian dari pondok pesantren sendiri juga terdapat banyak variasinya, antara lain:

a. Pondok pesantren adalah gabungan dari kata pondok dan pesantren. Istilah pondok berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren Indonesia, khususnya pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama bagi santri. Sedangkan istilah pesantren secara etimologis asalnya dari pe-santri-an yang berarti

59

tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari seorang Kyai atau Syekh di pondok pesantren.

b. Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan

pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan

menyebarkan ilmu agama Islam. Pondok Pesantren merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara lahiriyah, pesantren pada umumnya adalah suatu komplek bangunan yang terdiri dari rumah kyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri, dan ruangan belajar. Pada tempat inilah para santri tinggal selama beberapa tahun untuk belajar langsung dengan kyai dalam bidang ilmu agama.

c. Pondok pesantren juga berarti suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal, tetapi dengan sistem bandongan dan sorogan. Dimana seorang kyai mengajar para santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa Arab oleh ulama‟-ulama‟ besar sejak abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut.

Zamakhsari Dhofier mengemukakan bahwa ciri khas pesantren dan sekaligus unsur-unsur pembedanya dengan lembaga pendidikan lainnya adalah adanya pondok tempat tinggal kyai dan santrinya, hanya masjid sebagai tempat kegiatan ibadah dan belajar-mengajar

60

(pengajian), santri bertempat tinggal secara tetap dalam waktu yang relatif lama (bermukim), kyailah yang menjadi tokoh sentral dalam pesantren, yang diajarkan adalah kitab-kitab Islam klasik sebagai kelanjutan dari pengajian Al-Qur‟an (Saerozi, 2013: 28).

2. Jenjang Pendidikan Pondok Pesantren

Jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal (berjenjang kelas). Biasanya, kenaikan tingkat seorang santri didasarkan kepada isi mata pelajaran tertentu yang ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajarinya. Apabila seorang santri telah menguasai satu kitab atau beberapa kitab dan telah lulus ujian (imtihan) yang diuji oleh kyainya, maka ia berpindah ke kitab lain yang lebih tinggi tingkatannya. Jenjang pendidikan pesantren tidak berdasarkan usia, tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yang telah ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi.

Sebagai konsekuensi dari sistem klasikal di atas, pendidikan pesantren biasanya menyediakan beberapa cabang ilmu (fununul „ilmi) atau bidang-bidang khusus yang merupakan fokus masing-masing pesantren untuk dapat menarik minat para santri menuntut ilmu di dalamnya. Biasanya keunikan pendidikan sebuah pesantren telah diketahui oleh calon santri yang ingin mondok (Depag RI, 2003: 89-90).

61 3. Macam-Macam Pondok Pesantren

Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni Pesantren Salaf (tradisional) dan Pesantren Khalaf (modern). Pesantren Salaf adalah sebuah pesantren yang tetap melestarikan unsur-unsur utama pesantren dan masih mampu menjaga eksistensi pesantrennya, melalui kegiatan pendidikannya berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni berupa pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran tradisional. Sedangkan Pesantren Khalaf

(modern) adalah pesantren yang tetap melestarikan unsur-unsur pesantren, tetapi juga memasukkan di dalamnya unsur-unsur modern yang ditandai dengan klasikal atau sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya (Depag RI, 2003: 7-8).

Elemen-elemen dasar dari sebuah pesantren pada praktiknya terdapat beberapa variasi bentuk atau model suatu pesantren. Sehingga terjadilah pengelompokkan bentuk-bentuk pondok pesantren yang dalam peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1979 tentang bantuan kepada pondok pesantren yang mengkategorikan pondok pesantren menjadi empat macam tipe pesantren yaitu:

1) Pesantren Tipe A yaitu pondok yang seluruhnya dilaksanakan secara tradisional.

2) Pondok Pesantren tipe B yaitu pondok yang menyelenggarakan pengajaran secara klasikal (madrasah).

62

3) Pondok Pesantren tipe C yaitu pesantren yang merupakan asrama sedangkan santrinya belajar di luar.

4) Pondok Pesantren tipe D yaitu pondok yang menyelenggarakan sistem pendidikan pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau madrasah (Depag, 2003: 15).

Selain tipe pesantren di atas, menurut Nasir (2005: 87) menyebutkan lima klasifikasi pesantren antara lain:

1) Pondok pesantren klasik (salaf) yaitu pondok pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah, salaf).

2) Pondok pesantren semi berkembang yaitu pondok pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah) swasta kurikulum 90% agama dan 10% umum.

3) Pondok pesantren berkembang yaitu hampir sama dengan semi berkembang hanya berbeda dalam bidang kurikulumnya 70% agama dan 30% umum, serta telah diselenggarakan madrasah SKB Tiga Mentri.

4) Pondok pesantren modern (khalaf) yaitu pondok pesantren ini lebih lengkap dari pondok pesantren berkembang

63

4. Model Pembelajaran Pondok Pesantren

Model pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional dan ada pula model pembelajaran yang bersifat baru (modern). Pesantren pada mulanya sebenarnya telah mengenal sistem klasikal, tetapi tidak dengan batas-batas fisik yang lebih tegas seperti pada sistem klasikal yang diterapkan di sekolah atau madrasah modern (Depag, 2003: 73). Adapun model pembelajaran pesantren yang bersifat tradisional antara lain:

1) Sorogan

Model sorogan merupakan kegiatan pembelajaran bagi para santri yang lebih menitikberatkan pada pengembangan kemampuan perseorangan (individu), di bawah bimbingan seorang ustadz atau kyai. Pengajian sistem sorogan ini biasanya diselenggarakan pada ruang tertentu di mana di situ tersedia tempat duduk seorang kyai atau ustadz, kemudian di depannya terdapat bangku pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Santri-santri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz kepada temannya sekaligus mempersiapkan diri menunggu gilirannya dipanggil (Depag, 2003: 74-75).

2) Bandongan

Model bandongan disebut juga dengan metode wetonan. Metode bandongan dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz

64

terhadap sekelompok peserta didik atau santri, untuk mendengarkan dan menyimak apa yang dibacanya dari sebuah kitab. Seorang kyai atau ustadz dalam hal ini membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering kali mengulang teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat (gundul). Sementara itu santri dengan memegang kitab yang sama, masing-masing melakukan pen-dhabitan (penetapan) harakat, pencatatan simbol-simbol kedudukan kata, arti-arti kata langsung di bawah kata yang dimaksud, dan keterangan-keterangan lain yang dianggap penting dan dapat membantu memahami teks. Posisi para santri pada pembelajaran dengan menggunakan metode ini adalah melingkari dan mengelilingi kyai atau ustadz sehingga membentuk halaqah

(lingkaran). Untuk penterjemahannya kyai atau ustadz dapat menggunakan berbagai bahasa yang menjadi bahasa utama para santrinya (Depag, 2003: 86-87).

3) Musyawarah

Musyawarah merupakan model pembelajaran yang lebih mirip dengan diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah (lingkaran) yang dipimpin langsung oleh kyai atau ustadz, dan mungkin juga santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan ataupun pendapatnya.

65

Dengan demikian, model ini lebih menitikberatkan pada kemampuan perseorangan di dalam menganalisis atau memecahkan suatu persoalan dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab tertentu (Depag, 2003: 92-93).

4) Pengajian Pasaran

Model pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi kitab tertentu pada seorang ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus (maraton) selama tenggang waktu tertentu. Tetapi umumnya pada bulan Ramadhan selama setengah bulan, dua puluh hari atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang dikaji. Pada kenyataannya metode ini lebih mirip dengan metode bandongan. Akan tetapi pada metode ini target utamanya adalah khatam atau selesai (Depag, 2003: 96).

5) Hafalan (Muhafadhah)

Model hafalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan seorang ustadz atau kyai. Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian dihafalkan di hadapan ustadz atau kyainya secara periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk gurunya tersebut. Materi pembelajaran di Pondok Pesantren yang disajikan dengan metode hafalan pada umumnya berkenaan dengan

Al-66

Qur‟an, nadzam-nadzam untuk disiplin nahwu, sharaf, tajwid atau untuk teks-teks nahwu sharaf dan fiqih (Depag, 2003: 100).

6) Mudzakarah

Model Mudzakarah atau dalam istilah lain bahtsul masa‟il

merupakan pertemuan ilmiah yang membahas masalah diniyah seperti ibadah, aqidah dan masalah agama pada umumnya. Model ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan model musyawarah. Hanya bedanya pada model mudzakarah pesertanya adalah para kyai atau para santri tingkat tinggi (Depag, 2003: 109).

5. Pondok Pesantren dan Tahfidzul Qur’an

Berdasarkan fokus pembelajaran, pondok pesantren bisa dikategorikan menjadi dua yaitu pondok pesantren umum (modern) dan pondok pesantren khusus. Adapun Tahfidzul Qur‟an merupakan bagian dari kegiatan yang ada di pondok pesantren. Dari pengamatan penulis ternyata ada empat kriteria pondok pesantren, di antaranya adalah:

a. Pondok Pesantren Modern, yaitu pondok pesantren yang fokus pembelajarannya berupa kitab, pelajaran umum, dan sekolah atau madrasah. Misalnya, pondok pesantren Darussalam Gontor, pondok pesantren Assalam Temanggung, pondok pesantren Modern Selamat Kendal, dan lain-lain.

b. Pondok Pesantren Khusus Kitab, yaitu pondok pesantren yang fokus pembelajarannya hanya pada kitab-kitab karya ulama‟

67

terdahulu (salaf). Misalnya, pondok pesantren Fadlul Wahid Ngangkruk Grobogan, pondok pesantren Al-Anwar Sarang Rembang, pondok pesantren Lirboyo Kediri, dan lain-lain.

c. Pondok Pesantren Khusus Tahfidzul Qur‟an, yaitu pondok pesantren yang fokus pembelajarannya hanya pada menghafal Al-Qur‟an (Tahfidzul Qur‟an). Misalnya, pondok pesantren Yanabi‟ul

Qur‟an Kudus, pondok pesantren Betengan Demak, pondok

pesantren Daarul Qur‟an Karanganyar, dan lain-lain.

d. Pondok Pesantren Kitab dan Tahfidzul Qur‟an, yaitu pondok pesantren yang fokus pembelajarannya berupa kitab dan menghafal Al-Qur‟an (Tahfidzul Qur‟an) atau bahkan perpaduan dari keduanya. Misalnya, pondok pesantren Al-Wahid Demak.

Dari keempat kriteria di atas, maka Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak merupakan kriteria pondok pesantren yang keempat, yakni berupa pembelajaran kitab dan Tahfidzul Qur‟an bahkan juga dapat memadukan pola pembelajaran antara kitab dan Tahfidzul Qur‟an secara bersamaan. Selain itu, juga ada pembelajaran Qira‟ah Sab‟ah yang menjadi salah satu keunikan dari pondok pesantren Al-Wahid ini, karena tidak banyak pondok pesantren yang memiliki materi pembelajaran Qira‟ah Sab‟ah. Oleh karena itu, penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang akan di paparkan pada bab selanjutnya.

68

Dokumen terkait