MODEL PEMBELAJARAN
TAHFIDZUL QUR’AN
DI
PONDOK PESANTREN AL-WAHID PUTRI BENER
WEDING KECAMATAN BONANG KABUPATEN
DEMAK TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
NUR IDA AFWA
NIM. 111-12-227
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
i
MODEL PEMBELAJARAN
TAHFIDZUL QUR’AN
DI
PONDOK PESANTREN AL-WAHID PUTRI BENER
WEDING KECAMATAN BONANG KABUPATEN
DEMAK TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
NUR IDA AFWA
NIM. 111-12-227
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
iii
vi MOTTO
ًَُّلَّهَػ َٔ ٌَ ْشُ ْن َىلَّهَؼَج ٍَْي ْىُ ُشَْٛ
“Sebaik
-baik orang di antara kamu adalah orang yang belajar
Al-
Qur‟an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori)
ٍَِْٛن ِضًُُْلۡن ُشلَۡٛ َثََْ َٔ لٗا َس َ مُّي لٗا َضُُْي ُِْٙلۡن ِضََْ ِّ َس
Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan
Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat." (QS.
Al-Mu‟minun: 29)
vii
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, karya skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Ayah dan Ibuku tercinta, H.M. Riyadi dan Hj. Sri Lestari (almh) yang selalu membimbingku, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi dalam kehidupanku.
2. Para Masyayih-Masyayihku, khususnya Abah K.H. Mujahidin Mukhlas dan Ibu Nyai Hj. Maidah Al-Hafidzoh sebagai pencerah hatiku yang telah menunjukkanku ke pintu Rahmatullah.
3. Bapak Abdullah Arif dan Bapak Fahsin M. Faal yang telah memberikan inspirasi untukku.
4. Dosen Pembimbing Skripsiku, Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M. Ag.
yang selalu memberikan pengarahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran selama proses skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ahmad Mifdlol Muthohar, Lc., M.SI beserta istrinya yang telah memberikan motivasi, bantuan, dan doa kepadaku.
6. Keluarga Besarku, mas Aula, mbak Nur, mas Taufiq, mbak Arum, mas Indri, mbak Ifa, mas Ratno, mbak Dwi, dek Fina, dek Iwan, dek Rizqi, dan dek Luqman, yang telah memberikan dukungan, doa, dan motivasi yang tak ada hentinya kepadaku sehingga proses penempuhan gelar sarjana ini bisa tercapai.
7. Untuk Mamahku (Mak Tun) dan Aby Abdullah yang telah memberikan kepercayaan penuh kepadaku.
8. Keponakanku tersayang, dek Zakky, dek Rehan, dek Naila, dan dek Mira yang selalu menghiburku.
viii
Alhamdulillahirobbil„alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, petunjuk, dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak Tahun 2016”. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan di dalamnya. Selain itu, penulis juga banyak memperoleh bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Ibu Maslikhah, M.Ag., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Abah K.H. Mujahidin Mukhlas dan Ibu Nyai Hj. Maidah Al-Hafidzoh selaku pengasuh Pondok Pesantren Al-Wahid yang telah memberikan kesempatan dan bantuan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.
ix
8. Para Ustadz dan ustadzah, pengurus, santri, dan keluarga besar Pondok Pesantren Al-Wahid Bener, Weding, Bonang, Demak yang telah memberikan bantuan, informasi, serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membuka cakrawala keilmuan di bidang pendidikan kepada penulis.
10. Staf Perpustakaan IAIN Salatiga memberikan ruang ilmu akademik sebagai sumber pengetahuan penulis.
11. Keluarga Besar JQH Al-Furqan IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu dan pengalaman keorganisasian kepada penulis.
12. Keluarga Besar PAI G Community yang telah melukis begitu banyak kenangan kepada penulis.
13. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2012 IAIN Salatiga yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
14. Semua pihak yang terlibat dan dengan ikhlas memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
Demikian ucapan terimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa berdoa kepada Allah SWT, semoga amal kebaikan yang tercurahkan diridhoi oleh Allah SWT dengan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca. Dengan keterbatasan dan kemampuan, skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
x ABSTRAK
Afwa, Nur Ida. 2016. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak Tahun 2016. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Djami‟atul Islamiyah, M. Ag.
Kata kunci: Pondok Pesantren, Model Pembelajaran Tahfidzul Qur’an. Tujuan pendidikan pesantren adalah untuk mencetak muslim yang dapat menguasai ilmu-ilmu agama secara mendalam serta menghayati, dan mengamalkannya dengan ikhlas. Guna mencapai tujuan ini, pesantren mengajarkan pembelajaran Al-Qur‟an atau Tahfidzul Qur‟an, tafsir dan ilmu tafsir, serta pembelajaran kitab lainnya. Seperti halnya Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang memiliki berbagai pembelajaran kitab dan Tahfidul Qur‟an serta Qira‟ah Sab‟ah. Dengan demikian, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri, faktor penunjang dan penghambat pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an serta cara mengatasinya.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data, dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, model pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an di pondok pesantren Al-Wahid ini sangat bervariasi, di antaranya adalah model muraja‟ah kelas, sorogan, sima‟an, tartilan, acakan, dan
Qira‟ah Sab‟ah. Kedua, faktor penunjang pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yaitu adanya metode menghafal Al-Qur‟an yang mudah, bimbingan khusus santri kecil dalam menghafal Al-Qur‟an, tersedianya buku penilaian hafalan Al-Qur‟an, terdapat program muraja‟ah kelas, adanya laptop sebagai fasilitas pembelajaran tafsir, antusias santri yang tinggi dalam mempelajari tafsir dan Qira‟ah Sab‟ah, dan mayoritas santri berada dalam usia ideal untuk menghafal Al-Qur‟an. Ketiga,
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
LEMBAR BERLOGO ...ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii
PENGESAHAN KELULUSAN ...iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...v
MOTTO...vi
PERSEMBAHAN ...vii
KATA PENGANTAR ...viii
ABSTRAK ...x
DAFTAR ISI ...xi
DAFTAR TABEL ...xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ...7
C. Tujuan Penelitian ...7
D. Kegunaan Penelitian ...8
E. Penegasan Istilah ...9
F. Tinjauan Pustaka ...12
G. Metode Penelitian ...16
H. Sistematika Penulisan ...23
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ...25
xii
2. Pengertian Tahfidzul Qur‟an ...33
3. Dasar Hukum dan Kaidah Penting Tahfidzul Qur‟an ...35
4. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ...39
5. Faktor Pendukung dan Penghambat Tahfidzul Qur‟an ...43
B. Pondok Pesantren dan Karakteristiknya ...57
1. Pengertian Pondok Pesantren ...57
2. Jenjang Pendidikan Pondok Pesantren ...60
3. Macam-Macam Pondok Pesantren ...61
4. Model Pembelajaran Pondok Pesantren ...63
5. Pondok Pesantren dan Tahfidzul Qur‟an ...66
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Wahid Putri ...68
1. Letak Geografis ...68
2. Sejarah Berdirinya ...69
3. Visi dan Misi ...75
4. Struktur Kepengurusan ...75
5. Sarana dan Prasarana ...76
6. Keadaan Ustadz dan Ustadzah ...78
7. Keadaan Santri ...81
8. Kurikulum Pengajaran ...82
9. Jenjang Pendidikan ...84
10. Gambaran Informan ...85
B. Temuan Penelitian ...86
1. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Al-Wahid Putri ...86
2. Faktor Penunjang Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Al-Wahid Putri ...95
xiii BAB IV PEMBAHASAN
A. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Al-Wahid
Putri ...111
B. Faktor Penunjang Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Al-Wahid Putri ...123
C. Faktor Penghambat Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Al-Wahid Putri dan Cara Mengatasinya ...129
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...137
B. Saran ...139
DAFTAR PUSTAKA ...141
xiv
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1 struktur kepengurusan ...76
2. Tabel 3.2 sarana dan prasarana ...77
3. Tabel 3.3 data ustadz dan ustadzah ...79
4. Tabel 3.4 data santri ...81
5. Tabel 3.5 ketentuan umum Muraja‟ah Tahfidz ...84
6. Tabel 3.6 daftar nama informan ...86
xv
DAFTAR LAMPIRAN 1. Transliterasi Arab - Latin
2. Tata Tertib Pondok Pesantren 3. Daftar Nilai SKK
4. Riwayat Hidup Penulis 5. Nota Pembimbing Skripsi
6. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
7. Lembar Konsultasi
8. Pedoman Wawancara
9. Verbatim Wawancara
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur'an merupakan kitab suci umat Islam yang keotentikannya dijamin dan dijaga oleh Allah SWT, juga menjadi satu-satunya kitab suci
samawi yang masih murni dan asli. Sehingga Al-Qur'an yang ada sekarang ini masih asli dan murni sama seperti kitab suci Al-Qur‟an yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya, hal itu karena Allah SWT
yang menjaganya.
Salah satu bentuk penjagaan Allah terhadap Al-Qur'an yaitu melibatkan para hamba-Nya untuk ikut berperan dalam menjaga Al-Qur'an.
Sebagai usaha nyata seorang hamba dalam proses pemeliharaan Al-Qur'an adalah menghafalkan Al-Qur‟an (Tahfidzul Qur‟an) pada setiap generasi umat Islam (Qardhawi, 1999: 189), sehingga dapat mencetak generasi muslim yang Qur‟ani. Sesuai dengan firman-Nya:
َُّن لََِّ َٔ َشلۡ ِّزن َُلۡنلَّضََ ٍُ لۡ ََ لََِّ
ٌَُٕظِف ََٰ َن
٩
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS. Al-Hijr: 9).
Menghafal Al-Qur'an (Tahfidzul Qur‟an) adalah salah satu cara untuk memelihara kemurnian Qur'an. Adapun menjaga dan memelihara
2
dengan Hafidz (laki-laki)dan Hafidzah (perempuan). Sebagai seorang Hafidz
atau Hafidzah mestinya selain dapat menghafalkan Al-Qur‟an juga harus bisa
mempelajari, memahami, dan mengamalkan makna yang tersimpan di dalamnya. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang dapat menjaga
Al-Qur'an sekaligus juga menghafal, memahami, serta mengamalkan isi kandungan yang ada di dalam Al-Qur‟an dan dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan hadits Nabi SAW:
ُثْؼًَِس ٍذَث ْشَي ٍُْب ُةًََ ْهَػ ََِٙشَ ْ َ َل َق ُةَ ْؼُض ََُثلَّذَح ٍل َُِْٓي ٍُْب ُج لَّجَح ََُثلَّذَح
َُُّْػ ُ لَّللَّ َٙ ِضَس ٌَ ًَْثُػ ٍَْػ ًَِِّٙهمُّسن ًٍَِْحلَّشن ِذْ َػ ِٙبَ ٍَْػ َةَذَْٛ ُػ ٍَْب َذْؼَس
ًَُّلَّهَػ َٔ ٌَ ْشُ ْن َىلَّهَؼَج ٍَْي ْىُ ُشَْٛ َل َق َىلَّهَس َٔ َِّْٛهَػ ُ لَّللَّ ٗلَّهَ ِِّٙ لَُّن ٍَْػ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal, telah menceritakan kepada kami Syu'bah ia berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Alqamah bin Martsad aku mendengar Sa'd bin Ubaidah dari Abu Abdurrahman As Sulami dari Utsman r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori No. Hadits 4639).
Al-Qur‟an merupakan kitab yang berfungsi sebagai sumber hikmah, cahaya mata dan akal, serta ketentraman hati bagi siapa saja yang ingin
memikirkan, merenungkan, dan menghafalkannya. Selain itu, Al-Qur‟an juga merupakan undang-undang Allah yang kokoh dan dapat memberikan kebahagiaan bagi manusia yang menjadikan Al-Qur‟an sebagai pedoman
dalam kehidupannya. Dengan demikian, salah satu sebab kebahagiaan umat Islam dan yang biasa hilang dari pandangan manusia saat ini adalah
3
sungguh-sungguh dan konsisten, khususnya bagi para penghafal Al-Qur‟an itu sendiri (Al-Munawar, 2002: 3).
Indonesia sejauh ini telah memiliki perhatian yang tinggi terhadap masalah pendidikan Tahfidzul Qur‟an, yaitu mulai dari pendidikan tingkat dasar (SDIT Al-Azhar, SD Muhammadiyah Plus, dan sebagainya) sampai tingkat Perguruan Tinggi seperti UNSIQ Wonosobo, IIQ Jakarta, dan sebagainya. Tidak sedikit lembaga pendidikan formal yang telah berkembang
dan berperan serta dalam mencetak anak bangsa yang cinta akan Al-Qur‟an. Selain dari pendidikan formal, banyak juga pendidikan non formal yang
mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat dalam hal
Tahfidzul Qur‟an dan tetap memiliki eksistensi yang tinggi dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat
modern, salah satunya adalah lembaga pendidikan pondok pesantren.
Pesantren sebagai bentuk lembaga pendidikan non formal yang
mendapatkan perhatian dari pemerintah Indonesia dan merupakan salah satu pendidikan di Indonesia yang bersifat tradisional. Sejarah pendidikan
menyebutkan bahwa pesantren merupakan bukti awal kepedulian masyarakat Indonesia terhadap pendidikan, sehingga pesantren juga disebut dengan lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia (Depag RI, 2003: 1).
Pesantren yang ada di Indonesia telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim dan mampu menampung berjuta santri. Oleh karena itu,
4
Selain itu, tujuan pendidikan pesantren adalah untuk mencetak muslim yang dapat menguasai ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) secara mendalam
serta menghayati, dan mengamalkannya dengan ikhlas semata-mata ditujukan untuk pengabdiannya kepada Allah SWT. Guna mencapai tujuan ini,
pesantren mengajarkan Al-Qur‟an atau Tahfidzul Qur‟an, Tafsir dan ilmu Tafsir, Hadits beserta ilmu Hadits, Fiqh dan Ushul Fiqh, Tauhid, Tarikh, Akhlaq dan Tasawuf, Nahwu, Sharaf, serta ilmu Manthiq kepada para
santrinya (Depag RI, 2003: 21). Penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pengajaran untuk para santri dengan berbagai macam materi tersebut, maka
dibutuhkan juga berbagai macam model pembelajaran yang ada di pesantren baik untuk pembelajaran Tahfidzul Qur‟an maupun pembelajaran kitab.
Seiring perkembangan zaman yang telah memasuki era globalisasi
pada saat ini, menjadikan pemikiran para ulama‟ Islam khususnya kyai untuk selalu menjaga eksistensi pondok pesantren. Untuk mengimbangi
perkembangan dunia, maka banyak didirikan pondok pesantren modern (khalaf) yaitu pesantren dengan sistem sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum
yang digabungkan dengan pola pendidikan klasik (Depag RI, 2003: 8). Ada juga pondok pesantren salaf yang tetap melestarikan unsur-unsur utama pesantren dan masih mampu menjaga eksistensi pesantrennya, melalui
kegiatan pendidikannya berdasar pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni berupa pengajian kitab dengan metode pembelajaran tradisional (Depag
5
Jika kita lihat secara umum dari pola pembelajaran yang ada di pondok pesantren, apabila pesantren tersebut untuk Tahfidzul Qur‟an berarti di dalamnya tidak ada pembelajaran kitab. Begitu juga sebaliknya, apabila pesantren itu menggunakan pola pembelajaran kitab maka di dalamnya juga
tidak ada pembelajaran Tahfidzul Qur‟an. Akan tetapi, berbeda dengan Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak. Hal ini terbukti di salah satu pesantren yang berada di kawasan
kabupaten Demak, yaitu Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang tetap mempertahankan
predikatnya sebagai pondok pesantren yang masih menerapkan model-model pembelajaran yang bersifat salafiyah seperti model pembelajaran sorogan,
muhafadzah (hafalan), musyawarah (diskusi), dan lain sebagainya.
Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak adalah salah satu pondok pesantren yang ada di provinsi
Jawa Tengah, tepatnya terletak di sebelah utara Masjid Agung Demak ± 8 km dari pusat kota Demak, yaitu berada di daerah Bener, Desa Weding,
Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak. Pondok pesantren tersebut di depannya terdapat sungai besar yang bermuara sampai ke Pantai Moro Demak, sehingga lokasi pondok pesantren ini terpisah dari rumah pemukiman
warga sekitar. Sedangkan di bagian belakang pondok pesantren terlihat amat sangat luas tanah pesawahan masyarakat. Pondok Pesantren Al-Wahid Bener
6
Pondok Pesantren Al-Wahid ini terbagi menjadi dua asrama yaitu asrama putra dan putri dengan pola bimbingan, pengajaran, dan pembelajaran yang
sama. Adapun materi pendidikannya adalah mengaji kitab-kitab kuning dan menghafal Al-Qur‟an mulai dari usia anak-anak (± di atas usia 6 tahun)
sampai dewasa.
Salah satu perbedaan dan keunikan yang ada di Pondok Pesantren Al-Wahid dengan pondok pesantren lainnya adalah pondok pesantren ini
menerapkan serta memadukan antara pembelajaran Tahfidzul Qur‟an dengan kajian kitab yakni berupa kajian kitab tafsir dan Qira‟ah Sab‟ah. Arti Qira‟ah
Sab‟ah itu sendiri adalah kitab yang berisi uraian tentang
perbedaan-perbedaan qira‟at (pembacaan Al-Qur‟an) menurut tokoh-tokoh yang terkenal dengan sebutan “bacaan Imam yang tujuh” dan yang menjadi
pegangan untuk bidang pembacaan Al-Qur‟an pada tingkat tinggi (Depag RI, 2003: 42).
Dengan demikian, salah satu aspek yang bisa menjadi acuan dan tolak ukur dalam mengahafal Al-Qur‟an di lembaga pendidikan khususnya pondok
pesantren adalah dengan adanya model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang dipadukan dengan kajian kitab tafsir, Qira‟ah Sab‟ah dan sebagainya yang disesuaikan dengan kemampuan para santri. Berdasarkan inilah penulis
sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut melalui skripsi yang berjudul
“MODEL PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR‟AN DI PONDOK
7 B. Rumusan Masalah
Untuk membatasi pokok bahasan dalam penelitian ini, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak? 2. Apa saja faktor penunjang pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok
Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten
Demak?
3. Apa saja faktor penghambat pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak dan cara mengatasinya?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, sasaran hasil atau tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten
Demak.
2. Untuk mengetahui faktor penunjang pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang
Kabupaten Demak.
8 D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini di
antaranya adalah: 1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah khasanah keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran
Tahfidzul Qur‟an, khususnya di pondok pesantren Al-Wahid Bener
Weding Bonang Demak dan lembaga pendidikan tahfidz pada umumnya.
b. Memberikan informasi yang baru bagi masyarakat luas (pembaca) tentang model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang dipadukan dengan kajian kitab tafsir dan Qira‟ah Sab‟ah, sehingga dapat digunakan sebagai rujukan bagi pondok pesantren atau instansi-instansi lain yang berkecimpung dalam menghafal Al-Qur‟an.
2. Secara Praktis
a. Bagi Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang
Kabupaten Demak:
1) Untuk mengetahui manfaat atas model pembelajaran Tahfidzul
Qur‟an yang selama ini telah diterapkan.
2) Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an melalui pendidikan bagi guru/ustadz, untuk
9
b. Bagi lembaga pondok pesantren, dapat mengambil contoh model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang dinilai efektif untuk kemudian diterapkan oleh kyai/ustadz kepada santri sehingga mencetak generasi penghafal Al-Qur‟an yang cerdas.
c. Bagi masyarakat luas, dapat mengetahui pentingnya pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an bagi generasi umat Islam. Khususnya untuk para
penghafal Al-Qur‟an agar terbiasa dalam membaca, menghafal, dan
mengamalkan ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al-Qur‟an. Sehingga dapat menjadi generasi yang Qur‟ani sesuai dengan harapan
masyarakat, agama, dan bangsa.
d. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan sumbangan ilmiah bagi kalangan akademisi yang mengadakan
penelitian berikutnya, baik meneruskan maupun mengadakan riset baru.
Sehingga memperkaya temuan-temuan penelitian tentang model
pembelajaran Tahfidzul Qur‟an. E. Penegasan Istilah
1. Model Pembelajaran
Model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dsb), dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 964). Sedangkan pembelajaran adalah
proses, cara, perbuatan menjadikan orang belajar (Depdiknas, 2007: 17). Menurut Soekamto, dkk. mengemukakan model pembelajaran
10
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar (Ahmadi dan Amri, 2011: 8).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah sebuah
pola atau kerangka konsep yang disusun secara sistematis yang dapat dijadikan prosedur belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini, mengarah pada berbagai pola atau model
pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran Tahfidzul
Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan
Bonang Kabupaten Demak Tahun 2016. 2. Tahfidzul Qur’an
Istilah Tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata yang berasal dari bahasa Arab, yaitu tahfidz dan Al-Qur‟an. Kata tahfidz
merupakan bentuk isim mashdar dari fiil madhi( اًظْيِفْحَت – ُظِّفَحُي – َظَّفَح ) yang artinya memelihara, menjaga, dan menghafal (Munjahid, 2007: 73).
Sedangkan Al-Qur‟an secara bahasa berarti “bacaan”. Secara
istilah, Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mukjizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi dan Rasul dengan perantaraan malaikat jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat An-Nas, yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta mempelajarinya
11
Jadi dapat disimpulkan bahwa Tahfidzul Qur‟an adalah kegiatan menghafal Al-Qur‟an dengan maksud beribadah yang dimulai dari surat
Al-Fatihah sampai surat An-Nas agar ayat-ayat Al-Qur‟an dapat dijaga, dihafal, dan diingat dalam diri dan pikiran seseorang.
3. Pondok Pesantren
Pondok yang digunakan dalam bahasa Jawa berarti madrasah dan asrama sebagai tempat mengaji dan belajar agama Islam (Purwadarminto,
2006: 906).
Pesantren adalah tempat murid-murid dari berbagai daerah tinggal
bersama-sama untuk menuntut ilmu di bawah pimpinan seorang atau beberapa orang guru (Saerozi, 2013: 27).
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pondok
pesantren merupakan sebuah asrama atau tempat tinggal santri-santri yang sedang menuntut ilmu agama kepada kyai atau ustadz di lingkungan
kediaman rumah kyainya. Pada asrama itulah para santri tinggal selama beberapa tahun untuk belajar langsung keilmuan yang dimiliki oleh
kyainya. Sehingga memberi kemudahan bagi kyai untuk pemantauan perkembangan pembelajaran santri.
Dari keterangan di atas, dapat dipahami maksud dari penelitian
ini adalah berbagai pola atau ragam cara dalam menghafal Al-Qur‟an yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding
12 F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan telaah terhadap karya penelitian
terdahulu. Pada tinjauan pustaka ini, penulis akan mendeskripsikan karya penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Adapun
penelitian-penelitian tersebut di antaranya adalah:
1. Skripsi Maidatul Faizah (STAIN Salatiga, 2012) yang berjudul “Metode
Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Daarul Qur‟an (Santri
Usia Sekolah Menengah Pertama Colomadu Karanganyar Tahun 2012)”.
Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode yang diterapkan dalam tahfidzul Qur'an
adalah metode wahdah, metode sima‟i, metode menghafal per hari satu halaman, metode pengulangan umum. Implementasi metode tersebut secara global terbagi dua waktu yakni ba‟da Subuh dan ba‟da Isya‟. Untuk
kelebihan dan kekurangan, selama ini tidak ada kekurangan yang terlihat
jelas. Hal itu terlihat dari hasil pembelajaran yang selalu melampaui target. 2. Skripsi Siti Nurhalimah (STAIN Salatiga, 2012) yang berjudul “Efektivitas
Sistem Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an (Di Pondok Pesantren Roudlotu „Usysyaaqil Qur‟an Rowosari, Rowopolo, Kecamatan Tuntang,
Kabupaten Semarang Tahun 2012)”. Jenis penelitian skripsi ini adalah
13
penghafalan Al-Qur‟an dan pengkajian kitab terlaksana sesuai dengan yang direncanakan. Sistem pendidikan Tahfidzul Qur‟an di pondok Roudlotu „Usysyaaqil tersebut sangat efektif, sehingga target yang telah
ditentukan dengan menghafal Al-Qur‟an selama 5-6 tahun bisa tercapai.
3. Skripsi Arif Rahman Hakim (STAIN Salatiga, 2013) yang berjudul “Metode Tahfidzul Qur‟an di Sekolah Dasar Islam Tahfidzul Qur‟an
(SDITQ) Al-Irsyad Desa Butuh Kecamatan Tengaran Tahun 2013”. Jenis
penelitian skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa metode tahfidzul qur‟an yang digunakan di SDITQ
adalah metode Pakistani, jenis metode ini meliputi di antaranya adalah Sabak, Sabki dan Manzil. Tujuan metode ini adalah untuk mempermudah siswa dalam menghafal dan menjaga hafalannya. Media yang digunakan
yaitu Al-Qur‟an, buku iqro‟, buku tajwid, handphone MP3, Al-Qur‟an digital, alat tulis, formulir hafalan siswa. Langkah-langkah pelaksanaan
metode ini pada umumnya tidak jauh berbeda dengan pelajaran umum, hanya saja metode dan media yang digunakan berbeda dengan yang
lainnya. Peranan guru sangat dibutuhkan karena perlu perhatian yang banyak, kesabaran, konsentrasi serta komitmen dalam membina hafalan siswa. Sedangkan peranan siswa merupakan sebagai pembelajaran lansung
dan aktif, hasil penggunaan metode ini cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan jumlah hafalan siswa dan prestasi lomba. Kelebihan dari metode
14
dipantau lansung oleh ustadz, suasana kondusif, sarana dan prasarana yang
memadai, memiliki teman-teman yang sama-sama menghafal,
terkondisikan oleh jadwal. Faktor Penghambat bagi siswa asrama dan non asrama adalah malas, kurang memuraja‟ah hafalan, tidak berbakat
menghafal, mengantuk, lupa, banyak bermain. Motivasi yang diberikan yaitu, memberikan reward voucer belanja, hadiah berupa perlengkapan alat tulis, memberikan perhatian kasih sayang, nasehat serta tausiyah
mengenai keutamaan menghafal. Cara mengatasi faktor di antaranya memberikan pembinaan kepada siswa, mengevaluasi kendala yang
ditemui, memberikan motivasi dan nasehat kepada siswa agar senantiasa rajin menghafal, berkerja sama dengan pihak wali siswa dalam mengatasi kendala tersebut serta memberikan hukuman yang mendidik bagi siswa
melanggar ketika kegiatan tahfidz.
4. Skripsi Mukhamad Iskandar (Universitas Muhammadiyah Surakarta,
2013) yang berjudul “Penerapan Metode Qasimi dalam menghafal
Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Baitul Al-Qur‟an Garut, Dawung, Sambirejo
Sragen Tahun 2012-2013”. Jenis penelitian skripsi ini adalah kualitatif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa yang pertama yaitu penerapan metode Al-Qasimi dalam menghafal Al-Qur‟an di pesantren Baitul Qur‟an
Sambirejo Sragen telah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh pesantren, yaitu mencetak generasi Qur‟ani yang mandiri berprestasi.
15
individu, muraja‟ah dengan ustadz, muraja‟ah kelompok. Ketiga, faktor
pendukung penerapan metode Al-Qasimi yaitu menggunakan satu
mushaf, tempat yang tenang, lancar membaca Al-Qur‟an, dan manajemen waktu. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu belum mampu membaca
Al-Qur‟an dengan baik, banyak ayat serupa namun tak sama, dan ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi.
5. Skripsi Miss Kadaria Waenalai (UIN Sunan Kalijaga, 2009) yang berjudul “Pembelajaran Menghafal Al-Qur‟an di Ma‟had Nahdhotul „Ulum Yala
Thailand Selatan Tahun 2009”. Jenis penelitian skripsi ini adalah
penelitian kalitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa metode yang dipakai adalah metode Tahfidz dan Takrir. Dan untuk pelaksanaannya, yaitu setiap hari kecuali hari minggu, dilaksanakan setelah Maghrib, Isya‟,
dan Subuh. Untuk faktor penghambatnya adalah karena tidak dapat konsentrasi, sedangkan faktor penunjangnya adalah karena metode yang
digunakan efektif.
Berdasarkan temuan penelitian di atas, penulis ingin mengemukakan
bahwa penelitian yang akan dilaksanakan ini memiliki perbedaan yang mendasar dengan penelitian sebelumnya dan belum ada yang mengulasnya, yang membedakan adalah fokus kajian serta tempat dari penelitian ini, yakni
model pembelajaran dan faktor penunjang serta penghambat pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan
16 G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan adalah suatu tindakan penelitian yang dilakukan di
tempat penelitian yang dipilih untuk menyelidiki gejala objektif yang terjadi di lokasi penelitian (Fathoni, 2006: 96). Penulis mengumpulkan data dari lapangan dengan mengadakan penyelidikan secara langsung di lapangan
untuk mencari berbagai masalah yang ada relevansinya dengan penelitian ini (Muhadjir, 2002: 38).
Untuk melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif. Moloeng menjelaskan penelitian kualitatif adalah prosedur data penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moloeng, 2011: 4).
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti sebagai pengamat, dalam hal ini tidak sepenuhnya berperan dalam proses pembelajaran tetapi masih melakukan
fungsi pengamatan (Moleong, 2007: 77). Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan mengunjungi Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak dan terlibat secara langsung
dalam aktivitas santri, terutama dalam usahanya untuk memperoleh data dan berbagai informasi. Penelitian ini dilaksanakan oleh penulis pada bulan
17 3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Wahid Bener
Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang difokuskan pada asrama putri. Peneliti memilih lokasi ini karena sebelumnya belum pernah
ada yang melakukan penelitian tentang model pembelajaran Tahfidzul
Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang
Kabupaten Demak, sebagai satu-satunya pondok pesantren yang dapat
memadukan pembelajaran Tahfidzul Qur‟an dengan kajian kitab tafsir dan
Qiro‟ah Sab‟ah yang ada di daerah tersebut.
4. Sumber Data
Untuk pengambilan data dalam penelitian ini, penulis mengambil dan mengumpulkan data dari sumber data primer (utama) dan sumber data
sekunder (pendukung). a. Sumber Primer
Sugiyono (2010: 308-309) mengatakan bahwa sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data. Dalam penelitian
ini, data primernya adalah kyai, pengurus, ustadz/ustadzah, dan santri. b. Sumber Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Data sekundernya seperti struktur kepengurusan, jadwal pelajaran pondok, tata tertib pondok,
18 5. Metode Pengumpulan Data
Menurut Maslikhah (2013: 321), prosedur pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi.
a. Wawancara
Menurut Maslikhah (2013: 321) Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.
Penulis melakukan wawancara dengan para subyek primer (kyai,
ustadz atau ustadzah, pengurus, dan satri) untuk mendapatkan data yang dibutuhkan tentang bagaimana model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang
Kabupaten Demak, faktor-faktor yang menunjang dan menghambat proses pembelajaran Tahfidzul Qur‟an tersebut dan bagaimana cara mengatasinya.
b. Observasi
Observasi dapat diinterpretasi secara komprehensif sebagai suatu pengamatan mendalam, teliti mengenai fenomena yang ada di sekitar kita dan kemudian didokumentasikan dalam rangka untuk mengungkapkan
keterkaitan antarfenomena. Dengan demikian kegiatan observasi tidak lepas dari kegiatan untuk membuat dokumen (pendokumentasian)
19
tentang keadaan atau kondisi pondok pesantren, letak geografis, visi dan misi, sarana prasarana, kegiatan pembelajaran, dan model pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an yang diterapkan di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu metode untuk mencari data yang terkait dengan hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,
surat kabar, majalah, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Metode ini digunakan penulis untuk mencari data tentang beberapa informasi dari
pondok pesantren yang meliputi: sejarah berdirinya Pondok Pesantren, struktur kepengurusan, keadaan guru/ustadz, keadaan santri, dan kurikulum yang ada di Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding
Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.
6. Analisis Data
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data model interaktif (interactive model of analysis) yang terdiri dari analisis
data yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles, 1992: 19).
Menurut Salim dalam tulisan Maslikhah (2013: 323), proses analisis
data sebagaimana penelitian kualitatif, digunakan teknik analisis data sebagai berikut:
20
b. Penyajian data yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang
memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
c. Verifikasi dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif mencari
makna dari gejala yang diperoleh di lapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur akusalitas, dan proposisi.
7. Pengecekan Keabsahan Temuan
Sebagai upaya untuk membuktikan bahwa data yang diperoleh itu
benar-benar valid, maka peneliti menggunakan teknik triangulasi.
Menurut Moleong (2011: 330-332) data yang telah terkumpul diuji keabsahannya dengan teknik triangulasi data. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dan untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Teknik
triangulasi yang paling banyak digunakan ialah melalui sumber lainnya. Ada tiga macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan, yaitu sumber,
metode, dan teori.
a. Triangulasi sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif, menurut Patton hal itu dapat dicapai dengan jalan:
21
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi;
3) Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu;
4) Membandingkan keadaan dan persepektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang; dan
5) Membandingan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
b. Triangulasi metode, menurut Patton terdapat dua strategi, yaitu
pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengempulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
c. Triangulasi teori, menurut Lincoln dan Guba menganggap bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih
teori. Sedangkan Patton berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding (Moleong,
2011: 330-332).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik triangulasi sumber yaitu dilakukan dengan cara membandingkan hasil
22 8. Tahap-Tahap Penelitian
Menurut Moleong (2009: 127), dalam tahap penelitian ini terdiri dari
tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data. a. Tahap Pra-Lapangan
Pada tahapan ini, peneliti harus menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
perlengkapan penelitian. Untuk penelitian di Pondok Pesantren Al-Wahid, maka peneliti menyusun rancangan penelitian berupa
rumusan penelitian, surat izin penelitian, persiapan untuk penelitian, beberapa rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penelitian, memilih dan menentukan informan, serta meyiapkan
hal-hal lain yang dibutuhkan dalam penelitian. b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini dibagi atas tiga bagian, yaitu memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperan serta
sambil mengumpulkan data. Dengan demikian, peneliti
mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental serta peneliti juga harus mengingat persoalan etika dan menempatkan diri ketika
berada di Pondok Pesantren Al-Wahid ini, di antaranya adalah terlebih dahulu sowan untuk menemui kyai, ustadz, dan pengurus
23
mencari/meminta dokumen-dokumen yang ada di pondok untuk dijadikan data penelitian.
c. Tahap Analisis Data
Menganalisa hasil temuan data dari penelitian baik secara lisan
ataupun tulisan. Semua data yang diperoleh di Pondok Pesantren Al-Wahid akan dianalisis dan pilah oleh peneliti.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan untuk mempermudah jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi
skripsi. Oleh karena itu, skripsi ini akan penulis susun dengan sistematika sebagai berikut.
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka,
metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang berbagai teori yang menjadi landasan teoritik penelitian, meliputi pengertian model pembelajaran, pengertian Tahfidzul
Qur‟an, dasar hukum dan kaidah penting dalam Tahfidzul Qur‟an, model
pembelajaran Tahfidzul Qur‟an, faktor pendukung dan penghambat Tahfidzul
Qur‟an, pengertian pondok pesantren, jenjang pendidikan pondok pesantren,
24
BAB III: PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum pondok pesantren Al-Wahid
Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang meliputi sejarah berdirinya pondok pesantren, letak geografis, visi dan misi, struktur
kepengurusan, sarana dan prasarana, keadaan ustadz, keadaan santri, kurikulum pengajaran dan jenjang pendidikan pondok pesantren Al-Wahid Putri. Kemudian hasil dokumentasi dan wawancara tentang model
pembelajaran Tahfidzul Qur‟an, faktor-faktor yang menunjang dan menghambat pembelajaran Tahfidzul Qur‟an serta cara mengatasinya.
BAB IV: PEMBAHASAN
Bab ini membahas satu persatu tentang analisis data dari hasil penelitian. BAB V: PENUTUP
25
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur’an 1. Pengertian Model Pembelajaran
Istilah model pembelajaran menurut Joyce dan Weil dalam Sutikno (2014: 57), diartikan sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Kemudian Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran
mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Sedangkan model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun
berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan.
Selanjutnya, Joyce dan Weil dalam Rusman (2011: 133),
berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Hal ini senada dengan pendapat Dahlan dalam Sutikno (2014: 57), menjelaskan
26
dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting
pengajaran ataupun setting lainnya.
Sesungguhnya model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang
sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan (Rusman, 2011: 133).
Joyce dan Weil mempelajari model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model
pembelajaran antara lain:
a. Model Pemrosesan Informasi.
Model pemrosesan informasi menekankan pada
pengambilan, penguasaan, dan pemrosesan informasi. Model yang didasari oleh teori belajar kognitif Piaget yang berorientasi pada
kemampuan peserta didik dalam memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Model ini lebih memfokuskan pada
fungsi kognitif peserta didik. b. Model Personal
Model personal menekankan pada pengembangan konsep
diri setiap individu. Model ini bertitik tolak dari teori humanistik Abraham Maslow yang berorientasi pada pengembangan individu.
27 c. Interaksi Sosial
Model interaksi sosial menekankan pada hubungan personal
dan sosial kemasyarakatan di antara peserta didik yang berfokus pada peningkatan kemampuannya untuk berhubungan dengan
orang lain, terlibat dalam proses-proses yang demokratis dan bekerja secara produktif dalam masyarakat. Model ini didasari oleh teori belajar Gestalt.
d. Perilaku
Model perilaku menekankan pada perubahan perilaku yang
tampak dari peserta didik sehingga konsisten dengan konsep dirinya. Model ini bertitik tolak dari teori perubahan perilaku (teori belajar behavioristik), melalui teori ini peserta didik dibimbing
untuk dapat memecahkan masalah belajar (Fathurrohman, 2015: 32-38).
Sedangkan menurut Toeti Soekamto dan Udin Saripudin Winataputra, mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis, dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, aktivitas belajar
28
dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar (Ahmadi
dan Amri, 2011: 8).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model
pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur atau langkah-langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan
pembelajaran. Pada model pembelajaran sudah ditunjukkan secara jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru atau peserta didik, bagaimana urutan kegiatan-kegiatan tersebut, dan
tugas-tugas khusus apa yang perlu dilakukan oleh peserta didik.
Model pembelajaran memiliki makna lebih luas dari pada
strategi atau metode pembelajaran. Adapun Strategi pembelajaran menurut Kemp dalam Majid (2012: 129) adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan pendapat Kemp, Dick and Carey dalam Rusman (2011: 133), yang
menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara
29
Berbeda dengan Kemp, menurut Kozma menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah sebagai kegiatan yang dilakukan guru
untuk memfasilitasi (guru sebagai fasilitator) peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal ini senada dengan pendapat Gerlach
dan Ely yang menjelaskan bahwa strategi adalah cara-cara yang dipilih guru untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Dari berbagai definisi
tersebut, disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah langkah-langkah yang ditempuh guru untuk memanfaatkan sumber belajar yang
ada, guna mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Suyadi, 2013: 14)
Istilah lain yang mempunyai makna sejalan dengan strategi
adalah metode. Menurut Pupuh Fathurrahman dalam Suyadi (2013: 15), menjelaskan bahwa metode adalah cara. Pada pengertian umum,
metode dapat diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang ditempuh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Hal ini senada dengan pendapat David J. R. dalam Majid (2012: 131), metode adalah cara untuk mencapai sesuatu. Metode secara harfiah berarti “cara”. Untuk pemakaian yang umum, metode
diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata “pembelajaran” berarti segala upaya
30
materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik dalam upaya untuk mencapai tujuan.
Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah
satu komponen bagi keberhasilan kegiatan pembelajaran yang sama pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam keseluruhan komponen pendidikan (Sutikno, 2014: 33-34).
Upaya mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun dapat
tercapai secara optimal, maka diperlukan suatu metode yang digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa terjadi satu strategi pembelajaran menggunakan
beberapa metode. Oleh sebab itu, strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjukkan pada sebuah perencanaan untuk mencapai
sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi (Rusman, 2011: 133).
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa ada perbedaan antara model, strategi, dan metode pembelajaran. Perbedaan tersebut terletak pada pelaksanaan
kegiatan pembelajaran ketika berlangsung. Model pembelajaran menekankan pada konseptualitas kerangka pembelajaran yang akan
31
menekankan pada cara mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah
disusun dapat tercapai secara optimal. Sedangkan motode pembelajaran itu mengaktualisasikan sebuah cara untuk memberikan
sebuah pembelajaran yang menarik, kreatif serta inovatif terhadap anak didik sehingga kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik serta materi tercapai dengan maksimal.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi dan metode. Menurut Kardi dan Nur dalam tulisan
Ahmadi dan Amri (2011: 8), model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi dan metode. Ciri-ciri tersebut ialah rasional teoritik logis, tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, tingkah laku mengajar agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan lingkungan belajar agar tujuan pembelajaran itu
dapat tercapai.
Sedangkan menurut Rusman (2011: 136), model pembelajaran
memiliki ciri-ciri khusus, di antaranya adalah berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu; mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu; dapat dijadikan pedoman untuk
perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas; memiliki bagian model yang dinamakan urutan langkah-langkah pembelajaran, adanya
32
meliputi hasil belajar yang dapat diukur dan hasil belajar jangka panjang; dan membuat persiapan mengajar dengan pedoman model
pembelajaran yang dipilihnya.
Selain ciri-ciri khusus pada suatu model pembelajaran, menurut
Nieveen dalam tulisan Trianto (2012: 24-25), menjelaskan bahwa suatu model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Valid. Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal yaitu apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang
kuat dan apakah terdapat konsistensi internal.
b. Praktis. Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat
diterapkan dan kenyataan menunjukkan bahwa apa yang diterapkan tersebut dapat diterapkan.
c. Efektif. Berkaitan dengan aspek efektivitas ini, Nieveen memberikan parameter sebagai berikut:
1) Ahli dan praktisi berdasar pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif.
2) Secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai
33 2. Pengertian Tahfidzul Qur’an
Istilah Tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata, yaitu tahfidz dan Al-Qur‟an. Kata tahfidz merupakan bentuk isim
mashdar dari fiil madhi (
ًظِْٛفْ َج
–
ُظِّفَ ُٚ
–
َظلَّفَح
) yang artinyamemelihara, menjaga, dan menghafal (Munjahid, 2007: 73).
Pengertian menghafal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat (Depdikbud,
1999: 33).
Menurut Al-Lihyani dan mayoritas ulama‟, secara bahasa Al -Qur‟an merupakan bentuk mashdar dari fiil madhi qara-a ( شق) yang
artinya “membaca”, yang bersinonim dengan kata qira-ah (ة شق). Kata
qara-a sendiri berarti menghimpun dan memadukan sebagian
huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang sebagian lainnya. Kenyataannya, memang huruf-huruf dan lafal-lafal serta
kalimat-kalimat Al-Qur‟an berkumpul dalam satu mushaf. Secara terminologi kata Al-Qur‟an didefinisikan dalam berbagai redaksi. Salah satunya menurut Manna‟ Khalil Al-Qaththan dalam tulisan Sugianto (2004:
18-19), Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang bernilai ibadah membacanya.
34
Rasul yaitu Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat Jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat
An-Nas, yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membacanya merupakan suatu ibadah.
Setelah melihat definisi menghafal dan Al-Qur‟an di atas, dapat disimpulkan bahwa Tahfidzul Qur‟an adalah proses dan usaha untuk mengingat, menghafal, dan memelihara ayat-ayat suci Al-Qur‟an yang diturunkan kepada Rasulullah SAW agar dapat meresap
ke dalam pikiran seseorang (di luar kepala), sehingga tidak terjadi
perubahan dan pemalsuan Al-Qur‟an serta dapat menjaga kemurniannya baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Sedangkan program pendidikan menghafal Al-Qur‟an adalah
program menghafal Al-Qur‟an dengan mutqin (hafalan yang kuat) terhadap lafadz-lafadz Al-Qur‟an dan menghafal makna-maknanya
dengan kuat yang memudahkan untuk menghindarkannya setiap menghadapi berbagai masalah kehidupan, yang mana Al-Qur‟an
35
3. Dasar Hukum dan Kaidah Penting Tahfidzul Qur’an a. Dasar Hukum Tahfidzul Qur‟an
Umat Islam pada dasarnya tetap berkewajiban untuk secara riil dan konsekuen berusaha memelihara Al-Qur‟an, karena
pemeliharaan terbatas sesuai dengan sunnatullah yang telah ditetapkan-Nya tidak menutup kemungkinan kemurnian ayat-ayat Al-Qur‟an akan diusik dan diputarbalikkan oleh musuh-musuh
Islam. Salah satu usaha nyata dalam proses pemeliharaan kemurnian Al-Qur‟an yaitu dengan menghafalkannya (Ahsin,
2000: 21).
Dari sini, secara tegas banyak para ulama‟ mengatakan alasan yang menjadi dasar untuk menghafal Al-Qur‟an adalah
sebagai berikut:
1) Jaminan kemurnian Al-Qur‟an dari usaha pemalsuan. Para
penghafal Al-Qur‟an adalah orang-orang yang dipilih Allah untuk menjaga kemurnian Al-Qur‟an dari usaha-usaha
pemalsuannya. Sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
Al-Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar
memeliharanya”. (QS. Al-Hijr: 9)
36
berminat untuk menghafal Al-Qur‟an dan bersungguh-sungguh dalam menghafalnya. Hingga akhir zaman, Al-Qur‟an akan
tetap eksis serta tidak akan kekurangan para penghafalnya, yang semuanya itu tidak lepas dari kehendak Allah SWT
begitu pula para penghafal Al-Qur‟an pada hakikatnya merupakan pilihan Allah SWT yang memegang peranan sebagai penjaga dan pemelihara terhadap kemurnian Al-Qur‟an
(Sugianto, 2004: 44).
2) Al-Qur‟an diturunkan, diterima, dan diajarkan oleh Nabi SAW
secara hafalan. Sehingga mendorong para sahabat untuk menghafalkannya. Sungguh merupakan suatu hal yang luar biasa bagi umat Muhammad SAW karena Al-Qur‟an dapat
dihafal dalam dada mereka bukan sekedar dalam tulisan-tulisan kertas, tetapi Al-Qur‟an selalu dibawa dalam hati para
penghafalnya. Sesuai dengan firman Allah SWT:
ٖشِ لَّذمُّي ٍِي لۡمََٓف ِشلۡ ِّزهِن ٌَ َء لۡشُ لۡن ََ لۡشلَّسَٚ لۡذَ َن َٔ
١٧
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil
pelajaran” (QS. Al-Qamar: 17).
3) Menghafal Al-Qur‟an adalah fardhu kifayah. Ini berarti bahwa
orang yang menghafal Al-Qur‟an tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir sehingga tidak akan ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan pengubahan terhadap ayat-ayat suci Al-Qur‟an
37
Dalam kitab Al-Burhan fi Ulumil Qur‟an, Juz 1, halaman 539, Imam Badrudin bin Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasi
mengatakan bahwa “menghafal Al-Qur‟an adalah fardhu
kifayah”. Sedang dalam Nihayah Qaulul Mufid, Syeikh
Muhammad Makki Nashr dalam Ahsin (2000: 24) mengatakan sebagai berikut:
ٍةَٚ َفِ ُ ْشَف ٍ ْهَق ِشَْٓ ٍَْػ ٌِ ْشُ ْن َظْف ِح لٌَِّ
Artinya: “sesunggunya menghafal al-Qur‟an di luar kepala
hukumnya fardhu kifayah”.
Dari ungkapan di atas sudah jelas bahwa menghafal Al-Qur‟an hukumnya adalah fardhu kifayah. Apabila sebagian melakukan maka gugurlah kewajiban yang lainnya. Sebaliknya
jika kewajiban ini tidak terpenuhi maka semua umat Islam akan menanggung dosanya.
b. Kaidah Penting Tahfidzul Qur‟an
Para penghafal Al-Qur‟an terikat oleh beberapa kaidah
penting di dalam menghafal (Chairani dan Subandi, 2010: 38-40) yaitu:
1) Ikhlas, bermakna bahwa seseorang akan meluruskan niat dan
38
2) Memperbaiki ucapan dan bacaan, meskipun Al-Qur‟an menggunakan bahasa Arab akan tetapi melafadzkannya sedikit
berbeda dari penggunaan bahasa Arab populer. Oleh karena itu, mendengarkan terlebih dahulu dari orang yang bacaannya benar
menjadi suatu keharusan.
3) Menentukan presentasi hafalan setiap hari. Kadar hafalan ini sangat penting untuk ditentukan agar penghafal menemukan
ritme yang sesuai dengan kemampuannya.
4) Konsisten dengan satu mushaf. Alasan kuat penggunaan satu
mushaf ini adalah bahwa manusia mengingat dengan melihat dan mendengar sehingga gambaran ayat dan juga posisinya dalam mushaf dapat melekat kuat dalam pikiran.
5) Pemahaman adalah cara menghafal. Memahami apa yang dibaca merupakan bantuan yang sangat berharga dalam menguasai
suatu materi. Oleh karena itu, penghafal Al-Qur‟an selain harus melakukan pengulangan secara rutin, juga diwajibkan untuk
membaca tafsiran ayat yang dihafalkan.
6) Memperdengarkan bacaan secara rutin. Tujuannya adalah untuk membenarkan hafalan dan juga berfungsi sebagai kontrol terus
menerus terhadap pikiran dan hafalannya.
7) Mengulangi secara rutin. Penghafalan Al-Qur‟an berbeda
39
Oleh karena itu, mengulangi hafalan melalui wirid rutin menjadi suatu keharusan bagi penghafal Al-Qur‟an.
8) Menggunakan tahun-tahun yang tepat untuk menghafal. Semakin dini usia yang digunakan untuk menghafal maka
semakin mudah dan kuat ingatan yang terbentuk.
4. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur’an
Secara garis besar model pembelajaran dapat dibagi menjadi
tiga yaitu model pembelajaran yang berpusat pada guru, model pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan model pembelajaran
aplikatif (Fathurrohman, 2015: 32).
Pada pelaksanaannya, model-model pembelajaran Tahfidzul
Qur‟an dipraktekkan dengan berbagai metode atau cara pembelajaran.
Sehingga pembahasan model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an juga mengarah pada metode yang digunakan dalam pembelajaran
menghafal Al-Qur‟an. Ada beberapa model yang bisa dikembangkan dalam rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal Al-Qur‟an,
dan bisa memberikan bantuan kepada para penghafal untuk mengurangi kepayahan dalam menghafal Al-Qur‟an.
Menurut Sa‟dulloh (Chairani dan Subandi, 2010: 41),
40
a. Binnadhar, yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat Al-Qur‟an yang akan dihafalkannya dengan melihat mushaf secara
berulang-ulang.
b. Tahfidz, yaitu melafalkan sedikit demi sedikit ayat-ayat Al-Qur‟an
yang telah dibaca berulang-ulang pada saat binnadhar hingga sempurna dan tidak terdapat kesalahan. Hafalan selanjutnya dirangkai ayat demi ayat hingga hafal.
c. Talaqqi, yaitu menyetorkan atau memperdengarkan hafalan kepada seorang guru atau instruktur yang telah ditentukan.
d. Takrir, yaitu mengulang hafalan atau melakukan sima‟an terhadap ayat yang telah dihafal kepada guru atau orang lain. Takrir ini bertujuan untuk mempertahankan hafalan yang telah dikuasai.
e. Tasmi‟, yaitu memperdengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada perseorangan ataupun jama‟ah.
Sedangkan menurut Ahsin W. (2000: 63) menjelaskan bahwa ada lima model atau metode dalam menghafal Al-Qur‟an, antara lain:
a. Wahdah, yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak 10 kali, atau 20 kali, atau lebih sehingga proses ini
mampu membentuk pola dalam bayangannya.
b. Kitabah, artinya menulis. Pada model ini penghafal terlebih dahulu
41
sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya. Menghafalnya bisa dengan metode wahdah, atau dengan
berkali-kali menuliskannya sehingga dengan begitu ia dapat sambil memperhatikan dan sambil menghafalkannya dalam hati. Model ini
cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.
c. Sima‟i, artinya mendengar. Maksud dari sima‟i ini ialah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Model ini akan
sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih di bawah umur yang belum mengenal tulis baca Al-Qur‟an.
d. Gabungan. Model ini merupakan gabungan antara metode wahdah
dan kitabah. Hanya saja kitabah (menulis) di sini lebih memiliki
fungsional sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai
menghafal ayat yang dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya di atas kertas yang telah disediakan untuknya dengan hafalan pula. Jika penghafal belum mampu mereproduksi
hafalannya ke dalam tulisan secara baik, maka ia kembali menghafalkannya sehingga ia benar-benar mencapai nilai hafalan
42
hafalan. Pemantapan hafalan dengan cara ini pun akan baik sekali, karena dengan menulis akan memberikan kesan visual yang
mantap.
e. Jama‟, yaitu cara menghafal yang dilakukan secara kolektif (bersama-sama), dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama, instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa
menirukan secara bersama-sama. Kemudian instruktur
membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca
dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti bacaan instruktur sedikit demi sedikit dengan mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnya. Sehingga
ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam bayangannya. Cara ini termasuk model yang baik untuk
dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuhan di samping akan banyak membantu menghidupkan daya ingat
terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.
Selanjutnya, menurut Munjahid (2000: 77-80) model yang dapat digunakan bagi para penghafal, yakni model menghafal dengan
pengulangan penuh, model menghafal dengan tulisan, model menghafal dengan memahami makna, dan menghafal dengan