• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL-WAHID PUTRI BENER WEDING KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL-WAHID PUTRI BENER WEDING KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN

TAHFIDZUL QUR’AN

DI

PONDOK PESANTREN AL-WAHID PUTRI BENER

WEDING KECAMATAN BONANG KABUPATEN

DEMAK TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

NUR IDA AFWA

NIM. 111-12-227

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)

i

MODEL PEMBELAJARAN

TAHFIDZUL QUR’AN

DI

PONDOK PESANTREN AL-WAHID PUTRI BENER

WEDING KECAMATAN BONANG KABUPATEN

DEMAK TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

NUR IDA AFWA

NIM. 111-12-227

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(3)
(4)

iii

(5)
(6)
(7)

vi MOTTO

ًَُّلَّهَػ َٔ ٌَ ْشُ ْن َىلَّهَؼَج ٍَْي ْىُ ُشَْٛ

“Sebaik

-baik orang di antara kamu adalah orang yang belajar

Al-

Qur‟an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori)

ٍَِْٛن ِضًُُْلۡن ُشلَۡٛ َثََْ َٔ لٗا َس َ مُّي لٗا َضُُْي ُِْٙلۡن ِضََْ ِّ َس

Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan

Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat." (QS.

Al-Mu‟minun: 29)

(8)

vii

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, karya skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ayah dan Ibuku tercinta, H.M. Riyadi dan Hj. Sri Lestari (almh) yang selalu membimbingku, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi dalam kehidupanku.

2. Para Masyayih-Masyayihku, khususnya Abah K.H. Mujahidin Mukhlas dan Ibu Nyai Hj. Maidah Al-Hafidzoh sebagai pencerah hatiku yang telah menunjukkanku ke pintu Rahmatullah.

3. Bapak Abdullah Arif dan Bapak Fahsin M. Faal yang telah memberikan inspirasi untukku.

4. Dosen Pembimbing Skripsiku, Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M. Ag.

yang selalu memberikan pengarahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran selama proses skripsi ini.

5. Bapak Dr. Ahmad Mifdlol Muthohar, Lc., M.SI beserta istrinya yang telah memberikan motivasi, bantuan, dan doa kepadaku.

6. Keluarga Besarku, mas Aula, mbak Nur, mas Taufiq, mbak Arum, mas Indri, mbak Ifa, mas Ratno, mbak Dwi, dek Fina, dek Iwan, dek Rizqi, dan dek Luqman, yang telah memberikan dukungan, doa, dan motivasi yang tak ada hentinya kepadaku sehingga proses penempuhan gelar sarjana ini bisa tercapai.

7. Untuk Mamahku (Mak Tun) dan Aby Abdullah yang telah memberikan kepercayaan penuh kepadaku.

8. Keponakanku tersayang, dek Zakky, dek Rehan, dek Naila, dan dek Mira yang selalu menghiburku.

(9)

viii

Alhamdulillahirobbil„alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, petunjuk, dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak Tahun 2016”. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan di dalamnya. Selain itu, penulis juga banyak memperoleh bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.

4. Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Maslikhah, M.Ag., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Abah K.H. Mujahidin Mukhlas dan Ibu Nyai Hj. Maidah Al-Hafidzoh selaku pengasuh Pondok Pesantren Al-Wahid yang telah memberikan kesempatan dan bantuan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.

(10)

ix

8. Para Ustadz dan ustadzah, pengurus, santri, dan keluarga besar Pondok Pesantren Al-Wahid Bener, Weding, Bonang, Demak yang telah memberikan bantuan, informasi, serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membuka cakrawala keilmuan di bidang pendidikan kepada penulis.

10. Staf Perpustakaan IAIN Salatiga memberikan ruang ilmu akademik sebagai sumber pengetahuan penulis.

11. Keluarga Besar JQH Al-Furqan IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu dan pengalaman keorganisasian kepada penulis.

12. Keluarga Besar PAI G Community yang telah melukis begitu banyak kenangan kepada penulis.

13. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2012 IAIN Salatiga yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

14. Semua pihak yang terlibat dan dengan ikhlas memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

Demikian ucapan terimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa berdoa kepada Allah SWT, semoga amal kebaikan yang tercurahkan diridhoi oleh Allah SWT dengan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca. Dengan keterbatasan dan kemampuan, skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

(11)

x ABSTRAK

Afwa, Nur Ida. 2016. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak Tahun 2016. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Djami‟atul Islamiyah, M. Ag.

Kata kunci: Pondok Pesantren, Model Pembelajaran Tahfidzul Qur’an. Tujuan pendidikan pesantren adalah untuk mencetak muslim yang dapat menguasai ilmu-ilmu agama secara mendalam serta menghayati, dan mengamalkannya dengan ikhlas. Guna mencapai tujuan ini, pesantren mengajarkan pembelajaran Al-Qur‟an atau Tahfidzul Qur‟an, tafsir dan ilmu tafsir, serta pembelajaran kitab lainnya. Seperti halnya Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang memiliki berbagai pembelajaran kitab dan Tahfidul Qur‟an serta Qira‟ah Sab‟ah. Dengan demikian, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri, faktor penunjang dan penghambat pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an serta cara mengatasinya.

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data, dan verifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, model pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an di pondok pesantren Al-Wahid ini sangat bervariasi, di antaranya adalah model muraja‟ah kelas, sorogan, sima‟an, tartilan, acakan, dan

Qira‟ah Sab‟ah. Kedua, faktor penunjang pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yaitu adanya metode menghafal Al-Qur‟an yang mudah, bimbingan khusus santri kecil dalam menghafal Al-Qur‟an, tersedianya buku penilaian hafalan Al-Qur‟an, terdapat program muraja‟ah kelas, adanya laptop sebagai fasilitas pembelajaran tafsir, antusias santri yang tinggi dalam mempelajari tafsir dan Qira‟ah Sab‟ah, dan mayoritas santri berada dalam usia ideal untuk menghafal Al-Qur‟an. Ketiga,

(12)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

LEMBAR BERLOGO ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN KELULUSAN ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...v

MOTTO...vi

PERSEMBAHAN ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

ABSTRAK ...x

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian ...7

D. Kegunaan Penelitian ...8

E. Penegasan Istilah ...9

F. Tinjauan Pustaka ...12

G. Metode Penelitian ...16

H. Sistematika Penulisan ...23

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ...25

(13)

xii

2. Pengertian Tahfidzul Qur‟an ...33

3. Dasar Hukum dan Kaidah Penting Tahfidzul Qur‟an ...35

4. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ...39

5. Faktor Pendukung dan Penghambat Tahfidzul Qur‟an ...43

B. Pondok Pesantren dan Karakteristiknya ...57

1. Pengertian Pondok Pesantren ...57

2. Jenjang Pendidikan Pondok Pesantren ...60

3. Macam-Macam Pondok Pesantren ...61

4. Model Pembelajaran Pondok Pesantren ...63

5. Pondok Pesantren dan Tahfidzul Qur‟an ...66

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Wahid Putri ...68

1. Letak Geografis ...68

2. Sejarah Berdirinya ...69

3. Visi dan Misi ...75

4. Struktur Kepengurusan ...75

5. Sarana dan Prasarana ...76

6. Keadaan Ustadz dan Ustadzah ...78

7. Keadaan Santri ...81

8. Kurikulum Pengajaran ...82

9. Jenjang Pendidikan ...84

10. Gambaran Informan ...85

B. Temuan Penelitian ...86

1. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Al-Wahid Putri ...86

2. Faktor Penunjang Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Al-Wahid Putri ...95

(14)

xiii BAB IV PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Al-Wahid

Putri ...111

B. Faktor Penunjang Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Al-Wahid Putri ...123

C. Faktor Penghambat Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Al-Wahid Putri dan Cara Mengatasinya ...129

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...137

B. Saran ...139

DAFTAR PUSTAKA ...141

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1 struktur kepengurusan ...76

2. Tabel 3.2 sarana dan prasarana ...77

3. Tabel 3.3 data ustadz dan ustadzah ...79

4. Tabel 3.4 data santri ...81

5. Tabel 3.5 ketentuan umum Muraja‟ah Tahfidz ...84

6. Tabel 3.6 daftar nama informan ...86

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN 1. Transliterasi Arab - Latin

2. Tata Tertib Pondok Pesantren 3. Daftar Nilai SKK

4. Riwayat Hidup Penulis 5. Nota Pembimbing Skripsi

6. Surat Keterangan Melakukan Penelitian

7. Lembar Konsultasi

8. Pedoman Wawancara

9. Verbatim Wawancara

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur'an merupakan kitab suci umat Islam yang keotentikannya dijamin dan dijaga oleh Allah SWT, juga menjadi satu-satunya kitab suci

samawi yang masih murni dan asli. Sehingga Al-Qur'an yang ada sekarang ini masih asli dan murni sama seperti kitab suci Al-Qur‟an yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya, hal itu karena Allah SWT

yang menjaganya.

Salah satu bentuk penjagaan Allah terhadap Al-Qur'an yaitu melibatkan para hamba-Nya untuk ikut berperan dalam menjaga Al-Qur'an.

Sebagai usaha nyata seorang hamba dalam proses pemeliharaan Al-Qur'an adalah menghafalkan Al-Qur‟an (Tahfidzul Qur‟an) pada setiap generasi umat Islam (Qardhawi, 1999: 189), sehingga dapat mencetak generasi muslim yang Qur‟ani. Sesuai dengan firman-Nya:

َُّن لََِّ َٔ َشلۡ ِّزن َُلۡنلَّضََ ٍُ لۡ ََ لََِّ

ٌَُٕظِف ََٰ َن

٩

Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS. Al-Hijr: 9).

Menghafal Al-Qur'an (Tahfidzul Qur‟an) adalah salah satu cara untuk memelihara kemurnian Qur'an. Adapun menjaga dan memelihara

(18)

2

dengan Hafidz (laki-laki)dan Hafidzah (perempuan). Sebagai seorang Hafidz

atau Hafidzah mestinya selain dapat menghafalkan Al-Qur‟an juga harus bisa

mempelajari, memahami, dan mengamalkan makna yang tersimpan di dalamnya. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang dapat menjaga

Al-Qur'an sekaligus juga menghafal, memahami, serta mengamalkan isi kandungan yang ada di dalam Al-Qur‟an dan dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan hadits Nabi SAW:

ُثْؼًَِس ٍذَث ْشَي ٍُْب ُةًََ ْهَػ ََِٙشَ ْ َ َل َق ُةَ ْؼُض ََُثلَّذَح ٍل َُِْٓي ٍُْب ُج لَّجَح ََُثلَّذَح

َُُّْػ ُ لَّللَّ َٙ ِضَس ٌَ ًَْثُػ ٍَْػ ًَِِّٙهمُّسن ًٍَِْحلَّشن ِذْ َػ ِٙبَ ٍَْػ َةَذَْٛ ُػ ٍَْب َذْؼَس

ًَُّلَّهَػ َٔ ٌَ ْشُ ْن َىلَّهَؼَج ٍَْي ْىُ ُشَْٛ َل َق َىلَّهَس َٔ َِّْٛهَػ ُ لَّللَّ ٗلَّهَ ِِّٙ لَُّن ٍَْػ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal, telah menceritakan kepada kami Syu'bah ia berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Alqamah bin Martsad aku mendengar Sa'd bin Ubaidah dari Abu Abdurrahman As Sulami dari Utsman r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda: Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori No. Hadits 4639).

Al-Qur‟an merupakan kitab yang berfungsi sebagai sumber hikmah, cahaya mata dan akal, serta ketentraman hati bagi siapa saja yang ingin

memikirkan, merenungkan, dan menghafalkannya. Selain itu, Al-Qur‟an juga merupakan undang-undang Allah yang kokoh dan dapat memberikan kebahagiaan bagi manusia yang menjadikan Al-Qur‟an sebagai pedoman

dalam kehidupannya. Dengan demikian, salah satu sebab kebahagiaan umat Islam dan yang biasa hilang dari pandangan manusia saat ini adalah

(19)

3

sungguh-sungguh dan konsisten, khususnya bagi para penghafal Al-Qur‟an itu sendiri (Al-Munawar, 2002: 3).

Indonesia sejauh ini telah memiliki perhatian yang tinggi terhadap masalah pendidikan Tahfidzul Qur‟an, yaitu mulai dari pendidikan tingkat dasar (SDIT Al-Azhar, SD Muhammadiyah Plus, dan sebagainya) sampai tingkat Perguruan Tinggi seperti UNSIQ Wonosobo, IIQ Jakarta, dan sebagainya. Tidak sedikit lembaga pendidikan formal yang telah berkembang

dan berperan serta dalam mencetak anak bangsa yang cinta akan Al-Qur‟an. Selain dari pendidikan formal, banyak juga pendidikan non formal yang

mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat dalam hal

Tahfidzul Qur‟an dan tetap memiliki eksistensi yang tinggi dalam kehidupan

masyarakat Indonesia, baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat

modern, salah satunya adalah lembaga pendidikan pondok pesantren.

Pesantren sebagai bentuk lembaga pendidikan non formal yang

mendapatkan perhatian dari pemerintah Indonesia dan merupakan salah satu pendidikan di Indonesia yang bersifat tradisional. Sejarah pendidikan

menyebutkan bahwa pesantren merupakan bukti awal kepedulian masyarakat Indonesia terhadap pendidikan, sehingga pesantren juga disebut dengan lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia (Depag RI, 2003: 1).

Pesantren yang ada di Indonesia telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim dan mampu menampung berjuta santri. Oleh karena itu,

(20)

4

Selain itu, tujuan pendidikan pesantren adalah untuk mencetak muslim yang dapat menguasai ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) secara mendalam

serta menghayati, dan mengamalkannya dengan ikhlas semata-mata ditujukan untuk pengabdiannya kepada Allah SWT. Guna mencapai tujuan ini,

pesantren mengajarkan Al-Qur‟an atau Tahfidzul Qur‟an, Tafsir dan ilmu Tafsir, Hadits beserta ilmu Hadits, Fiqh dan Ushul Fiqh, Tauhid, Tarikh, Akhlaq dan Tasawuf, Nahwu, Sharaf, serta ilmu Manthiq kepada para

santrinya (Depag RI, 2003: 21). Penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pengajaran untuk para santri dengan berbagai macam materi tersebut, maka

dibutuhkan juga berbagai macam model pembelajaran yang ada di pesantren baik untuk pembelajaran Tahfidzul Qur‟an maupun pembelajaran kitab.

Seiring perkembangan zaman yang telah memasuki era globalisasi

pada saat ini, menjadikan pemikiran para ulama‟ Islam khususnya kyai untuk selalu menjaga eksistensi pondok pesantren. Untuk mengimbangi

perkembangan dunia, maka banyak didirikan pondok pesantren modern (khalaf) yaitu pesantren dengan sistem sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum

yang digabungkan dengan pola pendidikan klasik (Depag RI, 2003: 8). Ada juga pondok pesantren salaf yang tetap melestarikan unsur-unsur utama pesantren dan masih mampu menjaga eksistensi pesantrennya, melalui

kegiatan pendidikannya berdasar pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni berupa pengajian kitab dengan metode pembelajaran tradisional (Depag

(21)

5

Jika kita lihat secara umum dari pola pembelajaran yang ada di pondok pesantren, apabila pesantren tersebut untuk Tahfidzul Qur‟an berarti di dalamnya tidak ada pembelajaran kitab. Begitu juga sebaliknya, apabila pesantren itu menggunakan pola pembelajaran kitab maka di dalamnya juga

tidak ada pembelajaran Tahfidzul Qur‟an. Akan tetapi, berbeda dengan Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak. Hal ini terbukti di salah satu pesantren yang berada di kawasan

kabupaten Demak, yaitu Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang tetap mempertahankan

predikatnya sebagai pondok pesantren yang masih menerapkan model-model pembelajaran yang bersifat salafiyah seperti model pembelajaran sorogan,

muhafadzah (hafalan), musyawarah (diskusi), dan lain sebagainya.

Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak adalah salah satu pondok pesantren yang ada di provinsi

Jawa Tengah, tepatnya terletak di sebelah utara Masjid Agung Demak ± 8 km dari pusat kota Demak, yaitu berada di daerah Bener, Desa Weding,

Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak. Pondok pesantren tersebut di depannya terdapat sungai besar yang bermuara sampai ke Pantai Moro Demak, sehingga lokasi pondok pesantren ini terpisah dari rumah pemukiman

warga sekitar. Sedangkan di bagian belakang pondok pesantren terlihat amat sangat luas tanah pesawahan masyarakat. Pondok Pesantren Al-Wahid Bener

(22)

6

Pondok Pesantren Al-Wahid ini terbagi menjadi dua asrama yaitu asrama putra dan putri dengan pola bimbingan, pengajaran, dan pembelajaran yang

sama. Adapun materi pendidikannya adalah mengaji kitab-kitab kuning dan menghafal Al-Qur‟an mulai dari usia anak-anak (± di atas usia 6 tahun)

sampai dewasa.

Salah satu perbedaan dan keunikan yang ada di Pondok Pesantren Al-Wahid dengan pondok pesantren lainnya adalah pondok pesantren ini

menerapkan serta memadukan antara pembelajaran Tahfidzul Qur‟an dengan kajian kitab yakni berupa kajian kitab tafsir dan Qira‟ah Sab‟ah. Arti Qira‟ah

Sab‟ah itu sendiri adalah kitab yang berisi uraian tentang

perbedaan-perbedaan qira‟at (pembacaan Al-Qur‟an) menurut tokoh-tokoh yang terkenal dengan sebutan “bacaan Imam yang tujuh” dan yang menjadi

pegangan untuk bidang pembacaan Al-Qur‟an pada tingkat tinggi (Depag RI, 2003: 42).

Dengan demikian, salah satu aspek yang bisa menjadi acuan dan tolak ukur dalam mengahafal Al-Qur‟an di lembaga pendidikan khususnya pondok

pesantren adalah dengan adanya model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang dipadukan dengan kajian kitab tafsir, Qira‟ah Sab‟ah dan sebagainya yang disesuaikan dengan kemampuan para santri. Berdasarkan inilah penulis

sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut melalui skripsi yang berjudul

“MODEL PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR‟AN DI PONDOK

(23)

7 B. Rumusan Masalah

Untuk membatasi pokok bahasan dalam penelitian ini, penulis

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak? 2. Apa saja faktor penunjang pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok

Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten

Demak?

3. Apa saja faktor penghambat pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak dan cara mengatasinya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, sasaran hasil atau tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten

Demak.

2. Untuk mengetahui faktor penunjang pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang

Kabupaten Demak.

(24)

8 D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini di

antaranya adalah: 1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah khasanah keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran

Tahfidzul Qur‟an, khususnya di pondok pesantren Al-Wahid Bener

Weding Bonang Demak dan lembaga pendidikan tahfidz pada umumnya.

b. Memberikan informasi yang baru bagi masyarakat luas (pembaca) tentang model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang dipadukan dengan kajian kitab tafsir dan Qira‟ah Sab‟ah, sehingga dapat digunakan sebagai rujukan bagi pondok pesantren atau instansi-instansi lain yang berkecimpung dalam menghafal Al-Qur‟an.

2. Secara Praktis

a. Bagi Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang

Kabupaten Demak:

1) Untuk mengetahui manfaat atas model pembelajaran Tahfidzul

Qur‟an yang selama ini telah diterapkan.

2) Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an melalui pendidikan bagi guru/ustadz, untuk

(25)

9

b. Bagi lembaga pondok pesantren, dapat mengambil contoh model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang dinilai efektif untuk kemudian diterapkan oleh kyai/ustadz kepada santri sehingga mencetak generasi penghafal Al-Qur‟an yang cerdas.

c. Bagi masyarakat luas, dapat mengetahui pentingnya pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an bagi generasi umat Islam. Khususnya untuk para

penghafal Al-Qur‟an agar terbiasa dalam membaca, menghafal, dan

mengamalkan ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al-Qur‟an. Sehingga dapat menjadi generasi yang Qur‟ani sesuai dengan harapan

masyarakat, agama, dan bangsa.

d. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan sumbangan ilmiah bagi kalangan akademisi yang mengadakan

penelitian berikutnya, baik meneruskan maupun mengadakan riset baru.

Sehingga memperkaya temuan-temuan penelitian tentang model

pembelajaran Tahfidzul Qur‟an. E. Penegasan Istilah

1. Model Pembelajaran

Model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dsb), dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 964). Sedangkan pembelajaran adalah

proses, cara, perbuatan menjadikan orang belajar (Depdiknas, 2007: 17). Menurut Soekamto, dkk. mengemukakan model pembelajaran

(26)

10

belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar

mengajar (Ahmadi dan Amri, 2011: 8).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah sebuah

pola atau kerangka konsep yang disusun secara sistematis yang dapat dijadikan prosedur belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini, mengarah pada berbagai pola atau model

pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran Tahfidzul

Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan

Bonang Kabupaten Demak Tahun 2016. 2. Tahfidzul Qur’an

Istilah Tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata yang berasal dari bahasa Arab, yaitu tahfidz dan Al-Qur‟an. Kata tahfidz

merupakan bentuk isim mashdar dari fiil madhi( اًظْيِفْحَت – ُظِّفَحُي – َظَّفَح ) yang artinya memelihara, menjaga, dan menghafal (Munjahid, 2007: 73).

Sedangkan Al-Qur‟an secara bahasa berarti “bacaan”. Secara

istilah, Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mukjizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi dan Rasul dengan perantaraan malaikat jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan

diakhiri dengan surat An-Nas, yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta mempelajarinya

(27)

11

Jadi dapat disimpulkan bahwa Tahfidzul Qur‟an adalah kegiatan menghafal Al-Qur‟an dengan maksud beribadah yang dimulai dari surat

Al-Fatihah sampai surat An-Nas agar ayat-ayat Al-Qur‟an dapat dijaga, dihafal, dan diingat dalam diri dan pikiran seseorang.

3. Pondok Pesantren

Pondok yang digunakan dalam bahasa Jawa berarti madrasah dan asrama sebagai tempat mengaji dan belajar agama Islam (Purwadarminto,

2006: 906).

Pesantren adalah tempat murid-murid dari berbagai daerah tinggal

bersama-sama untuk menuntut ilmu di bawah pimpinan seorang atau beberapa orang guru (Saerozi, 2013: 27).

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pondok

pesantren merupakan sebuah asrama atau tempat tinggal santri-santri yang sedang menuntut ilmu agama kepada kyai atau ustadz di lingkungan

kediaman rumah kyainya. Pada asrama itulah para santri tinggal selama beberapa tahun untuk belajar langsung keilmuan yang dimiliki oleh

kyainya. Sehingga memberi kemudahan bagi kyai untuk pemantauan perkembangan pembelajaran santri.

Dari keterangan di atas, dapat dipahami maksud dari penelitian

ini adalah berbagai pola atau ragam cara dalam menghafal Al-Qur‟an yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding

(28)

12 F. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan telaah terhadap karya penelitian

terdahulu. Pada tinjauan pustaka ini, penulis akan mendeskripsikan karya penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Adapun

penelitian-penelitian tersebut di antaranya adalah:

1. Skripsi Maidatul Faizah (STAIN Salatiga, 2012) yang berjudul “Metode

Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Daarul Qur‟an (Santri

Usia Sekolah Menengah Pertama Colomadu Karanganyar Tahun 2012)”.

Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa metode yang diterapkan dalam tahfidzul Qur'an

adalah metode wahdah, metode sima‟i, metode menghafal per hari satu halaman, metode pengulangan umum. Implementasi metode tersebut secara global terbagi dua waktu yakni ba‟da Subuh dan ba‟da Isya‟. Untuk

kelebihan dan kekurangan, selama ini tidak ada kekurangan yang terlihat

jelas. Hal itu terlihat dari hasil pembelajaran yang selalu melampaui target. 2. Skripsi Siti Nurhalimah (STAIN Salatiga, 2012) yang berjudul “Efektivitas

Sistem Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an (Di Pondok Pesantren Roudlotu „Usysyaaqil Qur‟an Rowosari, Rowopolo, Kecamatan Tuntang,

Kabupaten Semarang Tahun 2012)”. Jenis penelitian skripsi ini adalah

(29)

13

penghafalan Al-Qur‟an dan pengkajian kitab terlaksana sesuai dengan yang direncanakan. Sistem pendidikan Tahfidzul Qur‟an di pondok Roudlotu „Usysyaaqil tersebut sangat efektif, sehingga target yang telah

ditentukan dengan menghafal Al-Qur‟an selama 5-6 tahun bisa tercapai.

3. Skripsi Arif Rahman Hakim (STAIN Salatiga, 2013) yang berjudul Metode Tahfidzul Qur‟an di Sekolah Dasar Islam Tahfidzul Qur‟an

(SDITQ) Al-Irsyad Desa Butuh Kecamatan Tengaran Tahun 2013”. Jenis

penelitian skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa metode tahfidzul qur‟an yang digunakan di SDITQ

adalah metode Pakistani, jenis metode ini meliputi di antaranya adalah Sabak, Sabki dan Manzil. Tujuan metode ini adalah untuk mempermudah siswa dalam menghafal dan menjaga hafalannya. Media yang digunakan

yaitu Al-Qur‟an, buku iqro‟, buku tajwid, handphone MP3, Al-Qur‟an digital, alat tulis, formulir hafalan siswa. Langkah-langkah pelaksanaan

metode ini pada umumnya tidak jauh berbeda dengan pelajaran umum, hanya saja metode dan media yang digunakan berbeda dengan yang

lainnya. Peranan guru sangat dibutuhkan karena perlu perhatian yang banyak, kesabaran, konsentrasi serta komitmen dalam membina hafalan siswa. Sedangkan peranan siswa merupakan sebagai pembelajaran lansung

dan aktif, hasil penggunaan metode ini cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan jumlah hafalan siswa dan prestasi lomba. Kelebihan dari metode

(30)

14

dipantau lansung oleh ustadz, suasana kondusif, sarana dan prasarana yang

memadai, memiliki teman-teman yang sama-sama menghafal,

terkondisikan oleh jadwal. Faktor Penghambat bagi siswa asrama dan non asrama adalah malas, kurang memuraja‟ah hafalan, tidak berbakat

menghafal, mengantuk, lupa, banyak bermain. Motivasi yang diberikan yaitu, memberikan reward voucer belanja, hadiah berupa perlengkapan alat tulis, memberikan perhatian kasih sayang, nasehat serta tausiyah

mengenai keutamaan menghafal. Cara mengatasi faktor di antaranya memberikan pembinaan kepada siswa, mengevaluasi kendala yang

ditemui, memberikan motivasi dan nasehat kepada siswa agar senantiasa rajin menghafal, berkerja sama dengan pihak wali siswa dalam mengatasi kendala tersebut serta memberikan hukuman yang mendidik bagi siswa

melanggar ketika kegiatan tahfidz.

4. Skripsi Mukhamad Iskandar (Universitas Muhammadiyah Surakarta,

2013) yang berjudul “Penerapan Metode Qasimi dalam menghafal

Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Baitul Al-Qur‟an Garut, Dawung, Sambirejo

Sragen Tahun 2012-2013”. Jenis penelitian skripsi ini adalah kualitatif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa yang pertama yaitu penerapan metode Al-Qasimi dalam menghafal Al-Qur‟an di pesantren Baitul Qur‟an

Sambirejo Sragen telah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh pesantren, yaitu mencetak generasi Qur‟ani yang mandiri berprestasi.

(31)

15

individu, muraja‟ah dengan ustadz, muraja‟ah kelompok. Ketiga, faktor

pendukung penerapan metode Al-Qasimi yaitu menggunakan satu

mushaf, tempat yang tenang, lancar membaca Al-Qur‟an, dan manajemen waktu. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu belum mampu membaca

Al-Qur‟an dengan baik, banyak ayat serupa namun tak sama, dan ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi.

5. Skripsi Miss Kadaria Waenalai (UIN Sunan Kalijaga, 2009) yang berjudul “Pembelajaran Menghafal Al-Qur‟an di Ma‟had Nahdhotul „Ulum Yala

Thailand Selatan Tahun 2009”. Jenis penelitian skripsi ini adalah

penelitian kalitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa metode yang dipakai adalah metode Tahfidz dan Takrir. Dan untuk pelaksanaannya, yaitu setiap hari kecuali hari minggu, dilaksanakan setelah Maghrib, Isya‟,

dan Subuh. Untuk faktor penghambatnya adalah karena tidak dapat konsentrasi, sedangkan faktor penunjangnya adalah karena metode yang

digunakan efektif.

Berdasarkan temuan penelitian di atas, penulis ingin mengemukakan

bahwa penelitian yang akan dilaksanakan ini memiliki perbedaan yang mendasar dengan penelitian sebelumnya dan belum ada yang mengulasnya, yang membedakan adalah fokus kajian serta tempat dari penelitian ini, yakni

model pembelajaran dan faktor penunjang serta penghambat pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan

(32)

16 G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan adalah suatu tindakan penelitian yang dilakukan di

tempat penelitian yang dipilih untuk menyelidiki gejala objektif yang terjadi di lokasi penelitian (Fathoni, 2006: 96). Penulis mengumpulkan data dari lapangan dengan mengadakan penyelidikan secara langsung di lapangan

untuk mencari berbagai masalah yang ada relevansinya dengan penelitian ini (Muhadjir, 2002: 38).

Untuk melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif. Moloeng menjelaskan penelitian kualitatif adalah prosedur data penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moloeng, 2011: 4).

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti sebagai pengamat, dalam hal ini tidak sepenuhnya berperan dalam proses pembelajaran tetapi masih melakukan

fungsi pengamatan (Moleong, 2007: 77). Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan mengunjungi Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak dan terlibat secara langsung

dalam aktivitas santri, terutama dalam usahanya untuk memperoleh data dan berbagai informasi. Penelitian ini dilaksanakan oleh penulis pada bulan

(33)

17 3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Wahid Bener

Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang difokuskan pada asrama putri. Peneliti memilih lokasi ini karena sebelumnya belum pernah

ada yang melakukan penelitian tentang model pembelajaran Tahfidzul

Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang

Kabupaten Demak, sebagai satu-satunya pondok pesantren yang dapat

memadukan pembelajaran Tahfidzul Qur‟an dengan kajian kitab tafsir dan

Qiro‟ah Sab‟ah yang ada di daerah tersebut.

4. Sumber Data

Untuk pengambilan data dalam penelitian ini, penulis mengambil dan mengumpulkan data dari sumber data primer (utama) dan sumber data

sekunder (pendukung). a. Sumber Primer

Sugiyono (2010: 308-309) mengatakan bahwa sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data. Dalam penelitian

ini, data primernya adalah kyai, pengurus, ustadz/ustadzah, dan santri. b. Sumber Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data. Data sekundernya seperti struktur kepengurusan, jadwal pelajaran pondok, tata tertib pondok,

(34)

18 5. Metode Pengumpulan Data

Menurut Maslikhah (2013: 321), prosedur pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi.

a. Wawancara

Menurut Maslikhah (2013: 321) Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang lainnya dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.

Penulis melakukan wawancara dengan para subyek primer (kyai,

ustadz atau ustadzah, pengurus, dan satri) untuk mendapatkan data yang dibutuhkan tentang bagaimana model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang

Kabupaten Demak, faktor-faktor yang menunjang dan menghambat proses pembelajaran Tahfidzul Qur‟an tersebut dan bagaimana cara mengatasinya.

b. Observasi

Observasi dapat diinterpretasi secara komprehensif sebagai suatu pengamatan mendalam, teliti mengenai fenomena yang ada di sekitar kita dan kemudian didokumentasikan dalam rangka untuk mengungkapkan

keterkaitan antarfenomena. Dengan demikian kegiatan observasi tidak lepas dari kegiatan untuk membuat dokumen (pendokumentasian)

(35)

19

tentang keadaan atau kondisi pondok pesantren, letak geografis, visi dan misi, sarana prasarana, kegiatan pembelajaran, dan model pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an yang diterapkan di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah suatu metode untuk mencari data yang terkait dengan hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,

surat kabar, majalah, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Metode ini digunakan penulis untuk mencari data tentang beberapa informasi dari

pondok pesantren yang meliputi: sejarah berdirinya Pondok Pesantren, struktur kepengurusan, keadaan guru/ustadz, keadaan santri, dan kurikulum yang ada di Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding

Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.

6. Analisis Data

Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data model interaktif (interactive model of analysis) yang terdiri dari analisis

data yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles, 1992: 19).

Menurut Salim dalam tulisan Maslikhah (2013: 323), proses analisis

data sebagaimana penelitian kualitatif, digunakan teknik analisis data sebagai berikut:

(36)

20

b. Penyajian data yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang

memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan.

c. Verifikasi dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif mencari

makna dari gejala yang diperoleh di lapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur akusalitas, dan proposisi.

7. Pengecekan Keabsahan Temuan

Sebagai upaya untuk membuktikan bahwa data yang diperoleh itu

benar-benar valid, maka peneliti menggunakan teknik triangulasi.

Menurut Moleong (2011: 330-332) data yang telah terkumpul diuji keabsahannya dengan teknik triangulasi data. Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dan untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Teknik

triangulasi yang paling banyak digunakan ialah melalui sumber lainnya. Ada tiga macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan, yaitu sumber,

metode, dan teori.

a. Triangulasi sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan

alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif, menurut Patton hal itu dapat dicapai dengan jalan:

(37)

21

2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi;

3) Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu;

4) Membandingkan keadaan dan persepektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang; dan

5) Membandingan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

b. Triangulasi metode, menurut Patton terdapat dua strategi, yaitu

pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengempulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

c. Triangulasi teori, menurut Lincoln dan Guba menganggap bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih

teori. Sedangkan Patton berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding (Moleong,

2011: 330-332).

Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik triangulasi sumber yaitu dilakukan dengan cara membandingkan hasil

(38)

22 8. Tahap-Tahap Penelitian

Menurut Moleong (2009: 127), dalam tahap penelitian ini terdiri dari

tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data. a. Tahap Pra-Lapangan

Pada tahapan ini, peneliti harus menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan

perlengkapan penelitian. Untuk penelitian di Pondok Pesantren Al-Wahid, maka peneliti menyusun rancangan penelitian berupa

rumusan penelitian, surat izin penelitian, persiapan untuk penelitian, beberapa rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penelitian, memilih dan menentukan informan, serta meyiapkan

hal-hal lain yang dibutuhkan dalam penelitian. b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap ini dibagi atas tiga bagian, yaitu memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperan serta

sambil mengumpulkan data. Dengan demikian, peneliti

mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental serta peneliti juga harus mengingat persoalan etika dan menempatkan diri ketika

berada di Pondok Pesantren Al-Wahid ini, di antaranya adalah terlebih dahulu sowan untuk menemui kyai, ustadz, dan pengurus

(39)

23

mencari/meminta dokumen-dokumen yang ada di pondok untuk dijadikan data penelitian.

c. Tahap Analisis Data

Menganalisa hasil temuan data dari penelitian baik secara lisan

ataupun tulisan. Semua data yang diperoleh di Pondok Pesantren Al-Wahid akan dianalisis dan pilah oleh peneliti.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan untuk mempermudah jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi

skripsi. Oleh karena itu, skripsi ini akan penulis susun dengan sistematika sebagai berikut.

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka,

metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas tentang berbagai teori yang menjadi landasan teoritik penelitian, meliputi pengertian model pembelajaran, pengertian Tahfidzul

Qur‟an, dasar hukum dan kaidah penting dalam Tahfidzul Qur‟an, model

pembelajaran Tahfidzul Qur‟an, faktor pendukung dan penghambat Tahfidzul

Qur‟an, pengertian pondok pesantren, jenjang pendidikan pondok pesantren,

(40)

24

BAB III: PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN

Bab ini berisi tentang gambaran umum pondok pesantren Al-Wahid

Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang meliputi sejarah berdirinya pondok pesantren, letak geografis, visi dan misi, struktur

kepengurusan, sarana dan prasarana, keadaan ustadz, keadaan santri, kurikulum pengajaran dan jenjang pendidikan pondok pesantren Al-Wahid Putri. Kemudian hasil dokumentasi dan wawancara tentang model

pembelajaran Tahfidzul Qur‟an, faktor-faktor yang menunjang dan menghambat pembelajaran Tahfidzul Qur‟an serta cara mengatasinya.

BAB IV: PEMBAHASAN

Bab ini membahas satu persatu tentang analisis data dari hasil penelitian. BAB V: PENUTUP

(41)

25

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur’an 1. Pengertian Model Pembelajaran

Istilah model pembelajaran menurut Joyce dan Weil dalam Sutikno (2014: 57), diartikan sebagai kerangka konseptual yang

digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Kemudian Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran

mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Sedangkan model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun

berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan.

Selanjutnya, Joyce dan Weil dalam Rusman (2011: 133),

berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana

pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Hal ini senada dengan pendapat Dahlan dalam Sutikno (2014: 57), menjelaskan

(42)

26

dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting

pengajaran ataupun setting lainnya.

Sesungguhnya model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang

sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan (Rusman, 2011: 133).

Joyce dan Weil mempelajari model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model

pembelajaran antara lain:

a. Model Pemrosesan Informasi.

Model pemrosesan informasi menekankan pada

pengambilan, penguasaan, dan pemrosesan informasi. Model yang didasari oleh teori belajar kognitif Piaget yang berorientasi pada

kemampuan peserta didik dalam memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Model ini lebih memfokuskan pada

fungsi kognitif peserta didik. b. Model Personal

Model personal menekankan pada pengembangan konsep

diri setiap individu. Model ini bertitik tolak dari teori humanistik Abraham Maslow yang berorientasi pada pengembangan individu.

(43)

27 c. Interaksi Sosial

Model interaksi sosial menekankan pada hubungan personal

dan sosial kemasyarakatan di antara peserta didik yang berfokus pada peningkatan kemampuannya untuk berhubungan dengan

orang lain, terlibat dalam proses-proses yang demokratis dan bekerja secara produktif dalam masyarakat. Model ini didasari oleh teori belajar Gestalt.

d. Perilaku

Model perilaku menekankan pada perubahan perilaku yang

tampak dari peserta didik sehingga konsisten dengan konsep dirinya. Model ini bertitik tolak dari teori perubahan perilaku (teori belajar behavioristik), melalui teori ini peserta didik dibimbing

untuk dapat memecahkan masalah belajar (Fathurrohman, 2015: 32-38).

Sedangkan menurut Toeti Soekamto dan Udin Saripudin Winataputra, mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis, dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, aktivitas belajar

(44)

28

dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar (Ahmadi

dan Amri, 2011: 8).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model

pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur atau langkah-langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan

pembelajaran. Pada model pembelajaran sudah ditunjukkan secara jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru atau peserta didik, bagaimana urutan kegiatan-kegiatan tersebut, dan

tugas-tugas khusus apa yang perlu dilakukan oleh peserta didik.

Model pembelajaran memiliki makna lebih luas dari pada

strategi atau metode pembelajaran. Adapun Strategi pembelajaran menurut Kemp dalam Majid (2012: 129) adalah suatu kegiatan

pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan pendapat Kemp, Dick and Carey dalam Rusman (2011: 133), yang

menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara

(45)

29

Berbeda dengan Kemp, menurut Kozma menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah sebagai kegiatan yang dilakukan guru

untuk memfasilitasi (guru sebagai fasilitator) peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal ini senada dengan pendapat Gerlach

dan Ely yang menjelaskan bahwa strategi adalah cara-cara yang dipilih guru untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Dari berbagai definisi

tersebut, disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah langkah-langkah yang ditempuh guru untuk memanfaatkan sumber belajar yang

ada, guna mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Suyadi, 2013: 14)

Istilah lain yang mempunyai makna sejalan dengan strategi

adalah metode. Menurut Pupuh Fathurrahman dalam Suyadi (2013: 15), menjelaskan bahwa metode adalah cara. Pada pengertian umum,

metode dapat diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang ditempuh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Hal ini senada dengan pendapat David J. R. dalam Majid (2012: 131), metode adalah cara untuk mencapai sesuatu. Metode secara harfiah berarti “cara”. Untuk pemakaian yang umum, metode

diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata “pembelajaran” berarti segala upaya

(46)

30

materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik dalam upaya untuk mencapai tujuan.

Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah

satu komponen bagi keberhasilan kegiatan pembelajaran yang sama pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam keseluruhan komponen pendidikan (Sutikno, 2014: 33-34).

Upaya mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun dapat

tercapai secara optimal, maka diperlukan suatu metode yang digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa terjadi satu strategi pembelajaran menggunakan

beberapa metode. Oleh sebab itu, strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjukkan pada sebuah perencanaan untuk mencapai

sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi (Rusman, 2011: 133).

Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa ada perbedaan antara model, strategi, dan metode pembelajaran. Perbedaan tersebut terletak pada pelaksanaan

kegiatan pembelajaran ketika berlangsung. Model pembelajaran menekankan pada konseptualitas kerangka pembelajaran yang akan

(47)

31

menekankan pada cara mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah

disusun dapat tercapai secara optimal. Sedangkan motode pembelajaran itu mengaktualisasikan sebuah cara untuk memberikan

sebuah pembelajaran yang menarik, kreatif serta inovatif terhadap anak didik sehingga kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik serta materi tercapai dengan maksimal.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi dan metode. Menurut Kardi dan Nur dalam tulisan

Ahmadi dan Amri (2011: 8), model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi dan metode. Ciri-ciri tersebut ialah rasional teoritik logis, tujuan pembelajaran yang akan

dicapai, tingkah laku mengajar agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan lingkungan belajar agar tujuan pembelajaran itu

dapat tercapai.

Sedangkan menurut Rusman (2011: 136), model pembelajaran

memiliki ciri-ciri khusus, di antaranya adalah berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu; mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu; dapat dijadikan pedoman untuk

perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas; memiliki bagian model yang dinamakan urutan langkah-langkah pembelajaran, adanya

(48)

32

meliputi hasil belajar yang dapat diukur dan hasil belajar jangka panjang; dan membuat persiapan mengajar dengan pedoman model

pembelajaran yang dipilihnya.

Selain ciri-ciri khusus pada suatu model pembelajaran, menurut

Nieveen dalam tulisan Trianto (2012: 24-25), menjelaskan bahwa suatu model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Valid. Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal yaitu apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang

kuat dan apakah terdapat konsistensi internal.

b. Praktis. Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat

diterapkan dan kenyataan menunjukkan bahwa apa yang diterapkan tersebut dapat diterapkan.

c. Efektif. Berkaitan dengan aspek efektivitas ini, Nieveen memberikan parameter sebagai berikut:

1) Ahli dan praktisi berdasar pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif.

2) Secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai

(49)

33 2. Pengertian Tahfidzul Qur’an

Istilah Tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata, yaitu tahfidz dan Al-Qur‟an. Kata tahfidz merupakan bentuk isim

mashdar dari fiil madhi (

ًظِْٛفْ َج

ُظِّفَ ُٚ

َظلَّفَح

) yang artinya

memelihara, menjaga, dan menghafal (Munjahid, 2007: 73).

Pengertian menghafal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat (Depdikbud,

1999: 33).

Menurut Al-Lihyani dan mayoritas ulama‟, secara bahasa Al -Qur‟an merupakan bentuk mashdar dari fiil madhi qara-a ( شق) yang

artinya “membaca”, yang bersinonim dengan kata qira-ah (ة شق). Kata

qara-a sendiri berarti menghimpun dan memadukan sebagian

huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang sebagian lainnya. Kenyataannya, memang huruf-huruf dan lafal-lafal serta

kalimat-kalimat Al-Qur‟an berkumpul dalam satu mushaf. Secara terminologi kata Al-Qur‟an didefinisikan dalam berbagai redaksi. Salah satunya menurut Manna‟ Khalil Al-Qaththan dalam tulisan Sugianto (2004:

18-19), Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang bernilai ibadah membacanya.

(50)

34

Rasul yaitu Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat Jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat

An-Nas, yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membacanya merupakan suatu ibadah.

Setelah melihat definisi menghafal dan Al-Qur‟an di atas, dapat disimpulkan bahwa Tahfidzul Qur‟an adalah proses dan usaha untuk mengingat, menghafal, dan memelihara ayat-ayat suci Al-Qur‟an yang diturunkan kepada Rasulullah SAW agar dapat meresap

ke dalam pikiran seseorang (di luar kepala), sehingga tidak terjadi

perubahan dan pemalsuan Al-Qur‟an serta dapat menjaga kemurniannya baik secara keseluruhan maupun sebagian.

Sedangkan program pendidikan menghafal Al-Qur‟an adalah

program menghafal Al-Qur‟an dengan mutqin (hafalan yang kuat) terhadap lafadz-lafadz Al-Qur‟an dan menghafal makna-maknanya

dengan kuat yang memudahkan untuk menghindarkannya setiap menghadapi berbagai masalah kehidupan, yang mana Al-Qur‟an

(51)

35

3. Dasar Hukum dan Kaidah Penting Tahfidzul Qur’an a. Dasar Hukum Tahfidzul Qur‟an

Umat Islam pada dasarnya tetap berkewajiban untuk secara riil dan konsekuen berusaha memelihara Al-Qur‟an, karena

pemeliharaan terbatas sesuai dengan sunnatullah yang telah ditetapkan-Nya tidak menutup kemungkinan kemurnian ayat-ayat Al-Qur‟an akan diusik dan diputarbalikkan oleh musuh-musuh

Islam. Salah satu usaha nyata dalam proses pemeliharaan kemurnian Al-Qur‟an yaitu dengan menghafalkannya (Ahsin,

2000: 21).

Dari sini, secara tegas banyak para ulama‟ mengatakan alasan yang menjadi dasar untuk menghafal Al-Qur‟an adalah

sebagai berikut:

1) Jaminan kemurnian Al-Qur‟an dari usaha pemalsuan. Para

penghafal Al-Qur‟an adalah orang-orang yang dipilih Allah untuk menjaga kemurnian Al-Qur‟an dari usaha-usaha

pemalsuannya. Sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan

Al-Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar

memeliharanya”. (QS. Al-Hijr: 9)

(52)

36

berminat untuk menghafal Al-Qur‟an dan bersungguh-sungguh dalam menghafalnya. Hingga akhir zaman, Al-Qur‟an akan

tetap eksis serta tidak akan kekurangan para penghafalnya, yang semuanya itu tidak lepas dari kehendak Allah SWT

begitu pula para penghafal Al-Qur‟an pada hakikatnya merupakan pilihan Allah SWT yang memegang peranan sebagai penjaga dan pemelihara terhadap kemurnian Al-Qur‟an

(Sugianto, 2004: 44).

2) Al-Qur‟an diturunkan, diterima, dan diajarkan oleh Nabi SAW

secara hafalan. Sehingga mendorong para sahabat untuk menghafalkannya. Sungguh merupakan suatu hal yang luar biasa bagi umat Muhammad SAW karena Al-Qur‟an dapat

dihafal dalam dada mereka bukan sekedar dalam tulisan-tulisan kertas, tetapi Al-Qur‟an selalu dibawa dalam hati para

penghafalnya. Sesuai dengan firman Allah SWT:

ٖشِ لَّذمُّي ٍِي لۡمََٓف ِشلۡ ِّزهِن ٌَ َء لۡشُ لۡن ََ لۡشلَّسَٚ لۡذَ َن َٔ

١٧

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil

pelajaran” (QS. Al-Qamar: 17).

3) Menghafal Al-Qur‟an adalah fardhu kifayah. Ini berarti bahwa

orang yang menghafal Al-Qur‟an tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir sehingga tidak akan ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan pengubahan terhadap ayat-ayat suci Al-Qur‟an

(53)

37

Dalam kitab Al-Burhan fi Ulumil Qur‟an, Juz 1, halaman 539, Imam Badrudin bin Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasi

mengatakan bahwa “menghafal Al-Qur‟an adalah fardhu

kifayah”. Sedang dalam Nihayah Qaulul Mufid, Syeikh

Muhammad Makki Nashr dalam Ahsin (2000: 24) mengatakan sebagai berikut:

ٍةَٚ َفِ ُ ْشَف ٍ ْهَق ِشَْٓ ٍَْػ ٌِ ْشُ ْن َظْف ِح لٌَِّ

Artinya: “sesunggunya menghafal al-Qur‟an di luar kepala

hukumnya fardhu kifayah”.

Dari ungkapan di atas sudah jelas bahwa menghafal Al-Qur‟an hukumnya adalah fardhu kifayah. Apabila sebagian melakukan maka gugurlah kewajiban yang lainnya. Sebaliknya

jika kewajiban ini tidak terpenuhi maka semua umat Islam akan menanggung dosanya.

b. Kaidah Penting Tahfidzul Qur‟an

Para penghafal Al-Qur‟an terikat oleh beberapa kaidah

penting di dalam menghafal (Chairani dan Subandi, 2010: 38-40) yaitu:

1) Ikhlas, bermakna bahwa seseorang akan meluruskan niat dan

(54)

38

2) Memperbaiki ucapan dan bacaan, meskipun Al-Qur‟an menggunakan bahasa Arab akan tetapi melafadzkannya sedikit

berbeda dari penggunaan bahasa Arab populer. Oleh karena itu, mendengarkan terlebih dahulu dari orang yang bacaannya benar

menjadi suatu keharusan.

3) Menentukan presentasi hafalan setiap hari. Kadar hafalan ini sangat penting untuk ditentukan agar penghafal menemukan

ritme yang sesuai dengan kemampuannya.

4) Konsisten dengan satu mushaf. Alasan kuat penggunaan satu

mushaf ini adalah bahwa manusia mengingat dengan melihat dan mendengar sehingga gambaran ayat dan juga posisinya dalam mushaf dapat melekat kuat dalam pikiran.

5) Pemahaman adalah cara menghafal. Memahami apa yang dibaca merupakan bantuan yang sangat berharga dalam menguasai

suatu materi. Oleh karena itu, penghafal Al-Qur‟an selain harus melakukan pengulangan secara rutin, juga diwajibkan untuk

membaca tafsiran ayat yang dihafalkan.

6) Memperdengarkan bacaan secara rutin. Tujuannya adalah untuk membenarkan hafalan dan juga berfungsi sebagai kontrol terus

menerus terhadap pikiran dan hafalannya.

7) Mengulangi secara rutin. Penghafalan Al-Qur‟an berbeda

(55)

39

Oleh karena itu, mengulangi hafalan melalui wirid rutin menjadi suatu keharusan bagi penghafal Al-Qur‟an.

8) Menggunakan tahun-tahun yang tepat untuk menghafal. Semakin dini usia yang digunakan untuk menghafal maka

semakin mudah dan kuat ingatan yang terbentuk.

4. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Secara garis besar model pembelajaran dapat dibagi menjadi

tiga yaitu model pembelajaran yang berpusat pada guru, model pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan model pembelajaran

aplikatif (Fathurrohman, 2015: 32).

Pada pelaksanaannya, model-model pembelajaran Tahfidzul

Qur‟an dipraktekkan dengan berbagai metode atau cara pembelajaran.

Sehingga pembahasan model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an juga mengarah pada metode yang digunakan dalam pembelajaran

menghafal Al-Qur‟an. Ada beberapa model yang bisa dikembangkan dalam rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal Al-Qur‟an,

dan bisa memberikan bantuan kepada para penghafal untuk mengurangi kepayahan dalam menghafal Al-Qur‟an.

Menurut Sa‟dulloh (Chairani dan Subandi, 2010: 41),

(56)

40

a. Binnadhar, yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat Al-Qur‟an yang akan dihafalkannya dengan melihat mushaf secara

berulang-ulang.

b. Tahfidz, yaitu melafalkan sedikit demi sedikit ayat-ayat Al-Qur‟an

yang telah dibaca berulang-ulang pada saat binnadhar hingga sempurna dan tidak terdapat kesalahan. Hafalan selanjutnya dirangkai ayat demi ayat hingga hafal.

c. Talaqqi, yaitu menyetorkan atau memperdengarkan hafalan kepada seorang guru atau instruktur yang telah ditentukan.

d. Takrir, yaitu mengulang hafalan atau melakukan sima‟an terhadap ayat yang telah dihafal kepada guru atau orang lain. Takrir ini bertujuan untuk mempertahankan hafalan yang telah dikuasai.

e. Tasmi‟, yaitu memperdengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada perseorangan ataupun jama‟ah.

Sedangkan menurut Ahsin W. (2000: 63) menjelaskan bahwa ada lima model atau metode dalam menghafal Al-Qur‟an, antara lain:

a. Wahdah, yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak 10 kali, atau 20 kali, atau lebih sehingga proses ini

mampu membentuk pola dalam bayangannya.

b. Kitabah, artinya menulis. Pada model ini penghafal terlebih dahulu

(57)

41

sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya. Menghafalnya bisa dengan metode wahdah, atau dengan

berkali-kali menuliskannya sehingga dengan begitu ia dapat sambil memperhatikan dan sambil menghafalkannya dalam hati. Model ini

cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.

c. Sima‟i, artinya mendengar. Maksud dari sima‟i ini ialah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Model ini akan

sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih di bawah umur yang belum mengenal tulis baca Al-Qur‟an.

d. Gabungan. Model ini merupakan gabungan antara metode wahdah

dan kitabah. Hanya saja kitabah (menulis) di sini lebih memiliki

fungsional sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai

menghafal ayat yang dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya di atas kertas yang telah disediakan untuknya dengan hafalan pula. Jika penghafal belum mampu mereproduksi

hafalannya ke dalam tulisan secara baik, maka ia kembali menghafalkannya sehingga ia benar-benar mencapai nilai hafalan

(58)

42

hafalan. Pemantapan hafalan dengan cara ini pun akan baik sekali, karena dengan menulis akan memberikan kesan visual yang

mantap.

e. Jama‟, yaitu cara menghafal yang dilakukan secara kolektif (bersama-sama), dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama, instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa

menirukan secara bersama-sama. Kemudian instruktur

membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca

dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti bacaan instruktur sedikit demi sedikit dengan mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnya. Sehingga

ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam bayangannya. Cara ini termasuk model yang baik untuk

dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuhan di samping akan banyak membantu menghidupkan daya ingat

terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.

Selanjutnya, menurut Munjahid (2000: 77-80) model yang dapat digunakan bagi para penghafal, yakni model menghafal dengan

pengulangan penuh, model menghafal dengan tulisan, model menghafal dengan memahami makna, dan menghafal dengan

Gambar

Tabel 3.1 Struktur Kepengurusan Pondok Pesantren Al-Wahid
Tabel 3.2 Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Al-Wahid
Tabel 3.3 Data Ustadz dan Ustadzah Pondok Pesantren Al-
Tabel 3.5 Ketentuan Umum Muraja’ah Tahfidz Al-Qur’an
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menghafal al-Qur‟an merupakan suatu perbuatan yang sangat mulia dan terpuji. Sebab, orang yang menghafalkan al-Qur‟an merupakan salah satu hamba yang

Jadi, yang penulis maksud dari judul ini adalah menjelaskan peranan program hafalan Al-Qur‟an terjadwal terhadap motivasi santri dalam menghafal Al-Qur‟an dengan cepat

Untuk mengetahui adanya pengaruh antara aktivitas menghafal Al-Qur’an dengan kecerdasan spiritual santri di Pondok Pesantren Anak-Anak Tahfidzul Qur’an (PPATQ) Raudlatul

menghafal Al-Qur’an di pondok pesantren modern baharuddin terdapat santri wati kelas VIII berjumlah 50 orang terbagi menjadi 2 kelas dari 50 santri wati terdapat 40 santri yang

Menurut saya santri Salafiyah Wustho mudah menghafal al-Qur’an karena metode pembelajaran bandongan tahfidz Qur’an yang diterapkan mempunyai target-target hafalan al-Qur’an,

2. Di Pondok Pesantren Nazzalal Furqon ditemukan metode-metode yang digunakan santri dalam proses menghafal Al- Qur’an adalah: metode memperbanyak membaca Al- Qur’an

Tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah: 1) Untuk mengetahui metode menghafal Al- Qur‟an pada santri putri studi kasus di Rumah Tahfidh Darul Ilmi

Dari segi keamanannya, tidak perlu diragukan lagi sebab, di pondok pesantren tahfidzul qur’an al hikmah 2 benda ini sistem keamanannya sangat ketat sehingga santri tidak mudah untuk