• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI METODE SOROGAN DALAM PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN (Studi kasus di Pondok Pesantren Madrosatul Qur’an Mojo Andong Kabupaten Boyolali) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI METODE SOROGAN DALAM PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN (Studi kasus di Pondok Pesantren Madrosatul Qur’an Mojo Andong Kabupaten Boyolali) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLEMENTASI METODE SOROGAN DALAM

PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN

(Studi kasus di Pondok Pesantren Madrosatul Qur’an

Mojo Andong Kabupaten Boyolali)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

Oleh:

Ahmad Fuad

NIM: 11114174

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi MOTTO

ُهَمَّلَعَو َنَاْرُقلْا َمَّلَعَ ت ْنَم مُكُرْ يَخ

“Sebaik-baik orang diantara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur‟an kemudian mengajarkannya kepada orng lain” (HR .Bukhori)











(7)

vii

PERSEMBAHAN

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta

karunia-Nya. Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

1. Bapak (Damiri) dan Ibu (Sumarni) tercinta pelita hidup yang tak pernah

padam, terimakasih atas semua semangat dan kasih sayang mereka, rangkaian

do‟a yang tak pernah henti terus mengiringi dan menguatkan setiap langkah

dan kesuksesan penulis.

2. Kakak tersayang Daryani, Muh. Nasrudin, dan keponakan M. Faqih Mubarok

aku tak lengkap tanpa kamu.

3. Kepada guru-guru abah KH. Nurochim, Ustadz Nur Salim, dan Ustadz

Syamsudin dan seluruh keluarga besar PPTQ Kali Emas yang selalu

mendo‟akan agar lancar dan mudah untuk melesaikan tugas terakhir ini.

4. Kepada keluarga besar SD N 1 Sendang yang selalu memberikan dorongan

do‟a, motivasi dan semangat kepadaku semuanya yang aku sayangi,

terimakasih atas nasihat dan motivasi serta do‟a kalian semua.

5. Kepada keluarga besar PPMQ yang telah memberikan waktu dan tempat

sebagai penelitian kami sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat dan teman dekat Muhammad Ihsan, dan Darwinto Aryanto

yang selalu memberikan motivasi

7. Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2014 khususnya jurusan PAI.

8. Sahabt-sahabat PPL di SMK N 1 Salatiga dan KKN di Desa Kembaran,

Candimulyo, Magelang.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

هتاكربو اللهةمحرو نكيلع م لاّسلا

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan banyak karunia

dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi

dengan judul Implementasi Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an dengan metode

Sorogan di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Kabupaten Boyolali tahun 2018.

Tidak lupa sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

nabi agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta para pengikutnya

yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan yang mana beliaulah

satusatunya umat manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari zaman

jahiliyyah sampai sekarang ini.

Penulis skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai

pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Rektor IAIN Salatiga, Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

3. Ketua jurusan PAI IAIN Salatiga, Ibu Siti Rukhayati, M.Ag.

4. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag, selaku pembimbing yang dengan penuh

kesabaran selalu memberikan bimbingan pengarahan sehingga skripsi ini.

(9)

ix

6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu

selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.

7. Pengasuh, ustadz, dan santri PPMQ Mojo Andong Salatiga yang telah

memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di

pondok pesantren tersebut.

8. Bapak, ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan

memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.

9. Kepada sahabat-sahabat dekat PAI E, Keluarga PPL SMK N 1 Salatiga dan

Kelompok KKN Desa Kembaran yang telah memberikanku pengalaman hidup

yang luar biasa.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya

dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat

diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.

Salatiga, 23 Juli 2018

Penulis

(10)

x ABSTRAK

Fuad, Ahmad. 2018. Implementasi Metode Sorogan dalam Pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an di pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Kabuoaten Boyolali. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag.

Kata Kunci : Implementasi Metode Sorogan,Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi metode Sorogan dalam Pembelajaran tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Kabupaten Boyolali. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana Implementasi dari metode Sorogan dalam pembelajran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo

Andong Kab. Boyolali. 2) Apa kelebihan dan kekurangan metode Sorogan dalam

pembelajran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Kab. Boyolali.

Penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field research) dengan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subyek penelitian adalah santri, pengasuh, dan pengurus pondok pesantren.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa 1) Implementasi metode sorogan

dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an berjalan dengan baik sesuai teknis pembelajaran yang diharapkan. Pelaksanaan metode sorogan dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren

Madrosatul Qur‟an meliputi: pelaksanaan metode sorogan dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an dilakukan murid membaca ayat al-Qur‟an yang telah ia hafal. 2)

Kelebihan metode sorogan dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di PP.

Madrosatul Qur‟an sebagai berikut: a) Antara guru dan santri memiliki hubungan yang lebih dekat, b) Kemamapuan masing-masing santri yang berbeda-beda dapat diketahui langsung oleh guru. c) Guru dapat mengecek hafalan-hafalan

sebelumnya, d) Guru dapat mengetahui bagaimana cara membaca al Qur‟an yang

(11)

xi DAFTAR ISI

JUDUL ... I

LEMBAR BERLOGO ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... V MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... X DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

(12)

xii

F. Penegasan Istilah ... 11

G. Metode Penelitian ... 13

H. Sistematika Penulisan Skripsi ... 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 23

A. Tinjauan Metode Sorogan dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ..... 23

1. Pengertian Metode Sorogan ... 23

2. Dasar dan tujuan penerapan Metode Sorogan ... 26

3. Aplikasi Metode Sorogan ... 27

B. Menghafal Al Qur‟an ... 27

1. Pengertian Menghafal Al Qur‟an ... 27

2. Syarat-syarat Menghafal Al Qur‟an ... 28

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Menghafal Al Qur‟an ... 30

C. Tinjauan Pondok Pesantren ... 38

1. Pengertian Pondok Pesantren ... 38

2. Jenis pendidikan Pondok Pesantren ... 40

3. Metode Pembelajaran ... 41

4. Pondok Pesantren dan Tahfidzul Qur‟an ... 45

(13)

xiii

A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an... 47

1.Letak Geografis dan Sejarah Berdiri... 47

2.Sarana dan prasarana... 51

3.Struktur Organisasi Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an... 52

4.Keadaan Santri dan ustadz... 52

5.Kegiatan Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an ... 55

6.Kurikulum Pondok Madrosatul Qur‟an ... 57

B. Temuan Data penelitian ... 64

1.Implementasi Metode Sorogan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di PP. Madrosatul Qur‟an ... 64

2.Kelebihan dan kekurangan Metode Sorogan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di PP. Madrosatul Qur‟an ... 71

BAB IV PEMBAHASAN ... 77

A. Implementasi Metode Sorogan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di PP. Madrosatul Qur‟an... 77

1.Sistem pendidikan di PP. Madrosatul Qur‟an... 77

2.Metode Pembelajaran di PP. Madrosatul Qur‟an... 78

3.Implementasi Metode Sorogan dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di PP. Madrosatul Qur‟an ... 82

(14)

xiv

1.Kelebihan Metode Sorogan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an

... 85

2.Kekurangan Metode Sorogan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ... 87

BAB V PENUTUP ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Transkrip Wawancara

Lampiran 2 : Daftar Nilai SKK

Lampiran 3 : Riwayat Hidup

Lampiran 4 : Lembar Konsultasi

Lampiran 5 : Dokumentasi

Lampiran 6 : Lembar Pembimbing Skripsi

Lampiran 7 : Surat Ijin Melakukan Penelitian

(16)

IMPLEMENTASI METODE SOROGAN DALAM

PEMB

ELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN

(Studi kasus di Pondok Pesantren Madrosatul Qur’an

Mojo Andong Kabupaten Boyolali)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

Oleh:

Ahmad Fuad

NIM: 11114174

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(17)

1

memandang nama tersebut secara sederhana merupakan kata benda bentukan

(masdhr) dari kata kerja (fi‟il) qara-a, “menghimpun”. Dengan demikian a

l-Qur‟an bermakna “bacaan” atau “yang dibaca” (maqru‟) (Sugianto,

2004:15-16). M. mengemukakan bahwa kata iqra‟ yang terambil dari kata qara‟a yng

berarti “ menghimpun”. Arti dari kata menunjukkan bahwa iqra‟, yang

diterjemahkan dengan “bacalah”, tidak mengharuskan adanya suatu teks

tertulis yang dibaca, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang

lain. Karenanya dapat menemukan dalam kamus-kamus bahasa, beraneka

ragam arti dari kata tersebut - antara lain, menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-cirinya, dan sebagainya, yang

semuanya itu dapat dikembalikan pada hakikatnya yaitu “menghimpun” yang

merupakan arti akar kata tersebut (Quraish Shihab 1994:167). Pengertian

seperti ini dijumpai dalam Firman Allah Ta‟ala (QS Al-Qiyamah: 17-18):

(18)

2

“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu)

dan (membuatmu pandai) membacanya. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”.

Al Qur‟an merupakan kitab suci dan sebagai pedoman hidup umat

manusia, maka diperintahkan untuk mempelajarinya dan membaca agar dapat

memahami isinya.

Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang melemahkan tantangan musuh

(mu‟jizat) yang diturunkan kepada Nabi dan Rosul yang terakhir dengan

perantaraan malaikat Jibril, tertulis dalam beberapa mushaf, dipindahkan

(dinukil) kepada kita secara mutawatir, merupakan ibadah dengan

membacannya, dimulai dengan surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat

an-Nas (Munjahid, 2007:25-26). Al Qur‟an adalah kalam Allah yang turunkan

secara mutawatir, tertulis dalam mushaf dan bernilai ibadah apabila

membacanya.

Al Qur‟an adalah sumber hukum sekaligus bacaan yang diturunkan

secara mutawatir. Artinya, ke-mutawatir-an al-Qur‟an terjaga dari generasi ke generasi. Di masa Rosulullah saw., para sahabat menerima al-Qur‟an secara

langsung dari beliau. Selanjutnya, mereka sangat antusias untuk menghafal,

memahami, dan menyampaikan al-Qur‟an kepada sahabat yang lain atau

kepada generasi selanjutnya, persis seperti yang mereka terima dari Rosulullah

saw. Tanpa berkurang satu huruf pun. Al-Qur‟an terbagi dalam 30 juz, 114

(19)

3

Al-Qur‟an adalah kitab suci yang mudah untuk dihafal,diingat, dan

dipahami (Qardhawi, 2001:187). Allah Swt berfirman dalam (QS

Al-Qomar:17)

( ٍرِكَّدُّم ْنِم ْلَهَ ف ِرْكِّذلِل َنَاءْرُقْلا اَنْرَّسَي ْدَقَلَو

٧١

)

“dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka

Adakah orang yang mengambil pelajaran ?”.

Menurut Amrullah (2008:69), dengan mempelajari Al-Qur‟an,

terbuktilah bahwa umat Islam bertanggung jawab terhadap kitab sucinya.

Rosulullah Saw. telah menganjurkan kita untuk mempelajari dan mengajarkan

Al-Qur‟an kepada orang lain.

Dalam kitab Ringkasan Shahih Bukhori, Az-Zubaidi. Terj. Arif

Rahman Hakim (2013:816), menurut „Ustman bin „Affan radhiallahu‟anhu

berkata, Rosulullah Saw bersabda:

“Sebaik-baik orang diantara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur‟an

(20)

4

“Telah menceritakan kepada kami Abudllah bin Yusuf Telah mengabarkan

kepada kami Malik dari Nafi' dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma, bahwasanya Rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya perumpamaan para penghafal Al Qur`an adalah seperti seorang yang memiliki Utna yang terikat, jika ia selalu menjaganya, maka ia pun akan selalu berada padanya, dan jika ia melepaskannya, niscaya akan hilang dan pergi." (HR. Muslim 2/190-191)

Hadist tersebut menjelaskan bahwa Rosulullah Saw memerintahkan

untuk menjaga dan memelihara al-Qur‟an serta hafalannya. Oleh karenanya,

barang siapa yang menjaga dan memelihara al-Qur‟an niscaya Allah akan

memberikan suatu rahmat di dunia dan di akhirat kelak.

Pondok pesantren merupakan salah satu sub sistem pendidikan di

Indonesia yang bergerak dan berusaha serta arah perkembangannya berada

dalam ruang lingkup tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional

(21)

5

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpancasila, sehat rohani dan jasmani,

memiliki ilmu pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan

kreatifitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan

penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi yang

disertai budi pekerti luhur (Arifin, 1995:258). Pondok pesantren juga

merupakan pendidikan yang dimana dalam sistem kependidikan tidak jauh

dari pendidikan formal yang lainnya. Di dalam Pondok pesantren juga lebih

mendalam dalam mengenbangkan kretifitas, demokrasi, sosial yang tinggi,

memiliki kecerdasan yang tidak kalah dari pendidikan umum, dan tidak kalah

penting mencetak generasi yang bermartabat dan berbudi luhur.

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai

ciri khas dan keunikan yang berbeda dari lembaga-lembaga formal yang

lainnya. Namun begitu, dalam berbagai aspek dapat ditemukan kesamaan

umum dan variabel struktural seperti dalam bentuk kepemimpinan, organisasi

kepengurusan, dewan pengasuh, guru-guru atau asatidz dan lainnya.

Dengan begitu juga halnya lembaga pendidikan di Pondok Pesantren

Tahfidzul Qur‟an yang memiliki sidikit perbedaan dari pondok pesantren kitab

atau yang lain. Pesantren Tahfidzul Qur‟an yang mengfokuskan atau

mengkhususkan diri dalam mempelajari ilmu-ilmu al-Qur‟an, pondok

pesantren khusus menghafal al-Qur‟an yang mana lembaga kependidikannya

memiliki model atau karakteristik masing-masing serta dalam

pembelajarannya memiliki metode-metode, cara yang berbeda pula dalam

(22)

6

Pesantren yang menjadi objek penelitian ini adalah Pondok Pesantren

Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Boyolali yang merupakan Pondok Pesantren

khusus al-Qur‟an. Dimana pendidikan utamanya adalah Pendidikan al-Qur‟an

(menghafal Al-Qur‟an), disamping itu juga diajarkan ilmu-ilmu agama yang lainnya, seperti Ilmu nahwu dan sharaf, tajwid, fiqih, akhlaq, tafsir dan lain

sebagainya.

Pondok pesantren Madrosatul Qur‟an adalah pondok pesantren

Tahfidzul Qur‟an yang mana para santri tidak tertuju pada pendidikan pesantren saja melainkan santri diperbolehkan mengikuti pendidikan formal di

tingkat sekolah, adapun santri yang menuntut ilmu di pondok Pesantren ini

terdiri pelajar dan mahasiswa.

Dalam rangka usaha mencapai tujuan yang diperlukan suatu metode

yang sangat operasional pula yaitu metode penyajian materi pendidikan dan

pengajaran yang menyangkut pendidikan agama Islam dan ketrampilan di

lembaga pendidikan pondok pesantren tersebut.

Metode penyajian atau penyampaian tersebut ada yang bersifat

tradisional menurut kebiasaan-kebiasaan yang lama dipergunakan dalam

institusi itu, seperti pengajian dengan balahan, weton dan sorogan (Arifin, 1995:259).

Dalam berbagai metode yang diterapkan pada pondok pesantren

(23)

7

yang masih diterapkan sampai saat ini dalam pembelajaran kitab kuning di

pondok pesantren.

Menurut Yasmadi (2002:67), sorogan adalah pengajian yang

merupakan permintaan dari seseorang atau beberapa seorang santri kepada

kyainya untuk diajarkan kitab tertentu. Teknik sorogan adalah seorang santri yang menghadap kyai dengan membawa kitab yang akan diajarkannya

(Muhtarom, 2005:178). Pengajian dengan sistem sorogan ini biasanya diberikan kepada santri-santri yang hendak mau menyetorkan apa yang akan

di setorkan dengan begitu santri harus memiliki kemampuan serta sudah siap

dari apa yang akan di setorkan kepada kyai seperti halnya setoran hafalan

yang sudah dihafalkan seorang santri.

Dari latar belakang di atas penulis tetarik untuk meneliti lebih dalam

tentang metode menghafal al-Qur‟an dengan metode sorogan di Pondok

Pesantren Madrosatul Qur‟an. Sehingga penulis mengambil judul skripsi,

“IMPLEMENTASI METODE SOROGAN DALAM PEMBELAJARAN

TAHFIDZUL QUR‟AN DI PONDOK PESANTREN MADROSATUL

QUR‟AN MOJO ANDONG KABUPATEN BOYOLALI 2018”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan pemaparan di atas maka penelitian berfokus pada:

1. Bagaimana Implementasi dari metode Sorogan dalam pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong

(24)

8

2. Apa kelebihan dan kekurangan metode Sorogan dalam pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong

Kab. Boyolali?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus dan rumusan pertanyaan diatas, maka secara umum

yang menjadi tujuan penelitian yaitu:

1. Untuk mengetahui Implementasi metode Sorogan dalam pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong

Kab. Boyolali.

2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode Sorogan dalam

pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an

Mojo Andong Kab. Boyolali.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritik

Dapat menambah wawasan dan keilmuan dalam bidang pembelajaran

menghafal al-Qur‟an, khususnya mengenai metode yang efektif dalam

menghafal al-Qur‟an dengan metode sorogan. Dengan mengetahui metode menghafal tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an,

dapat memberikan motivasi, masukan dan semangat dalam menghafal

al-Qur‟an serta tidak hanya diterapkan dalam menghafal al-Qur‟an saja,

(25)

9

informasi yang berguna untuk menigkatkan kualitas maupun kuantitas

masa depan di Pondok Pesantren.

2. Secara praktis

Dengan hasil penelitian ini secara praktis akan dijadikan bahan

masukan dan pertimbangan dalam mengembangkan kompetensi dalam

proses pembelajaran menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantern, khususnya

di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Boyolali, dan

tambah informasi wawasan ilmu sebagai acuan untuk meningkatkan

kualitas dalam menghafal al-Qur‟an bagi para generasi qur‟ani.

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dilakukan menelaah penelitian-penelitian terdahulu

yang relevan dengan kajian ini. Telaah ini penting dilakukan karena untuk

pembanding dalam dalam penelitian. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu

yang relevan dengan penelitian ini:

Pertama, penelitian yang dilakukan Imam Agus Arafat dengan judul”

Implementasi Program Hamalatil Qur‟an pada Santri (Studi di Pondok

Pesantren Nurul Qur‟an Teter Simo Boyolali)”. Menurut peneliti, Program Hamalatil Qur‟an ini yaitu cara pondok pesantren untuk menghormati

al-Qur‟an dengan cara memperbaiki bacaan al-Qur‟an melalui Ilmu Tajwid,

mengkaji al-Qur‟an melalui kitab-kitab yang membahas tentang ilmu-ilmu

al-Qur‟an dan proses menghafal al al-Qur‟an.

Kedua, penelitian yang dikaji Aji Muhtadin dengan judul “

(26)

10

(Studi Kasus di Pondok Pesantren A-Hidayah, ds. Kriwen, Sukoharjo). Menurut peneliti, praktek tahfidzul al-Qur‟an harus menggunakan metode, karena dengan menggunakan metode yang tepat akan didapat dengan hasil

yang maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembelajaran

hafalan al-Qur‟an dengan metode Sabaq, Sabaqy, dan Munzil di Pondok Pesantren Al-Hidayah, Kriwen, Sukoharjo. Sabaq merupakan penghafalan yang wajib disetorkan setiap harinya. Sabaqy merupakaan pengulangan hafalan yang disetorkan kemarin, atau disebut Deresan. Munzil merupakan setoran simpanan hafalan yang sudah hafal.

Ketiga, penelitian yang dikaji Maghfirotul Mafakhir dengan judul”

Metode Pembelaajaran Tahfidzul Qur‟an (Studi Kasus di Pondok Pesantren

Bustanu Usysyaqil al-Qur‟an, Ds. Gading, Kec. Tengaran, Kab. Semarang Tahun 2015/2016). Menurut peneliti, praktek tahfidzul al-Qur‟an menggunakan berbagai metode. Dengan menggunakan metode akan

mempermudah akan menghafal al-Qur‟an, maka dari secara garis besar

peneliti bertujuan untuk mengetahui metode apa yang digunakan di Pondok

Pesantren BUQ Gading, Tengaran, Semarang. Metode yang digunakan

diantaranya yaitu metode wahdah, tahsin, sima‟i, dan muraja‟ah.

Sedangkan yang akan dikaji untuk peneliti sekarang yaitu juga

memliki perbedaan yaitu dengan mentode sorogan, metode sorogan yaitu seorang santri menyetorkan dari apa yang di hafal kepada kyai dengan

(27)

11 F. Penegasan Istilah

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan supaya terhindar dari

penafsiran yang berbeda, serta timbul kesalah fahaman terhadap apa yang

dikandung dalam penulisan ini, perlu kiranya diperjelas dan dibatasi

pengertiannya sebagai berikut:

1. Implementasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu pelaksanaan,

penerapan (Dep. Pendidikan Nasional, 2007:427). Dalam Kamus umum

Bahasa Indonesia Implementasi yaitu pelaksanaan (W.J.S., 2006:441).

Hamalik (2013:237), menyatakan bahwa Implementasi merupakan suatu

proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam bentuk

tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan

pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap

2. Tahfidzul Qur‟an

Menghafal dalam bahasa indonesia yang berarti menerima,

mengingat, menyimpan, dan memproduksi kembali tanggapan-tanggapan

yang diperoleh dari pengamatan. (Munjahid, 2007:74).

Menghafal Al-Qur‟an dalam bahasa Arab berasal dari kata

hafizho-yahfazhu-hifzhon (

اًظْفِح

-

ُظَفَْيَ

َظَفَح

) artinya memelihara, menjaga,

menghafal (Yunus, 2007:105). Sedangkan al-Qur‟an juga merupakan

(28)

12

yang terdiri dari hifizh (mudlof) dan al-Qur‟an (mudlof ilaih). Hifzh sendiri merupakan isim masdar dari isim madli hafizho yang artinya: memelihara, menjaga dan menghafal al-Qur‟an. Orang hafal al-Qur‟an seluruhnya 30

Juz disebut seorang yang Hafidz (Munjahid, 2007:73).

3. Metode Sorogan

Metode secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani

metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata: yaitu “meta” yang berarti

melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode

berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Arab

metode disebuut “thariqat” (Arief, 2002:40). Menurut Arifin (2014:224),

metode yaitu suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan yang

telah ditetepkan.

Sorogan artinya belajar secara individu dimana seorang santri berhadapan dengan guru, terjadi interaksi saling mengenal antar keduanya

(Arief, 2002:150). Teknik sorogan adalah seorang santri yang menghadap kyai dengan membawa kitab yang akan diajarkannya (Muhtarom,

2005:178). Menurut Yasmadi (2002:67), sorogan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seseorang atau beberapa seorang santri kepada

kyainya untuk diajarkan kitab tertentu.

Metode sorogan didasari atas peristiwa yang terjadi ketika Rosulullah Saw. ataupun Nabi saw. melalui malaikat Jibril mereka

langsung bertemu satu persatu, yaitu antara malaikat Jibril dan para Nabi

(29)

13

ِّْبَّر ِْنَِبَّدَا

ِْبِْيِدْاَت َنَسْحَاَف

Tuhanku telah mendidikku, maka ia menjadikan pendidikanku menjadi

baik”

Berdasrkan hadist di atas, bahwa Rosulullah saw.secara langsung

telah mendapat bimbingan dari Allah Swt. Dan kemudian praktek

pendidikan seperti ini dilakukan oleh beliau bersama para sahabatnya

dalam menyampaikan wahyu kepada mereka (Arief, 2002:151).

G. Metode Penelitian

Metode adalah salah satu atau cara untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan (Arifin, 1995:224). Kedudukan metode memiliki peran yang sangat

penting dalam penelitian ilmiah. Penelitian merupakan teknik atau cara yang

digunakan peneliti guna tercapainya sertta keberhasilan penelitian sesuai hasil

yang diinginkan. Metode yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah:

1. Jenis dan pendekatan penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) yang menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan peneliti secara langsung dengan obyek, terutama untuk

memperoleh data dan berbagai informasi langsung. Dengan demikian

peneliti langsung berada dilingkungan yang hendak ditelitinya.

Jenis penelitian ini diskriptif, yaitu mengumpulkan informasi, dan

membuat gambaran, secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai

(30)

14

Pesantren Madrosatul Qur‟an agar dapat tercapai tujuan atau target yang

diinginkan.

2. Kehadiran peneliti

Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen utama

untuk mengabil data, peneliti merupakan perencana, pelaksana

pengumpulan data, analisis, penafsir data yang dibutuhkan dalam

penelitian dan pada akhirnya peneliti menjadi pelapor hasil penelitiannya.

maka peneliti hadir langsung dalam aktivitas yang dilakukan santri di

tempat penelitian, terutama untuk memperoleh data-data dan berbagai

informasi yang dibutuhkan.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Pondok Pesantren Madrosatul

Qur‟an Mojo Andong Kab. Boyolali. Alasan peneliti memilih lokasi atau

tempat adalah karena pondok pesantren ini memiliki letak yang strategis,

mudah dijangkau serta yang diharapkan karena pondok ini khusus untuk

penghafal al-Qur‟an.

4. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi menjadi

kedalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto, dan statistik

(31)

15

Jenis-jenis data di atas di golongkan menjadi dua yaitu sumber data

primer dan sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang

dikumpulkan langsung dari informan utama yaitu, Bapak kyai Ulin Nuha

selaku pengasuh Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong

Kabupaten Boyolali.

Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang

mendukung penelitian seperti dari santri, pengurus, ustadz, dan juga

bahan-bahan pustaka dan dokumentasi lapangan.

5. Metode Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2014:265), pengumpulan data adalah olahan

data yang pengumpulannya banyak di pengaruhi oleh faktor siapa yang

bertugas mengumpulkan data. Jika pengumpul data melakukan sedikit

kesalahan sikap dalam interviu misalnya, akan mempengaruhi data yang

diberikan oleh responden. Kesimpulannya akan salah pula dalam

pengumpulan data yang dibutuhkan. Sesuai dengan sumber data tersebut,

metode pengumpulan data yang dugunakan peneliti dalam penelitian yaitu:

a. Metode Observasi

Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif

adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan

sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang

kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Arikunto,

(32)

16

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi

secara langsung yang digunakan untuk mengumpulkan data. Dalam hal

ini peneliti akan langsung melakukan pengamatan di Pondok Pesantren

Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Kab. Boyolali. Metode ini dilakukan

penulis dengan mengamati ustadz yang menggunakan metode sorogan

dalam proses belajar dan mengajar. Dalam hal ini penulis akan

meneliti langsung agar mendapatkan data yang lebih akurat.

b. Metode Wawancara

Pedoman wawancara memiliki dua macam pedoman yaitu:

1) Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara

yang hanya memuat garis besar yangakan ditanyakan.

2) Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang

disusun secara terperinci sehingga menyerupai chek-list.

Pedoman wawancara yang banyak digunakan adalah bentuk

“semi structured”. Dalam hal ini mula-mula peneliti menanyakan

serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu per

satu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut

(Arikunto, 2014:270).

Peneliti menggunakan metode wawancara ini yang nantinya

di tujukan kepada pimpinan, pengasuh pondok Pesantren untuk

memperoleh data yang relevan yang berkaitan dengan sejarah

pendirinya Pondok Pesantren serta perkembangannya, para guru

(33)

17

Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara

membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan

tidak perlu ditanyakan secara berurutan (Moleong, 2008:187).

Oleh karena itu, sebelumnya peneliti menyusun pedoman

interview untuk mempermudah jalannya wawancara.

c. Metode Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mrncari data menegenahi hal-hal variabel

yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat dan lan sebagainya.

Dibanding yang lainnya metode ini tidaklah terlalu sulit, dalam

arti metode ini dapat mudah di cari sumber data yang berkaitan

(Arikunto, 2014:274). Metode ini di gunakan untuk mengetahui

pengembangan data jumlah santri, aktivitas santri setiap hari, susunan

pengurus pesantren dan lain sebagainnya.

6. Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen analisis data kualitatif adalah upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan

data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang didapat

diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2008:248).

Metode analisis data yang penulis gunakan adalah metode analisis

(34)

18

tafsirkan untuk mendapatkan makna yang tergantung. Dengan

menggunakan metode ini tidak dimaksudkan untuk memperoleh penelitian

yang baru, akan tetapi hanya mendapatkan kejelasan dan penjelasan suatu

pengertian tertentu dari penelaahan obyek penelitian. Metode yang

digunakan untuk membahas sekaligus sebagai kerangka berfikir pada

penelitian adalah sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Pada mulanya mengidentifikasikan adanya satuan yaitu bagian

kecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan

dengan fokus dan masalah penelitian (Moleong, 2008:288).

Dalam reduksi data, penulis melakukan pemilihan data yang

telah didapat dari hasil wawancara maupun informasi dari hasil

observasi sesuai dengan tipologi data tersebut. Hasil data ataupun

informasi yang didapat disusun secara sistematis dan identifikasi

secara sederhana agar memperoleh gambaran yang sesuai tujuan

penelitian

b. Menyusun kategorisasi

Menyusun kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap

satuan kedalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan (Moleong,

2008:288). Penulis kemudian memilih dan mengklarifikasikan atau

mengolah data berdasrkan kategori masing-masing menurut fokus

masalah masing-masing.

(35)

19

Mensintesiskan berati mencari kaitan antara satu kategori

dengan kategori lainnya (Moleong, 2008:289). Penulis melakukan

penanganan suatu objek tentu dengan menggabung-gabungkan

pengertian satu dengan pengertian yang lainnya, sehingga

menghasilkan pengertian yang baru. Dengan demikian sintesis

dilakukan dengan pendekatan diskiptif.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh, peneliti melakukan

cara ketekunan dan sering melakukakan pengamatan (keajegan) serta triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain dari luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2008:330). Dalam

pelaksanaanya peneliti membandingkan data dari informan primer dengan

informan lainnya, sehingga data dapat teruji dengan kebenaran dan

keasliannya.

8. Tahap-tahap Penelitian

Pelaksanaan menelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum kerja

lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisi data, da tahap penulisan

laporan. Dalam penelitian ini tahap yang di tempuh adalah sebagai

berikut:

a. Tahap sebelum ke lapangan

Dalam tahap ini peneliti harus menyusun rancangan penelitian,

(36)

20

menilai lapangan. Memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan

segala perlengkapan penelitian. Untuk penelitian di Pondok Pesantren

Madrosatul Qur‟an ini, serta menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan

dalam penelitian.

Tahap menganalisi data melalui hasil temuan data dari penelitian

yang berupa baik secara lisan maupun secara tulisan yang diperoleh

melalui observasi, dokumen maupun wawancara yang mendalam yang

bersangkutan dengan pengasuh, ustadz, dan santri yang berada

disekitar lingkungan pondok tersebut. Kemudian dilakukan penafsiran

data yang sesuai dengan konteks permasalahan yang diteliti. Kemudian

pengecekan keabsahan data dengan mengecek sumber data yang

didapat dan metode perolehan data sehingga data yang di peroleh

benar-benar valid. Data yang valid adalah dasar dan bahan untuk

memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam

memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.

d. Tahap penulisan laporan

Tahap penulisan ini meliputi kegiatan hasil penelitian dari semua

(37)

21

makna data. Setelah itu dilakukan konsultasi terhadap hasil penelitian

dengan dosen pembimbing untuk mengoreksi serta mendapatkan

perbaikan dan saran-saran demi kesempurnaan skripsi yang kemudian

ditindak lanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang

sempurna. Dan langkah terakhir yaitu melakukan penyusunan

kelengkapan persyaratan untuk ujian skripsi.

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam skripsi ini peneliti bermaksud untuk membahas implementasi

pembelajaran tahfidzul Qur‟an dengan metode sorogan di Pondok Pesantren

Madrosatul Qur‟an (PPMQ) Mojo Andong Boyolali. Oleh karena itu, untuk

mempermudah pembaca mengikuti pembahasan skripsi ini maka peneliti

menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama merupakan Pendahuluan. Bab ini membahas tentang latar

belakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

penegasan istilah, kegunaan penelitian, kajian penelitian terdahulu, metode

penelitian, (jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data,

teknik pengumpulan data, isntrumen pengumpulan data, analisis data,

pengecekan keabsahan data), dan sistem penulisan.

Bab kedua merupakan kajian pustaka. Pada bab ini akan diuraikan

sebagai teori yang menjadi landasan teoritik penelitian, meliputi: pengertian

pembelajaran tahfidzul Qur‟an, dasar, tujuan, syarat, tinjauan tentang metode

(38)

22

Bab ketiga Merupakan paparan hasil penelitian: pada bab ini akan

diuraikan yang membahas tentang lokasi penelitian, (lokasi penelitian ini

meliputi profil Pesantren, sejarah berdirinya, visi dan misi, letak greografis,

struktur organisasi, program kegiatan, tata tertib, jadwal pembelajaran, sarana

dana prasarana, keadaan santri, kedaan ustadz) dan temuan penelitian.

Bab keempat Paparan data dan analisis. Pada bab ini berisikan tentang

hasil penelitian dan memuat hasil penelitian di lapangan sesuai dengan yang

ada dalam fokus masalah. Pembahasan meliputi implementasi metode

sorogan metode sorogan pada pembelajaran tahfidzul Qur‟an di Pondok

Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong kab. Boyolali dari segi

penerapan, kelebihan dan kekurangan.

Bab kelima Penutup. Pada bab terakhir ini berisikan simpulan dan

(39)

23 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Metode Sorogan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

1. Pengertian Metode Sorogan

Metode secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa

Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “meta” yang

berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara.

Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam

bahada Arab metode disebut “thariqat” (Arief, 2002:40). Menurut Arifin

(2014:224), metode yaitu suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu

tujuan yang telah ditetepkan.

Sorogan artinya belajar secara individu dimana seorang santri berhadapan dengan guru, terjadi interaksi saling mengenal antar keduanya

(Arief, 2002:150). Teknik sorogan adalah seorang santri yang menghadap kyai dengan membawa kitab yang akan diajarkannya (Muhtarom,

2005:178). Menurut Yasmadi (2002:67), sorogan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seseorang atau beberapa seorang santri

kepada kyainya untuk diajarkan kitab tertentu. Maka metode sorogan adalah suatu pengajaran atau metode yang digunakan oleh kyai di Pondok

Pesantren dalam pembelajaran supaya aktif dimana seorang santri

mengadap kepada kyai untuk mengajukan dan menyetorkan hafalan yang

(40)

24

Dhofier (1977:28) mengemukakan sistem dalam pendidikan Islam

tradisioanal disebut sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan al-Qur‟an. Sistem sorogan dalam pengajian merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan

sistem pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran,

kerajianan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid. Dengan maksud

metode sorogan ini mengajarkan supaya santri memiliki kemampuan, kedisiplinan dan kesabaran dalam membaca maupun menghafal

al-Qur‟an.

Metode sorogan didasari atas peristiwa yang terjadi ketika

Rosulullah saw ataupun Nabi saw melalui malaikat Jibril mereka

langsung bertemu satu persatu, yaitu antara malaikat Jibril dan para Nabi

saw tersebut. Sehingga Rosulullah bersabda:

ِْبِْيِدْاَت َنَسْحَاَف ِّْبَّر ِْنَِبَّدَا

Tuhanku telah mendidikku, maka ia menjadikan pendidikanku menjadi baik”(HR.Ibnu Hibban)

Berdasrkan hadist di atas, bahwa Rosulullah saw secara langsung

telah mendapat bimbingan dari Allah Swt dan kemudian praktek

pendidikan seperti ini dilakukan oleh beliau bersama para sahabatnya

dalam menyampaikan wahyu kepada mereka (Arief, 2002:151).

(41)

25

perseorangan (individu), di bawah bimbingan seorang ustadz atau kyai.

Pengajian sistem sorogan ini biasanya diselenggarakan pada ruang tertentu dimana di situ tersedia tempat duduk seorang kyai atau ustadz,

kemudin di depannya terdapat bangku atau meja pendek untuk

meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Santri-santri lain, baik

yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh sambil

mendengarkan apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz kepada temannya

sekaligus mempersiapkan diri menunggu gilirannya (Afwa, 2016:63).

Maka pembelajaran model sorogan merupakan pembelajaran yang

menitik beratkan kepada seorang santri yang mana akan menambah

pengetahuan dan pemahaman perseorangan (individu).

Cara Belajar Siswa Aktif (CSBA) atau istilah dasarnya adalah

student Active Learning (SAL), merupakan prinsip belajar sekaligus merupakan bentuk pendekatan dalam PBM, sesuai ide dasar pendidikan

dalam islam. CBSA menghendaki dalam ciri-cirinya, “Cara Belajar Siswa

Aktif (CBSA) merupakan bentuk pendekatan dalam Proses Belajar

Mengajar (PBM) dimana siswa dapat memilki keterlibatan baik secara

emosional maupun intelektual yang dapat dinyatakan secara fisik dalam

proses belajar mengajar sejak pra-instruksional sampai pada tahap

evaluasi dan pengembangan” (Toha, 1996:131).

(42)

26

pembelajaran dan memiliki keterlibatan dalam pembelajaran santri juga

harus mempersiapkan matang-matang dan memilki waktu yang luang.

Pemberian tugas antara kyai dan guru bantu juga disesuaikan

dengan penerapan metode pembelajaran. Ada dua metode, yaitu sorogan

dan wetonan atau bandongan. Metode sorogan diterapkan pada santri yang mana mereka, seorang santri satu demi satu membawa kitabnya,

maju menghadap guru masing-masing. Guru membacakan salah satu

kalimat kemudian santri harus menerjemahkan dan menerangkan maksud

kalimat tersebut (Saerozi, 2013:31). Maka dari itu metode sorogan adalah seorang santri menghadap ke kyai utuk menyetorkan hafalannya yang

mana hafalalan tersebut sudah dipersiapkan matang-matang agar dapat

dikoreksi oleh kyai apabila masih terdapat kesalahan dalam hafalan

tersebut. Oleh karena itu dalam penerapan metode ini guru dan murid

harus bertemu langsung atau berhadapan (face to face) antara murid dan guru.

2. Dasar dan Tujuan Penerapan Metode Sorogan

Metode sorogan di dasari atas peristiwa yang terjadi ketika Rosulullah saw, ataupun Nabi saw melalui malaikat Jibril mereka

langsung bertemu satu persatu seperti dijelaskan hadist sebelumnya.

Praktek pendidikan seperti ini dilakukan oleh beliau bersama para

sahabatnya dalam menyampaikan wahyu kepada mereka (Arief,

(43)

27

mendapat wahyu langsung dari Allah dan tanpa perantara yang lain dan

juga mendapat bimbingan langsung dari Allah Swt.

3. Aplikasi Metode Sorogan

Menurut Nafi‟ (2007:68-69), Aspek kognitif yang semua santri

menjadi aktif adalah menggunakan metode pengajaran yang juga menjadi

ciri khas pesantren; yaitu sorogan. Metode sorogan itu adalah semacam metode CSBA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang mana santri aktif memilih

kitab, biasanya kitab kuning yang akan dibaca, kemudian membaca dan

menerjemahkannya dihadapan kyai, sementara itu kyai mendengarkan

bacaan santrinya itu dan mengoreksi bacaan atau terjemahannya jika

diperlukan.

B. Menghafal Al Qur’an

1. Pengertian Menghafal Al Qur’an

Menghafal merupakan bahasa Indonesia yang berarti menerima,

mengingat, menyampaikan dan memproduksi kembali yang diperoleh dari

melalui pengamatan.

Dalam bahasa Arab berasal dari kata hafizho-yahfazhu-hifzhon (

َظِفَح

ُظَفَْيَ

-اًظْفِح

) artinya memelihara, menjaga, menghafal (Yunus,

2007:105). Sedangkan menurut al Qur‟an juga merupakan bahasa Arab

(44)

28

isim mashdar dari fi‟il madli hafizho yang artinya: memelihara, menjaga, dan menghafal. Orang yang hafal seluruh al-Qur‟an oleh masyarakat

disebut (

ظفاح

) hafizh. Sedangkan menurut istilah hifzh al-Qur‟an adalah

menghafal al-Qur‟an yang sesuai urutan terdapat dalam mushaf utsmani

yang terdiri dari surat al-Fatihah hingga surat an-Nas dengan maksud

ibadah (Munjahid, 2007:73-74).

2. Syarat-syarat Menghafal Al Qur’an

Menghafal al-Qur‟an tidaklah sulit dibayangkan dan tidaklah

semudah membalikkan telapak tangan, karena ada beberapa tahapan yang

harus dilaksanakan. Dalam menghafal kitab suci al-Qur‟an diperlukan

suatu ketraampilan tersendiri. Sebelum memulai menghafal al-Qur‟an,

seorang penghafal hendaknya memiliki beberapa syarat yang berhubungan

dengan naluri insaniyah. Adapun syarat-syarat tersebut sebagai berikut:

a) Persiapan Pribadi

Di antara persiapan pribadi yaitu niat yang ikhlas dari calon

penghafal, keinginan, pandangan dan usaha keras serta tanpa adanya

paksaan dari siapapun.

b) Bacaan al-Qur‟an yang Benar dan Baik

Dalam menghafal al-Qur‟an ditamakan memilki kemampuan dalam

membaca yang benar dan baik. Suatu bacaan dianggap benar, bilamana

telah menerapkan ilmu tajwid. Dengan demikian, insyaAllah akan

menghasilkan suatu hafal yang benar dan baik pula.

(45)

29

Hal ini juga mendukung dalam keberhasilan sang penghafal al Qur‟an.

Dengan izin orang tua, maka penghafaal akan dapat dengan leluasa

memanfaatkan waktunya untuk menghafal al-Qur‟an.

d) Memiliki Sifat Mahmudah (Terpuji)

Yakni dengan melaksanakan perintah Allah SWT dan menjahui semua

larangnNya.

Syeikh Al-Waqi‟ (guru imam Syafi‟i) berkata:

يصاَعلما ِكْرَ ت َلَإ ِنَِدَشْرأَف يِظْفِح َءوُس ٍعيِكَو َلَإ ُتْوَكَش

يِصاَعْلِل يِدْهَ يَلا ِهَّللا ُروُنَو ٌرْوُ ن ُمْلِعْلَا َنَأب ِنَِرَ بْخأَو

“Aku mengadu kepada Waqi‟ (yaitu Waqi‟ bin Al-JarraahAr-Raussy,

guru Imam Asy-syafi‟i) tentang hafalanku, maka beliau menasihatiku supaya meninggalkan kemaksiatan dan mengabarkan kepadaku sesungguhnya Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan dihidayahkan kepada orang yang ahli maksiatan”.

e) Istiqamah

Menghafal al-Qur‟an harus istiqomah. Dalam arti memiliki

kedisiplinan, baik disiplin waktu, tempat maupun disiplin terhadap

materi-materi hafalan. Sang penghafal hendaknya tak bosan-bosan

(46)

30

f) Sanggup Memelihara Hafalan

Al-Qur‟an boleh jadi dikatakan mudah dihafal, namun juga sangan

mudah hilang atau lupa. Maka jika tanpa adanya pemeliharaan tidak

akan mungkin al-Qur‟an itu masih ada dalam otak atau masih teringat.

Maka dari itu hafalan al-Qur‟an harus dipelihara benar-benar, jika

tidak akan sia-sia dalam usaha untuk menghafal al Qur‟an.

g) Memilki Mushaf Sendiri

Dalam proses menghafal diusahakan memiliki mushaf sendiri tidak

bergonta-ganti mushaf, karena apabila dalam menghafal bergonta-ganti

mushaf akan menjadi bingung dalam mengingat-ingat ayat, baris, dan

halaman setiap mushaf. Dan biasanya al-Qur‟an yang digunakan

seorang penghafal itu Qur‟an yang sudut (Qur‟an pojok) yang terbitan

menara kudus atau ada juga yang menyebut Qur‟an kudus (Sugianto,

2004:52-54).

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Menghafal Al-Qur’an

Dalam proses menghafal al-Qur‟an, pasti terdapat faktor-faktor

yang dapat mendukung agar hafalan al-Qur‟annya bisa lancar dan sesuai

target yang akan diharapkan. Begitu sebaliknya, ada juga faktor-faktor

yang dapat menghambat dalam menghafal al-Qur‟an, sehingga dapat

berdampak pada hafalan al-Qur‟annya yang menjadi tidak lancar atau

(47)

31

a. Faktor-faktor Pendukung Menghafal Al-Qur‟an

Menurut Ahsin (2000:57-61), ada beberapa hal yang dianggap

penting sebagai pendukung tercapainya tujuan menghafal al-Qur‟an.

Faktor pendukung tersebut adalah:

1) Usia yang Ideal

Sebenarnya tidak ada batasan usia tertentu secara mutlak

untuk menghafal al-Qur‟an, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa

tingkat usia seseorang memang berpengaruh terhadap keberhasilan

menghafal al-Qur‟an. Seorang penghafal yang berusia relatif muda

jelas akan lebih potensial daya serap dan resapnya terhadap

materi-materi yang dibaca, dihafal, atau didengarnya dibanding dengan

mereka yang berusia lanjut, walaupun bersifat mutlak. Hal ini

karena usia dini (anak-anak) lebih mempunyai daya rekam yang

kuat terhadap sesuatu yang dilihat, didengar, dan dihafal.

Dengan begitu dapat memberikan tujuan dan arah yang

jelas terhadap kita bahwa usia dini memiliki potensi intelegensi,

daya serap, dan daya ingat hafalan yang sangat prima dan bagus

serta masih sangat memungkinkan akan mengalami perkembangan

dan peningkatan secara maksimal.

2) Manajemen Waktu

Diantara penghafal al-Qur‟an ada memproses menghafal al

-Qur‟an secara spesifik (khusus), yakni tidak ada kesibukan lain

(48)

32

samping juga melakukan kegiatan-kegiatan lain. Bagi mereka yang

menempuh program khusus menghafal al-Qur‟an dapat

mengoptimalkan seluruh kemampuan dan memaksimalkan seluruh

kapasitas waktu yang dimilikinya, sehingga ia dapat menyelesaikan

program menghafal al-Qur‟an lebih cepat, karena tidak

menghadapi kendala dari kegiatan-kegiatan lainnya.

Para psikolog mengatakan, bahwa manajemen waktu yang

baik akan berpengaruh besar terhadap pelekatan materi, utamanya

dalam hal ini bagi mereka yang mempunyai kesibukan lain

disamping menghafal al-Qur‟an. Oleh karena itu ia harus mampu

mengatur waktu sedemikian rupa untuk menghafal dan untuk

kegiatan yang lainnya.

Alokasi waktu yang ideal untuk ukuran sedang dengan

target harian sati halaman adalah 4 jam, dengan rincian 2 jam

untuk menghafal ayat-ayat baru, dan 2 jam lagi untuk muraja‟ah

(mengulang kembali) ayat-ayat yang telah di hafalnya. Adapula

yang mengaturnya dalam empat bagian, yaitu ½ jam untuk

menghafal diwaktu pagi hari, ½ jam di siang hari, ½ jam di sore

hari dan ½ jam pada waktu malam hari. Kemudian, dua jam yang

disediakan untuk muraja‟ah dapat diatur sebagai berikut: 1 jam

diantaranya digunakan untuk muraja‟ah (mengulang) ayat-ayat

yang telah dihafal pada siang hari dan 1 jam yang lain untuk

(49)

33

dimanfaatkan untuk muraja‟ah pada malam hari, sedangkan

waktu-waktu senggang lainnya hanya untuk menghafal.

Maka pada prinsipnya kenyamanan dan ketepatan dalam

memanfaatkan waktu itu relatif dan bersifat subjektif, seiring

dengan kondisi psikologis yang variatif. Maka pada prinsipnya,

setiap waktu yang mendorong munculnya ketenangan dan

terciptanya konsentrasi adalah untuk menghafal.

3). Tempat Menghafal

Situasi dan kondisi suatu tempat ikut mendukung

terciptanya program menghafal al-Qur‟an. Suasana yang bising,

kondisi lingkungan yang tak sedap dipandang mata, penerangan

yang tidak sempurna dan populasi udara yang tidak nyaman akan

menjadi kendala berat terhadap terciptanya konsentrasi. Oleh

karena itu, untuk menghafal diperlukan tempat yang ideal untuk

terciptanya konsentrasi.

Dapat disimpulkan bahwa tempat yang ideal untuk

menghafal itu adalah tempat yang memenuhi kriteria sebagai

berikut:

a) Jauh dari kebisingan.

b) Bersih dan suci dari kotoran dan najis.

c) Cukup ventilasi untuk terjaminnya pergantian udara.

d) Tidak terlalu sempit.

(50)

34

f) Mempunyai tempertur yang sesuai dengan kebutuhan.

g) Tidak memungkinkan timbulnya gangguan-gangguan, yakni

ruang tamu, atau tempat itu bukan tempat yang biasa untuk

mengobrol.

4). Tulusnya Tekad dan Kuatnya Kehendak

Menurut Badwilan (2009:133), ketika mereka mengetahui

keluhuran al-Qur‟an beserta kedudukan para penghafalnya, maka

merekapun mengarahkan segenap upaya dan menanggung berbagai

bentuk kesulitan.

b. Faktor-faktor Penghambat Menghafal Al-Qur‟an

Pada dasarnya menghafal al-Qur‟an tidak hanya sekedar

menghafal, melainkan juga harus menjaganya dan melewati berbagai

rintangan atau cobaan selama menghafal. Mengeluh bukanlah sebuah

solusi yang baik ketika seseorang sedang menjalani proses menghafal

al-Qur‟an. Apabila seseorang sering mengeluh dalam menghadapi

ujian dan cobaan yang belum bisa diselesaikan, hal tersebut akan

menghambat kesuksesan pada diri sendiri dengan pemikiran yang tidak

positif dan tidak menerima segala sesuatu dengan ikhlas dan ketulusan

hati.

1) Faktor Internal

Berikut ini adalah penghambat Faktor Internal dan Faktor

Eksternal yang sering muncul, yang dialami oleh para penghafal

(51)

35

a) Males Melakukan Simaan

Salah satu metode agar hafalan tidak mudah lupa adalah

dengan melakukan simaan dengan sesama teman, senior, atau

kepada guru dari ayat-ayat yang digafalkan. Namun, jika malah

atau tidak mengikuti simaan, hal tersebut akan dapat

menyebabkan hafalan mudah hilang. Selain itu jika tidak suka

melakukan semaan, ketika ada kesalahan ayat hal itu tidak akan

terdeteksi. Sebab tidak ada teman yang mendengarkan hafalan

tersebut.

Oleh sebab itu, perbanyaklah melakukan simaan. Sebab dengan banyak melakukan simaan, sama halnya mengulang hafalan yang terdahulu ataupun yang baru (tidak istiqomah).

b) Bersikap Sombong

Seorang penghafal al-Qur‟an hendaknya senantinya

menjaga hati dan pikirannya terutama dari sifat sombong. Sifat

sombong hanya akan menyebabkan hafalan al-Qur‟an mudah

lupa dan terbengkalai. Sebab pikiran orang yang sombong

selalu disibukkan untuk memikirkan hal lain, selain hafalan.

Sesungguhnya orang yang sombong akan cepat diturunkan

derajatnya oleh Allah Swt, bagaikan debu yang terbang terlalu

tinggi lalu dihempas oleh angin dan jatuh kebawah lagi. Oleh

karena itu, hendaknya penghafal al-Qur‟an benar-benar

(52)

36

dengan baik, serta tidak disibukkan dengan hal-hal yang tidak

ada manfaatnya (Awaliyah, 2015:126-130).

c) Tidak Mengulang Hafalan Secara Rutin

Seorang penghafal harus mempunyai jadwal khusus untuk

hafalan. Jadi, ia harus mempunyai wirid atau jadwal harian

untuk muroja‟ah hafalan yang sudah dihafal, baik di dalam

sholat maupun diluar sholat. Sebab diantara salah satu

penyebab hilangnya hafalan al-Qur‟an cepat hilang adalah

karena tidak mempunyai jadwal khusus untuk muroja‟ah.

Dengan pandai mengatur waktu, penghafal al-Qur‟an akan

terbantu dalam memelihara hafalannya. Dengan mengatur

waktu, ia akan mengulang-ulang hafalan yang senantiasa

berkelanjutan. Oleh karena itu, biasakan untuk tidak

melewatkan waktu tanpa melakukan hal-hal yang bermanfaat.

Dengan demikian, ketidak konsistenan dalam mengulang

hafalan juga akan mempercepat hilangnya hafalan.

d) Terlalu Berambisi Menambah Bayak Hafalan Baru

Salah satu faktor cepat lupa atau hilang adalah karena

tergesa-gesa dalam menghafal, keinginan untuk selalu

menambah dalam waktu yang singkat dan ingin segera pindah

ke hafalan yang lain, padahal hafalan yang lama belum kokoh.

Jika hafalan belum lancar, jangan sekali berpindah kehafalan

(53)

37

usaha hafalan yang sudah dilakukan akan menjadi sia-sia saja.

Oleh sebab itu, supaya hafalan tidah mudah hilang buatlah

targer hafalan dalam setiap harinya, dan terus mengulang-ulang

hafalan sampai kuat dan lancar (Awaliyah, 2015:126-127).

e) Tidak Sungguh-sungguh

Keras dan sunguh-sungguh dalam menghafal al-Qur‟an

layaknya seorang yang siap mencapai sebuah kesuksesan. Jika

tidak bekerja keras dan sungguh-sungguh dalam menghafal

al-Qur‟an, berarti niatnya hanya setengah hati. Oleh karena itu

anda harus berusaha melawan kemalasan baik pada waktu pagi,

siang dan malam (Wahid, 2014:116).

2) Faktor Eksternal

Selain muncul dari dalam diri penghafal, problem dalam penghafal al-Qur‟an juga abnyak disebkan dari luar dirinya sendiri.

Hal-hal diantaranya yaitu:

a) Tidak mampu mengatur waktu dengan efektif.

b) Adanya kemiripan ayat-ayat yang satu dengan yang lainnya,

sehingga menjebak,membingungkan, dan membuat ragu.

c) Tidak sering mengulang-ulang ayat yang sedang atau yag

sudah dihafal .

d) Tiadak adanya pembimbing atau guru ketika menghafal

(54)

38 C. Tinjauan Pondok Pesantren

1. PengertianPondok Pesantren

Perkataan Pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan

pe dan dengan akhiran an berarti tempat tinggal para santri (Dhofier, 1977:18). Pesantren memiliki pengaruh kuat dalam membentuk dan

memelihara kehidupan sosial kultural, politik, dan keagamaan orang-orang

pedesaan. Di kehidupan pondok pesantren mengajarkan kesederhanaan

dalam hidup, kesederhanaan dalam bangunan dilingkungan pesantren,

pelajaran hanya mempelajari kitab-kitab islam klasik (Dhofier, 1977:16).

Pondok pesantren merupakan salah satu sub sistem pendidikan di

Indonesia yang bergerak dan berusaha serta arah perkembangannya harus

berada dalam ruang lingkup tujuan pendidikan nasional. Tujuan

pendidikan nasional pada prinsipnya adalah membentuk manusia

pembangunan yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, ber

pancasila, sehat rohani dan jasmani, memiliki ilmu pengetahuan dan

ketrampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab, dapat

menyuburkan sikap dekokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat

mengembangkan kecerdasan yang tinggi yang disertai budi pekerti luhur

(Arifin, 1995:258).

Pondok pesantren juga merupakan pendidikan yang dimana dalam

sistem kependidikan tidak jauh dari pendidikan formal yang lainnya. Di

dalam Pondok pesantren juga lebih mendalam dalam mengembangkan

(55)

39

kalah dari pendidikan umum, dan tidak kalah penting menceetak generasi

yang bermartabat dan berbudi luhur.

Pesantren dapat disebut sebagai lembaga non-formal, karena

eksistentinya berada dalam jalur sistem pendidikan kemasyarakatan. Ia

memiliki program pendidikan yang disusun sendiri dan pada umumnya

bebas dari ketentuan formal. Latar belakang pesantren yang paling

diperhatikan adalah perannya sebagai alat transformasi kultural yang

menyeluruh dalam kehidupan masyarakat. Peran kultural tesebut akan

tetap berfungsi dengan baik apabila Pesantren masih mendukung oleh

se-perangkat nilai utama yang senantiasa berkembang di dalamnya seperti:

a. Cara memandang kehidupan sebagai peribadatan, baik meliputi ritus

keagamaan murni maupun kegairahan untuk melakukan pengabdian

kepada masyarakat.

b. Kecintaan mendalam dan penghormatan terhadap peribadatan dan

pengabdian kepada masyarakat itu diletakkan.

c. Kesanggupan untuk memberikan pengorbanan apapun bagi kepentingan

masyarakat pendukungnya (Berlin, tej. Saleh, 1988:110-111).

Pendidikan tingkat lanjutan di wiayah Jawa mengenal dengan

Pesantren, bahwa seorang kyai atau syekh yang terkenal kealimannya didatangi seorang murid dari berbagai daerah. Mereka yang berasal dari

daerah yang sangat jauh tentu saja membutuhkan tempat tinggal selama

(56)

40

atau syekh dilingkungan tersebut, tatanan seperti itu dikenal dengan sebutan

Pondok pesantren (Saerozi, 2013:26).

2. Jenis Pendidikan Pondok Pesantren

Dari tingkat eksistensi dengan sistem pendidikan pondok pesantren

lama dan sistem pendidikan pondok Pesantren modern memiliki

keterpengaruhan terhadap proses pembelajaran, secara garis besar Pondok

Pesantren memiliki tiga bentuk diantaranya:

a. Pondok Pesantren Salaf

Pondok Pesantren menrut Zamanksyari adalah lembaga

pendidikan Islam yang meempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik

(salaf) sebagai inti pendidikan. Sedangkan sistim madrasi diadopsi

untuk memudahkan metode sorogan maupun bandongan (Muhtarom,

2005:263). Pendidikan Pondok Pesantren yang lebih mengutamakan pada aspek keagamaan, dengan metode klasiknya. Hingga sekarang

yang dipakai sebagai bahan dan materi pendidikan yang berkait erat

dengan buku klasiktulisan Ulama salaf, yang di Indonesia populer

dengan nama “kitab kuning” (Berlin, 1988:90).

b. Pondok pesantren Khalaf

Tipe pondok pesantren khalaf adalah tipe pondok pesantren yang menggunakan sistem madrasi dan sering disebut sebagai pondok pesantren modern. Pondok pesantren yang menggunakan sistem

(57)

41

modern lantaran memasukkan pelajaran sekuler atau karena proses

pendidikannya menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris. Kiai

yang memimpin bersikap terbuka dan demokratis daripada yang

jumpai di pondok salaf (Muhtarom, 2005:264).

c. Pondok Pesantren Terpadu

Roland Alan Lenkuens Bull menegaskan bahwa pondok

pesantren terpadu adalah tipe yang memadukan sistem salaf dan sistem khalaf. Bahwa pondok pesantren tersebut mengajarkan kitab kuning

sebagai inti pendidikan dan mempergunakan metode sorogan,

bandongan, atau weton, kemudian dipadu dengan sistem madrasah yang memasukan pelajaran umum (Muhtarom, 2005:254).

3. Motode Pembelajaran

Berikut ini metode-metode pembelajaran yang digunakan di Pondok

pesantren sebagai berikut:

a. Metode Sorogan

Sorogan berasal dari kata sorog (bahasa Jawa), yang berarti menyodorkan atau menyerahkan (Farhati, 2015:44). Sorogan artinya seorang santri menghadap kiai dengan membawa kitab yang akan

diajarkannya (Muhtarom, 2005:178). Metode ini berlangsung dimana

seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi

saling mengenal antara keduanya. Sistem ini terbukti sangat efektif

karena memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai, dan

Gambar

Tabel. 1
Struktur Organisasi Kepengurusan Tabel. 2 Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an

Referensi

Dokumen terkait

Mulai dari proses penerimaan zakat, infak/sedekah yang diakui sesuai dengan nominal yang disetorkan kepada BAZNAS dari muzzaki, penyaluran zakat, infak/sedekah yang diakui ketika

Bus adalah susunan beberapa konduktor yang berfungsi untuk mengirim data, alamat, kontrol, kendali, dan informasi yang lain dalam oprasinya untuk

Sementara itu, nilai koefisien regresi pengaruh langsung komunikasi terhadap kualitas kerja adalah β3 = 0,656 dan nilai sig 0,001 < α 0,05, dengan demikian pengaruh

Solusi dari kendala implementasi karakter percaya diri pada siswa kelas terbuka SMP Negeri 1 Wonosegoro adalah memberikan reward bagi siswa, memberikan tugas

Pada kuadran ini karyawan memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap kinerja aktual organisasi/perusahaan namun kinerja aktual organisasi/perusahaan dipersepsikan rendah oleh

Berdasarkan fenomena yang terjadi maka peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian konsumen dengan mengangkat judul “

Pada prinsipnya, perbedaan tekanan pada sisi upstream dan downstream dari core plug akan menyebabkan fluida dapat mengalir, namun hal yang patut diperhatikan adalah dalam

Aneka kegiatan yang kita lakukan dalam memperingati kemerdekaan ini harus selalu kita dasari dengan rasa syukur kita atas anugerah Tuhan.. Dengan izin dari Tuhan Yang