i
IMPLEMENTASI METODE SOROGAN DALAM
PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN
(Studi kasus di Pondok Pesantren Madrosatul Qur’an
Mojo Andong Kabupaten Boyolali)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam
Oleh:
Ahmad Fuad
NIM: 11114174
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
vi MOTTO
ُهَمَّلَعَو َنَاْرُقلْا َمَّلَعَ ت ْنَم مُكُرْ يَخ
“Sebaik-baik orang diantara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur‟an kemudian mengajarkannya kepada orng lain” (HR .Bukhori)
vii
PERSEMBAHAN
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta
karunia-Nya. Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
1. Bapak (Damiri) dan Ibu (Sumarni) tercinta pelita hidup yang tak pernah
padam, terimakasih atas semua semangat dan kasih sayang mereka, rangkaian
do‟a yang tak pernah henti terus mengiringi dan menguatkan setiap langkah
dan kesuksesan penulis.
2. Kakak tersayang Daryani, Muh. Nasrudin, dan keponakan M. Faqih Mubarok
aku tak lengkap tanpa kamu.
3. Kepada guru-guru abah KH. Nurochim, Ustadz Nur Salim, dan Ustadz
Syamsudin dan seluruh keluarga besar PPTQ Kali Emas yang selalu
mendo‟akan agar lancar dan mudah untuk melesaikan tugas terakhir ini.
4. Kepada keluarga besar SD N 1 Sendang yang selalu memberikan dorongan
do‟a, motivasi dan semangat kepadaku semuanya yang aku sayangi,
terimakasih atas nasihat dan motivasi serta do‟a kalian semua.
5. Kepada keluarga besar PPMQ yang telah memberikan waktu dan tempat
sebagai penelitian kami sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat dan teman dekat Muhammad Ihsan, dan Darwinto Aryanto
yang selalu memberikan motivasi
7. Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2014 khususnya jurusan PAI.
8. Sahabt-sahabat PPL di SMK N 1 Salatiga dan KKN di Desa Kembaran,
Candimulyo, Magelang.
viii
KATA PENGANTAR
هتاكربو اللهةمحرو نكيلع م لاّسلا
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan banyak karunia
dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi
dengan judul Implementasi Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an dengan metode
Sorogan di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Kabupaten Boyolali tahun 2018.
Tidak lupa sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
nabi agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta para pengikutnya
yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan yang mana beliaulah
satusatunya umat manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari zaman
jahiliyyah sampai sekarang ini.
Penulis skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Rektor IAIN Salatiga, Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ketua jurusan PAI IAIN Salatiga, Ibu Siti Rukhayati, M.Ag.
4. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag, selaku pembimbing yang dengan penuh
kesabaran selalu memberikan bimbingan pengarahan sehingga skripsi ini.
ix
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7. Pengasuh, ustadz, dan santri PPMQ Mojo Andong Salatiga yang telah
memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di
pondok pesantren tersebut.
8. Bapak, ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan
memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
9. Kepada sahabat-sahabat dekat PAI E, Keluarga PPL SMK N 1 Salatiga dan
Kelompok KKN Desa Kembaran yang telah memberikanku pengalaman hidup
yang luar biasa.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat
diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 23 Juli 2018
Penulis
x ABSTRAK
Fuad, Ahmad. 2018. Implementasi Metode Sorogan dalam Pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an di pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Kabuoaten Boyolali. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag.
Kata Kunci : Implementasi Metode Sorogan,Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi metode Sorogan dalam Pembelajaran tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Kabupaten Boyolali. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana Implementasi dari metode Sorogan dalam pembelajran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo
Andong Kab. Boyolali. 2) Apa kelebihan dan kekurangan metode Sorogan dalam
pembelajran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Kab. Boyolali.
Penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field research) dengan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subyek penelitian adalah santri, pengasuh, dan pengurus pondok pesantren.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa 1) Implementasi metode sorogan
dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an berjalan dengan baik sesuai teknis pembelajaran yang diharapkan. Pelaksanaan metode sorogan dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren
Madrosatul Qur‟an meliputi: pelaksanaan metode sorogan dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an dilakukan murid membaca ayat al-Qur‟an yang telah ia hafal. 2)
Kelebihan metode sorogan dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di PP.
Madrosatul Qur‟an sebagai berikut: a) Antara guru dan santri memiliki hubungan yang lebih dekat, b) Kemamapuan masing-masing santri yang berbeda-beda dapat diketahui langsung oleh guru. c) Guru dapat mengecek hafalan-hafalan
sebelumnya, d) Guru dapat mengetahui bagaimana cara membaca al Qur‟an yang
xi DAFTAR ISI
JUDUL ... I
LEMBAR BERLOGO ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ... V MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... X DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
xii
F. Penegasan Istilah ... 11
G. Metode Penelitian ... 13
H. Sistematika Penulisan Skripsi ... 21
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 23
A. Tinjauan Metode Sorogan dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ..... 23
1. Pengertian Metode Sorogan ... 23
2. Dasar dan tujuan penerapan Metode Sorogan ... 26
3. Aplikasi Metode Sorogan ... 27
B. Menghafal Al Qur‟an ... 27
1. Pengertian Menghafal Al Qur‟an ... 27
2. Syarat-syarat Menghafal Al Qur‟an ... 28
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Menghafal Al Qur‟an ... 30
C. Tinjauan Pondok Pesantren ... 38
1. Pengertian Pondok Pesantren ... 38
2. Jenis pendidikan Pondok Pesantren ... 40
3. Metode Pembelajaran ... 41
4. Pondok Pesantren dan Tahfidzul Qur‟an ... 45
xiii
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an... 47
1.Letak Geografis dan Sejarah Berdiri... 47
2.Sarana dan prasarana... 51
3.Struktur Organisasi Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an... 52
4.Keadaan Santri dan ustadz... 52
5.Kegiatan Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an ... 55
6.Kurikulum Pondok Madrosatul Qur‟an ... 57
B. Temuan Data penelitian ... 64
1.Implementasi Metode Sorogan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di PP. Madrosatul Qur‟an ... 64
2.Kelebihan dan kekurangan Metode Sorogan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di PP. Madrosatul Qur‟an ... 71
BAB IV PEMBAHASAN ... 77
A. Implementasi Metode Sorogan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di PP. Madrosatul Qur‟an... 77
1.Sistem pendidikan di PP. Madrosatul Qur‟an... 77
2.Metode Pembelajaran di PP. Madrosatul Qur‟an... 78
3.Implementasi Metode Sorogan dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di PP. Madrosatul Qur‟an ... 82
xiv
1.Kelebihan Metode Sorogan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an
... 85
2.Kekurangan Metode Sorogan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ... 87
BAB V PENUTUP ... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Transkrip Wawancara
Lampiran 2 : Daftar Nilai SKK
Lampiran 3 : Riwayat Hidup
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi
Lampiran 5 : Dokumentasi
Lampiran 6 : Lembar Pembimbing Skripsi
Lampiran 7 : Surat Ijin Melakukan Penelitian
IMPLEMENTASI METODE SOROGAN DALAM
PEMB
ELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN
(Studi kasus di Pondok Pesantren Madrosatul Qur’an
Mojo Andong Kabupaten Boyolali)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam
Oleh:
Ahmad Fuad
NIM: 11114174
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
1
memandang nama tersebut secara sederhana merupakan kata benda bentukan
(masdhr) dari kata kerja (fi‟il) qara-a, “menghimpun”. Dengan demikian a
l-Qur‟an bermakna “bacaan” atau “yang dibaca” (maqru‟) (Sugianto,
2004:15-16). M. mengemukakan bahwa kata iqra‟ yang terambil dari kata qara‟a yng
berarti “ menghimpun”. Arti dari kata menunjukkan bahwa iqra‟, yang
diterjemahkan dengan “bacalah”, tidak mengharuskan adanya suatu teks
tertulis yang dibaca, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang
lain. Karenanya dapat menemukan dalam kamus-kamus bahasa, beraneka
ragam arti dari kata tersebut - antara lain, menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-cirinya, dan sebagainya, yang
semuanya itu dapat dikembalikan pada hakikatnya yaitu “menghimpun” yang
merupakan arti akar kata tersebut (Quraish Shihab 1994:167). Pengertian
seperti ini dijumpai dalam Firman Allah Ta‟ala (QS Al-Qiyamah: 17-18):
2
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu)
dan (membuatmu pandai) membacanya. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”.
Al Qur‟an merupakan kitab suci dan sebagai pedoman hidup umat
manusia, maka diperintahkan untuk mempelajarinya dan membaca agar dapat
memahami isinya.
Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang melemahkan tantangan musuh
(mu‟jizat) yang diturunkan kepada Nabi dan Rosul yang terakhir dengan
perantaraan malaikat Jibril, tertulis dalam beberapa mushaf, dipindahkan
(dinukil) kepada kita secara mutawatir, merupakan ibadah dengan
membacannya, dimulai dengan surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat
an-Nas (Munjahid, 2007:25-26). Al Qur‟an adalah kalam Allah yang turunkan
secara mutawatir, tertulis dalam mushaf dan bernilai ibadah apabila
membacanya.
Al Qur‟an adalah sumber hukum sekaligus bacaan yang diturunkan
secara mutawatir. Artinya, ke-mutawatir-an al-Qur‟an terjaga dari generasi ke generasi. Di masa Rosulullah saw., para sahabat menerima al-Qur‟an secara
langsung dari beliau. Selanjutnya, mereka sangat antusias untuk menghafal,
memahami, dan menyampaikan al-Qur‟an kepada sahabat yang lain atau
kepada generasi selanjutnya, persis seperti yang mereka terima dari Rosulullah
saw. Tanpa berkurang satu huruf pun. Al-Qur‟an terbagi dalam 30 juz, 114
3
Al-Qur‟an adalah kitab suci yang mudah untuk dihafal,diingat, dan
dipahami (Qardhawi, 2001:187). Allah Swt berfirman dalam (QS
Al-Qomar:17)
( ٍرِكَّدُّم ْنِم ْلَهَ ف ِرْكِّذلِل َنَاءْرُقْلا اَنْرَّسَي ْدَقَلَو
٧١
)
“dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka
Adakah orang yang mengambil pelajaran ?”.
Menurut Amrullah (2008:69), dengan mempelajari Al-Qur‟an,
terbuktilah bahwa umat Islam bertanggung jawab terhadap kitab sucinya.
Rosulullah Saw. telah menganjurkan kita untuk mempelajari dan mengajarkan
Al-Qur‟an kepada orang lain.
Dalam kitab Ringkasan Shahih Bukhori, Az-Zubaidi. Terj. Arif
Rahman Hakim (2013:816), menurut „Ustman bin „Affan radhiallahu‟anhu
berkata, Rosulullah Saw bersabda:
“Sebaik-baik orang diantara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur‟an
4
“Telah menceritakan kepada kami Abudllah bin Yusuf Telah mengabarkan
kepada kami Malik dari Nafi' dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma, bahwasanya Rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya perumpamaan para penghafal Al Qur`an adalah seperti seorang yang memiliki Utna yang terikat, jika ia selalu menjaganya, maka ia pun akan selalu berada padanya, dan jika ia melepaskannya, niscaya akan hilang dan pergi." (HR. Muslim 2/190-191)
Hadist tersebut menjelaskan bahwa Rosulullah Saw memerintahkan
untuk menjaga dan memelihara al-Qur‟an serta hafalannya. Oleh karenanya,
barang siapa yang menjaga dan memelihara al-Qur‟an niscaya Allah akan
memberikan suatu rahmat di dunia dan di akhirat kelak.
Pondok pesantren merupakan salah satu sub sistem pendidikan di
Indonesia yang bergerak dan berusaha serta arah perkembangannya berada
dalam ruang lingkup tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional
5
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpancasila, sehat rohani dan jasmani,
memiliki ilmu pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan
kreatifitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan
penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi yang
disertai budi pekerti luhur (Arifin, 1995:258). Pondok pesantren juga
merupakan pendidikan yang dimana dalam sistem kependidikan tidak jauh
dari pendidikan formal yang lainnya. Di dalam Pondok pesantren juga lebih
mendalam dalam mengenbangkan kretifitas, demokrasi, sosial yang tinggi,
memiliki kecerdasan yang tidak kalah dari pendidikan umum, dan tidak kalah
penting mencetak generasi yang bermartabat dan berbudi luhur.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai
ciri khas dan keunikan yang berbeda dari lembaga-lembaga formal yang
lainnya. Namun begitu, dalam berbagai aspek dapat ditemukan kesamaan
umum dan variabel struktural seperti dalam bentuk kepemimpinan, organisasi
kepengurusan, dewan pengasuh, guru-guru atau asatidz dan lainnya.
Dengan begitu juga halnya lembaga pendidikan di Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur‟an yang memiliki sidikit perbedaan dari pondok pesantren kitab
atau yang lain. Pesantren Tahfidzul Qur‟an yang mengfokuskan atau
mengkhususkan diri dalam mempelajari ilmu-ilmu al-Qur‟an, pondok
pesantren khusus menghafal al-Qur‟an yang mana lembaga kependidikannya
memiliki model atau karakteristik masing-masing serta dalam
pembelajarannya memiliki metode-metode, cara yang berbeda pula dalam
6
Pesantren yang menjadi objek penelitian ini adalah Pondok Pesantren
Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Boyolali yang merupakan Pondok Pesantren
khusus al-Qur‟an. Dimana pendidikan utamanya adalah Pendidikan al-Qur‟an
(menghafal Al-Qur‟an), disamping itu juga diajarkan ilmu-ilmu agama yang lainnya, seperti Ilmu nahwu dan sharaf, tajwid, fiqih, akhlaq, tafsir dan lain
sebagainya.
Pondok pesantren Madrosatul Qur‟an adalah pondok pesantren
Tahfidzul Qur‟an yang mana para santri tidak tertuju pada pendidikan pesantren saja melainkan santri diperbolehkan mengikuti pendidikan formal di
tingkat sekolah, adapun santri yang menuntut ilmu di pondok Pesantren ini
terdiri pelajar dan mahasiswa.
Dalam rangka usaha mencapai tujuan yang diperlukan suatu metode
yang sangat operasional pula yaitu metode penyajian materi pendidikan dan
pengajaran yang menyangkut pendidikan agama Islam dan ketrampilan di
lembaga pendidikan pondok pesantren tersebut.
Metode penyajian atau penyampaian tersebut ada yang bersifat
tradisional menurut kebiasaan-kebiasaan yang lama dipergunakan dalam
institusi itu, seperti pengajian dengan balahan, weton dan sorogan (Arifin, 1995:259).
Dalam berbagai metode yang diterapkan pada pondok pesantren
7
yang masih diterapkan sampai saat ini dalam pembelajaran kitab kuning di
pondok pesantren.
Menurut Yasmadi (2002:67), sorogan adalah pengajian yang
merupakan permintaan dari seseorang atau beberapa seorang santri kepada
kyainya untuk diajarkan kitab tertentu. Teknik sorogan adalah seorang santri yang menghadap kyai dengan membawa kitab yang akan diajarkannya
(Muhtarom, 2005:178). Pengajian dengan sistem sorogan ini biasanya diberikan kepada santri-santri yang hendak mau menyetorkan apa yang akan
di setorkan dengan begitu santri harus memiliki kemampuan serta sudah siap
dari apa yang akan di setorkan kepada kyai seperti halnya setoran hafalan
yang sudah dihafalkan seorang santri.
Dari latar belakang di atas penulis tetarik untuk meneliti lebih dalam
tentang metode menghafal al-Qur‟an dengan metode sorogan di Pondok
Pesantren Madrosatul Qur‟an. Sehingga penulis mengambil judul skripsi,
“IMPLEMENTASI METODE SOROGAN DALAM PEMBELAJARAN
TAHFIDZUL QUR‟AN DI PONDOK PESANTREN MADROSATUL
QUR‟AN MOJO ANDONG KABUPATEN BOYOLALI 2018”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan pemaparan di atas maka penelitian berfokus pada:
1. Bagaimana Implementasi dari metode Sorogan dalam pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong
8
2. Apa kelebihan dan kekurangan metode Sorogan dalam pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong
Kab. Boyolali?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus dan rumusan pertanyaan diatas, maka secara umum
yang menjadi tujuan penelitian yaitu:
1. Untuk mengetahui Implementasi metode Sorogan dalam pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong
Kab. Boyolali.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode Sorogan dalam
pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an
Mojo Andong Kab. Boyolali.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara teoritik
Dapat menambah wawasan dan keilmuan dalam bidang pembelajaran
menghafal al-Qur‟an, khususnya mengenai metode yang efektif dalam
menghafal al-Qur‟an dengan metode sorogan. Dengan mengetahui metode menghafal tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an,
dapat memberikan motivasi, masukan dan semangat dalam menghafal
al-Qur‟an serta tidak hanya diterapkan dalam menghafal al-Qur‟an saja,
9
informasi yang berguna untuk menigkatkan kualitas maupun kuantitas
masa depan di Pondok Pesantren.
2. Secara praktis
Dengan hasil penelitian ini secara praktis akan dijadikan bahan
masukan dan pertimbangan dalam mengembangkan kompetensi dalam
proses pembelajaran menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantern, khususnya
di Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Boyolali, dan
tambah informasi wawasan ilmu sebagai acuan untuk meningkatkan
kualitas dalam menghafal al-Qur‟an bagi para generasi qur‟ani.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dilakukan menelaah penelitian-penelitian terdahulu
yang relevan dengan kajian ini. Telaah ini penting dilakukan karena untuk
pembanding dalam dalam penelitian. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu
yang relevan dengan penelitian ini:
Pertama, penelitian yang dilakukan Imam Agus Arafat dengan judul”
Implementasi Program Hamalatil Qur‟an pada Santri (Studi di Pondok
Pesantren Nurul Qur‟an Teter Simo Boyolali)”. Menurut peneliti, Program Hamalatil Qur‟an ini yaitu cara pondok pesantren untuk menghormati
al-Qur‟an dengan cara memperbaiki bacaan al-Qur‟an melalui Ilmu Tajwid,
mengkaji al-Qur‟an melalui kitab-kitab yang membahas tentang ilmu-ilmu
al-Qur‟an dan proses menghafal al al-Qur‟an.
Kedua, penelitian yang dikaji Aji Muhtadin dengan judul “
10
(Studi Kasus di Pondok Pesantren A-Hidayah, ds. Kriwen, Sukoharjo). Menurut peneliti, praktek tahfidzul al-Qur‟an harus menggunakan metode, karena dengan menggunakan metode yang tepat akan didapat dengan hasil
yang maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembelajaran
hafalan al-Qur‟an dengan metode Sabaq, Sabaqy, dan Munzil di Pondok Pesantren Al-Hidayah, Kriwen, Sukoharjo. Sabaq merupakan penghafalan yang wajib disetorkan setiap harinya. Sabaqy merupakaan pengulangan hafalan yang disetorkan kemarin, atau disebut Deresan. Munzil merupakan setoran simpanan hafalan yang sudah hafal.
Ketiga, penelitian yang dikaji Maghfirotul Mafakhir dengan judul”
Metode Pembelaajaran Tahfidzul Qur‟an (Studi Kasus di Pondok Pesantren
Bustanu Usysyaqil al-Qur‟an, Ds. Gading, Kec. Tengaran, Kab. Semarang Tahun 2015/2016). Menurut peneliti, praktek tahfidzul al-Qur‟an menggunakan berbagai metode. Dengan menggunakan metode akan
mempermudah akan menghafal al-Qur‟an, maka dari secara garis besar
peneliti bertujuan untuk mengetahui metode apa yang digunakan di Pondok
Pesantren BUQ Gading, Tengaran, Semarang. Metode yang digunakan
diantaranya yaitu metode wahdah, tahsin, sima‟i, dan muraja‟ah.
Sedangkan yang akan dikaji untuk peneliti sekarang yaitu juga
memliki perbedaan yaitu dengan mentode sorogan, metode sorogan yaitu seorang santri menyetorkan dari apa yang di hafal kepada kyai dengan
11 F. Penegasan Istilah
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan supaya terhindar dari
penafsiran yang berbeda, serta timbul kesalah fahaman terhadap apa yang
dikandung dalam penulisan ini, perlu kiranya diperjelas dan dibatasi
pengertiannya sebagai berikut:
1. Implementasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu pelaksanaan,
penerapan (Dep. Pendidikan Nasional, 2007:427). Dalam Kamus umum
Bahasa Indonesia Implementasi yaitu pelaksanaan (W.J.S., 2006:441).
Hamalik (2013:237), menyatakan bahwa Implementasi merupakan suatu
proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam bentuk
tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan
pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap
2. Tahfidzul Qur‟an
Menghafal dalam bahasa indonesia yang berarti menerima,
mengingat, menyimpan, dan memproduksi kembali tanggapan-tanggapan
yang diperoleh dari pengamatan. (Munjahid, 2007:74).
Menghafal Al-Qur‟an dalam bahasa Arab berasal dari kata
hafizho-yahfazhu-hifzhon (
اًظْفِح
-
ُظَفَْيَ
–
َظَفَح
) artinya memelihara, menjaga,menghafal (Yunus, 2007:105). Sedangkan al-Qur‟an juga merupakan
12
yang terdiri dari hifizh (mudlof) dan al-Qur‟an (mudlof ilaih). Hifzh sendiri merupakan isim masdar dari isim madli hafizho yang artinya: memelihara, menjaga dan menghafal al-Qur‟an. Orang hafal al-Qur‟an seluruhnya 30
Juz disebut seorang yang Hafidz (Munjahid, 2007:73).
3. Metode Sorogan
Metode secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani
“metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata: yaitu “meta” yang berarti
melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode
berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Arab
metode disebuut “thariqat” (Arief, 2002:40). Menurut Arifin (2014:224),
metode yaitu suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditetepkan.
Sorogan artinya belajar secara individu dimana seorang santri berhadapan dengan guru, terjadi interaksi saling mengenal antar keduanya
(Arief, 2002:150). Teknik sorogan adalah seorang santri yang menghadap kyai dengan membawa kitab yang akan diajarkannya (Muhtarom,
2005:178). Menurut Yasmadi (2002:67), sorogan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seseorang atau beberapa seorang santri kepada
kyainya untuk diajarkan kitab tertentu.
Metode sorogan didasari atas peristiwa yang terjadi ketika Rosulullah Saw. ataupun Nabi saw. melalui malaikat Jibril mereka
langsung bertemu satu persatu, yaitu antara malaikat Jibril dan para Nabi
13
ِّْبَّر ِْنَِبَّدَا
ِْبِْيِدْاَت َنَسْحَاَف
“Tuhanku telah mendidikku, maka ia menjadikan pendidikanku menjadi
baik”
Berdasrkan hadist di atas, bahwa Rosulullah saw.secara langsung
telah mendapat bimbingan dari Allah Swt. Dan kemudian praktek
pendidikan seperti ini dilakukan oleh beliau bersama para sahabatnya
dalam menyampaikan wahyu kepada mereka (Arief, 2002:151).
G. Metode Penelitian
Metode adalah salah satu atau cara untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Arifin, 1995:224). Kedudukan metode memiliki peran yang sangat
penting dalam penelitian ilmiah. Penelitian merupakan teknik atau cara yang
digunakan peneliti guna tercapainya sertta keberhasilan penelitian sesuai hasil
yang diinginkan. Metode yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah:
1. Jenis dan pendekatan penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) yang menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan peneliti secara langsung dengan obyek, terutama untuk
memperoleh data dan berbagai informasi langsung. Dengan demikian
peneliti langsung berada dilingkungan yang hendak ditelitinya.
Jenis penelitian ini diskriptif, yaitu mengumpulkan informasi, dan
membuat gambaran, secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai
14
Pesantren Madrosatul Qur‟an agar dapat tercapai tujuan atau target yang
diinginkan.
2. Kehadiran peneliti
Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen utama
untuk mengabil data, peneliti merupakan perencana, pelaksana
pengumpulan data, analisis, penafsir data yang dibutuhkan dalam
penelitian dan pada akhirnya peneliti menjadi pelapor hasil penelitiannya.
maka peneliti hadir langsung dalam aktivitas yang dilakukan santri di
tempat penelitian, terutama untuk memperoleh data-data dan berbagai
informasi yang dibutuhkan.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di Pondok Pesantren Madrosatul
Qur‟an Mojo Andong Kab. Boyolali. Alasan peneliti memilih lokasi atau
tempat adalah karena pondok pesantren ini memiliki letak yang strategis,
mudah dijangkau serta yang diharapkan karena pondok ini khusus untuk
penghafal al-Qur‟an.
4. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi menjadi
kedalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto, dan statistik
15
Jenis-jenis data di atas di golongkan menjadi dua yaitu sumber data
primer dan sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang
dikumpulkan langsung dari informan utama yaitu, Bapak kyai Ulin Nuha
selaku pengasuh Pondok Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong
Kabupaten Boyolali.
Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang
mendukung penelitian seperti dari santri, pengurus, ustadz, dan juga
bahan-bahan pustaka dan dokumentasi lapangan.
5. Metode Pengumpulan Data
Menurut Arikunto (2014:265), pengumpulan data adalah olahan
data yang pengumpulannya banyak di pengaruhi oleh faktor siapa yang
bertugas mengumpulkan data. Jika pengumpul data melakukan sedikit
kesalahan sikap dalam interviu misalnya, akan mempengaruhi data yang
diberikan oleh responden. Kesimpulannya akan salah pula dalam
pengumpulan data yang dibutuhkan. Sesuai dengan sumber data tersebut,
metode pengumpulan data yang dugunakan peneliti dalam penelitian yaitu:
a. Metode Observasi
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif
adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan
sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang
kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Arikunto,
16
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi
secara langsung yang digunakan untuk mengumpulkan data. Dalam hal
ini peneliti akan langsung melakukan pengamatan di Pondok Pesantren
Madrosatul Qur‟an Mojo Andong Kab. Boyolali. Metode ini dilakukan
penulis dengan mengamati ustadz yang menggunakan metode sorogan
dalam proses belajar dan mengajar. Dalam hal ini penulis akan
meneliti langsung agar mendapatkan data yang lebih akurat.
b. Metode Wawancara
Pedoman wawancara memiliki dua macam pedoman yaitu:
1) Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara
yang hanya memuat garis besar yangakan ditanyakan.
2) Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang
disusun secara terperinci sehingga menyerupai chek-list.
Pedoman wawancara yang banyak digunakan adalah bentuk
“semi structured”. Dalam hal ini mula-mula peneliti menanyakan
serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu per
satu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut
(Arikunto, 2014:270).
Peneliti menggunakan metode wawancara ini yang nantinya
di tujukan kepada pimpinan, pengasuh pondok Pesantren untuk
memperoleh data yang relevan yang berkaitan dengan sejarah
pendirinya Pondok Pesantren serta perkembangannya, para guru
17
Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara
membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan
tidak perlu ditanyakan secara berurutan (Moleong, 2008:187).
Oleh karena itu, sebelumnya peneliti menyusun pedoman
interview untuk mempermudah jalannya wawancara.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mrncari data menegenahi hal-hal variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat dan lan sebagainya.
Dibanding yang lainnya metode ini tidaklah terlalu sulit, dalam
arti metode ini dapat mudah di cari sumber data yang berkaitan
(Arikunto, 2014:274). Metode ini di gunakan untuk mengetahui
pengembangan data jumlah santri, aktivitas santri setiap hari, susunan
pengurus pesantren dan lain sebagainnya.
6. Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang didapat
diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2008:248).
Metode analisis data yang penulis gunakan adalah metode analisis
18
tafsirkan untuk mendapatkan makna yang tergantung. Dengan
menggunakan metode ini tidak dimaksudkan untuk memperoleh penelitian
yang baru, akan tetapi hanya mendapatkan kejelasan dan penjelasan suatu
pengertian tertentu dari penelaahan obyek penelitian. Metode yang
digunakan untuk membahas sekaligus sebagai kerangka berfikir pada
penelitian adalah sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Pada mulanya mengidentifikasikan adanya satuan yaitu bagian
kecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan
dengan fokus dan masalah penelitian (Moleong, 2008:288).
Dalam reduksi data, penulis melakukan pemilihan data yang
telah didapat dari hasil wawancara maupun informasi dari hasil
observasi sesuai dengan tipologi data tersebut. Hasil data ataupun
informasi yang didapat disusun secara sistematis dan identifikasi
secara sederhana agar memperoleh gambaran yang sesuai tujuan
penelitian
b. Menyusun kategorisasi
Menyusun kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap
satuan kedalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan (Moleong,
2008:288). Penulis kemudian memilih dan mengklarifikasikan atau
mengolah data berdasrkan kategori masing-masing menurut fokus
masalah masing-masing.
19
Mensintesiskan berati mencari kaitan antara satu kategori
dengan kategori lainnya (Moleong, 2008:289). Penulis melakukan
penanganan suatu objek tentu dengan menggabung-gabungkan
pengertian satu dengan pengertian yang lainnya, sehingga
menghasilkan pengertian yang baru. Dengan demikian sintesis
dilakukan dengan pendekatan diskiptif.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh, peneliti melakukan
cara ketekunan dan sering melakukakan pengamatan (keajegan) serta triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain dari luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2008:330). Dalam
pelaksanaanya peneliti membandingkan data dari informan primer dengan
informan lainnya, sehingga data dapat teruji dengan kebenaran dan
keasliannya.
8. Tahap-tahap Penelitian
Pelaksanaan menelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum kerja
lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisi data, da tahap penulisan
laporan. Dalam penelitian ini tahap yang di tempuh adalah sebagai
berikut:
a. Tahap sebelum ke lapangan
Dalam tahap ini peneliti harus menyusun rancangan penelitian,
20
menilai lapangan. Memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
segala perlengkapan penelitian. Untuk penelitian di Pondok Pesantren
Madrosatul Qur‟an ini, serta menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan
dalam penelitian.
Tahap menganalisi data melalui hasil temuan data dari penelitian
yang berupa baik secara lisan maupun secara tulisan yang diperoleh
melalui observasi, dokumen maupun wawancara yang mendalam yang
bersangkutan dengan pengasuh, ustadz, dan santri yang berada
disekitar lingkungan pondok tersebut. Kemudian dilakukan penafsiran
data yang sesuai dengan konteks permasalahan yang diteliti. Kemudian
pengecekan keabsahan data dengan mengecek sumber data yang
didapat dan metode perolehan data sehingga data yang di peroleh
benar-benar valid. Data yang valid adalah dasar dan bahan untuk
memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam
memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.
d. Tahap penulisan laporan
Tahap penulisan ini meliputi kegiatan hasil penelitian dari semua
21
makna data. Setelah itu dilakukan konsultasi terhadap hasil penelitian
dengan dosen pembimbing untuk mengoreksi serta mendapatkan
perbaikan dan saran-saran demi kesempurnaan skripsi yang kemudian
ditindak lanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang
sempurna. Dan langkah terakhir yaitu melakukan penyusunan
kelengkapan persyaratan untuk ujian skripsi.
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam skripsi ini peneliti bermaksud untuk membahas implementasi
pembelajaran tahfidzul Qur‟an dengan metode sorogan di Pondok Pesantren
Madrosatul Qur‟an (PPMQ) Mojo Andong Boyolali. Oleh karena itu, untuk
mempermudah pembaca mengikuti pembahasan skripsi ini maka peneliti
menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama merupakan Pendahuluan. Bab ini membahas tentang latar
belakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
penegasan istilah, kegunaan penelitian, kajian penelitian terdahulu, metode
penelitian, (jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data,
teknik pengumpulan data, isntrumen pengumpulan data, analisis data,
pengecekan keabsahan data), dan sistem penulisan.
Bab kedua merupakan kajian pustaka. Pada bab ini akan diuraikan
sebagai teori yang menjadi landasan teoritik penelitian, meliputi: pengertian
pembelajaran tahfidzul Qur‟an, dasar, tujuan, syarat, tinjauan tentang metode
22
Bab ketiga Merupakan paparan hasil penelitian: pada bab ini akan
diuraikan yang membahas tentang lokasi penelitian, (lokasi penelitian ini
meliputi profil Pesantren, sejarah berdirinya, visi dan misi, letak greografis,
struktur organisasi, program kegiatan, tata tertib, jadwal pembelajaran, sarana
dana prasarana, keadaan santri, kedaan ustadz) dan temuan penelitian.
Bab keempat Paparan data dan analisis. Pada bab ini berisikan tentang
hasil penelitian dan memuat hasil penelitian di lapangan sesuai dengan yang
ada dalam fokus masalah. Pembahasan meliputi implementasi metode
sorogan metode sorogan pada pembelajaran tahfidzul Qur‟an di Pondok
Pesantren Madrosatul Qur‟an Mojo Andong kab. Boyolali dari segi
penerapan, kelebihan dan kekurangan.
Bab kelima Penutup. Pada bab terakhir ini berisikan simpulan dan
23 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Metode Sorogan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur’an
1. Pengertian Metode Sorogan
Metode secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa
Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “meta” yang
berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara.
Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam
bahada Arab metode disebut “thariqat” (Arief, 2002:40). Menurut Arifin
(2014:224), metode yaitu suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu
tujuan yang telah ditetepkan.
Sorogan artinya belajar secara individu dimana seorang santri berhadapan dengan guru, terjadi interaksi saling mengenal antar keduanya
(Arief, 2002:150). Teknik sorogan adalah seorang santri yang menghadap kyai dengan membawa kitab yang akan diajarkannya (Muhtarom,
2005:178). Menurut Yasmadi (2002:67), sorogan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seseorang atau beberapa seorang santri
kepada kyainya untuk diajarkan kitab tertentu. Maka metode sorogan adalah suatu pengajaran atau metode yang digunakan oleh kyai di Pondok
Pesantren dalam pembelajaran supaya aktif dimana seorang santri
mengadap kepada kyai untuk mengajukan dan menyetorkan hafalan yang
24
Dhofier (1977:28) mengemukakan sistem dalam pendidikan Islam
tradisioanal disebut sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan al-Qur‟an. Sistem sorogan dalam pengajian merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan
sistem pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran,
kerajianan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid. Dengan maksud
metode sorogan ini mengajarkan supaya santri memiliki kemampuan, kedisiplinan dan kesabaran dalam membaca maupun menghafal
al-Qur‟an.
Metode sorogan didasari atas peristiwa yang terjadi ketika
Rosulullah saw ataupun Nabi saw melalui malaikat Jibril mereka
langsung bertemu satu persatu, yaitu antara malaikat Jibril dan para Nabi
saw tersebut. Sehingga Rosulullah bersabda:
ِْبِْيِدْاَت َنَسْحَاَف ِّْبَّر ِْنَِبَّدَا
“Tuhanku telah mendidikku, maka ia menjadikan pendidikanku menjadi baik”(HR.Ibnu Hibban)
Berdasrkan hadist di atas, bahwa Rosulullah saw secara langsung
telah mendapat bimbingan dari Allah Swt dan kemudian praktek
pendidikan seperti ini dilakukan oleh beliau bersama para sahabatnya
dalam menyampaikan wahyu kepada mereka (Arief, 2002:151).
25
perseorangan (individu), di bawah bimbingan seorang ustadz atau kyai.
Pengajian sistem sorogan ini biasanya diselenggarakan pada ruang tertentu dimana di situ tersedia tempat duduk seorang kyai atau ustadz,
kemudin di depannya terdapat bangku atau meja pendek untuk
meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Santri-santri lain, baik
yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh sambil
mendengarkan apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz kepada temannya
sekaligus mempersiapkan diri menunggu gilirannya (Afwa, 2016:63).
Maka pembelajaran model sorogan merupakan pembelajaran yang
menitik beratkan kepada seorang santri yang mana akan menambah
pengetahuan dan pemahaman perseorangan (individu).
Cara Belajar Siswa Aktif (CSBA) atau istilah dasarnya adalah
student Active Learning (SAL), merupakan prinsip belajar sekaligus merupakan bentuk pendekatan dalam PBM, sesuai ide dasar pendidikan
dalam islam. CBSA menghendaki dalam ciri-cirinya, “Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) merupakan bentuk pendekatan dalam Proses Belajar
Mengajar (PBM) dimana siswa dapat memilki keterlibatan baik secara
emosional maupun intelektual yang dapat dinyatakan secara fisik dalam
proses belajar mengajar sejak pra-instruksional sampai pada tahap
evaluasi dan pengembangan” (Toha, 1996:131).
26
pembelajaran dan memiliki keterlibatan dalam pembelajaran santri juga
harus mempersiapkan matang-matang dan memilki waktu yang luang.
Pemberian tugas antara kyai dan guru bantu juga disesuaikan
dengan penerapan metode pembelajaran. Ada dua metode, yaitu sorogan
dan wetonan atau bandongan. Metode sorogan diterapkan pada santri yang mana mereka, seorang santri satu demi satu membawa kitabnya,
maju menghadap guru masing-masing. Guru membacakan salah satu
kalimat kemudian santri harus menerjemahkan dan menerangkan maksud
kalimat tersebut (Saerozi, 2013:31). Maka dari itu metode sorogan adalah seorang santri menghadap ke kyai utuk menyetorkan hafalannya yang
mana hafalalan tersebut sudah dipersiapkan matang-matang agar dapat
dikoreksi oleh kyai apabila masih terdapat kesalahan dalam hafalan
tersebut. Oleh karena itu dalam penerapan metode ini guru dan murid
harus bertemu langsung atau berhadapan (face to face) antara murid dan guru.
2. Dasar dan Tujuan Penerapan Metode Sorogan
Metode sorogan di dasari atas peristiwa yang terjadi ketika Rosulullah saw, ataupun Nabi saw melalui malaikat Jibril mereka
langsung bertemu satu persatu seperti dijelaskan hadist sebelumnya.
Praktek pendidikan seperti ini dilakukan oleh beliau bersama para
sahabatnya dalam menyampaikan wahyu kepada mereka (Arief,
27
mendapat wahyu langsung dari Allah dan tanpa perantara yang lain dan
juga mendapat bimbingan langsung dari Allah Swt.
3. Aplikasi Metode Sorogan
Menurut Nafi‟ (2007:68-69), Aspek kognitif yang semua santri
menjadi aktif adalah menggunakan metode pengajaran yang juga menjadi
ciri khas pesantren; yaitu sorogan. Metode sorogan itu adalah semacam metode CSBA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang mana santri aktif memilih
kitab, biasanya kitab kuning yang akan dibaca, kemudian membaca dan
menerjemahkannya dihadapan kyai, sementara itu kyai mendengarkan
bacaan santrinya itu dan mengoreksi bacaan atau terjemahannya jika
diperlukan.
B. Menghafal Al Qur’an
1. Pengertian Menghafal Al Qur’an
Menghafal merupakan bahasa Indonesia yang berarti menerima,
mengingat, menyampaikan dan memproduksi kembali yang diperoleh dari
melalui pengamatan.
Dalam bahasa Arab berasal dari kata hafizho-yahfazhu-hifzhon (
َظِفَح
–
ُظَفَْيَ
-اًظْفِح
) artinya memelihara, menjaga, menghafal (Yunus,2007:105). Sedangkan menurut al Qur‟an juga merupakan bahasa Arab
28
isim mashdar dari fi‟il madli hafizho yang artinya: memelihara, menjaga, dan menghafal. Orang yang hafal seluruh al-Qur‟an oleh masyarakat
disebut (
ظفاح
) hafizh. Sedangkan menurut istilah hifzh al-Qur‟an adalahmenghafal al-Qur‟an yang sesuai urutan terdapat dalam mushaf utsmani
yang terdiri dari surat al-Fatihah hingga surat an-Nas dengan maksud
ibadah (Munjahid, 2007:73-74).
2. Syarat-syarat Menghafal Al Qur’an
Menghafal al-Qur‟an tidaklah sulit dibayangkan dan tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan, karena ada beberapa tahapan yang
harus dilaksanakan. Dalam menghafal kitab suci al-Qur‟an diperlukan
suatu ketraampilan tersendiri. Sebelum memulai menghafal al-Qur‟an,
seorang penghafal hendaknya memiliki beberapa syarat yang berhubungan
dengan naluri insaniyah. Adapun syarat-syarat tersebut sebagai berikut:
a) Persiapan Pribadi
Di antara persiapan pribadi yaitu niat yang ikhlas dari calon
penghafal, keinginan, pandangan dan usaha keras serta tanpa adanya
paksaan dari siapapun.
b) Bacaan al-Qur‟an yang Benar dan Baik
Dalam menghafal al-Qur‟an ditamakan memilki kemampuan dalam
membaca yang benar dan baik. Suatu bacaan dianggap benar, bilamana
telah menerapkan ilmu tajwid. Dengan demikian, insyaAllah akan
menghasilkan suatu hafal yang benar dan baik pula.
29
Hal ini juga mendukung dalam keberhasilan sang penghafal al Qur‟an.
Dengan izin orang tua, maka penghafaal akan dapat dengan leluasa
memanfaatkan waktunya untuk menghafal al-Qur‟an.
d) Memiliki Sifat Mahmudah (Terpuji)
Yakni dengan melaksanakan perintah Allah SWT dan menjahui semua
larangnNya.
Syeikh Al-Waqi‟ (guru imam Syafi‟i) berkata:
يصاَعلما ِكْرَ ت َلَإ ِنَِدَشْرأَف يِظْفِح َءوُس ٍعيِكَو َلَإ ُتْوَكَش
يِصاَعْلِل يِدْهَ يَلا ِهَّللا ُروُنَو ٌرْوُ ن ُمْلِعْلَا َنَأب ِنَِرَ بْخأَو
“Aku mengadu kepada Waqi‟ (yaitu Waqi‟ bin Al-JarraahAr-Raussy,
guru Imam Asy-syafi‟i) tentang hafalanku, maka beliau menasihatiku supaya meninggalkan kemaksiatan dan mengabarkan kepadaku sesungguhnya Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan dihidayahkan kepada orang yang ahli maksiatan”.
e) Istiqamah
Menghafal al-Qur‟an harus istiqomah. Dalam arti memiliki
kedisiplinan, baik disiplin waktu, tempat maupun disiplin terhadap
materi-materi hafalan. Sang penghafal hendaknya tak bosan-bosan
30
f) Sanggup Memelihara Hafalan
Al-Qur‟an boleh jadi dikatakan mudah dihafal, namun juga sangan
mudah hilang atau lupa. Maka jika tanpa adanya pemeliharaan tidak
akan mungkin al-Qur‟an itu masih ada dalam otak atau masih teringat.
Maka dari itu hafalan al-Qur‟an harus dipelihara benar-benar, jika
tidak akan sia-sia dalam usaha untuk menghafal al Qur‟an.
g) Memilki Mushaf Sendiri
Dalam proses menghafal diusahakan memiliki mushaf sendiri tidak
bergonta-ganti mushaf, karena apabila dalam menghafal bergonta-ganti
mushaf akan menjadi bingung dalam mengingat-ingat ayat, baris, dan
halaman setiap mushaf. Dan biasanya al-Qur‟an yang digunakan
seorang penghafal itu Qur‟an yang sudut (Qur‟an pojok) yang terbitan
menara kudus atau ada juga yang menyebut Qur‟an kudus (Sugianto,
2004:52-54).
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Menghafal Al-Qur’an
Dalam proses menghafal al-Qur‟an, pasti terdapat faktor-faktor
yang dapat mendukung agar hafalan al-Qur‟annya bisa lancar dan sesuai
target yang akan diharapkan. Begitu sebaliknya, ada juga faktor-faktor
yang dapat menghambat dalam menghafal al-Qur‟an, sehingga dapat
berdampak pada hafalan al-Qur‟annya yang menjadi tidak lancar atau
31
a. Faktor-faktor Pendukung Menghafal Al-Qur‟an
Menurut Ahsin (2000:57-61), ada beberapa hal yang dianggap
penting sebagai pendukung tercapainya tujuan menghafal al-Qur‟an.
Faktor pendukung tersebut adalah:
1) Usia yang Ideal
Sebenarnya tidak ada batasan usia tertentu secara mutlak
untuk menghafal al-Qur‟an, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa
tingkat usia seseorang memang berpengaruh terhadap keberhasilan
menghafal al-Qur‟an. Seorang penghafal yang berusia relatif muda
jelas akan lebih potensial daya serap dan resapnya terhadap
materi-materi yang dibaca, dihafal, atau didengarnya dibanding dengan
mereka yang berusia lanjut, walaupun bersifat mutlak. Hal ini
karena usia dini (anak-anak) lebih mempunyai daya rekam yang
kuat terhadap sesuatu yang dilihat, didengar, dan dihafal.
Dengan begitu dapat memberikan tujuan dan arah yang
jelas terhadap kita bahwa usia dini memiliki potensi intelegensi,
daya serap, dan daya ingat hafalan yang sangat prima dan bagus
serta masih sangat memungkinkan akan mengalami perkembangan
dan peningkatan secara maksimal.
2) Manajemen Waktu
Diantara penghafal al-Qur‟an ada memproses menghafal al
-Qur‟an secara spesifik (khusus), yakni tidak ada kesibukan lain
32
samping juga melakukan kegiatan-kegiatan lain. Bagi mereka yang
menempuh program khusus menghafal al-Qur‟an dapat
mengoptimalkan seluruh kemampuan dan memaksimalkan seluruh
kapasitas waktu yang dimilikinya, sehingga ia dapat menyelesaikan
program menghafal al-Qur‟an lebih cepat, karena tidak
menghadapi kendala dari kegiatan-kegiatan lainnya.
Para psikolog mengatakan, bahwa manajemen waktu yang
baik akan berpengaruh besar terhadap pelekatan materi, utamanya
dalam hal ini bagi mereka yang mempunyai kesibukan lain
disamping menghafal al-Qur‟an. Oleh karena itu ia harus mampu
mengatur waktu sedemikian rupa untuk menghafal dan untuk
kegiatan yang lainnya.
Alokasi waktu yang ideal untuk ukuran sedang dengan
target harian sati halaman adalah 4 jam, dengan rincian 2 jam
untuk menghafal ayat-ayat baru, dan 2 jam lagi untuk muraja‟ah
(mengulang kembali) ayat-ayat yang telah di hafalnya. Adapula
yang mengaturnya dalam empat bagian, yaitu ½ jam untuk
menghafal diwaktu pagi hari, ½ jam di siang hari, ½ jam di sore
hari dan ½ jam pada waktu malam hari. Kemudian, dua jam yang
disediakan untuk muraja‟ah dapat diatur sebagai berikut: 1 jam
diantaranya digunakan untuk muraja‟ah (mengulang) ayat-ayat
yang telah dihafal pada siang hari dan 1 jam yang lain untuk
33
dimanfaatkan untuk muraja‟ah pada malam hari, sedangkan
waktu-waktu senggang lainnya hanya untuk menghafal.
Maka pada prinsipnya kenyamanan dan ketepatan dalam
memanfaatkan waktu itu relatif dan bersifat subjektif, seiring
dengan kondisi psikologis yang variatif. Maka pada prinsipnya,
setiap waktu yang mendorong munculnya ketenangan dan
terciptanya konsentrasi adalah untuk menghafal.
3). Tempat Menghafal
Situasi dan kondisi suatu tempat ikut mendukung
terciptanya program menghafal al-Qur‟an. Suasana yang bising,
kondisi lingkungan yang tak sedap dipandang mata, penerangan
yang tidak sempurna dan populasi udara yang tidak nyaman akan
menjadi kendala berat terhadap terciptanya konsentrasi. Oleh
karena itu, untuk menghafal diperlukan tempat yang ideal untuk
terciptanya konsentrasi.
Dapat disimpulkan bahwa tempat yang ideal untuk
menghafal itu adalah tempat yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a) Jauh dari kebisingan.
b) Bersih dan suci dari kotoran dan najis.
c) Cukup ventilasi untuk terjaminnya pergantian udara.
d) Tidak terlalu sempit.
34
f) Mempunyai tempertur yang sesuai dengan kebutuhan.
g) Tidak memungkinkan timbulnya gangguan-gangguan, yakni
ruang tamu, atau tempat itu bukan tempat yang biasa untuk
mengobrol.
4). Tulusnya Tekad dan Kuatnya Kehendak
Menurut Badwilan (2009:133), ketika mereka mengetahui
keluhuran al-Qur‟an beserta kedudukan para penghafalnya, maka
merekapun mengarahkan segenap upaya dan menanggung berbagai
bentuk kesulitan.
b. Faktor-faktor Penghambat Menghafal Al-Qur‟an
Pada dasarnya menghafal al-Qur‟an tidak hanya sekedar
menghafal, melainkan juga harus menjaganya dan melewati berbagai
rintangan atau cobaan selama menghafal. Mengeluh bukanlah sebuah
solusi yang baik ketika seseorang sedang menjalani proses menghafal
al-Qur‟an. Apabila seseorang sering mengeluh dalam menghadapi
ujian dan cobaan yang belum bisa diselesaikan, hal tersebut akan
menghambat kesuksesan pada diri sendiri dengan pemikiran yang tidak
positif dan tidak menerima segala sesuatu dengan ikhlas dan ketulusan
hati.
1) Faktor Internal
Berikut ini adalah penghambat Faktor Internal dan Faktor
Eksternal yang sering muncul, yang dialami oleh para penghafal
35
a) Males Melakukan Simaan
Salah satu metode agar hafalan tidak mudah lupa adalah
dengan melakukan simaan dengan sesama teman, senior, atau
kepada guru dari ayat-ayat yang digafalkan. Namun, jika malah
atau tidak mengikuti simaan, hal tersebut akan dapat
menyebabkan hafalan mudah hilang. Selain itu jika tidak suka
melakukan semaan, ketika ada kesalahan ayat hal itu tidak akan
terdeteksi. Sebab tidak ada teman yang mendengarkan hafalan
tersebut.
Oleh sebab itu, perbanyaklah melakukan simaan. Sebab dengan banyak melakukan simaan, sama halnya mengulang hafalan yang terdahulu ataupun yang baru (tidak istiqomah).
b) Bersikap Sombong
Seorang penghafal al-Qur‟an hendaknya senantinya
menjaga hati dan pikirannya terutama dari sifat sombong. Sifat
sombong hanya akan menyebabkan hafalan al-Qur‟an mudah
lupa dan terbengkalai. Sebab pikiran orang yang sombong
selalu disibukkan untuk memikirkan hal lain, selain hafalan.
Sesungguhnya orang yang sombong akan cepat diturunkan
derajatnya oleh Allah Swt, bagaikan debu yang terbang terlalu
tinggi lalu dihempas oleh angin dan jatuh kebawah lagi. Oleh
karena itu, hendaknya penghafal al-Qur‟an benar-benar
36
dengan baik, serta tidak disibukkan dengan hal-hal yang tidak
ada manfaatnya (Awaliyah, 2015:126-130).
c) Tidak Mengulang Hafalan Secara Rutin
Seorang penghafal harus mempunyai jadwal khusus untuk
hafalan. Jadi, ia harus mempunyai wirid atau jadwal harian
untuk muroja‟ah hafalan yang sudah dihafal, baik di dalam
sholat maupun diluar sholat. Sebab diantara salah satu
penyebab hilangnya hafalan al-Qur‟an cepat hilang adalah
karena tidak mempunyai jadwal khusus untuk muroja‟ah.
Dengan pandai mengatur waktu, penghafal al-Qur‟an akan
terbantu dalam memelihara hafalannya. Dengan mengatur
waktu, ia akan mengulang-ulang hafalan yang senantiasa
berkelanjutan. Oleh karena itu, biasakan untuk tidak
melewatkan waktu tanpa melakukan hal-hal yang bermanfaat.
Dengan demikian, ketidak konsistenan dalam mengulang
hafalan juga akan mempercepat hilangnya hafalan.
d) Terlalu Berambisi Menambah Bayak Hafalan Baru
Salah satu faktor cepat lupa atau hilang adalah karena
tergesa-gesa dalam menghafal, keinginan untuk selalu
menambah dalam waktu yang singkat dan ingin segera pindah
ke hafalan yang lain, padahal hafalan yang lama belum kokoh.
Jika hafalan belum lancar, jangan sekali berpindah kehafalan
37
usaha hafalan yang sudah dilakukan akan menjadi sia-sia saja.
Oleh sebab itu, supaya hafalan tidah mudah hilang buatlah
targer hafalan dalam setiap harinya, dan terus mengulang-ulang
hafalan sampai kuat dan lancar (Awaliyah, 2015:126-127).
e) Tidak Sungguh-sungguh
Keras dan sunguh-sungguh dalam menghafal al-Qur‟an
layaknya seorang yang siap mencapai sebuah kesuksesan. Jika
tidak bekerja keras dan sungguh-sungguh dalam menghafal
al-Qur‟an, berarti niatnya hanya setengah hati. Oleh karena itu
anda harus berusaha melawan kemalasan baik pada waktu pagi,
siang dan malam (Wahid, 2014:116).
2) Faktor Eksternal
Selain muncul dari dalam diri penghafal, problem dalam penghafal al-Qur‟an juga abnyak disebkan dari luar dirinya sendiri.
Hal-hal diantaranya yaitu:
a) Tidak mampu mengatur waktu dengan efektif.
b) Adanya kemiripan ayat-ayat yang satu dengan yang lainnya,
sehingga menjebak,membingungkan, dan membuat ragu.
c) Tidak sering mengulang-ulang ayat yang sedang atau yag
sudah dihafal .
d) Tiadak adanya pembimbing atau guru ketika menghafal
38 C. Tinjauan Pondok Pesantren
1. PengertianPondok Pesantren
Perkataan Pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan
pe dan dengan akhiran an berarti tempat tinggal para santri (Dhofier, 1977:18). Pesantren memiliki pengaruh kuat dalam membentuk dan
memelihara kehidupan sosial kultural, politik, dan keagamaan orang-orang
pedesaan. Di kehidupan pondok pesantren mengajarkan kesederhanaan
dalam hidup, kesederhanaan dalam bangunan dilingkungan pesantren,
pelajaran hanya mempelajari kitab-kitab islam klasik (Dhofier, 1977:16).
Pondok pesantren merupakan salah satu sub sistem pendidikan di
Indonesia yang bergerak dan berusaha serta arah perkembangannya harus
berada dalam ruang lingkup tujuan pendidikan nasional. Tujuan
pendidikan nasional pada prinsipnya adalah membentuk manusia
pembangunan yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, ber
pancasila, sehat rohani dan jasmani, memiliki ilmu pengetahuan dan
ketrampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab, dapat
menyuburkan sikap dekokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat
mengembangkan kecerdasan yang tinggi yang disertai budi pekerti luhur
(Arifin, 1995:258).
Pondok pesantren juga merupakan pendidikan yang dimana dalam
sistem kependidikan tidak jauh dari pendidikan formal yang lainnya. Di
dalam Pondok pesantren juga lebih mendalam dalam mengembangkan
39
kalah dari pendidikan umum, dan tidak kalah penting menceetak generasi
yang bermartabat dan berbudi luhur.
Pesantren dapat disebut sebagai lembaga non-formal, karena
eksistentinya berada dalam jalur sistem pendidikan kemasyarakatan. Ia
memiliki program pendidikan yang disusun sendiri dan pada umumnya
bebas dari ketentuan formal. Latar belakang pesantren yang paling
diperhatikan adalah perannya sebagai alat transformasi kultural yang
menyeluruh dalam kehidupan masyarakat. Peran kultural tesebut akan
tetap berfungsi dengan baik apabila Pesantren masih mendukung oleh
se-perangkat nilai utama yang senantiasa berkembang di dalamnya seperti:
a. Cara memandang kehidupan sebagai peribadatan, baik meliputi ritus
keagamaan murni maupun kegairahan untuk melakukan pengabdian
kepada masyarakat.
b. Kecintaan mendalam dan penghormatan terhadap peribadatan dan
pengabdian kepada masyarakat itu diletakkan.
c. Kesanggupan untuk memberikan pengorbanan apapun bagi kepentingan
masyarakat pendukungnya (Berlin, tej. Saleh, 1988:110-111).
Pendidikan tingkat lanjutan di wiayah Jawa mengenal dengan
Pesantren, bahwa seorang kyai atau syekh yang terkenal kealimannya didatangi seorang murid dari berbagai daerah. Mereka yang berasal dari
daerah yang sangat jauh tentu saja membutuhkan tempat tinggal selama
40
atau syekh dilingkungan tersebut, tatanan seperti itu dikenal dengan sebutan
Pondok pesantren (Saerozi, 2013:26).
2. Jenis Pendidikan Pondok Pesantren
Dari tingkat eksistensi dengan sistem pendidikan pondok pesantren
lama dan sistem pendidikan pondok Pesantren modern memiliki
keterpengaruhan terhadap proses pembelajaran, secara garis besar Pondok
Pesantren memiliki tiga bentuk diantaranya:
a. Pondok Pesantren Salaf
Pondok Pesantren menrut Zamanksyari adalah lembaga
pendidikan Islam yang meempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik
(salaf) sebagai inti pendidikan. Sedangkan sistim madrasi diadopsi
untuk memudahkan metode sorogan maupun bandongan (Muhtarom,
2005:263). Pendidikan Pondok Pesantren yang lebih mengutamakan pada aspek keagamaan, dengan metode klasiknya. Hingga sekarang
yang dipakai sebagai bahan dan materi pendidikan yang berkait erat
dengan buku klasiktulisan Ulama salaf, yang di Indonesia populer
dengan nama “kitab kuning” (Berlin, 1988:90).
b. Pondok pesantren Khalaf
Tipe pondok pesantren khalaf adalah tipe pondok pesantren yang menggunakan sistem madrasi dan sering disebut sebagai pondok pesantren modern. Pondok pesantren yang menggunakan sistem
41
modern lantaran memasukkan pelajaran sekuler atau karena proses
pendidikannya menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris. Kiai
yang memimpin bersikap terbuka dan demokratis daripada yang
jumpai di pondok salaf (Muhtarom, 2005:264).
c. Pondok Pesantren Terpadu
Roland Alan Lenkuens Bull menegaskan bahwa pondok
pesantren terpadu adalah tipe yang memadukan sistem salaf dan sistem khalaf. Bahwa pondok pesantren tersebut mengajarkan kitab kuning
sebagai inti pendidikan dan mempergunakan metode sorogan,
bandongan, atau weton, kemudian dipadu dengan sistem madrasah yang memasukan pelajaran umum (Muhtarom, 2005:254).
3. Motode Pembelajaran
Berikut ini metode-metode pembelajaran yang digunakan di Pondok
pesantren sebagai berikut:
a. Metode Sorogan
Sorogan berasal dari kata sorog (bahasa Jawa), yang berarti menyodorkan atau menyerahkan (Farhati, 2015:44). Sorogan artinya seorang santri menghadap kiai dengan membawa kitab yang akan
diajarkannya (Muhtarom, 2005:178). Metode ini berlangsung dimana
seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi
saling mengenal antara keduanya. Sistem ini terbukti sangat efektif
karena memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai, dan