• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.5 Teknik Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Deskripsi Data

4.2Hasil Penelitian 4.3Pembahasan

BAB V PENUTUP 5.1Kesimpula n 5.2Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1Penelitian yang Terdahulu

Sejauh yang peneliti ketahui, ada dua peneliti terdahulu mengenai evaluasi pengajaran Bahasa Indonesia, yaitu (1) Veronica Rini Herawati (1994), dan (2) Lidia Widi Astuti (2004). Berikut ringkasan hasil penelitiannya.

2.1.1 Veronica Rini Herawati (1994) meneliti implementasi pendekatan

komunikatif dalam pengajaran bahasa terhadap evaluasi sumatif

bahasa Indonesia semestergasal tahun ajaran 1992/1993 SLTP DIY

Metode yang dipergunakan adalah metode deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan data yang berkaitan dengan implementasi pendekatan komunikatif dalam evaluasi sumatif pengajaran bahasa Indonesia semester gasal 1992/1993. Hasil dari analisis yang diperoleh adalah bahwa besarnya komponen kompetensi komunikatif yang diukur dalam evaluasi tidak sama. Kompetensi gramatikal merupakan kompetensi yang paling besar diukur, kemudian kompetensi wacana, dan sosiolinguistik (Herawati, 1994: 121).

2.1.2 Lidia Widi Astuti (2004) meneliti validitas dan reliabilitas soal bahasa

Indonesia dalam buku Latihan Soal -Soal Turi untuk SD kelas I

caturwulan (cawu) 3 terbitan CV Larassukma Kalasan, Sleman, Yogyakarta tahun ajaran 2001/2002

Penelitian yang dipergunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan mendeskripsikan data yang berkaitan dengan tingkat validitas soal, khususnya validitas isi dan validitas butir soal

(item), tingkat reliabilitas soal, tingkat kesulitan butir soal, dan daya pembeda soal. Hasil dari penelitian tersebut, yaitu pertama, tngkatan kognitif terkategori dalam tiga tingkatan, yaitu tingkatan ingatan sebesar 36.7%, tingkatan pemahaman sebesar 55.8%, dan tingkatan aplikasi sebesar 7.5%. Hasil analisis validitas isi dari aspek kebahasaan dan keterampilan berbahasa dibedakan menjadi 6 aspek, yaitu aspek kosa kata 65.8%, tata bahasa 34.2%, menyimak 0%, membaca 33.3%, menulis 66.7%, dan berbicara 0% (Astuti, 2004: 59). analisis validitas isi yang ditinjau berdasarkan tujuan kurikulum dan materi pembelajaran untuk caturwulan 3, menemukan dua puluh dua tujuan pembelajaran. Ada sembilan butir tujuan pembelajaran yang termuat di dalam butir soal yang disusun sedangkan tiga belas tujuan pembelajaran yang lain tidak termuat. Ketiga belas soal tersebut berkaitan dengan kompetensi berbicara.

Hasil penelitiannya yang kedua, bahwa buku Latihan Soal-Soal Turi untuk SD kelas I ditinjau dari validitas butir soal secara keseluruhan layak untuk diteskan dan dapat digunakan sebagai buku latihan untuk siswa SD kelas I. Hasil penelitiannya yang ketiga, bahwa buku Latihan Soal-Soal Turi untuk SD kelas I ditinjau dari reliabilitas butir soal secara keseluruhan reliabel untuk diteskan dan dapat digunakan sebagai buku latihan untuk siswa SD kelas I.

Hasil penelitian yang keempat, bahwa indeks daya beda soal pada Latihan Soal-Soal Turi SD kelas I cawu 3 layak untuk dipergunakan,

sedangkan hasil analisis butir soal yang ditinjau dari tingkat kesukarannya pada Latihan Soal-Soal Turi perlu diganti atau ditinjau ulang.

Dari kedua penelitian mengenai evaluasi pengajaran bahasa Indonesia yang telah diringkas di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian tentang validitas dan reliabilitas soal bahasa Indonesia buatan guru. Peneliti meneliti tentang validitas dan reliabilitas butir soal bahasa Indonesia dalam soal “Ujian Sekolah Bahasa Indonesia” buatan Fr. Suwaryanto, Guru BHK, Jakarta Barat tahun ajaran 2005/2006 untuk SD BHK kelas VI. Sumber data diperoleh dari tes ujian yang telah dikerjakan siswa. Penelitian ini belum pernah dilakukan karena tes buatan guru masih jarang dianalisis taraf kesahihan (validitas) dan keterpercayaan (reliabilitas) (Nurgiyantoro, 2001: 61).

2.2Kerangka Teori

2.2.1 Tes Bahasa

2.2.1.1Pengertian Tes Bahasa

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001: 162), tes bahasa merupakan alat yang dipakai untuk mengukur kemampuan siswa terhadap penguasaan bahasa yang dipelajari. Menguasai bahasa artinya adalah mampu menggunakan bahasa dalam kegiatan berbahasa. Menurut Djiwandono (1996 : 1), tes bahasa merupakan alat, prosedur kegiatan yang dipakai untuk mengukur kemampuan siswa dalam menguasai bahasa yang dipelajari. Dari pengertian di atas, tes kebahasaan diharapkan guru memperoleh informasi tentang seberapa banyak dan seberapa

mendalam kemampuan yang dimiliki seorang siswa dalam bidang pengajaran bahasa.

2.2.1.2Jenis Tes Bahasa

Dalam evaluasi pengajaran khususnya bahasa Indonesia, ada empat jenis tes yang dapat dipergunakan (Nurgiyantoro, 2001: 169-188). Jenis tes bahasa yang pertama bersifat diskrit, yang kedua integratif, yang ketiga pragmatik, dan yang keempat komunikatif.

Tes yang hanya menekankan atau menyangkut satu aspek kebahasaan pada satu waktu disebut tes diskrit (Oller, 1979: 37 via Nurgiyantoro, 2001: 169). Setiap satu butir soal hanya dimaksudkan untuk mengukur satu aspek kebahasaan, misalnya kalimat, frasa, dan kata.

Tes integratif adalah suatu tes kebahasaan yang berusaha mengukur beberapa aspek kebahasaan atau keterampilan berbahasa pada satu waktu (Nurgiyantoro, 2001: 173). Dengan demikian, tes bahasa yang integratif akan lebih baik jika tiap butir soal tes bahasa disesuaikan dengan konteks pemakaian bahasa secara wajar yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari- hari.

Tes pragmatik dapat diartikan sebagai suatu prosedur atau tugas yang menuntut siswa untuk memahami dan menghasilkan bahasa dalam komunikasi yang nyata (Nurgiyantoro, 2001: 178). Tes pragmatik bahasa dengan penggunaan senyatanya akan melibatkan unsur- unsur kebahasaan seperti kata-kata, frasa, dan kalimat. Tes pragmatik ini mempunyai persamaan dengan tes kompetensi

komunikatif yang menekankan pada kemampuan siswa untuk berkomunikasi dengan bahasa dalam situasi tertentu.

Tes komunikatif adalah tes yang lebih menekankan pada kompetensi gramatikal, kompetensi sosiolingual, dan kompetensi kontekstual (Nurgiyantoro, 2001: 187). Tes bahasa harus kontekstual, yang artinya harus berada dalam situasi pemakaian yang sesungguhnya, wajar, dan berada dalam konteks tertentu (Nurgiyantoro, 2001: 188).

2.2.1.3Ciri Tes Bahasa yang Baik

Suatu tes yang baik harus memenuhi syarat penyusunan atau penggunaan tes (Djiwandono, 1996: 90-105):

a. tes bahasa yang baik harus memiliki validitas;

b. tes bahasa memberikan hasil yang tetap (ajeg) apabila diteskan berkali-kali; c. tes bahasa memiliki kepraktisan. Artinya bahwa tes bahasa mudah dikerjakan

oleh siswa dengan dilengkapi petunjuk-petunjuk yang jelas; dan

d. pelaksanaan tes bahasa tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.

2.2.1.4Penyusunan Soal Tes Bahasa

Menurut Soenardi Djiwandono (1996: 106-116), urutan langkah- langkah penyusunan tes bahasa adalah (1) merumuskan tujuan dan materi pembelajaran, (2) menentukan jenis dan bentuk tes bahasa, (3) menentukan konsep dan batasan butir tes yang bersifat sementara, (4) pemantapan butir-butir tes bahasa oleh

sesama pengajar, (5) bentuk akhir tes bahasa. Di samping kelima langkah di atas, komponen lain yang dapat mendukung dalam penyusunan tes yang dibuat guru adalah petunjuk tes, komposisi butir soal, lembar jawaban tes, kunci jawaban tes dan pedoman penilaian (Arikunto, 1999: 151).

2.2.2 Tes Bahasa Buatan Guru

2.2.2.1Pengertian Tes Bahasa Buatan Guru

Tes bahasa buatan guru adalah tes bahasa yang dibuat dan dikembangkan oleh guru sendiri (Djiwandono, 1996: 23). Tes bahasa buatan guru biasanya disusun dan disiapkan dengan cara dan prosedur seperlunya saja, tanpa memperhatikan ciri-ciri tes yang baik, seperti validitas, dan reliabilitas (Nurgiyantoro, 2001: 61). Agar penentuan tingkat kemajuan belajar siswa itu dapat dibuat setepat mungkin, dibutuhkan tes bahasa yang perlu dilakukan lebih dari satu kali (Nurgiyantoro, 2001: 61). Hal ini dilakukan agar taraf keterpercayaan tes buatan guru tidak dikatakan rendah.

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001: 61), tes buatan guru adalah tes yang dibuat oleh guru itu sendiri guna mengukur tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan setelah berlangsungnya proses pengajaran. Pada umumnya, tes tersebut tidak diujicobakan terlebih dahulu karena berbagai hal, baik yang menyangkut masalah waktu, kesempatan, tenaga, biaya, dan juga kemampuan guru untuk menganalisis soal.

2.2.2.2Kegunaan dan Kelemahan Tes Bahasa Buatan Guru

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001: 62), ada 3 kegunaan tes bahasa buatan guru: (1) untuk menentukan seberapa baik siswa telah mengusai bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu; (2) untuk menentukan apakah sesuatu tujuan telah sesuai dengan kompetensi kurikulum; dan (3) untuk memperoleh suatu nilai.

Di samping memiliki kegunaan, tes buatan guru juga memiliki berbagai kelemahan yang sering terjadi dalam membuat tes tersebut. Kelemahan tersebut (Nurgiyantoro, 2001: 61) antara lain:

a. tes bahasa bua tan guru memiliki validitas dan reliabilitas tes yang rendah; b. tes buatan guru jarang diujicobakan dan pemakaiannya terbatas pada satu

sekolah;

c. tes buatan guru hanya dikembangkan oleh guru yang bersangkutan; dan

d. penyusunan butir-butir soal tes bahasa buatan guru hanya berdasarkan pada tujuan (khusus) dan deskripsi bahan yang telah diajarkan.

2.2.3 Validitas

2.2.3.1Pengertian Validitas

Validitas suatu tes adalah taraf sampai di mana suatu tes mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Nurgiyantoro, 2001: 102). Secara lebih tepat validitas bukan merupakan ciri yang terkait dengan tesnya sebagai alat, melainkan lebih pada kesesuaian hasilnya, yang dapat diinterpretasikan sesuai

dengan tujuan penyelenggaraan tesnya (validitas hasil tes) (Nurgiyantoro, 2001: 103).

Taraf validitas dinyatakan dalam suatu koefisien, yang disebut koefisien validitas (rXY) dan dinyatakan dalam suatu bilangan koefisien antara -1,00 sampai dengan 1,00. Untuk memberi arti terhadap koefisien validitas dapat dibandingkan dengan koefisien korelasi dalam tabel statistik yang telah ditetapkan. Koefisien korelasi dapat diinterpretasikan sebagai berikut (Masidjo, 1995: 243).

Koefisien Korelasi Kualifikasi

0,91-1,00 Sangat tinggi

0,71-0,90 Tinggi

0,41-0,70 Cukup

0,21-0,40 Rendah

Neg-0,20 Sangat rendah

2.2.3.2Jenis Validitas

Kesahihan tes dapat dibedakan berdasarkan analisis rasional (pertimbangan logis) dan berdasarkan data empirik. Berdasarkan analisis rasional, validitas dibedakan menjadi validitas isi dan validitas konstruk, sedangkan berdasarkan data empirik, validitas dibedakan menjadi validitas sejalan dan validitas ramalan.

Validitas berdasarkan analisis rasional dijelaskan sebagai berikut. Validitas isi adalah alat tes yang mempunyai kesejajaran (sesuai) dengan tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang diajarkan. Validitas ini merupakan jenis

validitas yang harus terpenuhi dalam alat tes, khususnya alat tes yang disusun oleh guru untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa (Nurgiyantoro, 2001: 103).

Validitas konstruk sering berkaitan dengan validitas isi karena kedua validitas tersebut sama-sama mendasarkan diri pada analisis rasional. Maksudnya adalah penentuan tingkat validitas konstruk hampir sama dengan validitas isi, yaitu berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun (Nurgiyantoro, 2001: 104). Sebuah tes dikatakan memiliki va liditas konstruk apabila butir-butir soal tes mengukur setiap aspek berpikir sesuai dengan kompetensi dasar yang tersaji dalam kurikulum. Artinya bahwa butir-butir soal diidentifikasi dengan tujuan tertentu yang dimaksudkan untuk mengungkapkan tingkatan aspek kognitif tertentu. Pada umumnya kesahihan konstruk dipergunakan untuk mempertimbangkan tingkat validitas yang berhubungan dengan masalah sikap, minat, motivasi, nilai- nilai, dan kecenderungan-kecenderungan.

Jenis validitas berikutnya adalah validitas sejalan. Validitas sejalan menunjuk pada pengertian apakah tingkat kemampuan siswa pada suatu bidang yang diteskan sesuai dengan skor bidang lain yang mempunyai persamaan karakteristik (Nurgiyantoro, 2001: 105). Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001: 106), untuk menguji validitas sejalan dapat dilakukan dengan cara dikorelasikan skor tes yang telah diujikan dengan skor tes lain yang memiliki persamaan karakteristik (sebagai tes pembanding).

Jenis validitas yang terakhir adalah validitas ramalan. Validitas ramala n suatu tes yang akan dicapai, setelah jangka waktu tertentu. Hal ini dibuktikan,

karena validitas ramalan menunjuk pada pengertian apakah tes yang diuji mempunyai kemampuan untuk meramalkan prestasi belajar yang dicapai kemudian (Nurgiyantoro, 2001: 106). Untuk menguji validitas ramalan dapat dilakukan dengan cara dikorelasikan hasil tes yang pertama diujikan dengan hasil prestasi yang akan dicapai kemudian. Dari hasil kedua tes tersebut akan diketahui tinggi rendahnya koefisien korelasi validitas ramalan (Nurgiyantoro, 2001: 107).

Jenis-jenis validitas yang dikemukakan di atas merupakan validitas soal secara keseluruhan. Dalam kaitannya dengan analisis butir soal, di samping validitas soal secara umum, validitas butir soal atau validitas tiap item juga perlu diketahui. Validitas butir soal adalah kesejajaran antara skor item dengan skor total (Arikunto,1999: 76). Dengan kata lain, sebuah butir soal memiliki validitas yang tinggi apabila skor pada soal memiliki kesejajaran dengan skor total (Nurgiyantoro, 2001: 116). Penelitian ini membatasi penelitian pada validitas butir soal. Dipilihnya validitas butir soal karena validitas ini dapat mengukur kesejajaran tes yang disusun guru, apakah tes tersebut memiliki validitas tinggi atau validitas rendah.

2.2.3.3Cara Pengujian Validitas Butir Soal

Cara pengujian tingkat validitas butir soal pada soal “Ujian Sekolah Bahasa Indonesia” buatan Fr. Suwaryanto, Guru BHK, Jakarta Barat tahun ajaran 2005/2006 untuk SD BHK kelas VI, yaitu dengan menggunakan rumus korelasi

point biserial untuk kelompok soal pilihan ganda, dan rumus korelasi product moment angka kasar untuk kelompok soal isian singkat; dan kelompok soal esai.

Rumus tersebut digunakan isi tes secara keseluruhan sesuai dengan tujuan dan bahan pengajaran tanpa memperhitungkan masing- masing butir tes secara sendiri. Berikut kedua rumus tersebut.

Rumus korelasi point biserial (Arikunto, 1999: 79):

q p S M M t t p pbi − = λ Keterangan: = pbi

λ koefisien korelasi point biserial

=

p

M rata-rata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya

= t

M rata-rata skor total

= t

S standar deviasi dari skor total p = proporsi siswa yang menjawab betul

P = Proporsi jawaban benar Jumlah seluruh siswa

q = proporsi siswa yang menjawa salah

(

q =1− p

)

Rumus korelasi product momentangka kasar (Nurgiyantoro, 2001: 113):

( )( )

( )

{

2 2

}{

2

( )

2

}

Y Y N X X N Y X XY N rxy Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ = Keterangan: XY r = koefisien korelasi N = jumlah subjek X = skor item nomor soal Y = skor total

= Χ2

kuadrat skor item nomor soal

= 2

Y kuadrat skor total

2.2.4 Reliabilitas

2.2.4.1Pengertian Reliabilitas

Reliabilitas merupakan taraf sampai di mana suatu tes mampu menunjukkan suatu konsistensi hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam taraf reliabilitas (Masidjo, 1995: 209). Sedangkan menurut ahli lainnya (Nurgiyantoro, 2001: 118), pengertian konsisten dalam reliabilitas tes berhubungan dengan hal- hal lain, seperti (1) tes dapat memberikan hasil yang relatif tetap terhadap sesuatu yang diukur, (2) jawaban siswa terhadap butir-butir tes secara relatif tetap, dan (3) hasil tes diperiksa oleh siapa pun juga akan menghasilkan skor yang kurang lebih sama. Ketiga hal tersebut yang akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat reliabilitas tes.

Taraf reliabilitas suatu tes dinyatakan dalam suatu koefisien, yang disebut koefisien reliabilitas (rtt) dan dinyatakan dalam suatu bilangan yang terletak antara -1,00 sampai dengan 1,00. Untuk memberi makna terhadap koefisien reliabilitas yang diperoleh, dapat digunakan koefisien korelasi dalam tabel yang telah ditetapkan. Berikut tabel koefisien korelasi reliabilitas (Masidjo, 1995: 209).

Koefisien Korelasi Kualifikasi

0,91-1,00 Sangat tinggi

0,71-0,90 Tinggi

0,41-0,70 Cukup

0,21-0,40 Rendah

Neg-0,20 Sangat rendah

2.2.4.2Jenis Reliabilitas

Jenis reliabilitas yang dipergunakan untuk mengukur tingkat reliabitas suatu tes bahasa, yaitu ulang uji (test-retest), belah dua (split-half), pengukuran dengan rumus Kuder-Richardson 20 dan21 (K-R20 dan K-R21), bentuk pararel (equivalence forms). Jenis reliabilitas ulang uji mempersyaratkan penggunaan tes yang sama sebanyak dua kali. Biasanya pada pengujian tes ulang untuk kedua kalinya, kondisi waktu pengukuran dan ulangan diusahakan kurang lebih sama (Masidjo, 1995: 210), misalnya waktu pengukurannya sama (kedua pengukuran tersebut dilaksanakan antara pukul 07.00 sampai pukul 08.00), lama pengukurannya sama (keduanya 60 menit), aturan tata tertib kedua pengukuran

sama, pengawasnya sama. Reliabilitas tes ulang uji dilakukan untuk menghindari penyusunan dua seri tes.

Jenis reliabilitas tes berikutnya adalah belah dua. Jenis reliabilitas tes ini dilakukan dengan memisahkan skor hasil tes ke dalam kelompok soal yaitu kelompok ganjil dan kelompok genap. Ada dua cara membelah dua butir soal tes, yaitu (1) membelah atas item-item genap dan item-item ganjil yang selanjutnya disebut belahan ganjil- genap, dan (2) membelah atas item awal dan item-item akhir yaitu separuh jumlah pada nomor- nomor awal dan separuh pada nomor-nomor akhir yang selanjutnya disebut belahan awal-akhir (Arikunto, 1999: 93).

Jenis reliabilitas tes yang ketiga yaitu dengan mempergunakan rumus

Kuder-Richardson (K-R) 20 dan 21 yang dilakukan dengan cara membandingkan skor butir-butir soal tes. Butir-butir soal tes akan menunjukkan tingginya tingkat keajegan (degree of agreement) sehingga dapat disimpulkan tes tersebut akurat atau mengukur secara konsisten. Metode K-R20 dan K-R21 banyak digunakan untuk menghitung tes buatan guru. Penerapan kedua metode penghitungan tingkat reliabilitas itu mempersyaratkan penggunaan skor dengan dua kemungkinan, yaitu skor 1 untuk jawaban benar, dan skor 0 untuk jawaban salah (Nurgiyantoro, 2001: 127).

Jenis reliabilitas tes yang terakhir dengan menggunakan tes pararel. Reliabilitas tes pararel adalah dua perangkat tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat kesukaran, susunan, dan jumlah butir soal sama (Arikunto, 1999: 90). Dengan jenis reliabilitas tes ini tersedia dua tes pararel (Masidjo, 1995: 214).

Dua tes dikatakan pararel apabila kedua tes tersebut memiliki kesesuaian dalam bahan tesnya, jumlah item, waktu pengukuran, tipe item, taraf kesukaran, dan taraf pembeda.

Dari macam- macam reliabilitas yang dikemukakan di atas, penelitian ini menggunakan rumus Kuder-Richardson (K-R) 20 dan 21. Alasan peneliti menggunakan rumus ini karena rumus K-R20 dan K-R21 dapat digunakan dalam tes buatan guru untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa secara konsisten (ajeg). Tes bahasa dikatakan konsisten jika mempunyai koefisien reliabilitas soal paling tidak 0,60 dari koefisien yang dipublikasikan (tes standar) minimal 0,85 (Tuckman, 1975: 256-257 via Nurgiyantoro, 2001: 122).

2.2.4.3Cara Pengujian Reliabilitas Butir Soal

Cara pengujian tingkat reliabilitas butir soal pada soal “Ujian Sekolah Bahasa Indonesia” buatan Fr. Suwaryanto, Guru BHK, Jakarta Barat tahun ajaran 2005/2006 untuk SD BHK kelas VI, yaitu dengan menggunakan rumus Kuder-Richardson (K-R) 20 dan 21 yang dilakukan dengan cara membandingkan skor butir tes antara jawaban benar dan jawaban salah. Berikut rumus R20 dan K-R21 yang dimaksud (Nurgiyantoro, 2001: 122).

Rumus K-R20: Rumus K-R21:       Σ − = 1 2 1 s pq n n r

( )

    × Χ − Χ − − = 1 2 1 n s n n n r Keterangan:

n = jumlah butir soal Q = proporsi jawaban salah (Q=1-P)

2

s = varians Χ= mean

Mencari varians (Nurgiyantoro,2001: 130):

( )

N N s 2 2 2 ΣΧ − ΣΧ = Keterangan: = 2

s varians X = jumlah tes N = jumlah subjek Χ2 =

jumlah kuadrat tes

Rumus varians adalah standar deviasi kuadrat. Standar deviasi merupakan hasil kuadrat jumlah butir soal tes dibagi banyaknya subjek pengikut tes (Arikunto, 1999: 97). Dengan demikian tingkat reliabilitas butir soal diperoleh dengan mengkuadratkan standar deviasi. Hasil dari varians tersebut digunakan untuk mencari hasil tingkat reliabilitas tes.

2.2.5 Tingkat Kesulitan

2.2.5.1Pengertian Tingkat Kesulitan

Tingkat kesulitan butir soal adalah salah satu ciri tes yang menunjukkan seberapa sulit atau mudahnya butir-butir tes atau tes secara keseluruhan yang dapat diungkapkan secara umum (Djiwandono, 1996: 140). Tingkat kesulitan terhadap tes secara keseluruhan, dapat tergolong sukar, sedang, dan mudah. Oller

(1979: 247) via Nurgiyantoro (2001: 138) mengemukakan bahwa suatu butir soal dinyatakan layak jika indeks tingkat kesulitannya berkisar antara 0,15 sampai dengan 0,85. Indeks yang di luar itu berarti butir soal terlalu mudah atau terlalu sulit, maka soal perlu direvisi atau diganti.

Untuk menetapkan apakah sebuah soal termasuk soal mudah, sedang, atau sukar, digunakan indeks kesulitan butir soal sebagai berikut (Sunardi, 1999: 2-3).

Indeks Tingkat Kesulitan

kurang dari 0,24 sukar

0,25-0,75 sedang

0,76-1,00 mudah

2.2.5.2Cara Pengujian Tingkat Kesulitan Butir Soal

Cara pengujian yang digunakan untuk mengukur tingkat kesulitan butir soal dibedakan menjadi dua yaitu untuk tes pilihan ganda dan tes esai. Tes pilihan ganda dan tes esai memiliki tingkat kesulitan soal yang berkategori beda. Tes pilihan indeks tingkat kesulitan (TK) dilakukan dengan membagi jumlah selur uh subjek yang menjawab betul (B) dengan seluruh subjek yang ikut tes (N), jika ditulis dengan rumus sebagai berikut (Sunardi, 1999: 2-4).

Rumus tes pilihan ganda dan tes isian singkat: N JJB TK = Keterangan: TK = tingkat kesulitan

JJB = jumlah jawaban betul (KA+KB)

N = jumlah seluruh KA(Kelompok Tinggi)+KB(Kelompok Rendah)

Rumus tes esai:

( )

(

max min

)

min S S N S N SB SA TK − × − Σ + Σ = Keterangan: TK = tingkat kesulitan

SA = kelompok tinggi (KA) yang menjawab betul SB = kelompok rendah (KB) yang menjawab betul

max S = skor maximal min S = skor minimal N = jumlah subjek

2.2.6 Daya Beda Butir Soal

2.2.6.1Pengertian Daya Beda Butir Soal

Daya pembeda butir soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkema mpuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 1999: 211). Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001: 140), besar kecilnya daya pembeda suatu indeks berkisar antara -1,00 sampai dengan 1,00. Indeks yang semakin besar atau mendekati 1,00 menunjukkan bahwa butir soal yang bersangkutan semakin baik sebab semakin nyata perbedaan antara kelompok tinggi dan rendah. Indeks negatif berarti siswa kelompok rendah yang justru menjawab dengan benar dan lebih banyak daripada siswa kelompok tinggi.

Untuk menetapkan apakah sebuah soal termasuk soal mudah, sedang, atau sukar, digunakan indeks daya beda butir soal sebagai berikut (Sunardi, 1999: 2-3).

Indeks Daya Pembeda

kurang dari 0,19 soal tidak baik 0,20-0,39 soal perlu direvisi

0,40-1,00 soal baik

2.2.6.2Cara Pengujian Daya Beda Butir Soal

Cara pengujian yang digunakan untuk mengukur daya pembeda, yaitu dengan cara memisahkan jawaban betul kelompok tinggi (JBKA) dan jawaban betul kelompok rendah (JBKB) dibagi setengah jumlah siswa kedua kelompok tersebut (N), jika ditulis dengan rumus sebagai berikut (Sunardi, 1999: 2-4).

Rumus indeks daya beda (DP):

Rumus tes pilihan ganda dan tes isian singkat:

N JBKB JBKA DP 2 / 1 − = Keterangan: DP = daya pembeda

JBKA = jumlah kelompok tinggi yang menjawab betul JBKB = jumlah kelompok rendah yang menjawab betul ½ N = separuh jumlah siswa KA + KB

Rumus tes esai:

(

max min

)

2 / 1 N S S SB SA DP − Σ − Σ = Keterangan: SA

Σ = jumlah skor KA (Kelompok Tinggi)

SB

Σ = jumlah skor KB (Kelompok Rendah)

max

S = skor maksimum

min

S = skor minimum

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (1999: 309) yang mengemukakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti mendeskripsikan validitas butir soal (item), reliabilitas butir soal, indeks kesulitan soal, serta daya beda soal tes bahasa Indonesia yang terdapat di dalam soal “Ujian Sekolah Bahasa Indonesia” buatan Fr. Suwaryanto, Guru BHK, Jakarta Barat tahun ajaran 2005/2006 untuk SD BHK kelas VI. Penelitian ini juga termasuk penelitian lapangan karena data yang diambil berasal dari pengamatan langsung oleh peneliti yaitu lingkungan sekolah.

3.2Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Gulo (2002: 76), populasi adalah sekumpulan objek yang menjadi pusat perhatian, memiliki informasi yang ingin diketahuinya.

Dokumen terkait