• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

2. Subjek penelitian ini adalah guru kelas 1 sampai kelas 6 di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.

3. Peneliti menggunakan metode random sampling untuk mengambil beberapa sampel dari populasi sekolah dasar negeri se-Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.

4. Fokus penelitian ini adalah mengetahui sejauh mana penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis budaya sekolah di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.

5. Penelitian ini tidak meneliti pengaruh program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis budaya sekolah di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Sejauh mana penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis budaya sekolah di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman ?

2. Bagaimana penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis budaya sekolah di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui sejauh mana penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis budaya sekolah di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.

2. Mendeskripsikan penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis budaya sekolah di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Bagi Guru

Sebagai bahan acuan dalam melaksanakan proses pembelajaran yang mengarah pada pendidikan karakter berbasis budaya sekolah.

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi dan masukan mengenai penerapan kebijakan untuk mendukung program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis budaya sekolah di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini menjadi sarana untuk menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti yang telah berproses dalam penelitian. Penelitian ini juga untuk mengetahui sejauh mana dan bentuk penerapan program

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis budaya sekolah di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.

F. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Karakter adalah cara berpikir atau berperilaku khas tiap individu dengan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan sehingga dapat membentuk dan membedakan orang yang satu dengan yang lain.

2. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikiran, raga, rasa, dan karsa, serta melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan.

3. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga.

4. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis budaya sekolah adalah program pendidikan di sekolah membentuk karakter peserta didik melalui pembiasaan dan budaya sekolah yang menekankan nilai-nilai utama keseharian sekolah, norma, peraturan, dan tradisi sekolah dalam seluruh ekosistem pendidikan di sekolah.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka 1. Karakter

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara (Suyanto dalam Kurniawan, 2013: 28). Sementara itu, menurut KBBI (dalam Samani & Hariyanto, 2013: 42) karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sependapat dengan hal itu, Hidayatullah (2010: 9) mengemukakan bahwa karakter adalah sifat manusia yang pada umumnya bergantung pada faktor kehidupannya sendiri.

Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain. Mangunhardjana (2016: 19) juga memaparkan bahwa karakter merupakan keadaan manusia atau kecenderungan untuk hidup dan berperilaku baik yang digabungkan dengan unsur-unsur yang membentuk karakter.

Berdasarkan beberapa pengertian karakter dari beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu dengan individu lain di dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah suatu proses pembelajaran yang memberdayakan peserta didik dan orang dewasa di dalam komunitas sekolah untuk memahami, peduli, dan berbuat berlandaskan nilai-nilai etika seperti respek, keadilan, kebajikan warga (civic virtue), dan kewarganegaraan (citizenship), serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain (Departemen Pendidikan Amerika Serikat dalam Samani & Hariyanto, 2013: 44). Samani dan Hariyanto (2013: 45) turut mendefinisikan bahwa pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, rasa, dan karsa. Sementara itu, Azzet (2016: 27) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikiran, raga, rasa, dan karsa, serta melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan.

Pemerintah Republik Indonesia (2010: 4) menjelaskan ada tiga fungsi pendidikan karakter sebagai berikut.

a. Fungsi pembentukan dan pengembangan potensi

Pembangunan karakter bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.

b. Fungsi perbaikan dan penguatan

Pembangunan karakter bangsa berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera.

c. Fungsi penyaring

Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

Ketiga fungsi tersebut dilakukan melalui (1) pengukuhan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, (2) pengukuhan nilai dan norma konstitusional UUD 45, (3) penguatan komitmen kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), (4) penguatan nilai-nilai keragaman sesuai dengan konsepsi Bhineka Tunggal Ika, serta (5) penguatan keunggulan dan daya saing bangsa untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia dalam konteks global.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kekhasan seseorang atau karakter yang dimiliki seseorang dapat berubah menjadi lebih baik dengan adanya usaha-usaha untuk memahami nilai-nilai etika atau pendidikan karakter. Pendidikan karakter dapat membantu untuk merubah karakter seseorang menjadi lebih baik karena pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi pembentukan dan pengembangan potensi, fungsi perbaikan dan penguatan, dan fungsi penyaring.

3. Penguatan Pendidikan Karakter

a. Pengertian Penguatan Pendidikan Karakter

Penguatan Pendidikan Karakter adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah pikir, olah karsa, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (Perpres No. 87 Tahun 2017).

Penguatan Pendidikan Karakter bangsa menjadi salah satu Nawacita yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Penguatan Pendidikan Karakter ini sudah bukan hal yang baru bagi bangsa Indonesia, karena sejak tahun 2010 pendidikan karakter sudah menjadi gerakan nasional.

Penguatan Pendidikan Karakter ini berpedoman pada filosofi Ki Hajar Dewantara yang digambarkan dalam bagan berikut.

Gambar 2.1 Filosofi Ki Hajar Dewantara

(Sumber: http://alihfungsi.gtk.kemdikbud.go.id/assets/konsep_karakter.pdf) Gambar 2.1 merupakan filosofi Ki Hajar Dewantara di mana ada keterpaduan atau keselarasan antara olah hati, olah pikir, olah karsa, dan olah raga yang digunakan untuk memperkuat pendidikan karakter peserta didik. Menurut Perpres Nomor 87 Tahun 2017, adanya harmonisasi antara olah hati, olah pikir, olah karsa, dan olah raga memunculkan atau mengembangkan 18 nilai yaitu religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. Delapan belas nilai karakter tersebut disederhanakan menjadi 5 nilai utama yang saling berkaitan untuk mengembangkan Penguatan Pendidikan Karakter yaitu religiositas, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Nilai utama ini kemudian diperbaharui dengan Kemendikbud No. 20 Tahun 2018, sehingga 5 nilai utama tersebut menjadi religiositas, nasionalisme,

Olah Hati

Olah Pikir

Olah Karsa Olah

Raga

kemandirian, gotong royong, dan integritas. Kristalisasi nilai utama dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Lima Nilai Utama Pendidikan Karakter

(Sumber: https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/wp- content/uploads/2018/07/5-nilai-utama-768x432.jpg)

Nilai-nilai karakter di atas mempunyai sub nilai sebagai berikut.

1) Religiositas

Nilai karakter religiositas mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun, dan damai dengan pemeluk agama lain.

Sub nilai religiositas antara lain cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh

Nilai Utama

Religiositas

Nasionalisme

Kemandirian Gotong

Royong Integritas

pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, dan melindungi yang kecil dan tersisih.

2) Nasionalisme

Nilai karakter nasionalisme merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, serta menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompok.

Sub nilai nasionalisme antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, serta menghormati keragaman budaya, suku dan agama.

3) Kemandirian

Nilai karakter kemandirian merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain, serta mempergunakan segala tenaga, pikiran dan waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita.

Sub nilai kemandirian antara lain etos kerja (kerja keras), tangguh, tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.

4) Gotong Royong

Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu-membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi, dan memberi pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan.

Sub nilai gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah untuk mufakat, tolong-menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.

5) Integritas

Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen, kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan, dan integritas moral.

Sub nilai integritas antara lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).

b. Tujuan Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK

Tujuan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sesuai dengan pasal 2 Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah sebagai berikut.

1) Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui jalur formal, non formal, dan informal dengan memperhatikan keragaman budaya Indonesia.

2) Membangun dan membekali peserta didik sebagai generasi emas Indonesia tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan.

3) Merevitalisasi, memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga pendidik, peserta didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam menerapkan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).

Berdasarkan tujuan Penguatan Pendidikan Karakter di atas, dapat disimpulkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter berusaha membangun dan membekali peserta didik untuk lebih siap menghadapi perubahan- perubahan di masa depan. Hal lain yang harus dilakukan adalah dengan memusatkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam dunia pendidikan. Dengan demikian, tujuan pendidikan karakter

akan terwujud secara nyata dan mampu menyiapkan peserta didik lebih baik di masa depan.

c. Tiga Basis Pengembangan dan Penerapan Penguatan Pendidikan Karakter di Sekolah

Penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dapat dilakukan dengan tiga pendekatan utama, yaitu berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat (Koesoema, 2018: 17).

Ketiga pendekatan ini saling terkait dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Pendekatan ini dapat saling membantu satuan pendidikan dalam merancang dan menerapkan program dan kegiatan PPK (Kemendikbud dalam Koesoema, 2018: 18).

Ketiga basis sesuai konsep dan pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Kemendikbud, 2017: 15) dijelaskan sebagai berikut.

1) Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas

a) Mengintegrasikan proses pembelajaran di dalam kelas melalui isi kurikulum dalam mata pelajaran, baik secara tematik maupun terintegrasi dalam mata pelajaran.

b) Memperkuat manajemen kelas, pilihan metodologi, dan evaluasi pengajaran.

c) Mengembangkan muatan lokal sesuai dengan kebutuhan daerah.

2) Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah

a) Menekankan pada pembiasaan nilai utama dalam keseharian sekolah.

b) Menonjolkan keteladanan orang dewasa di lingkungan pendidikan.

c) Melibatkan seluruh ekosistem pendidikan di sekolah.

d) Mengembangkan dan memberi ruang yang luas pada segenap potensi siswa melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.

e) Memberdayakan manajemen dan tata kelola sekolah.

f) Mempertimbangkan norma, peraturan, dan tradisi sekolah.

3) Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat/Komunitas a) Memperkuat peranan Komite Sekolah dan orangtua sebagai

pemangku kepentingan utama pendidikan.

b) Melibatkan dan memberdayakan potensi lingkungan sebagai sumber pembelajaran seperti keberadaan dan dukungan pegiat seni dan budaya, tokoh masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri.

c) Mensinergikan penerapan PPK dengan berbagai program yang ada dalam lingkup akademisi, pegiat pendidikan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

d) Mensinkronkan program dan kegiatan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah, kementerian, dan masyarakat pada umumnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dapat dilakukan melalui pendekatan berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat. PPK berbasis kelas adalah komunitas belajar yang menumbuhkembangkan peserta didik baik secara akademik maupun non akademik. PPK berbasis budaya sekolah adalah upaya menumbuhkembangkan potensi peserta didik dan semakin menempatkan jati dirinya. PPK berbasis masyarakat adalah upaya menumbuhkembangkan potensi peserta didik melalui partisipasi masyarakat dalam rangka membantu dan menghayati sebagai makhluk sosial di dalam kehidupan bermasyarakat.

4. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah a. Pengertian PPK Berbasis Budaya Sekolah

Hendarman, dkk., (2017: 35) menjelaskan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter berbasis budaya sekolah berfokus pada pembiasaan dan pembentukan budaya yang merepresentasikan nilai-nilai utama PPK yang menjadi prioritas satuan pendidikan. Koesoema (2018: 10) menjelaskan bahwa pendidikan karakter berbasis budaya sekolah adalah kegiatan berupa komunikasi interaktif antar individu pada lembaga pendidikan dalam rangka merealisasikan misi dan tujuan lembaga pendidikan. Kemendikbud (2017: 2) menjelaskan bahwa pendidikan karakter berbasis budaya sekolah adalah kegiatan yang

dilaksanakan melalui pembiasaan nilai-nilai dalam keseharian di sekolah. Pembiasaan ini diintegrasikan dalam keseluruhan kegiatan di sekolah yang tercermin dari suasana dan lingkungan sekolah yang kondusif (Tim PPK, 2017: 35).

Budaya sekolah adalah keseluruhan corak relasional antar individu di lingkungan pendidikan yang membentuk tradisi yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit dan nilai-nilai karakter yang dikembangkan di sekolah. Tradisi itu mewarnai kualitas kehidupan di sekolah, kualitas belajar, bekerja, lingkungan, interaksi warga sekolah, dan suasana akademik. Budaya sekolah bertujuan mendukung terbentuknya school branding sebagai keunggulan, keunikan, dan daya saing sekolah (Suhadisiwi, 2018: 8)

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis budaya sekolah mencakup berbagai macam bentuk pembiasaan, model tata kelola sekolah, pengembangan peraturan, dan regulasi yang mendukung PPK.

Proses pembiasaan melalui basis budaya sekolah menjadi sangat penting dalam penguatan pendidikan karakter karena dapat membangun nilai-nilai luhur dalam diri generasi muda. Budaya sekolah yang baik diharapkan dapat mengubah perilaku peserta didik menjadi lebih baik.

PPK berbasis budaya sekolah mengembangkan berbagai macam kegiatan dan interaksi antar individu di lingkungan sekolah. Untuk membangun budaya sekolah yang baik dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan sebagai berikut.

1) Pembiasaan dalam kegiatan literasi

2) Kegiatan ekstrakurikuler yang mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK

3) Menerapkan dan mengevaluasi tata tertib atau peraturan sekolah.

b. Persiapan penerapan Penguatan Pendidikan Karakter berbasis budaya sekolah

Tim PPK (2017: 35-41) memaparkan bahwa persiapan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1) Menentukan nilai utama PPK

Sekolah memulai program penguatan pendidikan karakter dengan melakukan asesmen awal. Salah satu kegiatan asesmen awal sekolah adalah memilih nilai utama yang akan menjadi fokus dalam pengembangan pembentukan dan penguatan karakter di lingkungan sekolah. Nilai utama yang dipilih nantinya akan menjadi fokus dalam rangka pengembangan budaya dan integritas sekolah. Sekolah menjabarkan nilai utama ke dalam indikator dan bentuk perilaku objektif yang bisa diamati dan diverifikasi.

Dari nilai utama, sekolah mampu membuat tagline yang mampu menjadi moto sekolah sehingga menunjukkan kekhasan, keunikan, dan keunggulan sekolah. Tagline atau istilah yang lebih lazimnya yaitu branding dapat memudahkan orangtua atau wali murid untuk mencari sekolah yang pas untuk anaknya. Beberapa

contoh branding yang dapat ditemukan di sekolah dasar misalnya

“Sekolah Adiwiyata”, “Sekolah Cinta”, “Sekolah Ramah Anak”.

Sekolah yang telah mempunyai branding dapat memfokuskan kegiatan sekolah agar tertuju pada branding tersebut.

2) Menyusun jadwal harian

Sekolah mampu menyusun jadwal kegiatan harian untuk memperkuat nilai-nilai utama PPK yang telah dipilih sebagai upaya program Penguatan Pendidikan Karakter yang sedang berlangsung.

Ada tiga kegiatan yang dapat disusun, yakni kegiatan pembiasaan, kegiatan intrakurikuler, serta kegiatan kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Kegiatan tersebut disusun berdasarkan kondisi sekolah, norma, aturan, dan budaya setempat. Contohnya kegiatan siswa di pagi hari setelah bel masuk adalah berdoa, lalu dilanjutkan dengan menyanyikan lagu nasional, dan membaca buku cerita sebagai kegiatan literasi. Pada saat pulang sekolah sebelum meninggalkan kelas, siswa diwajibkan menyanyikan lagu daerah.

Lalu pada sore harinya, ada kegiatan pramuka atau ekstrakurikuler pilihan yang diminati oleh siswa dengan menyesuaikan harinya.

3) Evaluasi peraturan sekolah

Koesoema (2018: 113) menjelaskan bahwa evaluasi peraturan mengacu pada kegiatan rutin dan terstruktur untuk menilai dan mengevaluasi aturan-aturan yang sudah ada agar aturan itu semakin baik, efektif, dan relevan. Hendarman, dkk., (2017: 40)

mengemukakan bahwa lembaga pendidikan wajib melakukan koreksi dan evaluasi atas berbagai aturan yang dimiliki serta menyelaraskannya dengan nilai-nilai revolusi mental yang diarahkan pada penguatan pendidikan karakter. Peraturan merupakan kesepakatan bersama yang disetujui oleh masing-masing individu dalam rangka pencapaian tujuan lembaga pendidikan dan mengikat masing-masing individu secara formal terhadap komitmen, visi, dan misi lembaga pendidikan (Koesoema, 2018: 66). Beberapa contoh peraturan yang wajib dievaluasi adalah peraturan kedisiplinan tentang sakit, izin, alpa, penerapan kebijakan kriteria ketuntasan minimal, dan peraturan terkait kegiatan mencontek (Hendarman, dkk., 2017: 40).

Evaluasi pemanfaatan peraturan sekolah tentang kehadiran dibutuhkan agar peraturan sekolah dapat menjadi sarana efektif dalam pembentukan karakter disiplin peserta didik (Hendarman, dkk., 2017: 40). Keteraturan dalam lembaga pendidikan bisa stabil dan berkelanjutan karena ada kebijakan berupa peraturan yang menjadi panduan bagi sekolah yang bersifat rutin (Koesoema, 2018: 135). Koesoema juga menambahkan bahwa tanpa ada peraturan yang membingkai kinerja setiap individu sesuai dengan cakupan tugas dan tanggung jawabnya, lembaga pendidikan tidak akan dapat melaksanakan visi dan misinya dengan baik.

4) Pengembangan tradisi sekolah

Rutinitas di sekolah yang terjadi terus-menerus dan berulang bisa membentuk tradisi sekolah (Koesoema, 2018: 135).

Koesoema juga menjelaskan bahwa keteraturan dan rutinitas adalah ciri khas sebuah lembaga pendidikan. Satuan pendidikan dapat mengembangkan PPK berbasis budaya sekolah dengan memperkuat tradisi yang sudah dimiliki oleh sekolah (Hendarman, dkk., 2017: 40). Lembaga pendidikan melaksanakan kegiatannya dengan lebih mengutamakan adanya keteraturan, disiplin, dan ketepatan waktu (Koesoema, 2018: 135). Koesoema juga menjelaskan bahwa seluruh program dalam lembaga pendidikan sebagian besar merupakan kegiatan yang sifatnya rutin. Bila rutinitas ini berlangsung secara terus-menerus, lembaga pendidikan akan melahirkan apa yang disebut tradisi (Koesoema, 2018: 136).

Koesoema (2018: 136) mengemukakan bahwa beberapa momen rutinitas yang bisa menjadi sarana bagi sekolah untuk menanamkan budi pekerti dan membentuk karakter peserta didik adalah sebagai berikut.

(1) Melakukan upacara bendera setiap hari Senin

(2) Membiasakan peserta didik menyanyikan lagu-lagu nasional dan daerah

(3) Momen penerimaan peserta didik baru harus harmonis seiring dengan nilai-nilai moral yang ada. Nilai moral yang dimaksud adalah tidak membedakan biaya sekolah, tidak memberikan label sekolah favorit dan sebaliknya

(4) Peserta didik merayakan hari besar keagamaan untuk saling bertoleransi satu sama lain sekaligus ikut serta dalam kegembiraan dan perayaan dengan mereka yang sedang merayakan hari besar keagamaannya.

5) Pengembangan kegiatan kokurikuler

Kegiatan kokurikuler dilakukan melalui serangkaian penugasan yang sesuai dengan target pencapaian kompetensi setiap mata pelajaran yang relevan dengan kegiatan intrakurikuler. Kegiatan kokurikuler dapat dilaksanakan baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, tetapi kegiatan tersebut tetap sesuai dengan perencanaan pembelajaran. Jadi dalam kegiatan tersebut masih terkandung nilai-nilai utama karakter.

6) Kegiatan ekstrakurikuler

Penguatan nilai-nilai utama PPK sangat dimungkinkan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk mengembangkan kepribadian peserta didik sesuai dengan bakatnya. Kegiatan ekstrakurikuler

Penguatan nilai-nilai utama PPK sangat dimungkinkan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk mengembangkan kepribadian peserta didik sesuai dengan bakatnya. Kegiatan ekstrakurikuler

Dokumen terkait