• Tidak ada hasil yang ditemukan

Poster Sebagai Media Dakwah

BAB I PENDAHULUAN

A. Sekilas Tentang Media Cetak

5. Poster Sebagai Media Dakwah

Media dakwah adalah segala sesuatu yang bisa digunakan sebagai alat guna mencapai tujuan dari dakwah yang telah ditentukan. Media dapat berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan lain sebagainya.

Media dakwah secara garis besar dapat digolongkan kepada:

1. Lisan, merupakan media yang paling mudah penggunaannya, yaitu dengan menggunakan lidah dan suara.

2. Tulisan, media ini berfungsi untuk menggantikan keberadaan da'i dalam proses dakwah, tulisan dapat menjadi alat komunikasi da'i dan mad’u.

3. Lukisan atau gambar atau ilustrasi, media ini berfungsi sebagai penarik lisan, merupakan media yang paling mudah penggunanya, yaitu dengan perhatian dan minat mad’u dalam mempertegas pesan dakwah.

4. Audio-Visual, media ini dapat merangsang indera penglihatan dan pandangan

mad’u.

5. Akhlak, yaitu langsung dimanisfestasikan dalam tingkah laku da'i.27

Seperti yang telah dijelaskan di atas berdakwah tidak hanya dilakukan dari mimbar ke mimbar atau dari masjid ke masjid, berdakwah bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Berdakwah dengan menggunakan poster mungkin bisa dikatakan sebagai alternatif lain, dengan kalimat yang singkat namun

27

Hamzah Ya’qub, Publisistik Islam; Teknik Dakwah dan Leadership, (Bandung: CV. Diponegoro, 1988), h. 13.

mengandung berjuta makna, didukung gambar yang unik dan warna yang berani tentu memerlukan keahlian khusus bagi pembuat poster. Pembuat poster harus menyatukan pesan yang ingin disampaikan, diserasikan dengan gambar dan warna bukanlah hal yang mudah agar khalayak dapat mengetahui maksud dari pesan itu lebih mendalam.

Maraknya informasi yang disampaikan melalui media cetak telah membuka wacana baru atau meningkatkan kesadaran khalayak akan pentingnya pengetahuan melalui media cetak seperti buku, majalah, koran dan poster. Sebuah judul yang panjang, akan membuat orang malas berfikir dan cepat lupa, ingatan manusia pendek dan lagipula banyak hal yang jauh lebih penting untuk diingat, disamping pesan yang yang disampaikan poster. Jadi poster telah memiliki kelebihan sendiri dalam menyampaikan pesan dibanding media-media lain.

Kekuatan informasi yang disampaikan media massa demikian hebat, sehingga aktivitas tabligh penting untuk bisa masuk ke dalam wilayah itu, artinya para mubaligh perlu menyiapkan dirinya untuk keahlian bertabligh melalui tulisan di media massa. Setidaknya harus ada sebagian di antara mereka yang membidangi aktifitas tablighnya melalui tulisan, di samping aktifitas di bidang lain, karena jika ini tidak diantisipasi, maka dikhawatirkan masyarakat pembaca akan terbentuk oleh pesan ”kering” tanpa nilai-nilai agama.28

Para pengelola media massa kini yang umumnya lebih berpegang pada kebebasan dan keterbukaan serta dipicu oleh target bisnis, bukan hal yang aneh bila kekhawatian tadi akan terjadi. Dari kegelisahan yang diakibatkan oleh media

28

massa maka untuk mengantisipasinya diperlukan pencerahan dalam media massa, dengan menggunakan berbagai media seperti poster, koran, majalah sehingga masyarakat tidak bosan hanya mendapatkan dakwah melalui mimbar dan tentunya media massa memiliki pesan-pesan kesadaran akan suatu kebenaran yang dilandasi dengan nilai-nilai agama.

B. Analisis Semiotik

Penulis Prancis Michel Butor beranggapan bahwa masalah manusia adalah mencari arti dari yang tidak mempunyai arti. Dinyatakan juga ”semua mempunyai arti, atau tidak satupun mempunyai arti.” Apakah semua mempunyai arti, atau tidak satupun mempunyai arti ini merupakan permasalahan filosofis atau permasalahan teologis yang tidak akan saya bicarakan dalam buku ini. Titik tolak saya adalah kenyataan tak terbantahkan bahwa manusia mencari arti dalam benda- benda dan gejala-gejala yang mengelilinginya dan bahwa dia, tepat atau tidak tepat, benar atau salah, memberikan arti. Karena manusia mampu, maka ia dapat memberikan arti pada benda-benda dan gejala-gejala.29

Kata semiotika berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda. Maka semiotika berarti ilmu tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda.30

”Semiotika merupakan bidang studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja (dikatakan juga semiologi). Dalam memahami studi tentang makna setidaknya terdapat tiga unsur utama yakni; (1) tanda, (2) acuan tanda, dan (3)

29

Art Van Zoest, Semiotika Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang Kita Lakukan Dengannya, (Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 1993), h. xv-xvi.

30

pengguna tanda. Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsikan indra kita, tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga disebut tanda. Misalnya: mengacungkan jempol kepada teman kita yang berprestasi. Dalam hal ini, tanda mengacu sebagi pujian dari pengacung dan ini diakui seperti itu baik oleh pengacung maupun teman yang berprestasi itu. Maka disampaikan dari pengacung kepada teman yang berprestasi maka komunikasi pun berlangsung.”31

Ada dua tokoh penting dalam semiotika, yaitu Ferdinand de Saussure dan Charle Sanders Pierce. Meski semiotika sendiri sebenarnya sudah ada sejak masa sebelum mereka, tapi keduanya dianggap sebagai peletak dasar konsep semiotika. Selanjutnya sejumlah semiotisian, mengembangkan metode analisis tanda ini berdasarkan apa yang telah diletakkan oleh Saussure dan Pierce.

“Semiotika (semiotics) didefinisikan oleh Ferdinand de Saussure di dalam

course in General Linguistics, sebagai ”Ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial.”32 Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan ”tanda”. Saussure mengemukakan dua konsep dalam semiotika, yaitu penanda dan petanda. Keduanya, mengaklerisasi “tanda”. Jadi, dalam setiap “tanda” ada dua unsur “penanda” dan “petanda”. Penanda adalah konsep akustik/suara/kalimat. Sedangkan petanda adalah konsep mental. Pendapat Saussure mempengaruhi sejumlah pemikiran seperti Derrida, Barthes, Baudrillard.

31

Fahri Firdaus, Semiotika: Tanda dan Makna,www. Perspektif.htm.

32

Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Mana, (Yogyakarta: Jalasutra, 2003), h. 256.

Sedangkan Pierce melihat ada tiga hal penting dalam semiotika yang bisa dijelaskan melalui Tanda, objek, dan interpretan. Pierce juga berpendapat bahwa “Penginterpretasi harus mensulapi bagian dari sebuah tanda. Dia menulis bahwa tanda adalah sesuatu yang berdiri untuk seseorang atau sesuatu yang mencerminkan suatu kapasitas atau kepentingan tertentu.33

Aart Van Zoest seperti yang dikutip Sudjiman mengatakan, “Semiotika adalah ilmu tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya; cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, dan penerimanya, dan penerimanya oleh mereka yang mempergunakannya.”34 Semiotika dapat diterapkan dalam bidang apa saja di mana tanda digunakan dan mencakup baik suatu representasi dan interpretasi, suatu denotantum dan interpretant.35

Menurut Dick Hartoko (1984, dalam Santosa, 1993:3) memberi batasan, semiotik adalah bagaimana karya itu ditafsirkan oleh para pengamat dan masyarakat lewat tanda-tanda atau lambang-lambang. Luxemburg (1984), seperti dikutip Santosa (1993:3) menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu yang secara sistematis mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistemnya dan proses pelambangannya.36

Semiotika bisa juga dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari makna dari tanda yang disembunyikan maksud atau makna yang sebenarnya oleh si pembuat tanda, dan semiotik yang mempunyai peran untuk mengungkap makna di

33

Arthur Asa Berger, Media Analysis Technique: Second Edition, (Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya, 2000), h. 4.

34

Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest, Serba-serbi Semiotika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 38.

35

Aart Van Zoest, Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya, dan Apa yang Kita Lakukan Dengannya, (Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 1993), h. x.

36

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 96.

belakang tersebut, bisa juga digunakan sebagai metode untuk mengetahui pemaknaan di belakang tanda yang bersifat audio-visual.

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Ia mampu menggantikan sesuatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan. Cabang ilmu ini semula berkembang dalam bidang bahasa, kemudian berkembang pula dalam bidang seni rupa dan desain komunikasi visual. Sementara itu, Charles Sanders Pierce, menandaskan bahwa kita hanya dapat berpikir dengan medium tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda.

Tanda dalam kehidupan manusia bisa tanda gerak atau isyarat. Lambaian tangan yang bisa diartikan memanggil atau anggukan kepala dapat diterjemahkan setuju. Tanda bunyi, seperti tiupan peluit, terompet, genderang, suara manusia, dering telpon. Tanda tulisan, di antaranya huruf dan angka. Bisa juga tanda gambar berbentuk rambu lalulintas, dan masih banyak ragamnya (Noth, 1995:44).

Dari beberapa kutipan di atas bahwa semiotika merupakan ilmu yang mendeteksi kebenaran suatu tanda serta hakikat konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dari tanda tersebut yang membuatnya memiliki arti tertentu mencerminkan arti untuk suatu kapasitas atau kepentingan tertentu. Hubungan antara tanda ini dapat dilihat dari sisi pengirim tanda maupun penerima tanda, serta efek yang terjadi pasca terjadinya pemahaman dari sisi penerima tanda.

Merujuk teorinya Pierce, maka tanda-tanda dalam gambar dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik. Di antaranya: ikon, indeks dan simbol.

Ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan, tanda yang memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Misalnya, foto Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah ikon dari Pak Sultan. Peta Yogyakarta adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang digambarkan dalam peta tersebut. Cap jempol Pak Sultan adalah ikon dari ibu jari Pak Sultan.

Indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang diwakilinya. Atau disebut juga tanda sebagai bukti. Contohnya: asap dan api, asap menunjukkan adanya api. Jejak telapak kaki di tanah merupakan tanda indeks orang yang melewati tempat itu. Tanda tangan (signature) adalah indeks dari keberadaan seseorang yang menorehkan tanda tangan itu.

Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati sebelumnya. Contohnya: Garuda Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah burung yang memiliki perlambang yang kaya makna. Namun bagi orang yang memiliki latar budaya berbeda, seperti orang Eskimo, misalnya, Garuda Pancasila hanya dipandang sebagai burung elang biasa.37

Analisis semiotik pada iklan secara khusus dikembangkan oleh berbagai ahli, yaitu Gillian Dyer, Torben Vestegaard, dan Judith Williamson. Mereka berpendapat bahwa dalam semiotika poster/iklan terdapat tiga dimensi yaitu (1) Objek, yang merupakan unsur-unsur tanda dari sebuah poster, (2) Konteks, yang

37

merupakan, lingkungan, makhluk atau apapun yang memberikan tanda pada objek, dan (3) Teks, berupa tulisan yang memperkuat makna.

Tabel 2.1

Metode Gillian Dyer, Torben Vestegaard, dan Judith Williamson38

Objek Konteks Teks

Entitas Visual/Tulisan Visual/Tulisan Tulisan Fungsi Elemen tanda yang

mempersentasikan objek atau produk yang diiklankan/ terdapat pada poster

Elemen tanda yang memberikan (atau diberikan) konteks dan makna pada objek yang iiklankan. Tanda Linguistik yang berfungsi memperjelas dan menambatkan makna (anchoring) Elemen Signifier/Signified Signifier/Signified Signified

Tanda Tanda Semiotik Tanda Semiotik Tanda Linguistik

Menurut Yasraf Amir Piliang mengenai elemen-elemen tanda adalah, “penggunaan metode semiotik dalam penelitian desain harus didasarkan pada pemahaman yang komprehensif mengenai elemen-elemen dasar semiotik. Elemen dasar dalam semiotik adalah tanda (penanda/petanda), aksis tanda

(sintagma/system), tingkat tanda (denotasi/konotasi), serta relasi tanda

(metafora/metonimi).”39

Pada elemen tanda antara penanda (signifier), dan petanda (signified) tidak dapat dipisahkan penanda sebagai penjelas bentuk atau ekspresi dan petanda sebagai penjelas konsep atau makna.

38

Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika, h. 263.

39

Gambar 2.1 Komponen Tanda40

Penanda + Petanda = Tanda

Pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks semiotik adalah pandangannya mengenai tanda. Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi manusia dengan melakukan pemilihan antara apa yang disebut

signifier (penanda) dan signified (petanda).

Gambar 2.2

Elemen-elemen Makna Saussure41

Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis/dibaca. Signified adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa. Hubunganantara kedua tanda dan konsep mental tersebut dinamakan signification.

40

Ibid., h. 258.

41

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 125.

sign Composed of Signifier (physical existence of the sign Signified

(mental concept) Signification

Esternal reality Of meaning

Kemudian pada elemen aksis tanda melibatkan apa yang disebut aturan pengkombinasian (rule of combination), yang terdiri dari dua aksis yaitu aksis paradigmatik yaitu perbendaharaan tanda atau kata serta sintagmatik yaitu cara pemilihan dan pengkombinasian tanda-tanda, berdasarkan aturan atau kode tertentu, sehingga dapat menghasilkan ekspresi bermakna.

Gambar 2.3 Aksis Tanda42

Sintagma

Paradigma

Berdasarkan aksisis yang dikembangkan Saussure tersebut, Roland Barthes mengembangkan sebuah model relasi antara apa yang disebut sistem, yaitu perbendaharaan tanda (kata, visual, gambar, benda) dan sintagma, yaitu cara pengkombinasian tanda berdasarkakn aturan main tertentu. Barthes melukiskan berbagai relasi di dalam berbagai sistem bahasa tertentu sebagai berikut:

42

Tabel 2.2

Gambaran ”Barthes” Mengenai Aksi Tanda43

Sistem Sintagma

System garmen Elemen-elemen pakaian yang Tidak dapat dipakai sekaligus pada waktu yang sama: jas, jaket, rompi

Penjajaran elemen-elemen pakaian yang berbeda di dalam satu setelan pakaian: jas-baju-celana

System makanan Elemen makanan yang tidak lazim dimakan pada waktu bersamaan: nasi, lontong, kentang

Menu makanan

System furniture Beragam gaya untuk jenis furniture yang sama: barok, rococo, art deco, posmodern

Penjajaran furniture yang berbeda di dalam ruangan yang sama: meja-kursi-sofa

System arsitektur Beragam gaya pada elemen arsitektur yang sama: korintia, lonia, mediterania

Detail dari seluruh bangunan

Roland Berthes juga mengembangkan dua tingkatan pertandaan yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu tingkat denotasi yang merupakan tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti.

43

Kemudian tingkat konotasi yang merupakan tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti (artinya terbuka pada berbagai kemungkinan).

Bagan 2.1

Tingkat Tanda dan Makna ”Berthes”44

Selanjutnya relasi tanda ada dua bentuk interaksi utama yang dikenal, yaitu metafora yang merupakan sebuah model interaksi tanda, yang didalamnya sebuah tanda dari sebuah sistem yang lainnya. Dan metonimi yang merupakan interaksi tanda, yang didalamnya terdapat hubungan bagian dengan keseluruhan. Relasi antara metafora dan metonimi banyak digunakan di dalam iklan/poster sebagai dua figure of speech, untuk menjelaskan makna-makna secara tidak langsung.

Perkembangan kajian semiotik sampai saat ini telah membedakan dua jenis semiotik, yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Pada semiotika komunikasi bahwa jika seseorang melihat/mendengar sebuah iklan/ poster, yang dirasakan adalah bahwa dia sedang berkomunikasi, agar kita membeli barang yang dipromosikan tersebut, mempengaruhi orang untuk membeli suatu jasa atau produk, untuk menciptakan respon prilaku di pasaran, membawa pesan yang ingin disampaikan oleh produsen kepada khalayak ramai,

44

Ibid., h. 262.

dan tujuan yang dimaksud dalam poster yang sedang berkomunikasi itu adalah dalam jangka waktu panjang.

Sedangkan dalam semiotika signifikasi merupakan suatu bentuk analisa dimana poster tersebut memberikan tekanan pada pemahaman sebagai bagian dari proses semiosis, yang terpenting dalam semiotika signifikasi ini adalah interpretant. Pada poster yang dikaji dari segi semiotika signifikasi ini biasanya pada poster yang bersifat persuasif. Sehingga pembuat poster sangat memperhitungkan dampak komunikasi periklanan yang direncanakan. Dalam hal ini bisa disebut sebagai gethok tular, dimana dalam proses pengiklanan ini yang diharapkan dalam iklan adalah proses semiotik yang berjalan terus.

Jadi dalam menganalisa sebuah poster tidak hanya gambar yang digunakan, analisa ini membutuhkan lambang dan ikon untuk diinterpretasikan. Bahasa memang menjadi alat dalam analisa ini tetapi yang terpenting adalah keseluruhan yang terdapat di dalam poster, mulai dari gambar, warna, dan bahasa.

Dokumen terkait