BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Potensi Banjir
Dalam ilmu geografi istilah “banjir” tidak dapat di definisikan dengan
peristiwa meluapnya air sungai melampaui tanggulnya sehingga menggenangi daratan
disampingnya (Strahler, 1975). Pengertian ini tidak mempersalahkan apakah banjir
adalah suatu bencana atau bukan. Pengertian ini memandang “banjir” sebagai suatu
istilah yang bermakna sosial-budaya, karena suatu tempat dikatakan dilanda banjir jika
tempat itu adalah daerah budi daya manusia yang tidak semestinya dilanda banjir, jika
tempat itu adalah suatu hutan atau suatu permukiman yang terdiri atas rumah-rumah
panggung yang dibuat untuk menghindari naiknya permukaan setiap musim, maka itu
tidak dikatakan banjir oleh mereka. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa
istilah banjir itu tidak dipakai secara konsisten. Terkadang disamakan dengan
“genangan”. padahal tidak semua genangan disebabkan oleh meluapnya sungai,
misalnya genangan di ruas jalan yang cekung. Namun yang jelas kata “banjir” akan memunculkan kesan ”genangan” dipikiran kita.
Banjir adalah setiap aliran yang relatif tinggi yang melampaui tanggul sungai sehingga aliran air menyebar ke dataran sungai dan menimbulkan masalah pada
manusia (Chow, 1970). Definisi di atas menjelaskan bahwa banjir terjadi apabila
kapasitas alir sungai telah terlampaui dan air telah menyebar ke dataran banjir, bahkan
lebih jauh yang mengakibatkan terjadinya genangan. Genangan air tidak dikatakan
banjir apabila tidak menimbulkan masalah bagi manusia yang tinggal pada daerah
genangan tersebut. Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung
sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.
Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat disebut sebagai genangan air
1. Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS).
2. Pembuangan sampah.
3. Erosi dan sedimentasi.
4. Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase.
5. Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.
6. Curah hujan yang tinggi.
7. Pengaruh fisiografi/geofisik sungai.
8. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai.
9. Pengaruh air pasang.
10. Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut). 11. Drainase lahan.
12. Bendung dan bangunan air.
13. Kerusakan bangunan pengendali banjir (Kodoatie, 2005).
2.2.2 Daerah Rawan Banjir
Untuk mereduksi kerugian akibat banjir, maka lebih dulu harus diketahui secara
pasti daerah rawan banjir. Daerah rawan banjir dapat dikenali berdasarkan karakter
wilayah banjir yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. limpasan dari tepi sungai.
2. wilayah cekungan.
3. banjir akibat pasang surut.
Menurut Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang garis sempadan
penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan
ditampilkan pada Gambar 2.7. Elevasi dan debit banjir daerah rawan banjir
sekurang-kurangnya ditentukan berdasarkan analisis perioda ulang 50 tahunan.
Tingkat resiko di daerah rawan banjir bervariasi tergantung ketinggian
permukaan tanah setempat. Dengan menggunakan peta kontur ketinggian permukaan
tanah serta melalui analisis hidrologi dan hidrolika dapat ditentukan pembagian dataran
banjir menurut tingkat resiko terhadap banjir. Pembagian daerah rawan banjir
digunakan sebagai bahan acuan penataan ruang wilayah perkotaan sehingga diketahui
resiko banjir yang akan terjadi. Dengan mengikuti pemetaan daerah rawan banjir yang
telah diperbaiki maka resiko terjadi bencana/kerusakan/kerugian akibat genangan banjir
yang diderita oleh masyarakat menjadi minimal.
Gambar 2.7: Daerah Penguasaan Sungai
Gambar 2.7 Daerah Penguasaan Sungai
2.2.3 Tingkat Bahaya Banjir
Banjir terjadi sepanjang sistem sungai dan anak-anak sungainya yang mampu
membanjiri wilayah luas dan mendorong peluapan air di dataran banjirnya (flood plain). Dataran banjir merupakan daerah rawan banjir yang dapat diklasifikasi berdasarkan
kala ulang banjirnya. Dataran banjir di sekitar bantaran sungai yang masuk dalam
daerah genangan pada debit banjir tahunan Q100 merupakan daerah rawan banjir yang sangat tinggi dijelaskan pada Tabel 2.1 menjelaskan klasifikasi ini yang akan diadopsi
dalam studi ini.
Tabel 2.1 Tingkat Bahaya Banjir menurut Periode Kala Ulang
Kelas Kala Ulang Daerah Rawan
Banjir Debit Banjir 1 Q50– Q100 Sangat Tinggi 2 Q30– Q50 Tinggi 3 Q10– Q30 Sedang 4 Q1– Q10 Rendah
2.2.4 Potensi Banjir Sungai Deli
Sungai Deli membelah Kota Medan dari arah selatan ke utara dengan total
watershed 358 km2. Dari total luas watershed tersebut, sekitar 200 km2 atau 56% diantaranya telah dan sedang berubah menjadi wilayah terbangun/perkotaan. Wilayah
tersebut terdiri dari catchment area sungai Deli bagian downstream (17 km2), Sungai sikambing (40 km2), Sungai Babura (99 km2), dan sisi kiri kanan Sungai Deli hingga ke
Deli Tua/Namorambe (44 km2). Catchment area selebihnya (158 km2) yakni terhitung
dari Delitua/Namorambe hingga Sembahe/Sibolangit/Gunung Sibayak merupakan
lahan pertanian, kebun campuran dan hutan tanaman industri dan hutan alam.
Kemiringan dasar Sungai Deli rata-rata ialah 0.00611 dan pada daerah yang landai atau
mild slope ialah 0.0008. Berdasarkan pengamatan kejadian-kejadian banjir di Kota
Medan maka ancaman banjir paling ekstrem ialah apabila banjir Sungai Deli dan
Babura (river flood) terjadi bersamaan dengan hujan di atas Kota Medan (urban storm water).
Sesuai dengan kondisi topografi Kota Medan maka sistem saluran drainase
Kota Medan jarang yang bermuara ke Sungai Belawan sehingga banjir Sungai Belawan
tidak terlalu banyak mempengaruhi sistem drainase Kota Medan. Demikian juga banjir
Sungai Percut sudah tidak menjadi ancaman karena telah selesai dinormalisasi hingga
ke muara yakni untuk debit banjir periode ulang 30 tahun, termasuk menampung
pengalihan debit Sungai Deli melalui Floodway. Drainase primer Sungai Sikambing juga sudah selesai dinormalisasi ialah pada bagian downstream yakni JL. Kejaksaan hingga muara Belawan yakni untuk debit banjir periode ulang 20 tahun. Sementara itu,
penampang Sungai Deli antara titi kuning (Floodway) dan JL. Kejaksaan masih rawan banjir karena belum dinormalisasi. Kapasitas penampang Sungai Deli pada bagian ini
masih rendah yakni hanya mampu menampung debit banjir periode ulang 2 tahun yaitu
sebesar 160 m3/det (Ginting, 2012). Perkiraan debit banjir Sungai Deli pada beberapa
ruas (section) untuk berbagai periode ulang menurut hasil analisis yang dilaporkan pada study JICA (1992) ditampilkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Perkiraan Debit Banjir untuk berbagai Periode Ulang (Sumber: JICA, 1992)
Tabel 2.2 Perkiraan Debit Banjir untuk Periode Ulang Sungai Deli
Periode Ulang (Tahun)
Debit Banjir 10 Tahun 20 Tahun 30 Tahun
(m3/det) (m3/det) (m3/det)
Q1 460 530 570
Q2 420 490 520
Q3 260 300 320
Sumber JICA 1992
Dari hasil analisis tersebut pada Gambar 2.8 di atas dapat dilihat bahwa debit
banjir Sungai Deli pada bagian yang belum dinormalisasi yakni antara JL. Kejaksaan
dan titi kuning untuk periode 10 tahun adalah sebesar Q3 = 260 m3/det. Jika debit banjir
periode ulang 10 tahun yakni Q3 = 260 m3/det dibandingkan dengan kapasitas
penampang pada bagian ini yakni 160 m3/det, maka pada kejadian banjir periode ulang
10 tahun akan terjadi potensi banjir yang mengancam permukiman penduduk sebesar
100 m3/det.
2.2.5 Potensi Banjir Sungai Babura
Selanjutnya, Sungai Babura yang merupakan anak Sungai Deli adalah sungai
yang sangat potensil sebagai ancaman banjir Kota Medan karena disamping watershed
sungai ini seluruhnya berada pada wilayah penyangga perkembangan Kota Medan,
pembangunan pemukiman sangat pesat di wilayah ini dan penampang sungai ini belum
pernah dinormalisasi. Kemiringan dasar sungai rata-rata ialah 0.00236 dan pada daerah
landai atau mild slope ialah 0.00187. Menurut hasil studi dan analisis JICA dan MMUDP, kapasitas penampang Sungai Babura yang ada pada saat ini (natural) hanya
hasil analisis yang tertera pada gambar 2.8 dapat diketahui bahwa debit Sungai Babura
yang masuk ke Sungai Deli dijelaskan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Perkiraan Debit Banjir untuk Periode Ulang Sungai Babura
Periode Ulang (Tahun)
Debit Banjir 10 Tahun 20 Tahun 30 Tahun 50 Tahun 100 Tahun
(m3/det) (m3/det) (m3/det) (m3/det) (m3/det)
Qbabura 160 190 200 230 260
Sumber JICA 1992
Jadi bila dibandingkan dengan kapasitas penampang Sungai Babura yakni 69
m3/det, maka potensi banjir Sungai Babura yang mengancam permukiman penduduk
untuk periode ulang 10 tahun ialah sebesar 91 m3/det.