• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTEK ANTI DUMPING

Dalam dokumen Apakah yang dimaksud dengan Dumping (Halaman 81-98)

Bab IV Daftar Pustaka

PRAKTEK ANTI DUMPING

Karena dampak negatif bagi negara pengimpor dari praktek dumping yang

dilakukan negara pengekspor terhadap jenis barang yang sama, maka dibutuhkan aturan dan pembatas serta pengendali tehadap [raktek dumping tersebut. Aturan mengenai larangan dumping ( peraturan anti dumping ) bertujuan memberikan proteksi terhadap industri dalam negeri dari praktek dumping yang diduga dilakukan eksportir atau produsen luar negeri.

Praktek dumping dapat dikenakan tindakan anti dumping bila merugikan industri atau produsen negara pengimpor. Hukuman bagi negara yang terbukti melakukan praktek dumping dan merigikan industri atau produsen dalam negeri akan

dikenakan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar marjin dumping (selisih hargaekspor dengan harga di pasar asal eksportir ) yang ditemukan, guna

mengeliminir kerugian dari barang dumping sehingga industridalam negeri tetap terlindungi dan dapat tetap bersaing dengan barang impor.

Pengenaan BMAD tentunya melalui beberapa tahap proses penyelidikan. Ketika lembaga pemerintahhan (komite anti dumping ) yang terkait menerima laporan dari produsen bahwa terdapat dumping atas barang yang diimpor tersebut maka komite tersebut barulah bisa melalui proses penyelidikan praktek dumping negara

pengekspor tersebut. Untuk mencegah kerugian selama penyelididkan, komite dapat mengusulkan kepada departemen terkaituntuk melakukan tindakan

sementara seprti tindakan berupa pengenaan Bea Masuk anti Dumping Imbalan Sementara (BMADS)

Pengenaan BMADS ditetapkan oleh menr=teri keuangan berupa pembayaran jaminan dalam bentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi paling besar sama dengan BMAD.

Selam proses penyelidikan terbukti negara pengekspor melakukan praktek

dumping maka negara pengekspor harus melakukan tindakan penyesuain berupa penyesuain harga atau penhhebtian ekspor abrang tersebut. Tujuan dari tindakan penyesuaian tersebut adalah untuk menghilangkan kerugian industri negar

pengimpor. Namun jika negara pengekspor terbukti melakukan dumping dan tidak melakukan penyesuaian harga dari produsen negarapengekspor, mak BMAD akan dikenakan sebesar marjin dumping terhadap barang tersebut.

BAB IV PENUTUP

Sebagai kesimpulan dari hasil pembahasan dan analisa tersebut diatas maka praktik dumping merupakan bagian dari tanggung jawab Hukum Perdagangan

Internasional dibawah kendali WTO. Sanksi yang diberikan apabila terbukti melakukan praktik dumping dikenakan sanksi berupa BMAD, apabila pihak yang dikenai sanksi keberatan terhadap BMAD maka dapat mengajukan keberatan ke panel WTO melalui Komisi Antidumping di DSB ( Dispute Settlement Body ). Sementara menjual harga dibawah harga pasar seperti yang dilakukan Negara tersebut dalam kacamata hukum persaingan akan menghambat adanya persaingan sehat. Praktik dumping dalam jangka pendek menguntungkan konsumen namun pada jangka panjang merugikan industri pesaing yang memiliki industri barang yang sejenis. Jadi, jika ada Negara yang melakukan dumping maka harus ditindak dengan memberi sanksi, sehingga Negara-negara lain tidak akan berani mengikuti yang sererti yang dilakukan Negara yang melakukan kebijakan itu.

B. SARAN

Lembaga yang berfungsi untuk mengurus masalah-masalah dumping ini, harus lebih ketat lagi melakukan pengawasan kepada barang-barang dari luar negeri yang masuk, jika ada Negara atau perusahaan yang melakukan dumping maka harus langsung diberi sanksi berupa BMAD atau BMI kepada Negara atau perusahaan itu, supaya tidak membuat perusahaan dalam negeri rugi.

Politik Dumping.

Politik dumping adalah politik atau kebijakan yang dilakukan dengan jalan menjual produk di luar negeri lebih murah dari pada dalam negeri. Kebijakan dumping ini bertujuan untuk menguasai pasar di luar negeri dan untuk

Politik dumping hanya dapat diterapkan jika syarat-syarat berikut dipenuhi : a. Permintaan terhadap barang hasil produksi dalam negeri kurang elastis

dibandingkan dengan luar negeri yang keadaan pasarnya persaingan ini sempurna atau kekuatan monopoli dalam negeri lebih besar dibandingkan dengan luar negeri. b. Konsumen di dalam negeri tidak akan mungkin membeli barang hasil produksi dalam negeri di luar negeri.

c. Kebijakan-kebijakan perdagangan internasional (proteksi, politik dagang bebas, dan politik dumping) melalui tariff, kuota, premi dan subsidi.

Kebijakan perdagangan internasional mencakup 2 kegiatan, yaitu kegiatan ekspor dan impor barang/jasa, dengan kebijakan ekspor pemerintah berusaha untuk mendorong ekspor yang melalui kebijakan impor, pemerintah berusaha untuk mengendalikan/mengatur impor.

Adapun bentuk-bentuk usaha untuk mendorong ekspor antara lain : 1. Diversifikasi eksport, baik horizontal maupun vertical.

Diversifikasi horizontal adalah usaha untuk pengnekaragaman komoditi ekspor baik dari migas maupun non migas. Sedangkn diversifikasi vertical adalah usaha untuk memperlus daerah pemsaran melalui penemuan pasa-pasar baru dan usaha untuk meningkatkan mutu melalui system produksi dan kemampuan manajerial. Diversifikasi ekspor bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan untuk

mengurangi ketergantungan engan luar negeri. 2. Pengendalian harga-harga dalam negeri.

Eksport yang meningkat berakibat terbatasnya persediaan barang di dalam negeri sehingga untuk menjaga kestabilan harga dan mengendalikan ekspor barang- barang tertentu dilakukan dengan cara melarng atau membtasi ekspor barang.

3. Kebijakan devalusi.

Devaluasi adalah tindakan pemerintah yang disengaja dengan menurunkan nilai mata uang sendiri ( dalam negeri ) terhadap mata uang asing dengan cara menilai kembali mata unag asing atau dasar yang lebih tinggi. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong kegiatan ekspor dan membatasi konsumsi dalam negeri terhadap produk luar negeri.

4.Mengadakan penyederhanaan prosedur ekspor.

Hal ini bertujuan untuk lebih memperlancar arus barang-barang ekspor serta menghilangkan ekonomi biaya tinggi yang akan menghambat ekspor, misalnya engan meniadakan pungutan-pungutan dalam rangka ekspor, perbaikan prasarana- prasarana pelabuhn dan lain-lain.

Politik Dumping

Politik dumping sebenarnya adalah suatu strategi pemasaran (marketing) dalam perdagangan antar-negara (ekspor-impor). Sederhananya, politik dumping adalah kebijakan ekonomi dimana produk / komoditi dalam negeri dijual di dalam negeri dengan harga tinggi (mahal), tetapi produk / komoditi dalam negeri tersebut dijual dengan sangat murah di luar negeri, untuk jenis barang yang sama. Produk / komoditi yang dijual murah tersebut disebut barang dumping.

Ada tiga tujuan politik dumping yaitu, (1) untuk menguasai pangsa pasar luar negeri, (2) mencapai target pemasaran, dan (3) cuci gudang. Cuci gudang ini dikarenakan lebih baik menjual barang dengan harga murah daripada menimbun barang dan tidak menghasilkan uang. Negara pertama yang mengenalkan dumping ini adalah Jepang. Akan tetapi, Jepang bukanlah satu-satunya Negara yang

Menurut Jacob Viner, pengamat dan ahli ekonomi dari Kanada mengatakan, dumping ada tiga bentuk, yaitu pertama, sporadic dumping, merupakan dumping yang bersifat tidak tetap. Kedua, dumping as intermitent, bersifat tidak tetap, tidak berkesinambungan, dan dilakukan dalam kurun waktu yang singkat. Yang ketiga, yaitu dumping as persistent, bersifat tetap dan terus menerus, yang berarti

merupakan dumping bentuk merugikan dan mengandung unsur dan bersifat sengaja dan direncanakan untuk merebut pangsa pasar produsen barang sejenis negara tuan rumah. Dan bentuk ketiga inilah yang benar-benar mengancam produsen dalam negeri.

Perdagangan antar Negara itu perlu bahkan tidak berlebihan rasanya kalau dikatakan harus. Karena tidak semua komoditi yang kita butuhkan ada di Indonesia, kalaupun ada, mungkin jumlahnya tidak memadai atau karena ada factor-faktor tertentu yang membuat suatu Negara mengimpor dari Negara lain. Kita pasti tahu bahwa produk yang datang dari Cina (kita ambil contoh dari Cina, karena produk dari Negara ini sangat banyak di Indonesia) dan masuk ke Indonesia dijual dengan harga sangat rendah bahkan dapat memukul harga pasaran yang ada di Indonesia, sehingga membuat konsumen lebih memilih produk dari Cina. Mereka belum melihat masalah kualitas produk tersebut melainkan melihat dari harganya. Tentu saja ini merugikan produsen dalam negeri. Yang kualitasnya berbeda tipis tapi terpaut harga yang agak jauh. Beberapa dari kita pernah

mendengar ungkapan “silahkan bayar sedikit mahal untuk kualitas yang baik, atau belilah produk yang murah dengan kualitas buruk. Dan silahkan kembali minggu depan ketika anda sudah siap membayar sedikit lebih mahal.”

Contoh : Para pengekspor cina mengekspor barang dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar di Indonesia untuk jenis barang yang sama. Harga pasaran karpet buatan Indonesia seharga Rp.50.000, cina bisa menjual karpet tersebut dengan harga Rp. 25.000. Harga yang lebih rendah ini akan

menguntungkan Negara pengekspor karena secara rasional produknya akan digemari di Indonesia dan ini akan memberikan multiplier yang positif dan besar bagi perekonomian Negara pengekspor.

Indonesia jelas dirugikan dengan politik ini. Akan tetapi kalau Indonesia melakukan politik dumping ke Negara lain, seumpama Indonesia mengekspor barang ke Australia dan menerapkan politik dumping, Indonesia sendiri pun diuntungkan. Karena dalam hal ini Indonesia menjadi Negara pengekspor. Indonesia sendiri tidak lepas dari isu dumping. Pada pertengahan tahun 2010, isu politik dumping soal lembaran kaca bening (certain clean loat glass) dituduhkan Australia pada tiga perusahaan kaca di Indonesia, yaitu PT. Ashahimas Flat Glass, PT. Tossa Sakti dan PT. Mulia Glass. Ketiga perusahaan ini dituduh sebagai penyebab kerugian perusahaan kaca Australia. Indonesia pun dikenakan bea anti dumping, tapi itu tidak menjadi masalah bagi Indonesia karena Indonesia menguasai 25% pangsa pasar kaca di Australia dengan nilai $USD 442 dan

kuantitasnya mencapai 4.500 ton per hari. Contoh analisa politik dumping

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Saat ini banyak sekali Negara-negara yang melakukan politik dumping yaitu menjual barang keluar negeri lebih murah daripada barang didalam negeri. Hal ini banyak dilakukan oleh Negara-negara untuk merebut pasar diluar negeri dan mendapatkan untung yang besar. Sebaliknya bagi Negara pengimpor, Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara

industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak seperti pemutusan hubungan kerja massal, penggangguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri. Dengan kata lain hakikat dumping sebagai praktek curang.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 “Tuduhan Praktek Dumping yang dilakukan oleh Indonesia : Pada Sengketa Anti-Dumping Produk Kertas dengan Korea Selatan”

1. Indonesia menjual produk kertasnya lebih murah ke Korea Selatan daripada negaranya sendiri

2. Indonesia dikenai tuduhan dumping mencangkup 16 jenis produk 1.2.2 Praktek Dumping yang dilakukan China terhadap Amerika

1. China menjual ban ke Amerika dengan harga yang murah dibanding harga pasaran di Amerika.

BAB 2 ISI

2.1 Pengertian Dumping

Politik Dumping adalah Suatu kebijakan yang dilakukan oleh Negara atau perusahaan pengekspor kepada Negara atau perusahaan importir, dengan menjual harga barang lebih murah di Negara importir daripada dinegaranya sendiri.

2.2 Terdapat 5 tipe dumping dari tujuannya: 1. Market Expansion Dumping

Perusahaan pengekspor bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up” yang lebih rendah di pasar import karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah.

2. Cyclical Dumping

Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait. 3. State Trading Dumping

Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi.

4. Strategic Dumping

Strategi yang dilakukan negara pengekspor yang merugikan perusahaan di negara pengimpor melalui strategis keseluruhan, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar negara pengekspor.

5. Predatory Dumping

Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah matinya perusahan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis. 2.3 World Trade Organization

Praktek anti-dumping adalah salah satu isu penting dalam menjalankan perdagangan internasional guna mewujudkan terciptanya fair trade. Mengenai hal ini telah diatur dalam Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994). Tarif yang mengikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara sama kepada semua mitra dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran arus perdagangan

Peraturan – peraturan WTO memegang tegas prinsip – prinsip tertentu tetapi tetap memperbolehkan adanya pengecualian. Tiga isu utama yang ada didalamnya adalah :

1. Tindakan untuk melawan dumping (menjual dengan harga yang lebih murah secara tidak adil),

2. Subsidi dan tindakan – tindakan imbalan untuk menyeimbangkan subsidi (countervailing measures),

3. Tindakan – tindakan darurat (emergency measures) untuk membatasi impor secara sementara demi mengamankan industri dalam negeri (safeguards). WTO dalam menanggapi masalah dumping memutuskan tindakan – tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh negara untuk mengatasi dumping. Persetujuan ini dikenal dengan Persetujuan Anti-Dumping (Anti- Dumping Agreement) atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994.

2.4 Cara mengatasi politik dumping

Di Indonesia dibuat Undang-Undang Kepabeanan (UU No. 10 Tahun 1995) dalam pasal 18, 19 dan 20 untuk mengatur dumping. Dalam pasal 18 adanya Bea Masuk Antidumping yang dikenakan terhadap barang impor. Dalam pasal 19 mengatur besar kecilnya Bea Masuk yang dikenakan tersebut sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut. Sedangkan pasal 20 mengenai Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk. Dan bea masuk sendiri terbagi atas 2, yaitu:

A. Bea Masuk Anti Dumping

Bea Masuk Anti dumping dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri. Besarnya Bea Masuk Antidumping adalah setinggi-tingginya sama dengan margin dumping yaitu selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang dumping. Nilai normal adalah harga yang

sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis di pasar domestik negera pengekspor untuk tujuan konsumsi.

Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang yang mengandung subsidi yang menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri Besarnya Bea Masuk Imbalan adalah setinggi-tingginya sama dengan subsidi neto

Subsidi neto adalah selisih antara subsidi dengan :

a. biaya permohonan, tanggungan atau pungutan lain yang dikeluarkan untuk memperoleh subsidi, dan/atau

b. pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk pengganti subsidi yang diberikan kepada barang ekspor tersebut

Dalam hal importasi barang yang bersangkutan dapat dikenakan Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan secara bersamaan, maka harus dikenakan salah satu yang tertinggi.

2.5 Terdapat komite yang bertugas untuk menangani politik dumping 2.5.1 Komite anti Dumping

Untuk menangani masalah dumping dan imbalan, pemerintah dalam hal ini Menteri Perindustrian dan Perdagangan membentuk KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA (KADI) yang beranggotakan unsur Deperindag, Depkeu dan

departemen atau lembaga non departemen terkait lainnya.

2.5.2 Komite tersebut bertugas :

1. Melakukan penyelidikan terhadap Barang yang diduga sebagai barang Dumping atau barang Subsidi

2. Mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi

4. Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan

5. Membuat laporan pelaksanaan tugas.

Tahap pertama dari proses Anti Dumping adalah penyelidikan oleh Komite Anti Dumping yang dilaksanakan oleh TIM OPERASIONAL ANTI DUMPING (TOAD) atas barang impor yang diduga sebagai barang Dumping dan/atau barang mengandung subsidi yang menyebabkan kerugian. Bagi industri dalam negeri inisiatif untuk melakukan penyelidikan tersebut dapat dilakukan atas inisiatif dari komite sendiri atau karena permohonan industri dalam negeri.

Dalam hal adanya permohonan dari industri dalam negeri, komite harus memberikan keputusan menolak atau menerima dan memulai penyelidikan atas permohonan tersebut paling lama 30 hari sejak diterimanya permohonan tersebut. Keputusan diambil berdasarkan penelitian atas bukti yang diajukan dan dianggap memenuhi persyaratan.

Penyelidikan harus diakhiri dalam waktu 12 bulan sejak keputusan

dimulainya penyelidikan, namun dalam hal tertentu dapat diperpanjang menjadi selama-lamanya 18 bulan.

Dalam hal terbukti adanya dumping, komite menyampaikan besarnya marjin dumping dan/atau subsidi netto dan mengusulkan pengenaan Bea Masuk

Antidumping atau Bea Masuk Imbalan kepada Menteri Perindustrian dan

Perdagangan. Menperindag memutuskan besarnya nilai tertentu untuk pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan yang besarnya sama dengan atau lebih kecil dari Marjin Dumping dan/atau Subsidi Netto.

Atas dasar keutusan Menperindag tersebut, Menteri Keuangan menetapkan besarnya Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan. Dalam hal tidak

terbukti, komite menghentikan penyelidikan dan melaporkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

2.6 Persetujuan Anti Dumping (Anti-Dumping Agreement) atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994.

Pasal VI GATT memberikan hak kepada pihak pengimpor untuk

menerapkan langkah-langkah anti-dumping, yaitu tindakan terhadap impor suatu produk dengan harga ekspor di bawah "nilai normal" nya (biasanya harga produk di pasar domestik dari ekspor negara) kalau impor dumping tersebut menyebabkan kerugian pada industri dinegara atau di wilayah pihak pengimpor. Pasal VI GATT memberikan hak kepada pihak untuk melakukan langkah-langkah anti-dumping. 2.7 Masalah politik dumping

2.7.1 Tuduhan Praktek Dumping yang dilakukan oleh Indonesia : Pada Sengketa Anti-Dumping Produk Kertas dengan Korea Selatan”

Indonesia sebagai negara yang melakukan perdagangan internasional dan juga anggota dari WTO, pernah mengalami tuduhan praktek dumping pada produk kertas yang diekspor ke Korea Selatan. Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan mengajukan petisi anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002. Perusahaan yang dikenakan tuduhan dumping adalah PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp & Mills, PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk dan April Pine Paper Trading Pte Ltd.

Produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk, tergolong dalam kelompok uncoated paper and paper board used for writing,

printing, or other graphic purpose serta carbon paper, self copy paper and other copying atau transfer paper.

Indonesia untuk pertama kalinya memperoleh manfaat dari mekanisme penyelesaian sengketa atau Dispute Settlement Mechanism (DSM) sebagai pihak penggugat utama (main complainant) yang merasa dirugikan atas penerapan peraturan perdagangan yang diterapkan oleh negara anggota WTO lain. Indonesia mengajukan keberatan atas pemberlakuan kebijakan anti-dumping Korea ke DSM dalam kasus Anti-Dumping untuk Korea-Certain Paper Products.

Perumusan masalah:

1. Indonesia menjual produk kertasnya lebih murah ke Korea Selatan daripada negaranya sendiri

2. Indonesia dikenai tuduhan dumping mencangkup 16 jenis produk Pembahasannya

Indonesia berhasil memenangkan sengketa anti-dumping ini. Investigasi anti-dumping juga harus dihentikan jika fakta dilapangan membuktikan bahwa marjin dumping dianggap tidak signifikan (dibawah 2% dari harga ekspor). Atau jika volume impor dari suatu produk dumping sangat kecil atau volume impor kurang dari 3% dari jumlah ekspor negara tersebut ke negara pengimpor. Tapi investigasi juga akan tetap berlaku jika produk dumping impor dari beberapa negara pengekspor secara bersamaan diperhitungkan berjumlah 7% atau lebih. memang Indonesia melakukan Dumping, hanya saja Korsel bisa ditetapkan bersalah karena tidak melakukan penelitian dan penghitungan seperti yang ditetapkan dalam ketentuan WTO sehingga suatu negara bisa menetapkan Bea Masuk Anti-dumping.

Pada mulanya harga produk kertas Korsel tinggi dan juga produsen kertas korsel tidak dapat memenuhi beberapa permintaan pasar. Pada saat itulah masuk produk kertas Indonesia dengan harga yang lebih murah (termasuk jika

dibandingkan dengan harga di pasar Indonesia) dan juga dengan produk yang memiliki fungsi / nilai substitusi atas produk kertas yang tidak dapat dipenuhi produsen kertas korsel, hal ini disebut juga dengan “Like Product”. Karena hal inilah maka produk kertas Indonesia lebih banyak diminati oleh pasar di Korsel, sedangkan kertas produk Korsel sendiri menurun penjualannya. Itulah mengapa Korsel menetapkan BMAD terhadap produk kertas yang masuk dari Indonesia, untuk melindungi produk dalam negerinya.

Sayangnya Korsel tidak mengikuti ketentuan penetapan Anti-Dumping dalam WTO, untuk melakukan penyelidikan sebelum menetapkan bea anti

dumping. Dalam keputusan WTO, Indonesia dimenangkan dalam keputusan panel. 2.7.2 Praktek Dumping yang dilakukan China terhadap Amerika

Di Amerika mengalami kenaikan tajam akan barang – barang impor. Terutama barang – barang yang berasal dari China. Hal ini disebabkan China melakukan praktek politik dumping terhadap pasar di Amerika. Terutama dalam barang impor berupa ban yang berasal dari China. Ban yang berasal dari China ini, harganya di pasaran relatif dibuat lebih murah di Amerika. Hal ini menyebabkan pengusaha – pengusaha ban di Amerika mengalami kerugian karena ban yang mereka produksi menjadi kurang laku di pasar. Hal ini menyebabkan Amerika melakukan tindakan proteksionis untuk melindungi pengusaha – pengusaha ban yang ada di Negara-nya sendiri. Kebijakan Amerika dengan menerapkan tarif impor lebih mahal untuk produk barang - barang China. Hal ini dimulai dengan

Dalam dokumen Apakah yang dimaksud dengan Dumping (Halaman 81-98)

Dokumen terkait