• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prasasti Batu Gana II 1. Keadaan Prasasti

Dalam dokumen BERITA PENELITIAN ARKEOLOGI No. 26 (Halaman 91-95)

DI BAGIAN SELATAN DANAU TOBA, SUMATERA UTARA

Lembar 32: 8 baris 1. itan nipu ma ro ho

6. Prasasti Batu Gana II 1. Keadaan Prasasti

Pada saat ditemukan prasasti berada sebagian di dalam tanah dan difungsikan sebagai batu makam, berada di bagian tengah sisi barat, kondisinya sangat memprihatinkan. Prasasti terbuat dari batu putih dan berbentuk segi empat (92 cm x 77 cm x tebal 8,5 cm). Pada bagian depan batu diberi dua garis sejajar yang mengelilingi batu dengan ukuran tebal garis 1 cm, panjang 61 cm x 67 cm. Pada sisi dalam ke dua garis sejajar membentuk bingkai, inilah dipahatkan prasasti Batu Gana II. Prasasti tidak menyebutkan angka tahun dan juga tidak ada nama raja, adapun jumlah baris ada 15 baris, dan pada baris ke-1 hingga 10, bagian depan baris sudah banyak yang aus. Demkian pula pada baris ke-15. Pahatan tidak cukup dalam, terutama pada baris ke-12 hingga ke-15, hal ini juga disebabkan karena aus, dan disebabkan karena terpendam di dalam tanah.

84

6.2. Bentuk Huruf

Prasasti Batu Gana II menggunakan aksara Batak, dimana aksara pada prasasti digoreskan tetapi tidak terlalu dalam.

Di dalam penulisan, ada beberapa aksara yang tidak lazim digunakan, misalnya aksara yang ditulis: umumnya aksara yang digunakan (ada garis lurus berada tepat di atas bentuk oval/bulat) atau (garisnya berbentuk miring atau melengkung dan bersatu dengan bentuk oval/bulat di bawahnya). Bentuk juga dapat dibaca /ma/ (Sihombing, 2000 : 153).

Tetapi ada pula bentuk varian dari dan yang berbeda, varian ini dikenal dengan varian / na /, bentuk varian semacam ini dalam naskah Mandailing dan naskah

85

Pustaha Laklakdan Prasasti, Sumber Tertulis,…..

Toba (Kozok, 1999:93). Menurut Kozok, varian semacam dan hanya dikenal dalam naskah-naskah selatan.

Adanya bentuk seperti aksara/ ta /terbalik tersebut di dalam prasasti Batu Gana II ditulis dengan merupakan bentuk varian / na / kuna . Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya kesulitan di dalam pembuatan atau pematahan. Dapat pula disebabkan karena si penatah prasasti adalah seorang buta huruf. Ia hanya orang suruhan yang diharapkan menatah prasasti.

Selain itu ada juga aksara /sa/ yang dijuga digunakan dengan varian (Pak-pak; Karo), tetapi ada pula aksara Simalungun yang menggunakan .

Aksara / nya / pun aksara Simalungun, dan hanya bahasa Mandailing yang punya atau mengenal fonem ( ñ ), tetapi kadang pula digunakan di Toba dan Simalungun tetapi jarang digunakan (Kozok, 1999: 98).

6.2. Ejaan atau Tanda-tanda diakritik

6.3. Transliterasi Parasati Batu Gana II

1. ila do ho na ngarata/ ti hamo ba….yo (to) ya (ta)….

2. do i ke ku do i pa ke amang di powang ku bayo ba mang 3. da mang satan. mangala bubuh andon. maen. san. Na 4. da mang yata lan. da huta le baba nyewa. bil. nga bara rusa

86

6. dasa hi gudoha mabenga. ha de sa be met jaya (ta) ma bauh.as ban . dita 7. nu ….. da dung busa lolibuno i …..la calak. pane le dang a

8. …hab bu sa di bani no a ha (ca) gap. di nadomi

9. ..ba (wa) bani dala tuwisa ni hate da

10. …dang paharat nga….basa bunda dongi bada

11. …nurat na …nan. ma ….

12. …pa nak. wa….

13. ngak. ta i bada a a//u// 14. bajan. nya

15. …iaya na ….

7. Penutup

Penelitian ini berhasil mengumpulkan data kehidupan manusia sepanjang perjalanan sejarahnya. Perolehan data telah memungkinkan pemahaman mengenai sebagian aspek kehidupan walaupun harus diakui bahwa pemahaman dimaksud masih pada tingkatan awal. Besaran wilayah yang harus dijelajahi tampak tidak sebanding dengan waktu penelitian yang tersedia maupun kemampuan sumberdaya manusia yang melaksanakan kegiatan. Meskipun demikian dapat dirasakan adanya kemajuan, dan penelitian ini telah membuahkan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut di bawah ini.

7.1. Kesimpulan

Walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, sebagian peninggalan arkeologis di wilayah selatan Danau Toba, telah dideskripsikan dan dipetakan. Pustaha laklak dari Sibolga serta dan prasasti dari Batu Gana (selanjutnya disebut Prasasti Batu Gana II karena sebelumnya di daerah yang sama juga dijumpai prasasti, yang disebut Prasasti Batu Gana I) menggunakan aksara Batak di dalam penulisannya. Aksara dan bahasa Batak tidak hanya dituliskan dengan menggunakan media kulit kayu saja melainkan ada juga yang menggunakan batu sebagai medianya, walaupun sangat terbatas jumlahnya.

Dalam pustaha laklak yang menggunakan bahasa Batak itu juga dapat diketahui adanya pemanfaatan kosa kasa yang tidak berasal hanya dari kelompok Batak Toba melainkan juga dari kelompok Batak Karo dan Batak Mandailing. Hal ini memperlihatkan bahwa kehidupan masa itu juga berkenaan dengan adanya kontak antar kelompok manusia yang cukup intensif.

Peninggalan arkeologis yang tersisa di bagian selatan Danau Toba merupakan akibat dari perjalanan panjang kawasan ini dalam sejarah kebudayaan Nusantara. Sebagai bukti otentik yang menghubungkan zaman modern dan masa lalunya, tentu diperlukan pengolahan yang seksama agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan bijaksana. Nilai penting yang terkandung pada sisa benda budaya sebagai objek arkeologis merupakan suatu yang patut dibanggakan oleh masyarakatnya. Seyogyanya ini dapat dijadikan sebagai bagian dari muatan lokal dan paket pendidikan yang ada.

87

Pustaha Laklakdan Prasasti, Sumber Tertulis,…..

Diberlakukan sebagai bahan kajian dan pengajaran dalam pemahaman sejarah lokal dalam kerangka proses pembentukan jati diri bangsa.

Mengingat pengungkapan sumberdaya arkeologi kawasan ini belum sepenuhnya dilakukan, jelas diperlukan penyelenggaraan penelitian lanjutan – juga berkenaan dengan pemeliharaan dan penyebaran materi kebudayaan dalam rangka peneguhan jati diri bangsa – yang menangani aspek-aspek khusus guna pemahaman yang lebih dalam akan keberadaan manusia masa lalu beserta berbagai aktivitas/okupasinya di bagian sebelah selatan Danau Toba. Peninggalan tersebut jelas memerlukan perlakukan khusus dalam penanganan arkeologisnya maupun kepentingan lain yang terkait. Apalagi mengingat perkembangan dalam kehidupan yang tentunya memerlukan kesiapan untuk juga menjaga kebudayaan yang dimiliki.

Kepustakaan

Anas, Biranul, 1997, Indonesia Indah : Aksara. Jakarta: Penerbit Seri Buku Indonesia Indah Yayasan Harapan Kita

Bangun, Payung. 1999. “Kebudayaan Batak”, dalam Koentjaraningrat dkk, Manusia dan

Kebudayaan Indonesia.Jakarta: Djambatan, hlm. 94 -117

Kozok, Uli, 1999. Warisan Leluhur, Sastra Lama dan Aksara Batak. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia

Pelawi, Kencana dkk. 1993. Parhalaan Dalam Masyarakat Batak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Purba, Suruhen, 2000. “Nilai Lama Kesehatan Dalam Pustaka Batak”, dalam Evaluasi Hasil

Penelitian Arkeologi. Bedugul Bali

Sils, David L, 1972. International Encyclopedia of The Social Science. New York: The Mc. Millan Comp & The Free Press

Schnitger, F.M, 1937. Oudheidkundige Vondstenn in Padang Lawas. Leiden: E.J. Brill

Setianingsih, Rita Margaretha & Sri Hartini, 2002. Prasasti Koleksi Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara. Medan: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Museum Negeri Sumatera Utara

Setianingsih, Rita Margaretha & Suruhen Purba, 2002. ”Desa Na Ualu dan Bindu Matoga,

Keindiaan Ragam Hias di Tanah Batak”, dalam Berkala Arkeologi Sangkhakala

Nomor 10. Medan: Balai Arkeologi Medan, hal. 31--44

Setianingsih, Rita Margaretha & Suruhen Purba, 2003. Laporan Penelitian Arkeologi. Sumber Tertulis di Bagian Selatan Danau Toba, Di Wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Medan: Balai Arkeologi Medan (tidak diterbitkan)

Tuuk, H.N.Van der, t.t. Bataksch Leesboek.Amsterdam: Frederik Muller

---,t.t. “A Grammar of Toba Batak”, dalam KITLV Vol. 13

Warneck, J, 2001. Kamus Batak Toba Indonesia. Medan: Bina Media

Yamamoto, Haruki & Andreas S Lingga. 1990. “Catalogue of the Batak Manuscripts in The

Simalungun Museum”, dalam : Nampo – Bunka, Tenri Bulletin of South Asian Studies No. 17. Tenri: The Center for South Asian Studies, hlm. 1--18

EKSKAVASI BUKIT KERANG PANGKALAN,

Dalam dokumen BERITA PENELITIAN ARKEOLOGI No. 26 (Halaman 91-95)