• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PERANCANGAN

3.3. Pre-processing

Sebelum data digunakan, terlebih dahulu data harus melalui beberapa proses agar dapat digunakan dalam tahap selanjutnya. Adapun proses tersebut terdiri dari proses memperkecil ukuran citra, pembentukan citra green channel dan peningkatan kualitas citra. Pemotongan citra tidak dilakukan karena sistem telah menentukan ukuran awal dari citra yang akan diidentifikasi.

3.3.1. Menyesuaikan ukuran citra (Scaling)

Citra yang akan diinput dalam proses identifikasi memiliki ukuran dimensi yang berbeda-beda sehingga harus dinormalisasi ke ukuran yang sama. Normalisasi dilakukan dengan cara memperkecil resolusi citra ke ukuran 170 × 170 piksel.

3.3.2. Pembentukan citra green channel

Citra digital yang merupakan jenis citra red green blue (RGB) yang sebelumnya telah melakukan tahap scaling akan diubah menjadi citra green channel. Citra green

channel merupakan citra keabuan dimana nilai keabuannya diperoleh dari nilai hijau (green) dari masing-masing piksel pada citra. Citra green channel ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Citra green channel

3.3.3. Peningkatan kualitas citra

Setelah citra green channel dihasilkan, proses selanjutnya adalah meningkatkan kualitas citra menggunakan constrast stretching. Contrast Stretching digunakan untuk memperbaiki kontras citra sehingga fitur-fitur pada citra mata dapat dilihat secara lebih jelas. Citra hasil proses contrast stretching ditunjukkan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Citra hasil proses contrast stretching

Setelah citra hasil pemotongan menjadi bagian- bagian yang kecil, tahap selanjutnya yaitu memasuki proses perbaikan dan mempertajam kontras citra dengan

menggunakan Histogram equalization. Histogram merupakan suatu bagan yang menampilkan distribusi intensitas dalam indeks atau intensitas warna citra.

3.3.4. Histogram Equalization

Fungsi Histogram equalization menghitung jumlah piksel- piksel suatu citra untuk setiap range warna (0-255). Perlu diperhatikan bahwa fungsi dirancang untuk menampilkan histogram citra dengan format abu-abu (grayscale). Oleh karena itu,dibutuhkan metode ekstraksi agar bisa menampilkan histogram RGB.

Saat pembentukan citra biner dalam proses thresholding, sistem dari HE akan menerapkan metode untuk mengoptimalkan ekstraksi citra, adapun tahapan prosesnya yaitu :

Langkah 1 : Hitung histogram dari gambar .

Langkah 2 : Berdasarkan nilai rata-rata brightness , membagi histogram dalam dua kelas .

Langkah 3 : Hitung ambang set optimal menggunakan metode Otsu (Otsu, 1079) .

Langkah 4 : Berdasarkan ambang set optimal membagi gambar ke sub gambar yang berbeda .

Langkah 5 : Terapkan teknik Histogram Equalization untuk semua bagian gambar. (Krishna et al. 2013)

Hasil dari proses penampilan distribusi identitas dalam indeks yang menggunakan Histogram Equalization dengan hasil melalui proses tersebut ditunjukan seperti pada gambar 2.18 yang telah dilampirkan di bab ke-2.

Pada Gambar 2.18 proses pengolahan citra menggunakan HE terhadap citra yang diproses memiliki batasan yaitu citra yang digunakan hanyalah citra hitam-putih (grey level) saja. Citra berwarna dikonversi terlebih dahulu menjadi citra hitam-putih, dan citra yang mengandung derau akan dilakukan proses untuk menghilangkan derau sehingga bisa dilakukan proses histogram citra. Pada proses perbaikan citra menggunakan HE, citra asli merupakan citra berwarna yang sudah diproses melalui beberapa tahap yaitu scaling, greyscaling, contrast stretch, Thresholding dan normalisasi. Perandingan citra sebelum diproses oleh histogram equalizatiom dan citra

sesudah proses pada gambar yang memiliki citra warna yang sama dapat dilihat. Alur dari proses dari HE dapat dilihat pada gambar 3.4.

Start Generalized Histogram Local information Determine mid-nodes Stop Normalized image Input image Output image Equalize Histogram piecewise

Gambar 3.4 Flowchart Histogram Equalization pada program (dimodifikasi dari Kim, 2008)

3.3.5. Pembentukan citra biner (Thresholding)

Dalam proses contrast stretching yang dihasilkan,citra memiliki warna yang lebih terang jika dibandingkan dengan warna bagian lain pada citra. Proses thresholding menghasilkan citra biner yang memberikan informasi tentang letak daerah batas pewarnaan citra seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Citra greyscale diubah menjadi citra biner

3.3.6. Pemotongan dan pembagian skala citra biner

Bentuk dari citra yang telah diubah menjadi citra biner akan menghasilkan informasi pemabatasan warna pada citra menjadi lebih detail. Untuk menjadikannya sebuah informasi yang dapat diolah maka citra biner akan akan diubah kedalam nilai matriks sehingga terbentuklah informasi bilangan biner hasil dari penghitungan matriks dari citra.

Langkah pertama pertama untuk mendapatkan potongan citra yaitu dengan membagi citra yang telah di-scaling menjadi citra dengan dimensi 170x170 piksel. Hasil scaling yang kemudian diubah menjadi citra keabuan dengan melalui proses contrast stretching. Kemudian citra keabuan diubah menjadi nilai biner dengan cara mengubah nilai menjadi hitam dengan nilai 0 dan putih sebagai nilai 1. Informasi biner diubah ke dalam matriks dan kemudian untuk diolah kedalam fitur pengamanan dalam identifikasi citra yaitu RSA.

Citra hasil binerisasi yang akan diproses kedalam RSA kemudian menjadi citra buffer yang diperkecil menjadi 10x10. Citra tersebut terbentuk akibat fungsi RSA yang ada pada program yang telah diimplementasikan algoritma tersebut. Proses yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Citra hasil pengecilan

3.4. Verrification

Citra yang telah diperbaiki dari proses pre processing menggunakan Histogram equalization selanjutnya akan digunakan dalam proses verifikasi dengan proses pengamanan menggunakan metode RSA. Proses verifikasi pada citra mata yang telah diproses sebelumnya dilakukan dengan cara membandingkan data pengujian dengan data pelatihan. Sebelum proses klasifikasi dilakukan, untuk masuk kedalam proses tersebut dilakukan terlebih dahulu teknik kriptografi untuk meningkatkan fitur keamanan data citra. Dimana nilai matriks hasil binerisasi akan diolah dari setiap piksel yang diubah menjadi nilai biner yang kemudian nilai tersebut akan dienkripsi dengan RSA. Semua data pelatihan harus divalidasi dengan kecocokan kunci yang dideskripsi terlebih dahulu. Proses. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembuatan kunci algoritma RSA pada setiap potongan citra adalah sebagai berikut:

1. Memilih secara acak p dan q, dimana p dan q adalah bilangan prima dan nilai p dan q tidak sama.

2. Menghitung n= p.q

3. Menghitung ϕ (n) = (p-1)(q-1)

4. Memilih dan menghitung kunci publik e yang relatif prima terhadap ϕ (n) dengan rumus GCD (ϕ (n), e) = 1, dimana 1 < e < ϕ (n) .

5. Membangkitkan kunci privat d dengan persamaan d.e = 1 (mod ϕ (n)) , dimana d yang merupakan bilangan bulat positif.

6. Didapat kunci publik = {e, n} 7. Didapat kunci privat = {d, n}

Setelah kunci berhasil dibuat barulah proses enkripsi dapat dilakukan. Proses enkripsi pada sistem ini dilakukakan dengan langkah - langkah berikut.

8. Ambil kunci publik (e) ,dan modulus (n). 9. Pisahkan setiap karakter dari plaintext.

10. Setiap karakter dari plaintext dikonversikan ke dalam bentuk nilai desimal ASCII sehingga menghasilkan nilai , dimana P merupakan plaintext yang telah dikonversikan dan i merupakan indeks karakter plaintext.

11. Setiap nilai ASCII plaintext ( ) dienkripsikan menjadi ciphertext ( ) dengan persamaan = mod n

12. Gabungkan kembali setiap karakter yang dienkripsi untuk memperoleh keseluruhan ciphertext hasil enkripsi

Sebagai contoh akan diselesaikan proses enkripsi dengan data nilai biner dari satu buah potongan citra adalah 2857. Untuk melakukan enkripsi ini, kunci algoritma RSA harus terlebih dahulu dibuat dengan langkah - langkah berikut:

1. Dipilih kedua bilangan p = 31 dan q = 67 2. Menghitung n = p . q = 31 . 67 = 2077 3. Menghitung ϕ (n) = (p-1)(q-1) = (30)(66) = 1980

4. Pilih sebuah bilangan kunci publik e dengan menghitung GCD (ϕ (n), e).

a. Pilih bilangan e = 4 dan memeriksanya dengan persamaan GCD (1980, 4)

1980 mod 4 = 0, maka GCD (1980, 4) = 4 sehingga 4 tidak relatif prima 1980 dan tidak dapat digunakan sebagai kunci publik.

b. Pilih bilangan e = 7 dan memeriksanya dengan persamaan GCD (1980, 4)

1980 mod 7 = 6

7 = 1 . (6) + 1 6 = 6 . (1) + 0

GCD(1980, 7) = 1 sehingga 7 relatif prima 1980 dan dapat digunakan sebagai kunci publik.

5. d.e = 1 (mod ϕ) → (1) . 7 = 7 (mod 1980)→ tidak dapat dijadikan kunci → (2) . 7 = 14 (mod 1980) → tidak dapat dijadikan kunci

(3) . 7 = 21 (mod 1980) → tidak dapat dijadikan kunci ... → (283) . 7 = 1 (mod 1980) → dapat dijadikan kunci Maka d = 283.

6. Didapat kunci publik = {e, n}

7. Didapat kunci privat = {d, n}

Selanjutnya proses enkripsi data jumlah suara tersebut dilakukan dengan langkah - langkah berikut.

1. Ambil kunci publik (e = 7) dan modulus (n = 2077)

2. Pisahkan kararakter data jumlah suara yang bernilai 2857 menjadi 2-8-5-7 3. Konversikan setiap karakter data jumlah suara

P1 = 2 → ASCII = 50 P2 = 8 → ASCII = 56 P3 = 5 → ASCII = 51 P4 = 7 → ASCII = 55 4. C1 = 507 mod 2077 → 781250000000 mod 2077 = 348 C2 = 567 mod 2077 → 1727094849536 mod 2077 = 583 C3 = 487 mod 2077 → 897410677851 mod 2077 = 111 C4 = 557 mod 2077 → 1522435234375 mod 2077 = 127

Maka ciphertext yang dihasilkan dari proses enkripsi adalah 348583111127

Adapun langkah - langkah dalam proses dekripsi ciphertext adalah sebagai berikut. 1. Ambil kunci publik (d = 283) dan modulus (n = 2077)

2. Pisahkan kararakter ciphertext data jumlah suara sesuai dengan indeksnya menjadi 348-583-111-127

3. P1 = 348283 mod 2077 → 50 P2 = 583283 mod 2077 → 56 P3 = 111283 mod 2077 → 51 P4 = 127283 mod 2077 → 55

6. Konversikan setiap karakter data jumlah suara P1 = 50 → ASCII = 2

P2 = 56 → ASCII = 8 P3 = 51 → ASCII = 5 P4 = 55 → ASCII = 7

4. Gabungkan kembali hasil dari proses dekripsi sehingga didapat plaintext 2857 Setelah melalui proses cryptosystem pada teknik kriptografi RSA. Citra yang yang telah dipotong menjadi bagian- bagian kecil yang kemudian nilai dari

binerisasinya menjadi satu dari bagian besar rangkaian kunci ang dihasilkan. Kemudian rangkaian kunci yang telah dihasilkan saat proses merupakan hasil enkripsi disusun secara berurutan kembali. Kunci yang telah diolah akan melakukan pencocokan dengan data yang ada. Identifikasi dilakukan saat proses kriptografi telah selesai, karena kunci yang dihasilkan sebagai acuan dari pada proses pengidentifikasian. Jika salah satu dari bagian matriks citra mengalami perubahan nilai, maka peroses identifikasi akan gagal. Jika proses identifikasi berhasil maka sistem akan menampilkan hasil verifikasi citra mata yaitu berupa data lengkap dari pemilik mata. Data pemilik mata tersebut berupa data riwayat yang diambil dari kartu kependudukan yang telah disimpan sebelumnya. Proses umum dari RSA saat identfikasi citra mata ditunjukan pada gambar 3.7 dan 3.8

Start Read ciphertext n & d M = Cd Mod n Decode M = plaintext Ciphertext = C Print plaintext Stop

Gambar 3.7 Flowchart Enkripsi RSA (Goshwe, 2013)

Start Read ciphertext p, q, n & d n = pq phi = (p-1)(q-1) Encode paintext = encodedtext Stop Are p & q prime

number?

Are e & phi relatively prime? Is (ed-1)/(p-1)(q-1) an interger? M = encodedtext C = Me mod n C = ciphertext Print ciphertext, n, e & d No No Yes Yes

Gambar 3.8 Proses deskripsi RSA (Goshwe, 2013)

Citra yang telah diolah melalui proses klasifikasi dengan Histogram equalization dan ditambah fitur pengamanan dengan teknik kripotgrafi RSA kemudian memasuki tahap identifikasi citra. Tahap identifikasi tersebut merupakan hasil dari mendeteksi kesamaan citra dari frekuensi citra dan kesamaan kunci dari RSA. Proses dari verifikasi terdiri dari mencocokan hasil dari RSA dan HE. Didalam program, Proses HE dan RSA berjalan selaras. Verifikasi citra dinyatakan valid apabila kedua proses tersebut mengalami kecocokan. Jika salah satu dari proses tidak mengalami kecocokan, program akan menyatakan bahwa citra tidak terverikasi.

Dokumen terkait