• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prediktor morbiditas dan mortalitas

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 33-38)

Sebagian besar kasus fraktur pada sendi panggul terjadi karena trauma dengan energi yang ringan pada pasien yang mempunyai tulang yang rapuh. Tujuan penanganannya adalah mengembalikan pasien pada level fungsional prefraktur tanpa mortalitas dan disabilitas jangka panjang. Pasien usia tua dengan sejumlah kondisi penyakit yang menyertai terkadang tidak mampu bertahan dengan kompilkasi akut yang terjadi karena fraktur ini, dan dapat meninggal dunia dengan segera setelah dilakukan operasi. Dari 75 penelitian yang mencakup 64.316 pasien, angka mortalitas 1 bulan secara keseluruhan berkisar 13,3%. Pada 3-6 bulan berkisar 15,8%. Pada 1 tahun 24,5%, dan pada 2 tahun 34,5%. Pada beberapa penelitian berdasar bukti terbaru, dapat diidentifikasi 12 prediktor mortalitas yang kuat, meliputi usia lanjut, jenis kelamin laki laki, tinggal pada tempat penampungan, kemampuan berjalan yang tidak baik sebelum operasi, ketidak mampuan melakukan aktivitas sehari hari, status ASA yang tinggi, status mental yang jelek, penyakit komorbid multipel, demensia atau tingkat kognitif yang lemah, diabetes, kanker dan penyakit jantung.7.8.14

2.3.1 Jenis kelamin

Insiden kasus patah tulang sendi panggul paling banyak terjadi pada wanita, namun outcome yang didapatkan lebih jelek pada sepertiga kasus fraktur sendi panggul pada laki laki bahkan ketika variabel usia, lokasi fraktur, jumlah prosedur dan penyakit kronis dikendalikan. Laki laki berisiko tinggi untuk mengalami komplikasi pasca operasi dan juga mortalitas, seperti yang dilaporkan pada banyak penelitian. Hal ini menekankan pentingnya evaluasi pasca operasi yang seksama dan penanganan penyakit yang menyertai pada pasien laki-laki.8

2.3.2 Usia

Usia saat terjadi fraktur telah dilaporkan sebagai prediktor mortalitas utama, risiko mortalitas meningkat sekitar 4% dengan peningkatan usia. Penelitian lain menunjukkan outcome fungsional tidak berhubungan dengan peningkatan usia pada pasien yang tidak ada kelainan pada sendi panggul sebelumnya. Proses penuaan, adanya penyakit kronis dan inaktivitas bersama-sama akan mengganggu fungsi otot, sistem vestibuler, penglihatan, proprioseptif, kognitif, dan kewaspadaan. Gangguan

fungsi ini akan menyebabkan ketidakseimbangan statik dan perubahan gait yang akan meningkatkan risiko jatuh.8

2.3.3 Waktu Operasi

Kemampuan untuk memperbaiki hasil dan menurunkan angka mortalitas pasien dengan fraktur sendi panggul telah banyak menjadi perhatian dan efek dari waktu terjadinya cedera dengan waktu pelaksanaan operasi telah banyak diteliti. Pada tahun 1960, operasi elektif setelah evaluasi preoperatif banyak dilakukan pada pasien lanjut usia. Ada penelitian dimana operasi darurat atau operasi dalam waktu 12 jam tidak dilakukan pada pasien fraktur sendi panggul usia lanjut. Banyak penelitian menunjukkan bahwa operasi segera tidak ada efeknya dengan tingkat mortalitas.

Walaupun banyak perbedaan dan kontroversi pada penelitian mengenai hal ini, banyak penelitian menunjukkan penundaan waktu dari terjadinya trauma sampai pelaksanaan operasi menjadi salah satu prediktor mortalitas yang utama . Ada berbagai alasan untuk menunda operasi termasuk waktu yang diperlukan untuk mengoptimalisasikan kondisi pasien dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk pelaksanaan operasi segera setelah terjadi trauma. Keuntungan yang didapat pada operasi yang segera adalah mengurangi nyeri dan memperbaiki mobilitas yang dapat menurunkan komplikasi pulmoner seperti atelektasis, pneumonia dan thromboembolisme pulmoner. 8.9

2.3.4 Status ASA

Klasifikasi ASA adalah sistem penilaian yang berguna untuk evaluasi preoperatif pada efek penyakit sistemik terhadap keadaan umum pasien. Walaupun merupakan sistem evaluasi subyektif, klasifikasi ini telah dibuktikan sebagai penanda risiko yang berguna pada banyak penelitian. Hubungan peningkatan mortalitas dengan peningkatan jumlah penyakit komorbid merupakan fakta yang telah banyak diketahui. Dengan peningkatan usia, risiko mortalitas meningkat bersama dengan peningkatan nilai ASA. Di sisi lain, masih dimungkinkan untuk

menurunkan mortalitas dan morbiditas pasca operasi dengan follow up dan penanganan pada klinik geriatri pada pasien dengan nilai ASA tiga atau lebih. 9

2.3.5 Penyakit komorbid

Penelitian Browner et al pada 474 pasien usia 38-89 tahun ( usia rata-rata: 68 tahun), menunjukkan bahwa penyakit komorbid adalah prediktor mortalitas pasca operasi pada pasien yang dilakukan prosedur operasi selain jantung. Peneliti menunjukkan bahwa riwayat hipertensi, tingkat aktivitas yang sangat rendah, dan penurunan fungsi ginjal (klirens kreatinin yang rendah) berhubungan secara signifikan dengan peningkatan risiko mortalitas pasca operasi. Angka mortalitas di rumah sakit pada pasien yang memiliki faktor risko dua atau lebih berjumlah delapan kali lebih tinggi dibanding pasien yang tidak memiliki atau hanya memiliki satu faktor risiko. 9.10

2.3.6 Anemia

Anemia telah dihubungkan dengan mobilitas fungsional pasca operasi fraktur sendi panggul. Penelitian telah menunjukkan bahwa anemia selama periode fisioterapi adalah faktor risiko independen untuk ketidakmampuan berjalan pasien pada 3 hari pasca operasi setelah menyingkirkan faktor jenis operasi, komplikasi medis dan level fungsional sebelum frakrur. Beberapa penelitian, walaupun tidak seragam menunjukkan bahwa level hemoglobin yang rendah dihubungkan dengan angka survival yang rendah.10

2.3.7 Status ambulasi

Penelitian Kristensen et al menyebutkan variabel status mobilisasi pasien prefraktur,usia dan tipe fraktur merupakan prediktor independen untuk outcome pasien di rumah sakit yang menjalani program rehabilitasi intensif setelah menyingkirkan variabel jenis kelamin, status kesehatan dan status mental. Khususnya

pada pasien dengan fraktur sendi panggul dengan level NMS (New Mobility Score) yang rendah memiliki risiko 6,5 kali lebih tinggi untuk gagal mencapai kemandirian mobilitas pasca fraktur dibandingkan pasien dengan level NMS yang tinggi.11

Tabel 1. New Mobility Score13

The New Mobility Score (NMS) digunakan untuk skala penilaian fungsional preoperatif. Nilai ini merupakan penjumlahan nilai kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas berjalan di dalam ruangan, berjalan di luar ruangan, dan kativitas belanja sebelum terjadi fraktur pada sendi panggul. Nilai 0-3 digunakan untuk setiap aktivitas, dimana nilai 0= tidak dapat melakukan sama sekali, 1= melakukan dengan bantuan orang lain, 2= dengan alat bantu, 3= melakukan tanpa kesulitan, tanpa alat bantu). Nilai total berkisar antara 0-9, dimana nilai 0 menunjukkan pasien tidak memiliki kemampuan berjalan sama sekali dan nilai 9 menunjukkan kemandirian penuh.13

2.3.8 Status ekonomi

Pada penelitian Vidal, et al.di Brazil didapatkan 49% pasien mempunyai tingkat ekonomi rendah. Walaupun hubungan antara status sosioekonomi dengan risiko jatuh masih banyak diperdebatkan, telah didapatkan bukti bahwa status sosioekonomi yang rendah berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya fraktur sendi panggul, serta peningkatan mortalitas pasca fraktur. Status pasien yang bercerai, janda atau duda, serta belum menikah telah dilaporkan memiliki hubungan

dengan peningkatan risiko fraktur sendi panggul. Hubungan antara status sosioekonomi yang rendah dan peningkatan risiko fraktur sendi panggul dapat dihubungkan dengan beberapa faktor anatara lain penurunan densitas mineral tulang dan perilaku kesehatan yang terkait sampai pengaruh lingkungan.12

2.4 . Hipotesa Penelitian

1. Terdapat perbedaan tingkat mortalitas, morbiditas, dan mobilitas pada pasien fraktur collum femur pasca hemiarthroplasty.

2. Prediktor morbiditas,mortalitas dan mobilitas yang kuat pada pasien fraktur collum femur pasca hemiarthroplasty antara lain, usia lanjut, jenis kelamin laki laki, , kemampuan berjalan yang tidak baik sebelum operasi, status ASA yang tinggi, penyakit komorbid multipel, diabetes, kanker dan penyakit jantung

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 33-38)

Dokumen terkait