• Tidak ada hasil yang ditemukan

Present Value Benefit Generate Per Hektare Model- Income Approach

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Present Value Benefit Generate Per Hektare Model- Income Approach

)

Gambar 4. Nilai Ekonomi Aktual Ekosistem terumbu Karang di Pulau Terna te

Total manfaat bersih diperoleh per nelayan pancing ikan dasar di Pulau Ternate sebesar Rp 28.844.902,39. Dengan demikian nilai ekonomi aktual ekosistem terumbu karang sebesar Rp 21.027.933.840,00 atau Rp 19.012.598.409,49 ha .

Nilai Manfaat Sekarang

A.Present Value Benefit Generate Per Hektare Model- Income Approach

Dengan mendiscount aliran bersih dari manfaat terumbu karang yang diambil sebagai indikator nilai sekarang (present value) kemudian membagi total present value

dari produksi terumbu karang dengan luasan terumbu karang, maka dapat diperoleh nilai perhektar terumbu karang. Hasil disarikan pada Tabel.22 .

Tabel 22. Nilai Estimasi Manfaat Sekarang (Present Value Benefit) Ekosistem Terumbu Karang Pulau Ternate

Klasifikasi unit Jumlah

Luas terumbu karang Hektar 1,11

Present Value benefit Rupiah 384,542,778.79

Present Value benefit Per Hektar Rupiah 347,687,865.09

Tabel 22. diatas menunjukkan bahwa nilai manfaat sekarang dari terumbu karang di Pulau Ternate sebesar Rp 384,542,778.79 atau sebesar 347,687,865.09 per hektar.

Nilai Manfaat Ekonomi Sekarang

(Present Value Residual Rent Generate Per Hektare Model -Income Approach)

Residual rent merupakan perbedaan antara biaya faktor produksi dan nilai ektraksi dari sumbe rdaya. Dimana residual rent dapat dilihat sebagai kontribusi sistem

alam atau pendapatan bersih terhadap nilai ekonomi total. Hasil yang diperoleh dapat disarikan pada Tabel. 23 dibawah.

Tabel 23. Nilai Estimasi Present Value Residual rent dari Ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate

Klasifikasi unit Jumlah

Luasan terumbu karang Hektar 1,11

Present Value residual rent Rupiah 239,081,334.38

Present Value residual rent Per Hektar Rupiah 216,167,571.77

Dari tabel diatas Present Value Residual Rent diperoleh sebesar Rp 239,081,334.38. Dengan luasan terumbu karang 1,11 Ha atau present value residual rent per hektar sebesar Rp 216,167,571.77

Gambar 5. Perbandingan antara PV Benefit dan PV Residual Rent Terumbu Karang di Pulau Ternate

PV Benefit PV Benefit

PV Residual Rent PV Residual Rent

0.00 50000000.00 100000000.00 150000000.00 200000000.00 250000000.00 300000000.00 350000000.00 400000000.00 1 1.11

Luas Terumbu Karang (Ha)

PV Benefit dan PV

Residual Rent

Present value residual rent per hektar lebih rendah dari present value benefit

karena present value residual rent merupakan pendekatan dengan menghitung biaya yang dikeluarkan baik dari faktor produksi maupu biaya dari faktor tenaga kerja.

Analisis Sensitivitas Net Present Value (NPV)

Dalam menghitung net present value dari suatu investasi perlu dikaji hal – hal yang akan terjadi jika analisis net present value mengalami kesalahan atau perubahan pada satu atau beberapa faktor sehingga mempengaruhi dalam perhitungan biaya atau manfaat. Dalam menghitung nilai ekosistem terumbu karang (Net Present Value) juga diperlukan analisis sensitivitas karena ada hal mendasar yang mempengaruhi nilai NPV

yaitu luasan tutupan terumbu karang (live coral coverage). Luas terumbu karang ini akan mempengaruhi hasil produksi perikanan karang karena fungsi ekosistem terumbu karang sebagai tempat mencari makan , tempat pengasuhan , tempat berpijah sebagian besar ikan karang sehingga jika habitat ikan karang ini dalam kondisi baik maka output yang dihasilkan juga dalam kualitas yang baik.

Pemanfaatan ekosistem terumbu karang oleh nelayan di Pulau Ternate selama ini dengan cara–cara yang destruktif sehingga luasan tutupan terumbu karang mengalami degradasi. Dari olah data citra satelit lansat ETM 7 tahun 2004 maka berhasil dianalisa bahwa ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate mengalami degradasi dalam waktu 10 tahun seluas 1,793 ha atau sebesar 61,84 % .dari total luasan yang terhitung. Secara langsung penyusutan luasan ini akan berakibat pada penurunan nilai estimasi dari fungsi dan manfaat ekosistem ini. Indikator yang mudah untuk dilihat adalah berkurangnya keuntunganekonomis dan keuntungan ekologis dari ekosistem terumbu karang tersebut.

Dengan melihat pola pemanfaaatan yang destruktif selama 10 tahun maka luasan terumbu karang di Pulau Ternate diasumsikan akan terus mengalami penurunan. Analisis sensitivitas terhadap perubahan luasan terumbu karang dilakukan dengan mengasumsikan produksi akan berkurang jika luasa n terumbu karang juga berkurang

demikian juga sebaliknya. Analisis sensitivitas net present value dengan asumsi

perubahan produksi berkurang sebesar 25 % jika masyarakat Pulau Ternate tetap melakukan aktivitas pemanfaatan ekosistem terumbu karang dengan pola yang sama dengan saat sekarang (tahun 2005).

Tabel 24. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Berkurang 25 % Menggunakan Pola Pemanfaatan Destruktif

No Uraian Saat ini Analisis Sensitivitas

1 Net Present value per Hektar 347,687,865.09 262.577.304,98 2 Present value Residual rent

per Hektar

Net present value per hektar mengalami penururna n sebesar Rp 85,110,560.11

demikian juga dengan NPV Residual Rent mengalami penurunan sebesar RP

86,418,056.76

Tabel 25. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Bertambah 25 % Menggunakan Pola Pemanfaatan dengan Pengaturan

No Uraian Nilai (Rp )

1 Net Present value per Hektar 445.911.143,80 2 Present value Residual rent per Hektar 129.749.515,01

Demikian pula bila digunakan pola pemanfaatan ekosistem terumbu karang dengan pengaturan sehingga luas tutupan terumbu karang menjadi bertambah. Karena luasan terumbu karang bertambah maka diasumsikan terjadi peningkatan hasil produksi perikanan karang sebesar 25%. Pola pemanfaatan ekosistem terumbu karang dengan

ramah lingkungan merupakan tindakan yang harus dilaksanakan oleh stakeholders di

Pulau Ternate. Hal ini penting ditekankan karena sumberdaya yang dikelola bersifat open acces sehingga kemungkinan perilaku dalam pemanfaatan serta keputusan pengalokasian sumberdaya merupakan status kepemilikan (property right). Oleh sebab itu perlu adanya suatu peraturan atau regulasi yang mengikat setiap pemanfaat dengan syarat bahwa tidak ada biaya transaksi yang terjadi untuk mentaati peraturan tersebut. Jika dalam pelaksanaannya terjadi biaya transaksi maka net present value dari ekosistem terumbu karang akan terus menurun.

Tabel. 26. Rincian tindakan dan penanganan yang harus dilakukan oleh seluruh

stakeholders yang memanfaatkan ekosistem terumbu karang

Tindakan Penanganan

Tidak menggunakan Bahan Peledak Perlu membuat peraturan lokal yang melarang

penggunaan bahan peledak dalam menangkap ikan.Walaupun peraturan tersebut sudah ada di tingkat nasional

Tidak menggunakan trawl Membuat peraturan melarang penggunaan alat

tangkap ikan dengan trawl di sekitar terumbu karang.

Tidak meletakkan Bubu pada area terumbu karang

Membuat peraturan mengatur penggunaan dan pele takan diarea terumbuk karang.

Jangkar Membuat peraturan melarang perahu

membuang jangkar di area terumbu karang Tidak menggunakan jaring dasar di

area terumbu karang

Membuat peraturan yangmelarang pelemparan jaring dasar di area terumbu karang

Penambangan batu karang Membuat peraturan melarang pengambilan batu

karang dijadikan bahan bangunan.

Berjalan diatas karang Melarang berjalan/menginjakkan kaki di atas

terumbu karang

Tidak Sandar kapal motor di perairan dangkal

Memberikan tanda-tanda diwila yah terumbu karang yang dangkal agar para pengemudi perahu dapat melihat wilayah mana yang tidak dapat dilalui karena ditumbuhi karang

Alat pendorong perahu (Kayu, Bambu dan lain-lain)

Membuat jalur masuk perahu pada wilayah terumbu karang, sehingga penggunaan kayu mendorong perahu tidak dipergunakan lagi.

Tidak mengambil sebagai cindera mata

Membuat peraturan melarang pengambilan terumbu karang dijadikan hiasan,menghapus kuota untuk ekspor terumbu karang hias.

Dari analisis sensitivitas yang dilakukan berdasarkan faktor endogen maka perbandingan

net present value dapat diuraikan pada gamabar 6. dibawah.

Gambar 6. Grafik Analisis Sensitivitas Estimasi Net Present Value (NPV) Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate

0.00 100,000,000.00 200,000,000.00 300,000,000.00 400,000,000.00 500,000,000.00

Saat ini Dengan

Pengaturan

Tanpa Pengaturan

NPV

Residual Rent

Selain berdasarkan faktor endogen, maka analisis sensitivitas berdasarkan faktor eksogen juga perlu dilakukan. Pada saat penelitian ini dilaksanakan terjadi kenaikan biaya angkut produksi dari desa nelayan ke pusat kota Ternate. Kenaikan biaya angkut sebesar 50 %.

Tabel 27. Perbandingan Net Present Value Dengan Perubahan Biaya Angkut

No Uraian Nilai (Rp )

1 NPV per hektare sebelum kenaikanbiaya angkut 347.687.865,09

2 Present value residual rent per Hektare sebelum kenaikan

biaya angkut

216.167.571,77

3 NPV per hektare sesudah kenaikanbiaya angkut 344.306.988,73

4 Present value residual rent per Hektare sesudah kenaikan

biaya angkut

160.617.390,65

Dari tabel perbandingan nilai estimasi Net Present Value diatas maka dengan kenaikan biaya angkut tersebut, terjadi penurunan pendapatan nelayan sebesar Rp 55.550.181,1 per hektar.

Keterkaitan Ikan Karang Dengan Karang Hidup

Dalam menganalisis nilai ekonomi manfaat dari ekosistem terumbu karang perlu dilakukan analisis keterkaitan antara produksi perikanan karang dengan karang hidup sebagai habitatnya. Sebagai indikasi yaitu kondisi karang hidup mencakup diantaranya adalah luasan, dan kesehatan karang. Kesehatan karang dapat diindikasikan dengan tutupan hidup (living coverage) karang batu.

Dari laporan team Bakosurtanal yang melakukan survey identifikasi sumberdaya pesisir dan laut di Pulau Ternate pada bulan Juni 2005 hasilnya adalah luasan terumbu karang hanya tinggal 1,13 Ha, dimana dibeberapa lokasi stasiun penga matan terjadi kerusakan terutama karang batu. Hal demikian terjadi baik dibagian selatan maupun utara Pulau Ternate. Tutupan karang batu di stasiun Kastela (bagian Selatan Pulau Ternate) dalam kondisi rusak dengan persentase tutupan karang batu hidup sebesar 21,00 %.

Demikian juga dengan kondisi karang batu yang berada di bagian Utara Pulau Ternate. Berdasarkan dari laporan penelitian Hirto (2005) bahwa kondisi karang batu di Perairan Gamalama ditemukan dalam keadaan rusak dengan persentase tutupan sebesar 23 %. Dari kelima stasiun yang diamati 3 stasiun kondisi karangnya dalam keadaan rusak yaitu di stasiun Kastela , Salero dan Gamalama. Hanya di stasiun Sulamadaha dan Takome yang kondisi karangnya dalam keadaan baik dan sangat baik.. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh posisi stasiun pengamatan. Dimana stasiun Takome berada jauh dari area pemukiman penduduk sedangkan stasiun Sulamadaha yang berada di desa Sulamadaha yang merupakan area wisata di Kepulauan Ternate. Sedangkan pada ketiga lokasi stasiun yang kondisi karang batunya dalam keadaan rusak merupakan area terbuka. Selain itu pada ketiga area terumbu karang yang rusak juga d itemukan pecahan – pecahan botol yang digunakan nelayan setempat sebagai wadah bom rakitan untuk menangkap ikan karang. Dari kelima stasiun penelitian diatas maka kondisi rata-rata karang batu di Kepulauan Ternate dalam keadaan rusak, dengan persentase rata-rata tutupan karang batu hidup sebesar 33,7 %.

Adanya kerusakan terumbu karang berdasarkan hasil survey disebabkan oleh praktek penangkapan ikan secara destruktif dengan bahan peledak dan bius, alat

transportasi seperti pelemparan jangkar, kegiatan pariwisata laut, pemasangan perangkap bubu. Kerusakan terumbu karang juga tidak terhindar dari gangguan yang bersifat biologis seperti pemutihan ( bleaching). Pemutihan ini bisa disebabkan oleh pemangsaan bintang laut (Acanthaster plancii) dan bleacing sebagai akibat peningkatan suhu air laut yang ekstrim .

Tabel 28. Rekapitulasi Persentase Sebaran Tutupan Karang Di Pulau Ternate

Jenis Karang Stasiun Pengamatan

Nama sulamadaha Takome Kastela Salero Gamalama

Hard coral 60.36 90.30 21 28 23.2

Soft Coral 3.70 5 5.7 5 37.2

Other fauna 4.5 0 0 0 0.4

Abiotic 13.5 3.5 18.10 15 39.2

Sumber : Data Bakosurtanal dan Hirto ,(2005), PKSPL Unkhair (2006)

Luasan tutupan karang batu diterima sebagai petunjuk yang berarti bagi kondisi karang. Gomez dan Yap (1984) menjelaskan tingginya tutupan karang batu merupakan petunjuk dari karang yang sehat selain diikuti oleh kondisi keragaman jenis karang batu. Pada kelima stasiun tersebut koloni karang batu umumnya didominasi oleh pertumbuhan karang bercabang (Branching Corals) dari marga Goniopora dan Porites

dan karang daun Folious Corals dari marga Montipora. Dari hasil penelitian juga ditemukan secara umum 3-4 marga dengan 24 jenis karang batu. Jumlah ini cukup rendah jika dibandingkan dengan area karang yang dijumpai di wilayah Timur Indonesia, khususnya di Pulau Watubela Maluku, dimana marga karang batu dijumpai sekitar 44 - 50 (Edrus, 2004).

Sedangkan Kondisi karang batu d i pulau – pulau kecil yang berada disekitar pulau Ternate dalam kadaan baik. Di stasiun Pulau Hiri kondisi karang batu hidup dalam keadaan sangat baik dengan persentase tutupan sebesar 82,60 % sedangkan di Pulau Maitara kondisi karang batu hidup juga dalam kondisi baik dengan persentase tutupan sebesar 77,40 % .

Tabel. 29 Rekapitulasi Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Karang Konsumsi Masyarakat Di Pulau Ternate

Jenis ikan karang

St.Sula

madaha St.Takome St.Kastela St.Sale ro St.Gamalama ?

Baronang 450 831 0 10 0 1291 Kerapu 1037 350 50 0 0 1437 Lencam 16 0 2 0 1 19 Kakak tua 0 37 0 4 0 41 Bambangan 19 100 1 0 196 316 Kue 2 0 0 2 2 6 ekor kuning 65 6 160 0 0 231 Bijinangka 20 14 48 7 1 90

Sumber:Data Bakosurtanal (2005),Hirto (2005).

Kondisi tutupan karang batu hidup di Pulau Ternate ini berkorelasi dengan kelimpahan dan keanekaragaman pada ikan karang konsumsi. Dimana pada kondisi tutupan karang hidupnya baik, maka kelimpahan ikan karang konsumsi juga tinggi. Hal ini dapat dilhat pada stasiun Sulamadaha dengan kondisi karang baik maka kelimpahan ikan karangnya juga tinggi.

Gambar 7. Kurva Interaksi Antara Persentase Tutupan Karang Hidup Dengan Kelimpahan Ikan Karang Konsumsi

Interaksi antara persentase tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan karang konsumsi di Pulau Ternate

0 500 1000 1500 2000 90.00% 60% 28.00% 23% 21%

Persentase tutupan karang hidup

Demikian juga dengan keanekaragaman ikan karang konsumsi di masing – masing stasiun. Dari 8 jenis ikan karang yang umum d ikonsumsi oleh masya rakat rata-rata hanya mencakup 5 jenis. Hanya satu stasiun yang keanekaragamannya cukup baik yaitu stasiun Sulamadaha dengan mencakup 7 jenis ikan karang konsumsi.

Gambar 8. Interakasi Antara Persentase Tutupan Karang Hidup Dengan Keanekaragaman Ikan Karang Konsumsi Di Pulau Ternate

Interaksi antara persentase tutupan karang hidup dengan keanekaragaman ikan karang konsumsi di Pulau Ternate

0 2 4 6 8 1 2 3 4 5

Persentase tutupan karang hidup

Keanekaragaman

Robertson dan Gaines (1986) dalam Westmacott et al.(2000) menjelaskan bahwa interaksi antara ikan karang dengan habitatnya yaitu karang hidup dapat terjadi dalam 3 bentuk. Pertama, hubungan yang terjadi secara langsung dengan karang hidup sebagai tempat perlindungan terutama ikan- ikan yang berukuran kecil. Kedua, hubungan yang menyangkut interaksi makan memakan antara ikan karang dan biota sesil yang

berasosiasi dengannya. Ketiga, hubungan yang melibatkan keseluruhan struktur ekosistem dan pola makan pemakan plankton dan karnifor yang berasosiasi dengan karang. Hubungan diatas secara tidak langsung menjelaskan manfaat terumbu karang sebagai feeding ground ikan karang. Fungsi ini akan berjalan bila kesehatan terumbu dalam kondisi terjaga.

Menurut Pet-Soede (2000) ada beberapa faktor yang memberikan sumbangan terhadap komposisi komunitas ikan di ekosistem karang yang kesemuanya berhubungan dengan struktur fisik dan kompleksitas karang tersebut. Pertama, pada karang sehat keragaman dan kuantitas makanan adalah tinggi dan ini berdampak positif langsung pada keragaman dan kelimpahan ikan. Berbeda halnya jika kondisi karang tidak sehat dimana karang mati akan cepat ditumbuhi oleh alga secara berlebihan. Kemudian alga dimakan oleh herbivora seperti ikan kakatua (parrotfish, Scarus spp.), dan populasi jenis-jenis ini

dapat meningkat. Pemakanan dalam jumlah besar oleh jenis-jenis ini terkadang merusak struktur karang yang menyebabkan erosi kerangka karang. Tetapi mereka juga membatasi pertumbuhan alga. Meningkatnya populasi ikan yang kurang bernilai komersial ini merupakan kerugian ekonomis bagi nelayan ikan karang. Kedua, karang menyediakan lingkungan yang tepat untuk kegiatan reproduksi dan penempatan larva ikan dan ini akan turut menentukan struktur komunitas ikan dewasa nantinya (Medley et al., 1983; Eckert, 1987; Lewis,1987diacu dalam Westmacott et al., (2000)

Menurut Eggleston, (1995) dalam Westmacott et al. (2000) kondisi karang yang terstruktur kompleks dan sehat akan memaksimalkan jumlah keragaman dan kuantitas ruangan guna kesuksesan reproduksi. Akhirnya, karang menyediakan naungan dan perlindungan dari para predator, khususnya bagi ikan berjenis kecil dan ini mempengaruhi pola kelangsungan hidup dan kelimpahannya saat dewasa. Secara garis besar kondisi karang sehat berdampak positif bagi ketiga faktor tersebut (makanan, reproduksi dan naungan) dan imbalannya adalah peningkatan keragaman dan kelimpahan ikan.

Gambar 9. Mata Rantai Karang Sehat dengan Keanekagaman Dan Kelimpahan Ikan

Ketersediaaan pangan

Kesehatan Karang lingkungan yang tepat untuk Keragaman&kuantitas

reproduksi &peletakan larva ikan

Melindungi dari pemangsa

Sumber: (Westmacott et al. 2000)

Untuk Melihat adanya hubungan fungsional antara variabel –variabel diatas dimana karang hidup sebagai variabel bebas atau prediktor sedangkan ikan karang konsumsi sebagai variabel tak bebas atau sebagai respon maka dengan meregresikan data persentase tutupan karang batu dan jumlah taksa ikan karang, hasilnya dapat memberikan petunjuk adanya interaksi antara karang hidup dengan ikan karang konsumsi. Jenis ikan yang diregresikan adalah jenis ikan karang konsumsi yang biasa ditangkap oleh nelayan.

Rumus Regresi : Y= a + ßX

Y = Jumlah individu ikan karang konsumsi a = Intercep

X = persentase tutupan karang hidup (hard coral) (%)

Untuk melihat keeratan hubungan ikan karang dengan substratnya yaitu karang hidup maka total ikan karang konsumsi diregresikan dengan tutupan karang batu.

Tabel 30. Hasil Regresi Antara Ikan Karang Konsumsi Dengan Karang Hidup

Peubah tak bebas (Y) Peubah bebas (X) Intercep(a) Paramaeter(ß) R-square(%)

Ikan Karang Konsumsi Karang Hidup - 225 18,7 52,7

Nilai R- square merupakan indikasi terdapat atau tidaknya interaksi antara dua peubah. Dengan hasil regresi tersebut dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan terdapat keterkaitan antara ikan karang konsumsi dengan kondisi karang hidup. Tanda posistif dari variabel bebas sebesar 18,7 berarti bahwa variabel bebas (independent variable) berpengaruh searah terhadap variabel tergantung (dependent variable) artinya jika kondisi tutupan karang batunya dalam keadaan baik maka kelimpahan dan keragaman ikan karang konsumsi juga tinggi. Hal ini terjadi pada stasiun Sulamadaha, dengan kondisi karang batu yang baik maka keanekaragaman dan kelimpahan produksi ikan karang cukup tinggi dibandingkan dengan ketiga stasiun yang kondisi terumbu karangnya dalam kategori rusak.

Hasil regresi masing–masing spesies ikan konsumsi tidak semuanya menunjukkan adanya hubungan keeratan. Hanya ikan baronang dan ikan kakaktua saja yang menunjukkan adanya hubungan yang erat antara tutupan karang hidup dengan kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang konsumsi.

Tabel 31.Hasil Regresi Masing –Masing Ikan Karang Konsumsi Dengan Tutupan Karang Hidup Dimasing –Masing Stasiun Pengamatan

Peubah tak bebas Peubah Bebas Intercep Parameter R-square

Baronang Karang hidup -330 12,0 84,7

Kerapu karang hidup -83 7,57 23,9

Ekor kuning karang hidup 98,9 -1,06 19,6

Bijinangka karang hidup 25,0 -0,171 6,3

Ikan merah karang hidup 75,2 -0,22 0,6

Lencam karang hidup 2,30 0,031 1,6

Ikan kuwe karang hidup 11,23 -0,0088 5,2

Demikian juga dengan tanda dari variabel bebas bahwa untuk ikan baronang dan ikan kakatua menunjukkan arah yang positif yang berarti bahwa variabel bebas yaitu karang hidup berpengaruh searah terhadap variabel tergantung (ikan karang)

Pendekatan Data Time series

Pendugaan nilai manfaat langsung terumbu karang didekati dengan data time series. Dari data statistik perikanan karang Pulau Ter nate selama kurun waktu 10 tahun terjadi fluktuasi yang signifikan. Banyak hal yang menjadi penyebabterjadinya fluktuasi ini diantara adalah perubahan status wilayah dari Kabupaten Maluku Utara menjadi Provinsi Maluku Utara sehingga dalam melakukan pencatatan data menjadi kurang terorganisir. Kemudian adanya dampak dari kerusuhan sosial mengakibatkan pada tahun 1999-2001 banyak nelayan yang meninggalkan (eksodus) Pulau Ternate. Produksi baru kembali mengalami kenaikan setelah tahun 2002 dengan tambaha n nelayan eksodus dari Pulau Halmahera dan sekitarnya. Pergantian tenaga kerja yang cukup tinggi dalam wilayah perikanan ini berimbas pada turun naiknya hasil produksi. Disamping jumlah nelayan yang berkurang, penyebab turunnya produksi juga dipengaruhi oleh makin memburuknya kualitas terumbu karang. Fungsi terumbu karang merupakan input bagi perikanan karang, jika terjadi gangguan pada aliran manfaat ekosistem ini, secara langsung akan berakibat pada penurunan output dari ekosistem ini. Produksi perikanan karang Pulau Ternate selama 10 tahun mengalami penurunan yang signifikan.

Gambar 10. Rekapitulasi Produksi Perikanan Karang Pulau Ternate tahun 1995-2004.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Produksi (TON) 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun

Tabel 32. Perbandingan Produktivitas Terumbu Karang dengan Luasan Terumbu karang dari tahun 1995-2004

No Uraian 1995 2004

1. Produksi ikan karang (ton) 885.78 682.64

2 Luasan Terumbu Karang (hektar) 2,89 1,11

Sumber : Data sekunder diolah, 2005

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa produksi perikanan tahun 1995 sebanyak

885.78 ton, dengan luasan terumbu karang 2.89 Ha. Kemudian pada tahun 2004 produksi

perikanan mengalami penurunan menjadi 682.64 ton sedangkan kondisi luasan terumbu karang berkurang menjadi 1.12 Ha. Produksi ikan karang sebesar 203,14 ton .Selain dipengaruhi oleh luasan terumbu karang produksi juga dipengaruhi oleh effort (usaha) dari nelayan. Tingginya pergantian tenaga kerja dalam wilayah perikanan turut mempengaruhi penurunan produksi selain adanya masalah sosial dimasyarakat pada tahun 1999-2002 .

Dengan menggunakan data luasan terumbu karang ,data produksi time series, data trip nelayan pancing selama 10 tahun maka produksi perikanan karang Pulau Ternate tahun 2005 dapat diestimasi berdasarkan model pendugaan hubungan antara jumlah produksi ikan karang (Ct) dengan jumlah upaya tangkap (effort) dan luasan terumbu karang (Lt) dengan model parametrik dibawah ini.

C2005 = ß0+ ß1Ln (Li, t--1)Et+ ß2 Ln (Li, t —1) Et2++ ß3 C i,t-1

Dari hasil regresi parametri diatas, maka diperoleh estimasi hasil tangkapan ikan karang Pulau Ternate tahun 2005 sebesar 544,592 Ton. Produksi dugaan tahun 2005 ini menurun jika dibandingkan dengan produksi tahun 2004 sebesar 682,64 Ton ( Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, 2005).

Nilai Kehilangan Manfaat Langs ung Terumbu Karang ( Benefit Lost)

Kawasan terumbu karang yang berfungsi sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan dan daerah mencari makan bagi ikan karang dan biota laut lainnya yang berasosiasi dengannya, maka luasan terumbu karang menjadi input bagi produktivitas

hasil tangkapan ikan karang sehingga jika terjadi perubahan. kawasan terumbu karang akan mempengaruhi aliran nilai manfaat dari kawasan terumbu karang tersebut.

Perubahan nilai ekosistem terumbu karang yang terkait dengan jumlah hasil tangkapan ikan karang dapat dikuantifikasi dengan uang. Dari Analisis citra satelit ETM LAPAN untuk tahun 1995 dan 2004 maka selama 10 tahun terjadi degradasi luasan terumbu karang di Pulau Ternate seluas 1,793 Ha, yang berarti juga kehilangan manfaat langsung dari kawasan terumbu karang .

Tabel 33. Proporsi luasan terumbu karang tahun 1995 dan 2004.

Tahun Uraian

1995 (Ha) 2004 (Ha)

? Luas

(1995-2004)(Ha) (%)

Luas tutupan terumbu karang 2,899 1,11 1,793 61,84

Gambar 11. Estimasi Degradasi Luasan Terumbu Karang Pulau Ternate Dari tahun 1995-2004

Ekosistem terumbu karang dalam konteksnya sebagai fungsi dari harga ikan karang dan perubahan luasan terumbu karang sehingga dengan mengumpulkan data harga (P), jumlah upaya tangkap (E) dan perubahan luasan terumbu karang (?L) ,dapat

Dokumen terkait