ANALISIS EKONOMI MANFAAT EKOSISTEM TERUMBU
KARANG DI PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA
ERNI SISCA DEWI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 30 Desember 1974 dari Keluarga
Bapak Muhammad Shaleh Sutan Ma’ruf dan Ibu Rudinah. Penulis merupakan anak
terakhir dari delapan bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Cikokol I Tangerang pada tahun 1987,
Sekolah Menengah Pertama di SMPN 3 Tangerang pada tahun 1990, dan Sekolah
Menegah Atas di SMAN 2 Tangerang pada tahun 1993.
Pada tahun yang sama penulis lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri Universitas
Andalas. Penulis memilih jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Penulis memperoleh gelar Sarjana Sains pada jurusan tersebut tahun 1998.
Sejak tahun 2001 penulis menjadi staf pengajar di Universitas Respati Indonesia,
Jakarta. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan magister pada Program Studi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi
Sumberdaya Kelautan Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini
berjudul Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate
Provinsi Maluku Utara .
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada para personalia
dibawah ini :
1. Dr.Ir. Achmad Fahrudin, MS dan Dr.Ir. Luky Adrianto, MSc selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis
mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan tesis ini.
2. Prof.Dr.Ir.Tridoyo Kusumastanto, MS selaku ketua Program Studi Ekonomi
Sumberdaya Kelautan Tropika Sekolah Pascasarjana Institut Pertania Bogor atas
dukungan dan motivasinya.
3. Dr. Suharno M.Adev, selaku penguji atas masukan dan sarannya.
4. Drs. A.B.Suriadi M.Arsjad, MSc selaku kepala Pusat Survey Sumberdaya Alam
Laut Bidang Inventarisasi Sumberdaya Alam Laut Bakosurtanal atas izinnya
menggunakan data penelitian team Bakosurtanal.
5. Mutmainnah Ridwan SPi, MSi dan rekan-rekan Program Studi Ekonomi
Sumberdaya Kelautan Tropika atas dukungan dan persahabatannya.
6. Orang tua dan keluarga atas se gala doa dan dukungannya.
Harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca. Atas masukan dan saran
yang bersifat membangun penulis ucapkan terimakasih.
Bogor, Agustus 2006
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan
ABSTRACT
ERNI SISCA DEWI. Economic Analysis of Benefit Value of Coral Reef Ecosystem in
Ternate Island North Maluku Province. Under the supervision of ACHMAD
FAHRUDIN and LUKY ADRIANTO.
Artisanal fishermen are people whose economic activities depend on natural
resource especially coral reef ecosystem. In Ternate Island there are 729 fishermen
household. Who are running some economic activities, including destructive fishing
practices .
The aim of this research is to estimate the benefit value of coral reef in
Ternate Island using Effect on Production (EoP) approach. This approach mainly
applies to estimate the difference in value of productive output before and after the
impact of activity. The results of this research show that the actual economic values of
coral reef in Ternate Island based on cross section data is Rp 21.027.933.840,00, while
produce an estimation of present value of the benefit is Rp 384.542.778,79.
Furthermore, the present value of residual rent is as of estimated to be Rp
239.081.334,38.
Based on the time series appproach, it is estimated that a loss of benefit after 10
years has been occurred. Therefore foregone benefit value of coral reef in 10 years is Rp
ABSTRAK
ERNI SISCA DEWI. Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau
Ternate Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan LUKY
ADRIANTO.
Nelayan pancing merupakan kelompok nelayan yang sangat tergantung kepada
keberadaan ekosistem terumbu karang. Di Pulau Ternate terdapat 729 nelayan pancing
yang diantaranya menjalankan praktek penangkapan ikan karang secara destruktif.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengestimasi nilai manfaat dari ekosistem
terumbu karang dengan menggunakan pendekatan efek produktivitas. Pendekatan ini
menggunakan perbedaan hasil produksi perikanan karang sebelum dan sesudah praktek
penangkapan ikan karang secara destruktif.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai estimasi ekonomi aktual dari
ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate berdasarkan data primer adalah Rp
21.027.933.840,00. Sementara itu estimasi dari nilai manfaat sekarang adalah Rp
384.542.778,79. Sedangkan nilai estimasi manfaat bersih sekarang adalah Rp
239.081.334,38.
Dengan pendekatan data berkala diperoleh nilai estimasi dari manfaat ekosistem
terumbu karang yang hilang selama kurun waktu 10 tahun. Estimasi nilai manfaat yang
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Terumbu Karang... 5
Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang ... 12
MetodeValuasi Ekonomi... 16
KERANGKA PENDEKATAN STUDI ... 24
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu... 27
Metode Penelitian ... 27
Metode Pengambilan Sampel... 27
Variabel dan Cara Pengukuran ... 28
Analisis Data ... 29
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis ... 34
Kondisi Fisik ... 34
Kondisi Sosial Ekonomi ... 35
HASIL DAN PEMBAHASAN Pendekatan Data Cross Section... 47
Nilai Ekonomi Aktual (Net Benefit Income Approach) ... 47
Nilai Manfaat sekarang. ... 50
Nilai Manfaat Ekonomi Sekarang... 51
Analisis Sensitivitas Net Present Value ... 52
Keterkaitan Ikan Karang dengan Karang Hidup... 56
Pendekatan data Time series ... 62
Halaman
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ... 66
Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Valuasi Ekosistem Berdasarkan Tiga Tujuan Utama Efisisensi,
Keadilan ,Dan Keberlanjutan... . ... 13
2. Contoh Nilai Ekonomi Total Ekosistem Terumbu Karang... 16
3. Rincian Wilayah Pulau Ternate ... 37
4. Luas Jarak,dan Waktu Tempuh Ke Pulau–Pulau Kecil Di Kota Ternate ... 37
5. Sarana Pendidikan Dasar dan Menengah Di Kota Ternate tahun 2004 38 6. Perkembangan Indeks Harga Konsumen Berdasarkan Kelompok Harga Komoditi Di Kota Ternate Tahun 2000-2004... 39
7. Komposisi Sebaran RTP Di Pulau Ternate... 41
8. Produksi Hasil Perikanan Di Kota Ternate Tahun 1996-2004 ... 41
9. Perkembangan Produksi Perikanan Kota Ternate Dari Tahun 2002-2004 ... 42
10. Perkembangan Armada Tangkap Nelayan Selama 3 Tahun... 42
11. Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenis Di Pulau Ternate... 42
12. Sarana Dan Prasarana Pelabuhan Bastiong ... 44
13. Klasifikasi Umur Responden ... 45
14. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden ... 45
15. Klasifikasi Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga ... 46
16. Asal Responden... 46
17. Lama Domisili Responden... 47
18. Status Kepemilikan Armada ... 47
19. Rincian Estimasi Penerimaan Ikan Karang Nelayan Pancing Di Pulau Ternate ... 49
20. Rincian Estimasi Manfaat Bersih Nelayan Pancing Di Pulau Ternate 50 21. Nilai Estimasi Ekonomi Aktual Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate ... 44
Pulau Ternate ... 51
Halaman
23. Nilai Estimasi Present Value Residual Rent Terumbu Karang Di
Pulau Ternate ... 52
24. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Berkurang 25
% menggunakan Pola Pemanfaatan Destruktif ... 54
25. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Bertambah
25% Menggunakan Pola Pemanfaatan Dengan Pengaturan ...54
26. Rincian Tindakan dan Penanganan Yang Harus Dilakukan Seluruh
Stake Holders pemanfaat Ekosistem Terumbu Karang ... 55
27. Perbandingan Net Prresent Value Dengan Perubahan Biaya Angkut 56
28. Rekapitulasi Persentase Sebaran Tutupan Karang di Pulau Ternate . 58
29. Rekapitulasi Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan Karang
Konsumsi Masyarakat di Pulau Ternate ... 59
30. Hasil Regresi Antara Ikan Karang Konsumsi Dengan Karang Hidup 57
31. Hasil Regresi Masing-Masing Ikan Karang Konsumsi Denga n
Tutupan Karang Hidup di Semua Stasiun Pengamatan ... 62
32. Perbandingan Produktivitas Terumbu Karang dengan Luasan
Terumbu Karang pada Tahun 1995 dan 2004... 64
33. Proporsi Luasan terumbu Karang tahun 1995 dan 2004... 65
34. Rincian Kehilangan Nilai Manfaat Terumbu Karang dari tahun
ANALISIS EKONOMI MANFAAT EKOSISTEM TERUMBU
KARANG DI PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA
ERNI SISCA DEWI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 30 Desember 1974 dari Keluarga
Bapak Muhammad Shaleh Sutan Ma’ruf dan Ibu Rudinah. Penulis merupakan anak
terakhir dari delapan bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Cikokol I Tangerang pada tahun 1987,
Sekolah Menengah Pertama di SMPN 3 Tangerang pada tahun 1990, dan Sekolah
Menegah Atas di SMAN 2 Tangerang pada tahun 1993.
Pada tahun yang sama penulis lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri Universitas
Andalas. Penulis memilih jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Penulis memperoleh gelar Sarjana Sains pada jurusan tersebut tahun 1998.
Sejak tahun 2001 penulis menjadi staf pengajar di Universitas Respati Indonesia,
Jakarta. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan magister pada Program Studi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi
Sumberdaya Kelautan Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini
berjudul Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate
Provinsi Maluku Utara .
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada para personalia
dibawah ini :
1. Dr.Ir. Achmad Fahrudin, MS dan Dr.Ir. Luky Adrianto, MSc selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis
mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan tesis ini.
2. Prof.Dr.Ir.Tridoyo Kusumastanto, MS selaku ketua Program Studi Ekonomi
Sumberdaya Kelautan Tropika Sekolah Pascasarjana Institut Pertania Bogor atas
dukungan dan motivasinya.
3. Dr. Suharno M.Adev, selaku penguji atas masukan dan sarannya.
4. Drs. A.B.Suriadi M.Arsjad, MSc selaku kepala Pusat Survey Sumberdaya Alam
Laut Bidang Inventarisasi Sumberdaya Alam Laut Bakosurtanal atas izinnya
menggunakan data penelitian team Bakosurtanal.
5. Mutmainnah Ridwan SPi, MSi dan rekan-rekan Program Studi Ekonomi
Sumberdaya Kelautan Tropika atas dukungan dan persahabatannya.
6. Orang tua dan keluarga atas se gala doa dan dukungannya.
Harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca. Atas masukan dan saran
yang bersifat membangun penulis ucapkan terimakasih.
Bogor, Agustus 2006
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan
ABSTRACT
ERNI SISCA DEWI. Economic Analysis of Benefit Value of Coral Reef Ecosystem in
Ternate Island North Maluku Province. Under the supervision of ACHMAD
FAHRUDIN and LUKY ADRIANTO.
Artisanal fishermen are people whose economic activities depend on natural
resource especially coral reef ecosystem. In Ternate Island there are 729 fishermen
household. Who are running some economic activities, including destructive fishing
practices .
The aim of this research is to estimate the benefit value of coral reef in
Ternate Island using Effect on Production (EoP) approach. This approach mainly
applies to estimate the difference in value of productive output before and after the
impact of activity. The results of this research show that the actual economic values of
coral reef in Ternate Island based on cross section data is Rp 21.027.933.840,00, while
produce an estimation of present value of the benefit is Rp 384.542.778,79.
Furthermore, the present value of residual rent is as of estimated to be Rp
239.081.334,38.
Based on the time series appproach, it is estimated that a loss of benefit after 10
years has been occurred. Therefore foregone benefit value of coral reef in 10 years is Rp
ABSTRAK
ERNI SISCA DEWI. Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau
Ternate Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan LUKY
ADRIANTO.
Nelayan pancing merupakan kelompok nelayan yang sangat tergantung kepada
keberadaan ekosistem terumbu karang. Di Pulau Ternate terdapat 729 nelayan pancing
yang diantaranya menjalankan praktek penangkapan ikan karang secara destruktif.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengestimasi nilai manfaat dari ekosistem
terumbu karang dengan menggunakan pendekatan efek produktivitas. Pendekatan ini
menggunakan perbedaan hasil produksi perikanan karang sebelum dan sesudah praktek
penangkapan ikan karang secara destruktif.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai estimasi ekonomi aktual dari
ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate berdasarkan data primer adalah Rp
21.027.933.840,00. Sementara itu estimasi dari nilai manfaat sekarang adalah Rp
384.542.778,79. Sedangkan nilai estimasi manfaat bersih sekarang adalah Rp
239.081.334,38.
Dengan pendekatan data berkala diperoleh nilai estimasi dari manfaat ekosistem
terumbu karang yang hilang selama kurun waktu 10 tahun. Estimasi nilai manfaat yang
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Terumbu Karang... 5
Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang ... 12
MetodeValuasi Ekonomi... 16
KERANGKA PENDEKATAN STUDI ... 24
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu... 27
Metode Penelitian ... 27
Metode Pengambilan Sampel... 27
Variabel dan Cara Pengukuran ... 28
Analisis Data ... 29
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis ... 34
Kondisi Fisik ... 34
Kondisi Sosial Ekonomi ... 35
HASIL DAN PEMBAHASAN Pendekatan Data Cross Section... 47
Nilai Ekonomi Aktual (Net Benefit Income Approach) ... 47
Nilai Manfaat sekarang. ... 50
Nilai Manfaat Ekonomi Sekarang... 51
Analisis Sensitivitas Net Present Value ... 52
Keterkaitan Ikan Karang dengan Karang Hidup... 56
Pendekatan data Time series ... 62
Halaman
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ... 66
Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Valuasi Ekosistem Berdasarkan Tiga Tujuan Utama Efisisensi,
Keadilan ,Dan Keberlanjutan... . ... 13
2. Contoh Nilai Ekonomi Total Ekosistem Terumbu Karang... 16
3. Rincian Wilayah Pulau Ternate ... 37
4. Luas Jarak,dan Waktu Tempuh Ke Pulau–Pulau Kecil Di Kota Ternate ... 37
5. Sarana Pendidikan Dasar dan Menengah Di Kota Ternate tahun 2004 38 6. Perkembangan Indeks Harga Konsumen Berdasarkan Kelompok Harga Komoditi Di Kota Ternate Tahun 2000-2004... 39
7. Komposisi Sebaran RTP Di Pulau Ternate... 41
8. Produksi Hasil Perikanan Di Kota Ternate Tahun 1996-2004 ... 41
9. Perkembangan Produksi Perikanan Kota Ternate Dari Tahun 2002-2004 ... 42
10. Perkembangan Armada Tangkap Nelayan Selama 3 Tahun... 42
11. Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenis Di Pulau Ternate... 42
12. Sarana Dan Prasarana Pelabuhan Bastiong ... 44
13. Klasifikasi Umur Responden ... 45
14. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden ... 45
15. Klasifikasi Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga ... 46
16. Asal Responden... 46
17. Lama Domisili Responden... 47
18. Status Kepemilikan Armada ... 47
19. Rincian Estimasi Penerimaan Ikan Karang Nelayan Pancing Di Pulau Ternate ... 49
20. Rincian Estimasi Manfaat Bersih Nelayan Pancing Di Pulau Ternate 50 21. Nilai Estimasi Ekonomi Aktual Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate ... 44
Pulau Ternate ... 51
Halaman
23. Nilai Estimasi Present Value Residual Rent Terumbu Karang Di
Pulau Ternate ... 52
24. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Berkurang 25
% menggunakan Pola Pemanfaatan Destruktif ... 54
25. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Bertambah
25% Menggunakan Pola Pemanfaatan Dengan Pengaturan ...54
26. Rincian Tindakan dan Penanganan Yang Harus Dilakukan Seluruh
Stake Holders pemanfaat Ekosistem Terumbu Karang ... 55
27. Perbandingan Net Prresent Value Dengan Perubahan Biaya Angkut 56
28. Rekapitulasi Persentase Sebaran Tutupan Karang di Pulau Ternate . 58
29. Rekapitulasi Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan Karang
Konsumsi Masyarakat di Pulau Ternate ... 59
30. Hasil Regresi Antara Ikan Karang Konsumsi Dengan Karang Hidup 57
31. Hasil Regresi Masing-Masing Ikan Karang Konsumsi Denga n
Tutupan Karang Hidup di Semua Stasiun Pengamatan ... 62
32. Perbandingan Produktivitas Terumbu Karang dengan Luasan
Terumbu Karang pada Tahun 1995 dan 2004... 64
33. Proporsi Luasan terumbu Karang tahun 1995 dan 2004... 65
34. Rincian Kehilangan Nilai Manfaat Terumbu Karang dari tahun
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Metode Valuasi Ekonomi... 17
2. Alur Kerangka Pendekatan S tudi... 27
3. Proporsi Rata-Rata Tangkapan Ikan Karang Per Trip Nelayan
Pancing Di Pulau Ternate ... 49
4. Nilai Ekonomi Aktual Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate 51
5. Perbandingan Antara PV Benefit Dan PV Residual Rent Terumbu
Karang Di Pulau Ternate... 52
6. Grafik Analisis Sensitivitas Net Present Value (NPV) Ekosisrtem
Terumbu Karang Di Pulau Ternate ... 56
7. Kurva Interaksi Antara Persentase Tutupan Karang Hidup Dengan Kelimpahan
Ikan Karang Konsumsi... 59
8. Kurva Interaksi Antara Persentase Tut upan Karang Hidup Dengan
Keanekaragaman Ikan Karang Konsumsi Di Pulau Ternate ... 60
9. Mata Rantai Karang Sehat Dengan Keanekaragaman dan Kelimpahan
Ikan ... 61
10. Rekapitulasi Produksi Perikanan Karang di Pulau Ternate tahun
1995-2004 ... 63
11. Estimasi Degradasi Luasan terumbu Karang di Pulau Ternate Dari
tahun 1995-2004 ... 64
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta Ekosistem Terumbu Karang Pulau Ternate ... 70
2. Analisis Manfaat –Biaya Per Tahun Responden Nelayan Pancing di
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 sehingga wilayah pesisir dan lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia dengan memiliki ekosistem pesisir seperti mangrove, terumbu karang (coral reefs) dan padang lamun (sea grass beds) (Dahuri et al. 1996).
Untuk ekosistem terumbu karang World Resource Institute (WRI) (2002) mengestimasi bahwa luas terumbu karang di Indonesia adalah sekitar 51.000 km2. Angka ini belum mencakup terumbu karang di wilayah terpencil yang belum dipetakan atau yang berada di perairan agak dalam (inland waters). Jika estimasi ini akurat maka 51% terumbu karang di Asia Tenggara atau 18% terumbu karang di dunia berada di perairan Indonesia. Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi (fringing reefs) yang berdekatan dengan garis pantai sehingga mudah diakses oleh masyarakat sekitar. Lebih dari 480 jenis karang batu (hard coral )telah didata di wilayah timur Indonesia dan merupakan 60% dari jenis karang batu di dunia yang telah berhasil dideskripsikan. Keanekaragaman tertinggi ikan karang di dunia juga ditemukan di Indonesia dengan lebih dari 1.650 jenis hanya untuk wilayah Indonesia bagian timur.
Sebagai salah satu ekosistem utama pesisir dan laut, terumbu karang dengan
beragam biota asosiatif dan keindahan yang mempesona, memiliki nilai ekologis dan
ekonomis yang tinggi. Selain berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak
dan arus kuat, terumbu karang juga mempunyai nilai ekologis antara lain sebagai habitat,
tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar serta tempat pemijahan bagi
berbagai biota laut. Nilai ekonomis terumbu karang yang menonjol adalah sebagai tempat
penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias, bahan
konstruksi dan perhiasan, bahan baku farmasi dan sebagai daerah wisata serta rekreasi
yang menarik.
Selanjutnya Hopley dan Suharsono (2000) dalam Burke et al.(2002)
tahunnya sekitar 1,6 milyar US Dollar, selain ituterumbu karang Indonesia juga dikenal sebagai salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia yang menyediakan 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan pada tahun 1997 .
Sebagaimana ciri negara berkembang dengan populasi penduduk yang besar ditambah dengan struktur geografis yang dikelilingi oleh laut, maka laut menjadi tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama masyarakat di daerah pesisir. Tekanan terhadap sumberdaya laut terutama terumbu karang meningkat seiring dengan bertambahnya populasi secara cepat. Ketergantungan yang tinggi telah menyebabkan penurunan yang besar pada nilai ekologis dan ekonomis akibat degradasi dan kerusakan yang parah. Dari sekitar 51.000 km2 luas terumbu karang
di Indonesia, lebih dari 40 % dalam kondisi rusak dan hanya sekitar 6,5% dalam kondisi
sangat baik selebihnya dalam kondisi sedang (WRI, 2002).
Dibeberapa tempat di Indonesia karang batu digunakan untuk berbagai kepentingan seperti konstruksi jalan dan bangunan, bahan baku industri dan perhiasan. Dalam industri pembuatan kapur, karang batu (hard coral) kadang-kadang ditambang sangat intensif sehingga bisa mengancam keamanan pantai. Selain it u karang dan ikan karang Indonesia yang berlimpah tersebut terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak. Penangkapan ikan menggunakan racun sianida dan bahan peledak telah meluas di Indonesia bahkan di daerah yang dilindungi (WRI, 2002).
Kerusakan terumbu karang yang telah terjadi di beberapa kawasan pantai di Indonesia menjadi keprihatinan banyak fihak akan keberlanjutan fungsi ekosistem tersebut. Kerusakan ekosistem terumbu karang terjadi karena faktor- faktor alam, akan tetapi faktor-faktor antropogenik mempunyai andil yang besar Menurut Garces (1992) sumber-sumber kerusakan karang dapat dikelompokan sebagai aktivitas ekonomi yang terdiri dari kegiatan perikanan, pembangunan di daratan disamping wilayah pesisir dan rekreasi serta pariwisata.
depan adalah sebesar 570 juta US Dollar. Sedangkan estimasi kerugian dari penangkapan ikan dengan racun sianida secara berkala adalah sebesar 46 juta US Dollar. Dari ekosistem terumbu karang yang rusak hanya diperoleh hasil perikanan rata-rata 5 ton/km2 /tahun sedangkan hasil produktivitas terumbu karang yang sehat bisa mencapai sekitar 20 ton/km2/tahun .
Provinsi Maluku Utara merupakan bagian dari lingkup yang bergerak antara Sangihe Talaut, Minahasa ke Filipina yang merupakan jalur distribusi terumbu karang di Indonesia bagian Timur. Jalur kepulauan Indonesia dan Filipina ini merupakan pusat keragaman terumbu karang dunia dengan jumlah spesies yang telah teridentifikasi sekitar 600 spesies.
COREMAP (2001) melaporkan bahwa dibeberapa daerah di Provinsi Maluku Utara terjadi kerusakan ekosistem terumbu karang. Mulai dari Pulau Ternate, Pulau Bacan, Pulau Obi, Pulau Halmahera sa mpai bagian Utara yaitu pulau Morotai. Di Pulau Halmahera tutupan karang hidup dengan kondisi baik sebesar 29%, 14% dalam kondisi sedang dan selebihnya dalam kondisi buruk. Berdasarkan laporan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Universitas Khairun (2001) bahwa ekosistem terumbu karang dibeberapa lokasi di Pulau Ternate mengalami kerusakan akibat tindakan destruktif. Penyebab dominan kerusakan adalah kegiatan penangkapan ikan menggunakan muroami, bahan peledak, bahan beracun, pemasangan perangkap, aktivitas transportasi dan wisata bahari.
Perumusan Masalah
Sebagai sebuah ekosistem, terumbu karang merupakan sumberdaya yang tidak
mempunyai nilai pasar (non market base). Salah satu proxy bagi nilai ekonomi terumbu karang adalah melalui Proxy terhadap nilai produktivitas perikanan. Nilai ekonomi
terumbu karang didekati dengan nilai proksi yaitu produktivitas perikanan karang.
Fungsi terumbu karang sebagai feeding ground, spawning ground dan nursery ground dapat diestimasi dengan nilai output yang dihasilkan oleh ekosistem ini yaitu ikan karang.
Terumbu karang dan ikan karang merupakan suatu rangkaian mata rantai dimana
keberadaan ekosistem terumbu karang akan menunjang kelimpahan ikan karang.
destruktif sehingga ekosistem terumbu karang mengalami kerusakan. Kerusakan itu
menyebabkan fungsi- fungsi terumbu karang mengalami gangguan. Gangguan tersebut
dapat menjalar secara berantai terhadap fungsi-fungsi ekosistem yang lain dan akhirnya
bermuara pada penurunan nilai ekonomi dari sumberdaya.
Pertanyaan yang kemudian timbul dengan mencermati fenomena ekstraksi potensi
sumberdaya ekosistem terumbu karang di atas adalah :
1) Bagaimana potensi dan jenis pema nfaatan ekosistem terumbu karang yang
dilakukan oleh masyarakat lokal di Pulau Ternate ?
2) Bagaimana dan seberapa besar nilai manfaat ekonomi dari ekosistem terumbu
karang di Pulau Ternate ?
3) Bagaimana pemanfaatan yang berkelanjutan untuk ekosistem terumbu karang ?
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
1) Mengidentifikasi potensi dan jenis pemanfaatan terumbu karang oleh masyarakat
lokal di Pulau Ternate.
2) Menganalisis secara ekonomi nilai manfaat dari ekosistem terumbu karang.
Kegunaan penelitian, yaitu :
Dari penelitian ini di harapkan diperoleh data dan informasi mengenai nilai estimasi
dari manfaat ekonomi suatu ekosistem terumbu karang sehingga kesalahan dalam
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang (Coral reef) merupakan masyarakat organisme yang hidup
didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan
gaya gelombang laut. Sedangkan organisme–organisme yang dominan hidup disini
adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur, dan algae yang
banyak diantaranya juga mengandung kapur. Berkaitan dengan terumbu karang diatas
dibedakan antara binatang karang atau karang (reef coral ) sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang (coral reef) sebagai suatu ekosistem (Sorokin, 1993).
Terumbu karang (coral reef) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan
kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja
yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas
dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang
akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni (Sorokin, 1993).
Berdasarkan kepada kemampuan memproduksi kapur maka karang dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik. Karang
hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal
menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan didaerah tropis. Karang
ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas
diseluruh dunia. Perbedaan utama karang Hermatipik dan karang ahermatipik adalah
adanya simbiosis mutualisme antara karang hermatipik dengan zooxanthellae, yaitu
sejenis algae unisular (Dinoflagellata unisular), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan fotosistesis.
Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan
bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau
spesies binatang karang. Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan
fototeopik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup
dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut.
Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar
antara 25-32 oC (Nybakken, 1982).
Menurut Veron (1995) terumbu karang merupakan endapan massif (deposit) padat
kalsium (CaCo3) yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga
berkapur (Calcareous algae) dan organisme -organisme lain yang mensekresikan kalsium karbonat (CaCo3). Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu
(Scleractina ) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun
terumbu (reef -building corals). Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenterata yang hanya memp unyai stadium polip. Kelas Anthozoa
tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia,
yang keduanya dibedakan secara asal-usul, morfologi dan fisiologi.
Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang
efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).
Menurut Sumich (1992) dan Burke et al. (2002) sebagian besar spesies karang
melakukan simbiosis dengan alga simbiotik yaitu zooxanthellae yang hidup di dalam
jaringannya. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa
organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang
menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk
keperluan hidup zooxanthellae.
Selanjutnya Sumich (1992 ) menjelaskan bahwa adanya proses fotosintesa oleh
alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan
karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut:
Ca (HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2
Fotosintesa oleh algae yang bersimbiose membuat karang pembentuk terumbu
menghasilkan deposist cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali
lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak
bersimbiose dengan zooxanthellae.
Veron (1995) dan Wallace (1998) mengemukakan bahwa ekosistem terumbu
terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi,
eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di
tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Suharsono (1999) mencatat selama peristiwa
pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 oC di
atas suhu normal.
Selain dari perubahan suhu, maka perubahan pada salinitas juga akan
mempengaruhi terumbu karang. Hal ini sesuai dengan penjelasan McCook (1999) bahwa
curah hujan yang tinggi dan aliran material permukaan dari daratan (mainland run off) dapat membunuh terumbu karang melalui peningkatan sedimen dan terjadinya
penurunan salinitas air laut. Efek selanjutnya adalah kelebihan zat hara (nutrient overload) berkontribusi terhadap degradasi terumbu karang melalui peningkatan pertumbuhan makroalga yang melimpah (overgrowth) terhadap karang.
Meskipun beberapa karang dapat dijumpai dari lautan subtropis tetapi spesies yang
membentuk karang hanya terdapat di daerah tropis. Kehidupan karang di lautan dibatasi
oleh kedalaman yang biasanya kurang dari 25 m dan oleh area yang mempunyai suhu
rata-rata minimum dalam setahun sebesar 10oC. Pertumbuha n maksimum terumbu karang
terjadi pada kedalaman kurang dari 10 m dan suhu sekitar 25 o C sampai 29 oC. Karena
sifat hidup inilah maka terumbu karang banyak dijumpai di Indonesia (Hutabarat dan
Evans, 1984).
Selanjutnya Nybakken (1992) mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga tipe
umum yaitu :
a.Terumbu karang tepi (Fringing reef/shore reef) b.Terumbu karang penghalang (Barrier reef) c.Terumbu karang cincin (atoll)
Diantara tiga struktur tersebut, terumbu karang yang paling umum dijumpai di
perairan Indonesia adalah terumbu karang tepi (Suharsono, 1998). Penjelasan ketiga tipe
terumbu karang sebagai berikut :
atau kearah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat dibagian yang cukup
arus. Sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung
mempunyai pertumbuhaan yang kurang baik bahkan banyak mati karena sering
mengalami kekeringan dan banyak endapan yang datang dari darat.
2) Terumbu karang tipe penghalang (Barrief reef) terletak di berbagai jarak kejauhan dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam
untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m). Umumnya memanjang menyusuri
pantai dan biasanya berputar-putar seakan – akan merupakan penghalang bagi
pendatang yang datang dari luar. Contohnya adalah The Greaat Barier reef yang berderet disebelah timur laut Australia dengan panjang 1.350 mil.
3) Terumbu karang cincin (atol) yang melingkari suatu goba (laggon). Kedalaman goba didalam atol sekitar 45m jarang sampai 100m seperti terumbu karang
penghalang. Contohnya adalah atol di Pulau Taka Bone Rate di Sulawesi
Selatan.
Moberg and Folke (1999) dalam Cesar (2000) menyatakan bahwa fungsi
ekosistem terumbu karang yang mengacu kepada habitat, biologis atau proses ekosistem
sebagai penyumbang barang maupun jasa. Untuk barang merupakan yang terkait
dengan sumberdaya pulih seperti bahan makanan yaitu ikan, rumput laut dan tambang
seperti pasir, karang. Sedangkan untuk jasa dari ekosistem terumbu karang dibedakan :
1.Jasa struktur fisik sebagai pelindung pantai.
2.Jasa biologi sebagai habitat dan dan suport mata rantai kehidupan.
3.Jasa biokimia sebagai fiksasi nitrogen.
4.Jasa informasi sebagai pencatatan iklim.
5.Jasa sosial dan budaya sebagai nilai keindahan, rekrasi dan permainan
Terumbu karang me nyediakan berbagai manfaat langsung maupun tidak langsung.
Cesar (2000) menjelaskan bahwa ekosistem terumbu karang banyak meyumbangkan
berbagai biota laut seperti ikan karang, mollusca, crustacean bagi masyarakat yang
hidup dikawasan pesisir. Selain itu bersama dengan ekosistem pesisir lainnya
menyediakan makanan dan merupakan tempat berpijah bagi berbagai jenis biota laut
Menurut Munro dan William dalam Dahuri (1996) dari perairan yang terdapat ekosistem terumbu karang pada kedalaman 30 m setiap kilometer perseginya terkandung
ikan sebanyak 15 ton. Sementara itu Supriharyono (2000) mengemukakan bahwa
tingginya produktivitas primer di perairan terumbu karang, memungkinkan ekosistem ini
dijadikan tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan bagi banyak biota laut.
Menurut Salm (1984) dalam Supriharyono (2000), bahwa 16% dari total hasil ekspor ikan Indonesia berasal dari daerah karang.
Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan sekitar 50.000 km 2 dan
mempunyai kaenekaragaman jenis dan produktivitas primer yang tinggi. Namun dibalik
potensi tersebut, aktivitas manusia dalam rangka pemanfaatan potensi sumberdaya alam
didaerah pantai, baik secara langsung maupun tidak langsung sering merusak terumbu
karang. Menurut Suprihayono (2000) beberapa aktivitas pemanfaatan terumbu karang
yaitu :
1) Perikanan terumbu karang
Masalah perikanan merupakan bagian dari ekosistem bahkan keanekaragaman karang
dapat mencerminkan keanekaragaman jenis ikan. Semakin beragam jenis terumbu
karang akan semakin beraneka ragam pula jenis ikan yang hidup di ekosistem
tersebut. Oleh karena itu masalah perikanan tidak bisa diabaikan pada pengelolaan
ekosistem terumbu karang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk saaat ini maka
jumlah aktivitas penangkapan ikan di ekosistem terumbu karang juga meningkat.
Apabila hal ini dilakukan secara intensif, maka kondisi ini memungkinkan terjadinya
penurunan stock ikan di ekosistem terumbu karang. Keadaan ini akan memakan
waktu lama untuk bisa pulih kembali. Pengelolaan yang efektif harus didasarkan pada
pengetahuan biologis target spesies, sehingga teknik penangkapan yang tepat dapat
ditentukan. Pengelolaan terumbu karang ini cenderung lebih banyak ditekankan pada
pengambilan karang atau aktivitas manusia seperti pengeboman ikan karang, dan
yang lainnnya secara tidak langsung dapat merusak karang.
2) Aktivitas Pariwisata Bahari
Untuk menjaga kelestarian potensi sumberdaya hayati daerah-daerah wisata bahari,
maka di Indonesia telah dibentuk suatu kerja sama pengembangan kepariwisataan
lokal, pemerintah lokal dan regional dan masyarakat Badan kerjasama pariwisata
dapat dijumpai di Nusa Dua Bali dan Manado. Adapun tugas badan ini diantaranya
adalah
• Menjaga daya tarik masyarakat terhadap pengembangan pariwisata .
• Membantu pengusaha menempati kebijaksanaan– pemerintah
• Pengadaaan dana pinjaman untuk pembangunan infra struktur.
• Pemanfaatan taman laut untuk tujuan wisata pada umumnya diperoleh melalui
agen-agen pariwisata dan scuba diving .Namun kedua agen atau arganisasi
tersebut lebih mementingkan profit daripada harapan konservasi yaitu pelestarian
sumberdaya alam laut. Sebagai akibatnya aktivitas mereka sering menimbulkan
hal- hal yang tidak diinginakan atau bertentangan dengan nilai estetika atau
carrying capacity lingkungan laut.
3) Aktivitas Pembangunan Daratan
Aktivitas pembangunan di daratan sangat menentukan baik buruknya kesehatan
terumbu karang. Aktivitas pembangunan yang tidak direncanakan dengan baik di
daerah pantai akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem terumbu karang.
Beberapa aktivitas seperti pembukaan hutan mangrove, penebangan hutan,
intensifikasi pertanian, bersama-saa dengan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS)
yang jelek umumnya akan meningkatkan kekeruhan dan sedimentasi di daerah
terumbu karang.
4) Aktivitas Pembangunan di Laut
Aktivitas pembangunan di laut, seperti pembangunan darmaga pelabuhan,
pengeboran minyak, penambangan karang, pengambilan pasir dan pengambilan
karang dan kerang untuk cinderamata secara langsung maupun tidak langsung akan
memebahayakan kehidup an terumbu karang. Konstruksi pier dan pengerukan alur
pelayanan menaikkan kekeruhan demikian juga dengan eksploitasi dan produksi
minyak lepas pantai, selain itu tumpahan minyak tanker juga membahayakan terumbu
Ancaman terhadap terumbu karang
fenomena alam dan berbagai tindakan destruktif masyarakat mengancam
kesehatan maupun keberadaan terumbu karang. Ancaman terhadap terumbu karang
dibagi menjadi dua kategori yaitu ancaman bencana alam dan ancaman yang
ditimbulkan oleh manusia. Ancaman yang ditimbulkan oleh alam termasuk kerusakan
akibat badai, perubahan suhu. Sedangkan ancaman yag disebabkan oleh aktivitas
manusia adalah :
1. Praktek penangkapan dengan racun, dengan peledak, muroami .
2. Sedimentasi , polusi dan sampah
3. Pertambangan
4. Praktek tourism yang tidak berkelanjutan.
Cesar (2000) melaporkan terjadi praktek penangkapan besar–besaran dengan
bahan peledak dan cianida di Indonesia. Penyebabnya adalah demand yang tinggi terhadap ikan karang terutama jenis kerapu ( groupers) maupun ikan Napoleon wrasse.
Dengan nilai pasar yang tinggi berkisar US$ 60-180 per kilo telah menyebabkan
perburuan ikan karang dihampir seluruh perairan Indonesia. Untuk menjaga profit yang
menggiurkan ini mau tidak mau supply tetap banyak dan biaya ektraksi harus murah,
sehingga masyarakat beramai-ramai memanen ikan menggunakan bahan peledak dan
sianida.
Umumnya penyebab sedimentasi karena penebangan hutan atau aktivitas
masyarakat kota, sehingga simbiose algae dan karang menjadi terhalang dari
penangkapan cahaya matahari. Sedimentasi yang lebih parah terjadi apabila penutupan
lahan seperti reklamasi daerah estuaria dan pantai. Sedangkan polusi yang terjadi
disebabkan oleh bahan kimia pertanian dan limbah industri yang dibuang keperairan.
Menurut penelitian Cesar (2000) biaya polusi dan sampah kota selama 1 tahun di
Indonesia adalah 987 milyar USD. Sedangkan keuntungan dari tourisme adalah 101
milyar USD,dari perikanan 221 milyar USD, dan kesehatan (farmasi ) sebesar 4,8
mlyar USD Sehingga total manfaat yang didapatkan dari ekosistem terumbu karang
adalah 327 milyar USD, atau sepertiga dari total biaya sebesar 987 milyar USD.
Praktek penambangan karang sejak lama terjadi, umumnya untuk membangun
semen. Penambangan karang tidak hanya menghancurkan karang tetapi juga
mengakibatkan penebangan hutan untuk pembakaran karang. Penambangan karang juga
berdampak terhadap jasa ekologis seperti pelindung garis pantai .
Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang
Dari ancaman – ancaman terhadap terumbu karang saat ini hal yang sangat
mendesak yang perlu dilakukan adalah tindakan penilaian ekonomi terhadap berbagai
macam fungsi terumbu karang baik sebagai pensuplai barang dan jasa. Penilaian bisa
dianalogkan dari nilai perikanan atau nilai sebagai pelindung pantai yang mempunyai
nilai pasar. Dimana nilai bisa diturunkan berdasarkan pada permintaan (demand),
penawaran (supply), harga (price) dan biaya (Cost) (Spurgeon, 1992).
Barton (1994) menjelaskan bahwa nilai ekonomi dari ekosistem terumbu karang
merupakan nilai dari seluruh instrument yang ada padanya termasuk sumber makanan
dan jasa ekologis. Nilai dari seluruh instrumen yang terdapat pada ekosistem terumbu
karang dapat dikuantifikasi melalui metode valuasi ekonomi total (Total Economic
Valuation/TEV). Berdasarkan teori ekonomi neoklasik seperti consumer surplus dan
willingness to pay dapat didekati nilai ekosistem terumbu karang yang bersifat tiada nilai pasar (non market value).
Menurut Fauzi ( 2005) valuasi ekonomi dapat didefinisikan sebagai upaya untuk
member ikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya
alam (SDA) dan lingkungan baik atas nilai pasar (market value) maupun nilai non pasar
(non market value). Penilaian ekonomi sumberdaya merupakan suatu alat ekonomi (
economic tool) yang menggunakan teknik penilaian tertentu untuk mengestimasi nilai uang dari barang dan jasa yang diberikan oleh suatu sumberdaya alam. Tujuan dari
penilaian ekonomi antara lain digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara
konservasi sumberdaya alam dan pembangunan ekonomi, maka valuasi ekonomi dapat
menjadi suatu peralatan penting dalam peningkatan apresiasi dan kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan itu sendiri. Dijelaskan juga oleh Fauzi (2005) bahwa terdapat tiga
1. Tidak dapat pulih kembali, tidak dapat diperbaharuinya apabila sudah mengalami
kepunahan. Jika sebagai asset tidak dapat dilestarikan,maka kecenderungannya akan
musnah.
2. Adanya ketidakpastian, misalnya terumbu karang rusak atau hilang. Akan ada biaya
potensial yang harus dikeluarkan apabila sumberdaya alam tersebut mengalami
kepunahan.
3. Sifatnya yang unik, jika sumberdaya mulai langka, maka nilai ekonominya akan lebih
besar karena didorong pertimbangan untuk melestarikannya.
Penilaian ekonomi sumberdaya merupakan suatu bentuk penilaian yang
komprehensif. Dalam hal ini tidak saja nila i pasar (market value) dari barang tetapi juga nilai jasa (nilai ekologis) yang dihasilkan oleh sumberdaya alam yang sering tidak
terkuantifikasi kedalam perhitungan menyeluruh sumberdaya alam
Menurut Constanza and Folke (1977) diacu dalam Adrianto (2006) tujuan valuasi ekonomi adalah menjamin tercapainya tujuan maksimisasi kesejahteraan individu yang
berkaitan dengan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi. Selanjutnya Constanza
(2001) dalam Adrianto (2006) menyatakan untuk tercapainya ke tiga tujuan diatas, perlu adanya valuasi ekosistem berdasarkan tiga tujuan utama yaitu efisiensi, keadilan,
dan keberlanjutan .
Tabel 1.Valuasi ekosistem berdasarkan efisiensi, keadilan, dan keberlanjutan.
Tujuan /
Rendah Rendah Willingness
to pay
Medium Tinggi modelling
Sumber ; Constanza and Folke (1997) dalam Adrianto (2006).
Dari Tabel 1 diatas dapat dijelaskan bahwa untuk nilai keadilan (F-value)
berbasis kepada nilai–nilai komunitas dan bukan kepada nilai-nilai individu. Nilai
dihasilkan dari sebuah konsensus atau kesepakatan antara anggota komunitas (homo comunicus). Menurut Rawls (1971) dalam Adrianto (2006) metode valuasi yang tepat
untuk tujuan ini adalah veil of ignorance) dimana responden memberikan penilaian
dengan tanpa memandang status dirinya dalam komunitas. Sedangkan untuk tujuan
keberlanjutan (S-Value) yang bertujuan mempertahankan tingkat keberlanjutan dari suatu
ekosistem, lebih menitik beratkan kepada fungsi ekosistem sebagai penopang kehidupan
manusia. Dalam konteks ini manusia berperan sebagai homo naturalis yang
menempatkan diri sebagai bagian dari system secara keseluruhan (sistem alam dan
sistem manusia). Modeling adalah salah satu metodologi yang dapat digunakan dalam
konteks S- value (Vionov, 1999, Constanza et al,.1993 dalam Adrianto, 2006).
Sementara itu, menurut Krutila (1967) dalam Fauzi (2005) untuk mengukur nilai sumberdaya dilakukan berdasarkan konsep nilai total (total value) yaitu nilai kegunaan atau pemanfaatan (use value) dan nilai bukan kegunaan atau non use values. Konsep use value pada dasarnya mendefinisikan suatu nilai dari konsumsi aktual maupun konsumsi potensial dari suatu sumberdaya.
Barton (1994) membagi konsep use value kedalam nilai langsung (direct use value) dan nilai tidak langsung (indirect use value) adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan aktual dari barang dan jasa serta nilai pilihan (option value).Sementara nilai
non use value meliputi nilai keberadaan existence values dan nilai warisan (bequest values) jika nilai- nilai tersebut dijumlahkan akan diperoleh nilai ekonomi total (total economic values).
Nilai guna langsung meliputi seluruh manfaat dari sumberdaya yang dapat
diperkirakan langsung dari konsumsi dan produksi dimana harga ditentukan oleh
mekanisme pasar. nilai guna ini dibayar oleh orang secara langsung mengunakan
sumberdaya dan mendapatkan manfaat darinya.
Nilai guna tidak langsung terdiri dari manfaat - manfaat fungsional dari proses
ekologi yang secara terus menerus memberikan kontribusi kepada masyarakat dan
ekosistem. Sebagai contoh terumbu karang terus menerus memberikan perlindungan
kepada pantai, serta peranannya dalam mempertahankan keberlanjutan sumberdaya
perikanan terkait dengan fungsinya sebagai spawning ground, nursery ground dan
Nilai pilihan (Option value) meliputi manfaat-manfaat sumberdaya alam yang disimpan atau dipertahankan untuk tidak dieksplorasi sekarang demi kepentingan yang
akan datang. Contohnya spesies, habitat dan biodiversity.
Nilai Keberadaan (existance values) adalah nilai yang diberikan masyarakat kepada sumberdaya tertentu atas manfaat spiritual, estetika, dan kultural. Nilai guna ini
tidak berkaitan dengan penggunaan oleh manusia baik untuk sekarang maupun masa
dating, semata- mata sebagai bentuk kepedulian atas keberadaan sumberdaya sebagai
obyek. Contohnya nilai yang diberikan atas keberadaan karang penghalang di Taman
Nasio nal Laut Takabonerate. Orang umumnya tidak akan memberikan nilai terhadap
karang penghalang ini untuk melihatnya, meskipun mengetahui keberadaannya melalui
TV, Koran atau Foto.
Nilai warisan (bequest value) adalah nilai yang diberikan masyarakat yang hidup saat ini untuk sumberdaya alam tertentu agar tetap utuh untuk diberikan kepada generasi
selanjutnya.Nilai ini berkaitan dengan konsep penggunaan masa datang, atau pilihan dari
orang lain untuk menggunakannya.
Tabel 2. Nilai Ekonomi Total Ekosistem Terumbu Karang
Nilai Ekonomi Total
Nilai Guna( use value) Nilai non guna (non use value)
langsung Tidak
langsung
Nilai pilihan Nilai quasi
siklusnutrisi,
pendidikan,s
tudiarkeolgi
ekosistem. diperbaharui
Metode Valuasi Ekonomi
Metode untuk menilai sumberdaya secara ekonomi umumnya dapat dibagi kedalam
dua kategori yaitu valuasi yang menggunakan fungsi permintaan dan yang tidak
menggunakan fungsi permintaan. Metode yang tercakup kedalam kedua pendekatan ini
dapat dilihat pada gambar 1. dibawah ini.
Gambar 1. metode valuasi ekonomi (sumber: Garrot and Willis, 1999) Dose response Function
Payment Card Choice Experiment PREFERENCES
State Preferences Direct Approach Revealed Preferences
(Surrogate Market, Indirect Approach)
Hedonic market
Travel Cost Methode
Wage Risk Property
USE VALUES
Bidding game
NON USE VALUES+USE VALUES
Market value
Open/close ended
Avertive Behaviour
Pendekatan ya ng tidak mengunakan fungsi demand (non market demand approach) secara luas digunakan dalam menilai biaya dampak lingkungan dalam hal ini untuk
menentukan respon kebijakan yang akan diterapkan .
Pendekatan kurva permintaan (demand curve approach).
1.Metode Dampak Produksi (Effect on Production = EoP)
Teknik pendekatan ini mengacu juga sebagai perubahan dalam produksi yaitu
memandang perubahan pada output (produksi) sebagai basis dalam menilai ekosistem
terumbu karang. Umumnya teknik ini diterapkan pada perikanan dan turisme untuk
menduga perbedaan produksi output sebelum dan sesudah dampak dari suatu
aktivitas maupun intervensi pengelolaa. Metode ini menghitung dari sisi kerugian
(apa yang hilang) akibat suatu tindakan. Misalnya suatu kawasan dijadik an
konservasi. Pendekatan ini menjadi dasar bagi pembayaran kompensasi bagi property
yang semestinya dibeli oleh pemerintah untuk tujuan sepert membangun jalan tol,
bandara, instalasi militer dan lain- lain. juga biaya kompensasi bagi petani yang
merelakan tanahnya untuk tujuan pembangunan yang ramah lingkungan misalnya
cagar alam,hutan lindung dan lain- lain. Kasus yang mudah adalah pemutihan karang
yang terjadi sehingga dalam waktu singkat mengurangi jumlah wisatawan diving
pada terumbu karang, dampaknya tentu saja menurunkan pendapatan sehingga
perubahan pada manfaat bersih dapat diukur dan dapat digunakan sebagai proksi
kerugian pada nilai turisme. Demikian juga halnya dengan perikanan karang misalnya
dengan aktivitaas yang merusak seperti pemboman, pembiusan ,muroami maka
perubahan hasil output yaitu ikan karang dapat digunakan sebagai proksi dari nilai
ekosistem terumbu karang yang hilang.
2.Metode Respon Dosis (Dose Respon Methode)
Metode ini menilai pengaruh perubahan kandungan zat kimia atau polutan tertentu
terhadap kegiatan ekonomi atau utilitas konsumen.Misalnya tingkat pencemaran
perairan karena limbah dibuang kelaut sehingga mempengaruhi kesehatan ikan.
Penurunan tingkat produksi dapat dihitung baik dengan menggunakan harga pasar
yang berlaku maupun harga bayangan (shadow price). Perhitungan menjadi lebih
Perhitungan dampak ekonominya memerlukan estimasi yang menyangkut nilai
kehidupan manusia seperti pengurangan resiko sakit, meninggal , kemauan membayar
untuk menghindari resiko sakit atau mati akibat pencemaran tersebut.Ada kaitan yang
erat antara metode EOP dan DR .
3.Metode Pengeluaran Preventif (Preventive Expenditure Methode)
Pada metode ini nilai sumberdaya dihitung dari apa yang disiapkan oleh orang atau
sekelompok orang untuk pencegahan (preventif) yang menyebabkan kerusakan
sumberdaya.
4.Metode Avertive Behaviour (AB)
Penghitungan nilai eksternalitas , dilakukan dengan menghitung berapa biaya yang
disiapkan seseorang untuk menghindari dampak negatif dari kerusakan sumberdaya .
misalnya pindah kedaerah yang kualitas lingkungannya lebih baik, sehingga akan ada
biaya pindah .Jika kepindahan menyangkut tempat kerja , maka biaya transportasi ke
tempat kerja yang baru juga merupakan biaya ekternalitas.
5.Metode Biaya Pengganti (Replacement Cost Methode)
Metode ini didasarkan kepada biaya ganti rugi asset produktif yang rusak., karena
penurunan kualitas sumberdaya atau kesalahan pengelolaan.Biaya ini diperlukan
sebagai estimasi minimum dari nilai peralatan yang dapat mereduksi limbah atau
perbaikan cara pengelolaan praktis sehingga dapat mencegah kerusakan .Nilai
minimum ini akan dibandingkan dengan biaya peralatan yang baru. Contoh yang
relevan adalah konversi hutan bakau menjadi bangunan. Kenyataan menunjukkan
perubahan tersebut tidak hanya menyangkut keseimbangan rantai makanan
biota-biota yang hidup dalam ekosistem tersebut, akan tetapi juga menyangkut aspek
lain,misalnya pengurangan luas hutan berdampak pada pengurangan unsur hara dan
penurunan nilai populasi udang tangkap sebagai akibat :
•Hilangnya tempat bertelur (spaning ground) •Rusaknya daerah asuhan (nursery ground) •Penurunan produktivitas primer diperairan.
Setelah dihitung jumlah kerugian, serta kerugian karena unsur hara yang berkurang
perhitungan merupakan jumlah biaya pengganti yang harus dikeluarkan jika
kebijakan pengelolaan hutan bakau tersebut dilaksanakan.
Pendekatan Non Kurva Permintaan (Non Demand Curve Approach)
1.Contingent valuati on methode (CVM)merupakan metoda valuasi sumberdaya alam dengan cara menanyakan kepada konsumen tentang nilai manfaat sumberdaya alam
yang mereka rasakan.Teknik CVM ini dilakukan dengan survey melalui wawancara
langsung dengan responden yang memanfaatkan sumberdaya alam.Cara ini
diharapkan dapat menentukan preferensi responden terhadap barang sumberdaya
alam dengan mengemukakan kesanggupan untuk membayar (Wilingness to pay)
yang dinyatakan dalam bentuk nilai uang.
Guna memperoleh hasil yang maksimal dan tepat sasaran , maka dalam penggunaan
metode ini diperlukan desain kuesioner yang umumnya digunakan yakni metode
pertanyaan langsung, (direct question methode), metode pena waran bertingkat
(bidding game methode), metode kartu pembayaran (payment card methode) dan metode setuju atau tidak setuju (take it or leave it methode).
1. Metode pertanyaan langsung
Metode ini digunakan dengan cara memberikan pertanyaan langsung berapa harga
yang sanggup dibayar oleh responden untuk dapat memanfaatkan atau
mengkonsumsi sumberdaya yang ditawarkan.
2. Metode Penawaran Bertingkat
Metode ini merupakan penyempurnaan dari pertanyaan langsung. Caranya adalah
bahwa semua harga tertentu telah ditetapkan oleh pewawancara kemudian
ditanyakan kepada responden apakah harga tersebut layak. Jika responden
menjawab ya dengan harga yang ditawarkan , maka harga dinaikkan terus hingga
responden menjawab tidak. Angka terakhir yang dicapai tersebut merupakan nilai
WTP yang tertinggi. Hal yang sebaliknya bisa saja terjadi yaitu jika responden
menjawab tidak untuk harga pertama yang ditawarkan. Jika demikian yang terjadi
maka harga diturunkan terus hingga responden menjawab ya. Angka terakhir
dianggap sebaga i nilai WTP terendah. Harga WTP ini dianggap sebagai
3. Metode Kartu Pembayaran
Metode ini digunakan dengan bantuan sebuah kartu berisi daftar harga yang
dimulai dari nol (0) sampai pada suatu harga tertentu yang relative tinggi.
kemudian kepada responden ditanyakan harga maksimum sanggup untuk
membayar suatu produk SDA .
4. Metode Setuju Atau Tidak Setuju
Dari sisi responden metode ini sangat mudah karena responden ditawari sebuah
harga , kemudian ditanya setuju atau tidak dengan harga tersebut.
Metode CVM dengan survey WTP merupakan metode yang sering digunakan,
metode ini memiliki beberapa kekurangan akibat bias yang ditimbulkannya. Ada
lima sumber bias yang timbul pada metode ini yaitu:
Kesalahan strategi (strategic Bias)
Kesalahan in akibat kesalahan strategi dalam mengungkapkan informasi
akibatnya tidak tepat persepsi respoden terhadap pertanyaan yang diajukan
Kesalahan titik awal (Starting Point Bias)
Kesalahan ini disebabkan oleh kesulitan penentuan berapa harga awal yang
ditawarkan dengan menggunakan metode penawaran bertingkat.
Kesalahan hipotesis (Hypotetic Bias)
Terdapat dua sumber munculnya keslahan hipotesis ini. Pertama diakibatkan
karena responden tidak merasakan secara benar karakteristik sumberdaya yang
diuraikan oleh pewawancara. Kedua karena responden memberikan respon yang
tidak serius terhadap pertanyaan yang diajukan dan hanya menjawab seadanya.
Kesalahan Sampling (Sampling bias )
Kesalahan ini muncul karena ketidak jelasan dalam mendefinisikan populasi.
Tidak ada kesesuian antara populasi yang menjadi sasaran dengan sampel yamg
diambil. Sumber kesalahan lainnya adalah pengambilan sampel yang tidak
dilakukan secara acak (random) atau jumlah sampel yang tidak representative.
Kesalahan Spesifikasi Komoditas (comodity specification Bias)
Kesalahan ini terjadi karena responden tidak mengerti spesifikasi barang
sumberdaya yang ditawarkan.
• Menguraikan dengan kalimat yang sederhana, efektif dan mudah.
• Melakukan visualisasi dengan menggunakan alat bantu, seperti foto, lukisan atau audio visual.
2. Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost Methode).
Pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Methode) merupakan metode valuasi dengan cara mengestimasi kurva permintaan barang –barang rekreasi terutama
rekreasi luar (outdoor recreation). Asumsinya semakin jauh tempat tinggal
seseorang yang datang memanfaatkan fasilitas rekreasi, maka para pemakai
diharapkan lebih banyak meminta kare na harga tersirat berupa biaya perjalanan
lebih rendah dibandingkan dengan yang tinggal jauh dari tempat tersebut. Dengan
demikian mereka yang bertempat tinggal lebih dekat dan biaya perjalanannya lebih
rendah akan memiliki surplus konsumen yang lebih besar.
Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi dan membagi tempat
rekreasi dan kawasan yang mengelilinginya. Dibagi zona konsentrik dengan
ketentuan semakin jauh dengan tempat rekreasi semakin tinggi biaya perjalanannya.
Kemudian dilakukan survey terhadap para pemakai ditempat rekreasi untuk
menentukan zona asal , tingkat kunjungan , biaya perjalanan dan berbagai
karakteristik biaya ekonomi. Data yang diperoleh digunakan untuk meregresi
tingkat kunjungan dengan biaya perjalanan dan berbagai variabel ekonomi lainnya.
Hasil regresi merupakan fungsi permintaan produk rekreasi terhadap biaya
perjalanan. Bentuk persamaan regresinya adalah;
Qi= f (TC, X1, X2,……Xn),
Dimana Qi adalah tingkat kunjungan dari zona 1 per 1000 penduduk zo na I , TC
merupakan biaya perjalanan dan Xi hingga Xn adalah variable social ekonomi ,
termasuk penghasilan dan variable lain yang sesuai.
Dengan dasar pemikiran diatas maka pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost
Methode) dapat diterapkan untuk menyusun kurva permintaan masyarakat terhadap rekreasi untuk suatu produk sumberdaya tertentu.
Penerapan metode biaya perjalanan (Travel Cost methode) didasarkan pada
• Para konsumen memberikan respon yang sama terhadap perubahan harga tiket dan jumlah biaya perjalanan yang harus di keluarkan .
• Utilitas perjalanan bukan faktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi.
• Tempat-tempat rekreasi sejenis mempunyai kualitas yang sama dalam
memberikan kepuasan kepada pengunjung .
• Pengunjung dengan tujuan rekreasi yang banyak diketahui sebelumnya .
• Tempat rekreasi belum mencapai kapasitas maksimum sehingga tidak ada
pengunjung yang ditolak. Pengunjung dari zona yang berbeda dianggap
mempunyai selera , preferens i, dan income yang relative sama.
3. Pendekatan Nilai Properti ( Property value Methode).
Teknik penilaian lingkungan berdasarkan perbedaan harga sewa lahan atau harga
sewa rumah. Dengan asumsi perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kualitas
lingkungan maka selisih harga keduanya merupakan harga kualitas lingkungan itu
sendiri. Disebut Pendekatan hedonic (hedonic approach) . Metode ini berdasarkan kesanggupan membayar (WTP) lahan atau komoditas lingkungan sebagai cara untuk
menduga secara tidak langsung bentuk kurva permintaannya sehingga nilai perubahan
sumberdaya dapat ditentukan. Kesanggupan seseorang untuk membayar lahan, rumah
atau property lainnya tergantung karakteristik barang tersebut. Artinya perubahan
karakteristik akan mengubah WTP seseorang sehingga kurva permintaannya juga
berubah. Salah satu karakteristik lahan dan perumahan adalah kondisi lingkungan
lahan atau rumah berada, digambarkan oleh perbedaan harga atau sewanya.
Pendekatan ini didasarkan pada dua asumsi dasar. Pertama konsumen mengakui
dengan baik tentang karakteristik properti yang ditawarkan dan memiliki kebebasan
untuk memilih alternatif yang lain tanpa ada kekuatan lain yang
mempengaruhi.Kedua, konsumen harus merasakan kepuasan maksimum atas
property yang dibelinya dengan kemampuan keuangan yang dimiliki (transaksi
terjadi pada kondisi equilibrium).Atas dasar kedua asumsi tersebut maka harga rumah
atau tanah atau property lain yang merupakan fungsi dari bangunan itu sendiri
Structural (S) lingkungan sekitar Neighborhood (N) dan kualitas lingkungan (Q
).Variable structural adalah bentuk , ukuran dan luas lahan dan lain- lain.Variabel
dsb. Sedangkan variable kualitas lingkungan adalah kualitas udara, kebisingan suhu
dsb. Dalam bentuk matematik fungsi tersebut sebagai berikut.;
P = f( Si, Ni, Qi)………(1)
fungsi tersebut diturunkan terhadap Q maka diperoleh : dP / dQ
dP/dQ adalah WTP marginal untuk tiap kenaikan satu unit kualitas sumberdaya. Persamaan atau fungsi diatas mengandung pengetian bahwa harga setiap penambahan
satu unit karakteristik yang diperdangangkan seperti keindahan, kebisingan suhu, bau
dan sebagainya.Bila persamaan (1) diatas tidak berbentuk linear , maka harga setiap
penambahan satu unit karakteristik sumberdaya yang diperdagangkan , misalnya
keindahan, kebisingan , suhu, bau dan sebagainya.
4. Metode Biaya Pengobatan (Cost Of Illness)
Digunakan untuk memperkirakan biaya morbiditas akibat perubahan yang
menyebabkan orang menderita sakit. Total biaya dihitung baik secara lansung
maupun tidak langsung. Biaya langsung, yaitu mengukur biaya yang harus
disediakan untuk perlakukan penderita lain meliputi:
• Perawatan pada rumah sakit
• Perawatan selama penyembuhan
• Pelayanan kesehatan yang lain.
• Obat-obatan.
Biaya tidak langsung mengukur nilai kehilangan produktivitas akibat seeorang
menderita sakit. Biaya tidak langsung diukur melalui penggandaan upah oleh
kehilangan waktu karena tidak bekerja. Taksiran biaya tidak termasuk rasa sakit yang
diderita dan biaya penderitaannya sendiri. Umumnya digunakan untuk menilai
KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Sumberdaya alam yang berperan sangat penting bagi kehidupan ternyata dalam
pemanfaatannya sering menggunakan cara – cara yang kurang bijaksana. Hal ini
tercermin dari sikap dan perilaku dalam mengekstraksi dengan menggunakan pola
pemanfaatan tidak ramah lingkungan. Akibat perilaku destruktif tersebut tidak dapat
dihindari terjadi degradasi sumberdaya alam yang tak terkendali.
Salah satu sumberdaya alam yang berada dalam kondisi ini adalah ekosistem
terumbu karang. Saat ini terjadi perubahan pada pola pemanfaatan ekosistem terumbu
karang. Umumnya perubahan pola pemanfaaatan bukan kearah yang lebih baik tetapi
pada pola pemanfaatan yang destruktif dengan tidak berdasarkan kepada keberlanjutan
ekosistem tersebut seperti penangkapan berlebih, pengunaan bom, pe nggunaan obat
bius, pemasangan perangkap dan penambangan karang. Faktor dominan penyebab
perubahan perilaku ini adalah masih rendahnya pemahaman masyarakat umum terhadap
nilai manfaat sumberdaya tersebut. Kebanyakan masyarakat mengira suatu sumberdaya
bernilai jika bisa laku dipasar, jika tidak ada nilai pasarnya maka bukanlah barang
berharga.
Demikian pula untuk ekosistem terumbu karang umumnya yang dinilai adaalah
semata-mata keberadaan ikan karang sedangkan ekosistem terumbu karang sebagai
pensuplai daur kehidupan ikan karang bisa diabaikan. Pemahaman yang keliru ini
sangat merugikan karena nilai manfaat sumberdaya yang sebenarnya besar menjadi
kecil (under value). Ketidakmampuan penilaian ini akhirnya menjadi pendorong
kerusakan sumberdaya laut tersebut. Kerusakan ini menyebabkan fungsi ekologi
terumbu karang sebagai tempat berkembang biak biota laut yang berasosiasi
dengannya, penahan arus gelombang laut, penahan abrasi pantai dan lain- lain menjadi
terganggu sehingga berakibat kepada perubaha n produktivitas ekosistem ini yang
akhirnya bermuara pada perubahan nilai manfaat ekosistem tersebut.
Dalam mengestimasi nilai manfaat ekosistem terumbu karang salah satu cara