• Tidak ada hasil yang ditemukan

Economic Valuation of Seagrass Ecosystem in Waidoba Island, South Halmahera Regency Province of North Moluccas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Economic Valuation of Seagrass Ecosystem in Waidoba Island, South Halmahera Regency Province of North Moluccas"

Copied!
257
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI MALUKU UTARA

M. SAID AL HADAD

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Valuasi Ekonomi Ekosistem Lamun Pulau Waidoba Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2012

(4)
(5)

M. SAID AL HADAD, 2012. Economic Valuation of Seagrass Ecosystem in Waidoba Island, South Halmahera Regency Province of North Moluccas. Under direction of AHYAR ISMAIL and ACHMAD FAHRUDIN.

Seagrass is high level vegetation (Angiosperm), which has adapted to survive under sea water. Seagrass ecosystem gives benefit to product goods and service which can be consumed directly or indirectly. The research was done in Waidoba Island, South Halmahera, Province of North Moluccas. which purposed to see types of seagrass ecosystem, estimation of economic value of function and benefit of seagress ecosystem, and alternative management of seagress ecosystem in Waidoba Island. The method of research of economic values of seagress ecosystem used transect method and transect plot, effect on production (EoP) and CVM. Based on research, economic value of seagress ecosystem in Waidoba Island showed total economic value 255.324.598.410 per year. The economic value included direct use value (fisheries) and indirect use value (nursery ground, blue carbon), option value, existence value, and bequest value.

(6)
(7)

M. SAID AL HADAD. Valuasi Ekonomi Ekosistem Lamun Pulau Waidoba Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL dan ACHMAD FAHRUDIN.

Lamun adalah tumbuhan tingkat tinggi dan berbunga (angiospermae) yang telah beradaptasi untuk dapat hidup terbenam di air laut. Ekosistem lamun memberikan manfaat dengan menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi baik secara langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect). Di perairan padang lamun, terdapat beberapa famili ikan komersial sebagai penyumbang produksi perikanan, di antaranya : Serranidae, Siganidae, Scaridae, Lethrinidae, dan Lutjanidae. Beberapa biota lain yang penting adalah sotong (Sepia, Sepiateuthis), bulu babi (Diadema, Tripneutes), lola (Trochus niloticus), gurita (Octopus), kima (Tridacna, Hippous), teripang (Holothuria), kerang darah (Anadara) dan lain-lain.

Pulau Waidoba merupakan kepulauan yang saat ini menjadi isu pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Maluku Utara. Pulau ini memiliki karakteristik geografis dan karakteristik masyarakat yang khas, karena terletak pada garis khatulistiwa dan didominasi oleh suku Bajo sebagai salah satu suku yang hidup dan berinteraksi secara langsung dengan laut.

Tujuan penelitian ini adalah 1. Mengidentifikasi pola pemanfaatan dan permasalahan ekosistem lamun Pulau Waidoba, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. 2. Mengestimasi nilai ekonomi dari fungsi dan manfaat ekosistim lamun Pulau Waidoba, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. 3. Menentukan alternative pengelolaan ekosistem lamun yang berkelanjutan di Pulau Waidoba, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara.

Pemanfaatan ekosistem padang lamun di Pulau Waidoba dilakukan oleh masyarakat maupun swasta sebagai daerah penangkapan ikan, penangkapan biota non ikan dan sebagai areal budidaya perairan (rumput laut, kerang dan ikan). Beberapa aktivitas yang dianggap secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada degradasi habitat (habitation) dan keanekaragaman hayati (biodiversity), seperti pengambilan kerang darah (anadara sp) dan adanya kegiatan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak (dinamit botol) dan bahan beracun (tuba dan potassium sianida) baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh swasta.

Berdasarkan hasil penelitian rekapitulasi nilai ekonomi ekosistem lamun di Pulau Waidoba menunjukkan total nilai ekonomi (total economic value) mencapai Rp 255.324.598.410 per tahun. Nilai ekonomi ini terdiri dari nilai ekonomi manfaat langsung (use value) sebesar Rp 241.054.041.785. per tahun, nilai ekonomi manfaat tak langsung (direct use value) sebesar Rp.4.694.820.081 per tahun, nilai keberadaan (existensi value) sebesar Rp. 9.448.756.247 per tahun,nilai pilihan (option value) sebesar Rp 33.766.994 per tahun dan nilai warisan (bequest value) adalah sebesar Rp 93.213.303 per tahun.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(10)
(11)

PROVINSI MALUKU UTARA

M. SAID AL HADAD

Tesis

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Nama : M. Said Al Hadad NRP : H351090021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Diketahui

Tanggal Ujian: 1 Juni 2012 Tanggal Lulus:

Ketua Program Studi

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MS

Anggota Dr. Ir. Ahyar Ismail, M. Agr

(14)
(15)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “ Valuasi Ekonomi Ekosistem Lamun Pulau Waidoba Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar master (S2) pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

1.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari arahan dosen pembimbing. Untuk itu ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M. Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan-masukan bagi perbaikan penulisan penelitian ini. Pada kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada:

2.

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan – IPB atas ilmu dan bimbingannya yang sangat luar biasa selama penulis kuliah di ESL.

3.

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. Selaku Ketua Departemen Fakultas Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Pascasarjana IPB atas ilmu dan kesediaanya menjadi dosen penguji luar komisi pada tesis ini.

4.

Seluruh jajaran dosen dan staf Departemen ESL atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan pascasarjana.

5.

Orang tua tercinta Mohdar Al Haddad dan Hj. Raguan Nabung sekeluarga di Bajo Kayoa atas doa dan dukungannya selama saya menempuh studi dan lainnya.

6.

Istri dan anak tercinta Iyad Mahmud Al Haddad, yang memberikan waktu dan memahami selama studi

(16)

8.

Mahasiswa MSP yang telah membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan.

9.

Irwan Mulyadi S.Pi, M.Si yang telah memberikan semangat, mendampingi dan membantu penulis selama ini

Rektor dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate atas izin sehingga penulis diberi kesempatan menempuh pendidikan pascasarjana-IPB

Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi masyarakat Pulau Waidoba dan instansi terkait yang berada pada jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara serta bagi mereka yang menggunakannya.

Bogor, Juni 2012

(17)

Penulis dilahirkan di Bajo pada tanggal 26 April 1977 sebagai anak keempat dari delapan bersaudara dari pasangan Mohdar Al Haddad dan Hj. Raguan Nabung. gelar Sarjana Pertanian, penulis peroleh pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Khairun pada tahun 2001

(18)
(19)

DAFTAR ISI 1.1Latar Belakang ... 1.2Permusan Masalah ... 1.3Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 1.4Kerangka Pemikiran ………...

II TINJAUAN PUSTAKA... 2.1 Ekosistem Lamun... 2.2 Fungsi dan Manfaat Lamun ... 2.3 Penilaian Ekonomi Lamun ... 2.4 Konsep Valuasi Lamun ... 2.5 Fungsi Ekonomi ...

III METODOLOGI PENELITIAN ... 3.1 Lokasi dan Rencana Waktu Penelitian ... 3.2 Jenis dan Sumber Data ... 3.3 Metode Pengambilan Data ... 3.4 Metode Analisis Data ... 3.4.1 Analisis Ekologis ... 3.4.2 Analisis Deskriptif ... 3.4.3 Analisis DPSIR ... 3.4.4 Analsis Valuasi Ekonomi ...

IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 1.1Keadaan Umum Wilayah Penelitian ... 4.2 Letak Geografis dan Kondisi Habitat Penelitian ... 4.3 Karakteristik Sosial Ekonomi ...

4.3.1 Kependudukan ... 4.3.2 Karakteristik Responden ... 4.4 Karakteristik Pemanfaatan Sumberdaya Ekosistem Lamun ... 4.4.1 Perikanan Tangkap ... 4.4.2 Penangkap Biota Non Ikan ... 4.4.3 Kondisi Ekonomi ...

(20)

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN ... 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan ... 5.2 Persentase Tutupan Lamun ... 5.3 Jenis dan Penyebaran Ekosistem Lamun ...

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI... 6.1 Analisis DPSIR ... 6.2 Keterkaitan Antara DPSIR Dengan Persepsi NilaiE konomi ...

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN ... 7.1 Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) ... 7.2 Nilai Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value) ... 7.3 Nilai Bukan Manfaat (Non Use Value) ... 7.4 Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) ... 7.5 Implementasi Nilai Ekonomi ...

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN ...

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Variasi Nilai Ekonomi Ekosistem Lamun ... 2 Matriks Jenis dan Sumber Data ... 3 Luas Area Penutupan Jenis Lamun ... 4

5 Letak Geografis dan luas Wilayah lamun ... Hubungan Nilai dengan Teknik Valuasi yang akan Digunakan ...

6 Jumlah Penduduk Kec. Kayoa Selatan Menurut Kategori Jenis ... 7 Tingkat Kerusakan Ekosistem Lamun Pulau Waidoba ... 8 Nilai Manfaat Langsung Perikanan Tangkap Ekosistem Lamun ... 9 Nilai Asuhan Ikan Ekosistem Lamun ... 10 Nilai Karbon Ekosistem Lamun ...

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 2 Bentuk Interaksi Antara Tiga Ekosistem Bahari ... 3 Manfaat Ekonomi Ekosistem Lamun ... 4 Consumers Surplus dan Producer Surplus ... 5 Peta Lokasi Penelitian ...

7 Kerangka DPSIR ... 6 Petak Contoh Untuk Persen Tutupan Lamun ...

8 Sebaran Usia Responden Nilai Manfaat Langsung ... 9 Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan ... 10 Distribusi Responden menurut Kelompok Pendapatan ... 11 Distribusi Responden menurut Umur Responden ... 12 Distribusi Responden Menurut Pendidikan ... 13 Rata-Rata Persentase Tutupan Lamun ... 14 Diagram Analisis DPSIR Ekosistem Lamun Pulau Waidoba ... 15 Pentingnya Keberadaan Ekosistem Lamun ... 16 Hasil Produksi Masyarakat ... 17 Kondisi Ekosistem Lamun Pulau Waidoba ... 18 Nilai Ekonomi Total Ekosistem Lamun Pulau Waidoba ...

(24)
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisis Regresi Nilai Penangkap Ikan... 2 Analisis Regresi Nilai Penangkap Biota Non Ikan... 3 Nilai Konsumen Surplus Untuk Ikan... 4

5 Data Responden Nelayan Penangkap Ikan... NilaiKonsumen Surplus Untuk Biota Non Ikan...

6 Data Responden Nelayan Penangkap biota non Ikan... 7 Analisis Regresi Nilai WTP Warisan... 8 Analisis Regresi Nilai WTP Keberadaan... 9 Analisis Regresi Nilai Pilihan... 10 Data Analisis Persentase Lamun... 11 Hasil Presentase Tutupan Lamun... 12 Kuisioner Persepsi Masyarakat Mengenai Ekosistem Lamun... 13 Kuisioner Untuk Nilai Manfaat Langsung ... 14 Kuisioner Untuk CVM...

(26)
(27)

1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh

karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya

akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman

jasad-jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di

laut yang saling berkesinambungan (Nybakken, 1988).

Dewasa ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan

munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya

lautan. Menurut Bengen (2001) laut sebagai penyedia sumber daya alam yang

produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media

komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir

dan lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di

masa datang.

Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan

adalah lamun. Lamun adalah tumbuhan tingkat tinggi dan berbunga

(Angiospermae) yang telah beradaptasi untuk dapat hidup terbenam di air laut. Dalam bahasa Inggris disebut seagrass. Istilah seagrass hendaknya jangan dikelirukan dengan seaweed yang dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai rumput laut yang sebenarnya merupakan tumbuhan tingkat rendah dan

dikenal juga sebagai alga laut. Keberadaan bunga dan buah ini adalah faktor

utama yang membedakan lamun dengan jenis tumbuhan lainnya yang hidup

terbenam dalam laut lainnya, seperti rumput laut (seaweed). Hamparan lamun sebagai ekosistem utama pada suatu kawasan pesisir disebut sebagai padang

lamun (seagrass bed). Pada ekosistem padang lamun berasosiasi berbagai jenis biota laut yang bernilai penting dengan tingkat keragaman yang sangat tinggi.

Ekosistem lamun sangat terkait dengan ekosistem di dalam wilayah pesisir

seperti mangrove, terumbu karang, estauria dan ekosistem lainya dalam

menunjang keberadaan biota terutama pada perikanan serta beberapa aspek lain

seperti fungsi fisik dan sosial-ekonomi. Hal ini menunjukkan keberadaan

ekosistem lamun adalah tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan ekosistem

(28)

kondisi padang lamun semakin menyusut oleh adanya kerusakan yang disebabkan

oleh aktivitas manusia.

Pulau Waidoba merupakan kepulauan yang saat ini menjadi isu pengelolaan

kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Maluku Utara. Pulau ini

memiliki karakteristik geografis dan karakteristik masyarakat yang khas, karena

terletak pada garis khatulistiwa dan didominasi oleh suku Bajo sebagai salah satu

suku yang hidup dan berinteraksi secara langsung dengan laut. Dengan distribusi

padang lamun cukup luas dan keragaman sumberdaya hayati yang cukup tinggi,

menyebabkan berbagai aktivitas pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya lamun

diarahkan di pulau ini dan sekitarnya.

Aktivitas pemanfaatan tersebut berpotensi untuk mengancam kelestarian

ekosistem dan sumberdaya lamun, sehingga di khawatirkan selain dapat

menimbulkan berbagai ancaman langsung terhadap degradasi habitat dan

keanekaragaman hayati ekosistem lamun juga menimbulkan permasalahan sosial

ekonomi, seperti konflik kepentingan baik antar masyarakat, maupun antar

masyarakat dengan pengusaha perikanan yang memanfaatkan ekosistem dan

sumberdaya di Pulau Waidoba. Olehnya itu tanpa adanya intervensi yang efektif

dan terintegrasi, kecenderungan degradasi pada ekosistem lamun dan biota yang

berasosiasi dengannya akan terus merosot.

Pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya lamun di Pulau Waidoba dilakukan

oleh masyarakat maupun swasta sebagai daerah penangkapan ikan, penangkapan

biota non ikan dan sebagai areal budidaya perairan (rumput laut, kerang dan ikan).

Beberapa aktivitas yang dianggap secara langsung maupun tidak langsung

berdampak pada degradasi habitat (habitation) dan keanekaragaman hayati (biodiversity), seperti pengambilan kerang darah (anadara sp) dan adanya kegiatan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak (dinamit botol) dan

bahan beracun (tuba dan potassium sianida) baik yang dilakukan oleh masyarakat

maupun oleh swasta.

Pemberian nilai yang tepat secara moneter terhadap sumberdaya alam

berikut fungsi-fungsinya, memberikan kesempatan kepada manusia untuk

memahami seluruh dampak dari kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan

(29)

menetapkan kebijakan pemanfaatan suatu sumberdaya alam yang efisien,

berkelanjutan dan tidak saling berkontradiksi terhadap pemanfaatan sumberdaya

alam yang lain. Sehingga

1.2 Perumusan Masalah

untuk mengetahui nilai manfaat dari ekosistem lamun,

maka perlu dilaksanakan analisis melalui metodologi valuasi ekonomi. Valuasi

ekonomi merupakan komponen penting dalam perencanaan dan pengelolaan

sumberdaya pesisir laut karena mengaitkan dimensi-dimensi ekonomi dan ekologi

secara integrative.

Penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, bukan saja membawa

deplesi terhadap sumberdaya ikan, namun juga menimbulkan konsekuensi sosial

dan ekonomi yang cukup tinggi. Tiga penyebab utama yang ditimbulkan oleh

paradigma pertumbuhan terhadap sumberdaya ikan adalah overfishing,

penangkapan ikan yang merusak (desktruktif) dan pencemaran. Ketiga penyebab

utama ini kebanyakan di picu oleh keputusan myopic untuk memburu rente

sumberdaya ikan dengan cara cepat dan mudah. Akibatnya adalah terjadinya

penurunan stock yang berakibat pada kehilangan pekerjaan, pendapatan dan

kerusakan lingkungan ( Fauzi, 2006).

Anna (2007) mengemukakan sumber daya alam dan lingkungan ( SDAL)

patut mendapatkan perhatian dan pemberian label value yang tepat dan dengan

dua alasan: pertama adalah SDAL menyediakan manfaat tidak langsung dalam

batasan yang luas, kedua aktivitas manusia telah menyumbangkan laju hilangnya

keanekaragaman hayati yang akan mengancam stabilitas dan keberlanjutan dari

ekosistim sebagaimana juga penyediaan barang dan jasa yang di hasilkan bagi

kesejahteraan manusia itu sendiri (Pimm et al 1995; Simon dan Wildavsky 1995). Hal ini yang menyebabkan semakin banyaknya studi mengenai rusak, hilang atau

berkurangnya baik kualitas maupun kuantitas SDAL dan kaitannya dengan

besaran kerugian secara moneter. Values/nilai sumber daya alam pada setiap

pemanfaatan akan sangat tergantung pada kondisi dan distribusi dari property right dan tingkat kesejahteraan/ income masyarakatnya.

Manusia selalu bergantung pada sumberdaya alam. Lebih khusus pada

masyarakat pesisir dimana mereka sangatlah bergantung pada SDA yang

(30)

mempertahankan kelangsungan hidup. Ekosistem lamun yang merupakan salah

satu penyusun daripada SDA, dimana masyarakat pesisir mendapatkan

keuntungan daripadanya. Dengan kata lain, pentingnya keterkaitan ekosistem

pesisir/ekosistem lamun yang sehat terhadap mata rantai ekonomi dan

kesejahteraan masyarakat. Keberlanjutan dan kelangsungan hidup masyarakat

sangat terkait dengan keberlanjutan ekosistem yang ada di sekitarnya.

Mengingat masih rendahnya penghargaan terhadap potensi ekosistem lamun

maka perlu usaha untuk meningkatkan nilai ekonomi lamun. Hal ini bisa diawali

dengan mengetahui nilai ekonomi ekosistem lamun baik melalui nilai-nilai

pemanfaatan langsung maupun tidak langsung dan presepsi masyarakat terhadap

padang lamun itu sendiri. Pada titik inilah kebutuhan akan penilaian ekosistem

lamun dengan menggunakan metode valuasi ekonomi menjadi penting dimana

dinamika ekosistim yang ada harus di masukkan kedalam pertimbangan

pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.

Untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan

dengan menghindari penyia-nyian (abusement) sumbedaya alam, perlu di lakukan penilaian (valuasi) ekonomi yang menyeluruh terhadap seluruh manfaat dan fungsi ekosistem lamun, baik manfaat langsung (perikanan tangkap, marikultur,

pengambilan kerang, wisata pantai, dan penelitian), maupun manfaat tidak

langsung (fungsi pendukung biologi ekosistem sebagai tempat spawning ground, nursery ground dan feeding ground), manfaat pilihan, manfaat eksistensi dan manfaat keberadaan, disamping itu juga di lakukan analisis melalui pendekatan

DPSIR. Dengan demikian akan di ketahui alternative solusi paling tepat bagi

pengelolaan ekosistem lamun di Pulau Waidoba

Berdasarkan pemaparan permasalahan-permasalahan yang ada di kawasan

ekosistem lamun Pulau Waidoba Kabupaten Halmehera Selatan, maka dapat

dirumuskan:

1. Bagaimana pola pemanfaatan ekosistem lamun dan permasalahan yang ada di

kawasan Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera

(31)

2. Bagaimana nilai ekonomi dari fungsi dan manfaat ekosistem lamun di perairan

Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan

Provinsi Maluku Utara

3. Bagaimana alternative pengelolaan ekosistem lamun Pulau Waidoba

Kabupaten Halmahera Helatan Provinsi Maluku Utara

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Mengidentifikasi pola pemanfaatan dan permasalahan ekosistem lamun Pulau

Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi

Maluku Utara.

Pemberian nilai yang tepat secara moneter terhadap sumberdaya alam

berikut fungsi-fungsinya, memberikan kesempatan kepada manusia untuk

memahami pola pemanfaatan dan dampak dari kegiatan pemanfaatan sumberdaya

alam dan lingkungan, sehingga langkah pengelolaan dan penilaian secara ekonomi

dapat diusulkan. Oleh karena itu, untuk menjawab hal tersebut maka penelitian ini

bertujuan untuk :

2. Mengestimasi nilai ekonomi dari fungsi dan manfaat ekosistim lamun Pulau

Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi

Maluku Utara.

3. Menentukan alternative pengelolaan ekosistem lamun yang berkelanjutan di

Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan

Provinsi Maluku Utara.

Kegunaan dari penelitian ini :

1. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk menerapkan teknik penilaian ekonomi

(economic valuation) terhadap pemanfaatan ekosisitem lamun.

2. Bagi para pengambil keputusan, baik pemerintah maupun kalangan swasta,

hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai refrensi untuk pengambilan

keputusan mengenai pemanfaat pada ekosistem lamun

1.4 Kerangka Pemikiran

Menurut sejarah, telah teridentifikasi dua kesalahan mendasar dalam

(32)

bahwa manusia dan alam merupakan system yang terpisah. Odum (1983) In

Torre-Castro (2006) menekankan bahwa sangatlah penting untuk melibatkan

manusia sebagai bagian dari ekosistem dan mempertimbangkan komunitas

manusia melekat/tertanam didalam alam. Pandangan ini telah dikembangkan

dalam konsep “Social Ecological Systems”.

Ekosisitem lamun merupakan salah satu ekosistem yang penting bagi

perairan. Khususnya bagi masyarakat nelayan yang ada di Pulau Waidoba

Ekosistem lamun memberikan manfaat baik ekonomi maupun non ekonomi bagi

masyarakat. Manfaat ini ada yang bersifat tangible (terukur) maupun intangible

(tidak terukur). Manfaat yang terukur biasanya digolongkan ke dalam manfaat

kegunaan (use value) baik yang dapat dikomsumsi maupun tidak dikomsumsi. Sedangkan manfaat yang tidak terukur atau intangible di golongkan kedalam manfaat non kegunaan (non use value). Manfaat ini lebih kearah pemeliharaaan ekosistem lamun dalam jangka panjang.

Informasi mengenai nilai ekonomi dari fungsi ekologis lamun mutlak di

perlukan, khususnya nilai manfaat tidak langsung dari ekosistem lamun. Nilai

fungsi ekologis lamun dinyatakan dalam moneter melalui teknik valuasi. Fauzi

(2000) menyebutkan bahwa konsep valuasi ekonomi dapat digunakan untuk

menstransformasi nilai ekologis menjadi nilai ekonomi dengan mengukur nilai

moneter dari seluruh barang dan jasa yang di hasilkan. Nantinya nilai ekonomi

yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan alternative pemanfaatan dan

pengelolaan ekosistem lamun secara berkelanjutan

Freeman III (2003) dalam Adrianto (2006) menyebutkan bahwa ”nilai” dapat dikategorikan ke dalam dua pengertian yaitu nilai intrinsik dan nilai

instrumen. Nilai intrinsik jika suatu komoditas bernilai di dalam dan untuk

komoditas itu sendiri, atau nilainya tidak diperoleh dari pemanfaatan dari

komoditas tersebut namun bebas dari penggunaan dan fungsi yang mungkin

terkait dengan komoditas lain. Nilai instrumen adalah nilai yang muncul akibat

pemanfaatan komoditas tersebut untuk kepentingan tertentu. Lebih lanjut

disebutkan bahwa konsep nilai instrumen lebih mampu menjawab persoalan

(33)

instrumental dari sumberdaya alam, tujuan spesifik dari upaya tersebut harus

disusun. Gambar 1 kerangka pemikiran penelitian.

Analisis DPSIR Potensi Sumberdaya Ekosistem Lamun

Aspek Ekologis Lamun

Valuasi Ekonomi

Total Nilai Ekosistem Lamun Direct Use Value Indirect Use Value

Benefit Transfer - Nursery ground - Blue carbon

- Nilai Pilihan

- Nilai Keberadaan

- Nilai Warisan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Alternatif Pengelolaan Ekosistem Lamun Effect on Production

(EoP)

Contingent Valuation Method (CVM)

- Tangkapan ikan

- Tangkapan biota non ikan

(34)
(35)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistim Lamun

Indonesia memiliki panjang garis pantai 81.000 km, mempunyai padang

lamun yang luas bahkan terluas di daerah tropika. Luas padang lamun yang

terdapat di perairan Indonesia mencapai sekitar 30.000 km2 (Kiswara dan

Winardi, 1994).

Jika dilihat dari pola zonasi lamun secara horisontal, maka dapat dikatakan

ekosistem lamun terletak di antara dua ekosistem bahari penting yaitu ekosistem

mangrove dan ekosistem terumbu karang (pada gambar dibawah). Dengan letak

yang berdekatan dengan dua ekosistem pantai tropik tersebut, ekosistem lamun

tidak terisolasi atau berdiri sendiri tetapi berinteraksi dengan kedua ekosistem

tersebut.

Adanya interaksi timbal balik dan saling mendukung, maka secara ekologis lamun

mempunyai peran yang cukup besar bagi ekosistem pantai tropik.

Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya

cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air, beberapa ahli juga mendefinisikan

lamun (seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, EKOSISTEM

TERUMBU KARANG

EKOSISTEM MANGROVE EKOSISTEM

PADANG LAMUN

Interaksi fisik

Nutrient dan bahan organik terlarut Bahan organik melayang

Ruaya hewan Dampak manusia

(36)

berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.

Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah

padang lamun (seagrass bed

Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat

berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering

ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan

terumbu karang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri

dari komponen biotik dan abiotik disebut ekosistem lamun (s

) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu

area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan

padat atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar

laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi

per-tumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi

air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara

dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang

lamun.

eagrass ecosystem

Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 60 jenis lamun, yang terdiri

atas 2 suku dan 12 marga (Kuo dan Mccomb 1989), dimana di Indonesia

ditemukan sekitar 13 jenis yang terdiri atas 2 suku dan 7 marga. Mereka hidup dan

berkembang baik pada lingkungan pada perairan laut dangkal, muara sungai,

daerah pesisir yang selalu mendapat genangan air atau terbuka ketika saat air

surut. Tempat tumbuhnya adalah dasar pasir, pasir berlmpur, lumpur dan kerikil

karang bahkan ada jenis lamun yang mampu hidup pada dasar batu karang.

Mereka dijumpai pada daerah pasang surut sampai dengan kedalaman 40 m. ).

Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga

dijumpai di terumbu karang.

Jenis-jenis lamun dapat berkembang baik di perairan dangkal karena

mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya untuk hidup, yaitu 1). Mampu

tumbuh dan berkembang dalm lingkungan air asin, 2). Mampu berfungsi normal

dalam keadaan terbenam, 3). Mempunyai system perakaran jangkar yang

berkembang baik, 4). Mampu melaksanakan penyerbukan bunga dalam keadaan

terbenam air, 5). Mampu bersaing dengan berhasil di lingkungan laut (Arber

(37)

Lamun atau secara internasional dikenal sebagai seagrass merupakan tumbuhan tingkat tinggi dan berbunga (angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Keberadaan bunga dan buah ini

adalah faktor utama yang membedakan lamun dengan jenis tumbuhan lainnya

yang hidup terbenam dalam laut lainnya, seperti rumput laut (seaweed). Hamparan lamun sebagai ekosistem utama pada suatu kawasan pesisir disebut

sebagai padang lamun (seagrass bed

2.2 Fungsi dan Manfaat Lamun

). Pada ekosistem padang lamun berasosiasi

berbagai jenis biota laut yang bernilai penting dengan tingkat keragaman yang

sangat tinggi.

Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya,

dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem ini

Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem

di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu juga ekosistem lamun

mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan

jasad hidup di laut dangkal, sebagai berikut :

hidup

beraneka ragam biota laut seperti ikan, Krustasea, Moluska ( Pinna sp, Lambis sp,

dan Strombus sp.), Echinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Acancasther sp., Linckia sp.) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).

a. Sebagai produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas primer

tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal

seperti ekosistem terumbu karang

b. Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat

menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu,

padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan

karang (coral fishes)

c. Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air

yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi

tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat

(38)

Jadi, padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga

dapat mencegah erosi.

d. Sebagai pendaur zat hara: Lamun memegang peranan penting dalam pendauran

berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut.

Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit.

Sedangkan menurut Philips dan Menez (1988), ekosistem lamun

merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif, ekosistem lamun pada

perairan dangkal berfungsi sebagai :

a. Menstabilkan dan menahan sedimen-sedimen yang dibawa melalui

tekanan-tekanan dari arus dan gelombang.

b. Daunnya memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta

mengembangkan sedimentasi.

c. Memberikan perlindungan terhadap hewan-hewan muda dan dewasa yang

berkunjung ke padang lamun

d. Daun-daun sangat membantu organisme-organisme epifit

e. Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi.

f. Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai

makanan.

Selain itu secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi

penting bagi wilayah pesisir, yaitu :

a. Produsen detritus dan zat hara.

b. Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem

c. perakaran yang padat dan saling menyilang.

d. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi

beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di

lingkungan ini.

e. Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari

sengatan matahari

Selanjutnya dikatakan Philips dan Menez (1988), lamun juga sebagai

komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara

tradisional maupun secara modern. Secara tradisional lamun telah dimanfaatkan

(39)

1. Digunakan untuk kompos dan pupuk

2. Cerutu dan mainan anak-anak

3. Dianyam menjadi keranjang

4. Tumpukan untuk pematang

5. Mengisi kasur

6. Ada yang dimakan

7. Dibuat jaring ikan

Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan untuk:

1. Penyaring limbah

2. Stabilizator pantai

3. Bahan untuk pabrik kertas

4. Makanan

5. Obat-obatan dan sumber bahan kimia

Ekosistem padang lamun memberikan manfaat dengan menghasilkan

barang dan jasa yang dapat dikonsumsi baik secara langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect). Di perairan padang lamun, terdapat beberapa famili ikan komersial sebagai penyumbang produksi perikanan, di antaranya : Serranidae,

Siganidae, Scaridae, Lethrinidae, dan Lutjanidae. Beberapa biota lain yang

penting adalah sotong (Sepia, Sepiateuthis), bulu babi (Diadema, Tripneutes), lola (Trochus niloticus), gurita (Octopus), kima (Tridacna, Hippous), teripang (Holothuria), kerang darah (Anadara) dan lain-lain.

2.3 Penilaian Ekonomi Lamun

Nilai ekonomi tidak langsung pada ekosistem padang lamun yang perlu

dihitung adalah produktivitas ekosistem, perlindungan terhadap pantai,

perlindungan terhadap terumbu karang, kontribusi terhadap ekosistem terumbu

karang, monitor lingkungan, pendidikan dan penelitian.

Penilaian ekonomi bukan hanya menyangkut nilai pemanfaatan langsung

dan tidak langsung semata, namun lebih luas dari itu. Pengertian nilai atau value

khususnya yang menyangkut barang dan jasa yang di hasilkan oleh sumberdaya

dan lingkungan jika di pahami lebih lanjut bisa saja berbeda jika di pandang dari

berbagai disiplin ilmu (Anna 2007). Konsep nilai akan berhubungan dengan

(40)

ekonomi dari sumberdaya alam dan lingkungan adalah jasa dan fungsi

sumberdaya alam dan lingkungan yang memberikan kotribusi terhadap

kesejahteraan manusia, di mana kesejahteraan ini di ukur berdasarkan setiap

individual assessment terhadap dirinya sendiri.

Suatu ekosistim memiliki fungsi dan manfaat yang beraneka yang satu

sama lain saling mempengaruhi. Ketika suatu ekosistim dieksploitasi secara

parsial (tidak mempertimbangkan seluruh fungsi dan manfaat ekosistim), maka

akan muncul eksternalitas. Biaya eksploitasi tidak memperhitungkan seluruh

dampak dari kegiatan eksploitasi, sehingga fungsi-fungsi lain tidak diberi harga.

Akibatnya terjadilah pemberian nilai yang terlalu rendah (undervalue) terhadap sumberdaya alam, yang mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya itu secara

berlebihan. Misalnya ekosistim padang lamun, di satu sisi berfungsi sebagai

penyedia makanan dan tempat memijah dan berkembangbiak bagi sejumlah jenis

ikan serta sebagai pelindung pantai dengan cara meredam arus, di sisi lain padang

lamun juga bermanfaat untuk kawasan penangkapan ikan (fishing ground) dan sarana wisata pantai. Ketika penangkapan ikan lakukan dengan menggunakan

bahan peledak dan racun, maka ikan-ikan dapat ditangkap dengan mudah, namun

padang lamun menjadi rusak. Biaya penangkapan ikan menjadi lebih rendah

dengan hasil tangkapan lebih besar, tetapi fungsi padang lamun sebagai pelindung

pantai, objek wisata, dan tempat bertelur dan memijah berbagai jenis ikan, yang

nilai moneternya sangat besar, menjadi hilang.

Perbedaan mengenai konsepsi nilai tersebut tentu saja akan menyulitkan

dalam memahami pentingnya suatu ekosistim. Oleh karena itu, diperlukan suatu

presepsi yang sama untuk penilaian ekosistim tersebut. Salah satu tolok ukur yang

relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama antara berbagai disiplin ilmu

tersebut adalah memberikan “price tag” (harga) terhadap barang dan jasa yang di hasilkan dari sumberdaya dan lingkungan. (Fauzi 2004).

Menurut Krutila (1967) dalam Fauzi (2005) untuk mengukur nilai sumberdaya di lakukan berdasarkan konsep nilai total (total value) yaitu nilai kegunaan atau pemanfaatan (use value) dan nilai bukan kegunaan (non use value). Dengan mengetahui nilai sumberdaya tersebut, seharusnya kita dapat

(41)

total atau total economic value (TEV) dari sumberdaya tersebut. Gambar 3 memberikan gambaran manfaat ekonomi ekosistem padang lamun

Gambar 3 Manfaat Ekonomi Ekosistem Padang Lamun

Nilai ekonomi total (total economic value) adalah sebuah konsep yang sederhana yang ditetapkan untuk nilai total dari beberapa sumberdaya alam, yang

tersusun dari komponen-komponen yang berbeda. Beberapa dari komponen

tersebut mudah diidentifikasi dan dinilai, dan yang lainnya ada yang tidak

diketahui atau tidak bisa diraba. lebih jauh lagi, Barton (1994) berpendapat bahwa

nilai ekonomi total (total economic value) dari lingkungan sebagai asset merupakan jumlah dari nilai manfaat (use value) dan non manfaat (non use value). Nilai manfaat adalah suatu nilai yang timbul dari pemanfaatan sebenarnya suatu

fungsi atau sumberdaya yang terdapat dalam suatu ekosistem. Nilai mafaat terdiri

dari nilai manfaat secara langsung (direct use), nilai manfaat secara tidak langsung (indirect use value) dan nilai pilihan option value. Nilai non manfaat

Total Economic Value

Use Value Non - Use Value

Direct Use Value Indirect Use Value Option Value Existence Value Bequest Value

(42)

biasanya terdiri dari nilai eksistensi (existence value) dan nilai masa depan (bequest value) (Dixon 1998).

A. Nilai Manfaat (Use Value)

Uses value merupakan suatu cara penilaian atau upaya kuantifikasi barang dan jasa sumberdaya alam dan lingkungan ke nilai uang, terlepas ada tidaknya

nilai pasar terhadap barang dan jasa tersebut. Dalam konteks penelitian ini use value diestimasikan dari seberapa besar manfaat sumberdaya baik secara langsung maupun tidak langsung. Nilai manfaat ini didapat dari menjumlahkan nilai

manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.

Nilai Manfaat Langsung

Nilai manfaat langsung di estimasi dengan menghitung jumlah ekstraksi

langsung dari sumberdaya alam dan nilai yang terkait dengan menggunakan harga

pasar (NRMP-USAIDa, 1996 dalam Kusuma, 2005). Menurut McCracken dan

Abaza (2000) dalam Kusuma (2005), harga pasar yang umum digunakan adalah harga pasar lokal (local market prices).

Nilai Manfaat Tidak Langsung

Nilai manfaat tidak langsung didefinisikan oleh Grigalunas and Congar

(1995) dalam Kay dan Alder (1999) sebagai nilai yang secara tidak langsung dari barang, dimana ketika menggunakan barang lain tergantung dari barang tersebut.

Untuk menghitung nilai ini perlu dibatasi pada fungsi yang terkandung dalam

suatu sumberdaya.

Nilai manfaat tidak langsung dihitung dengan menggunakan metode ini

dinilai tepat untuk penelitian dimana ketersediaan data dan dana yang terbatas

untuk melakukan penelitian secara komprehensif. Metode ini menilai perkiraan

benefit dari tempat lain (dimana sumberdaya tersedia) kemudian benefit tersebut

di transfer untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari

lingkungan (Fauzi, 2003). Dosi (2000) menyebutkan bahwa metode ini didasari

dari kajian yang telah dilakukan sebelumnya untuk melakukan evaluasi terhadap

suatu proyek baru, pengaturan masalah lingkungan, atau kebijakan lainnya yang

diposisikan dalam pengambilan keputusan dan analisis biaya manfaat. Dalam

melakukan pendekatan ini harus dilakukan dengan penilaian yang baik dan

(43)

menampilkannya kepada para pengambil keputusan. Pendekatan ini secara formal

telah direkomendasikan dan di adaptasi oleh berbagai lembaga untuk tujuan

valuasi ekonomi dampak lingkungan.

B. Nilai Manfaat Pilihan (Option Value)

Option value lebih diartikan sebagai nilai yang diberikan oleh masyarakat

atas adanya pilihan untuk menikmati barang dan jasa dari sumberdaya alam di

masa mendatang (Fauzi, 2003). Nilai manfaat pilihan (option value) dilakukan dengan menggunakan pendekatan pengukuran secara langsung, Nilai ekonomi

sumberdaya dan lingkungan dapat diperoleh langsung dengan menanyakan

kepada individu atau masyarakat mengenai keinginan membayar mereka

(willingness to pay) terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam. Teknik yang paling umum digunakan dalam pendekatan langsung ini adalah

melalui contingent valuation method atau CVM. Pendekatan CVM pada hakekatnya bertujuan untuk mengetahui pertama, keinginan membayar

(willingness to pay atau WTP) dari sekelompok masyarakat, misalnya saja terhadap perbaikan kualitas lingkungan (air, udara dsb) dan yang kedua adalah

keinginan menerima (willingness to accept atau WTA) dari kerusakan suatu lingkungan perairan. CVM yang pertama kali diajukan oleh Davis (1963) dalam

Dosi (2000), telah digunakan secara luas dalam pengambilan keputusan terhadap

evaluasi program terkait dengan perubahan lingkungan.

C. Nilai Bukan Manfaat (Non Use Value)

Nilai bukan manfaat merupakan nilai yang tidak berhubungan dengan

pemanfaatan aktual dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya (Fauzi,

2003). Nilai bukan manfaat dibagi menjadi dua yaitu existence value dan bequest value.

Existence Value

Existence value atau nilai keberadaan pada dasarnya adalah penilaian yang diberikan atas keberadaan atau terpeliharanya sumberdaya alam dan lingkungan

meskipun masyarakat misalnya tidak akan memanfaatkan atau mengunjunginya.

Bequest Value

Bequest value atau nilai pewarisan diartikan sebagai nilai yang diberikan

(44)

untuk generasi mendatang (mereka yang belum lahir). Jadi bequest value diukur berdasarkan keinginan membayar masyarakat untuk memelihara (to preserve) sumberdaya alam dan lingkungan untuk generasi mendatang.

Dalam paradigm neoklasik, nilai ekonomi (economic value) dapat dilihat dari sisi kepuasan konsumen (preferences of consumers) dan keuntungan perusahan (profit of firms). Dalam hal ini konsep dasar yang digunakan adalah surplus ekonomi (economic surplus) yang di peroleh dari penjumlahan surplus konsumen (consumers surplus; CS) dan surplus oleh produsen (producers surplus; PS). Surplus konsumen terjadi apabila jumlah maksimum yang mampu konsumen bayar lebih besar dari jumlah yang secara aktual harus dibayar untuk

mendapatkan barang atau jasa. Selisih jumlah tersebut di sebut consumers surplus

(CS) dan tidak dibayarkan dalam konteks memperoleh barang yang diinginkan.

Sementara itu, producers surplus (PS) terjadi ketika jumlah yang diterima oleh produser lebih besar dari jumlah yang harus dikeluarkan untuk memproduksi

sebuah barang atau jasa. (Grigalunas dan Conger 1995; Freeman III 2003 dalam

Adrianto 2004). Green (1992) diacu dalam Fauzi (2004) memandang bahwa menggunakan pendekatan surplus untuk mengukur manfaat sumberdaya alam

merupakan pengukuran yang tepat karena sumberdaya dinilai berdasarkan

alternative penggunaan terbaiknya (best alternative use). Surplus ekonomi dalam surplus konsumen, surplus produsen dan resource rent (rent sumberdaya).

Gambar 4 Consumer Surplus dan Producer Surplus Qe

Supply Curve

Demand Curve

P

P

Q Consumers

Surplus

(45)

2.4 Konsep Valuasi Ekonomi

Penggunaan metode analisis biaya dan manfaat (cost-benefit analisys/CBA) yang konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan yang terjadi pada sumberdaya dan lngkungan, sebab konsep ini sering tidak

memasukan manfaat ekologis didalam analisisnya. Begitu juga ketika kita

mengetahui kerusakan lingkungan terjadi akibat aktivitas ekonomi, misalnya

pengambil kebijakan sering tidak mampu mengkuantifikasikan kerusakan tersebut

dengan metode ekonomi yang konvensional. Permasalahan-permasalahan ini

kemudian menjadi dasar pemikiran lahirnya konsep valuasi ekonomi (Fauzi dan

Anna 2005).

(Fauzi 2004) mengatakan bahwa pemikiran mengenai valuasi ekonomi

sudah dimulai sejak 1902 ketika Amerika melahirkan undang-undang River and

Harbour Act of 1902 yang mewajibkan para ahli untuk melaporkan seluruh

manfaat dan biaya yang ditimbulkan oeh proyek-proyek yang dilakukan di sungai

dan pelabuhan. Konsep ini kemudian lebih berkembang setelah PD II, dimana

konsep manfaat dan biaya lebih diperluas ke pengukuran yang sekunder atau tidak

langsung dan yang tidak nampak (intangible). Dengan berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan pada tahun 1980-an, konsep valuasi ekonomi sumberdaya

dan lingkungan kemudian menjadi lebih luas dan mampu menjembatani

kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode Benefit Cost Analisis yang konvensional karena sering tidak memasukkan manfaat ekologis di dalam

analisisnya.

Lebih jauh lagi Fauzi (2005) menyebutkan bahwa valuasi ekonomi dapat

di defenisikan sebagai upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang

dan jasa yang di hasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, baik atas nilai

pasar (market value) maupun nilai non pasar (non market value). Penilaian ekonomi sumberdaya merupakan suatu alat ekonomi (economic tools) yang menggunakan teknik penilaian tertentu untuk mengistimasi nilai uang dari barang

dan jasa yang di berikan oleh suatu sumberdaya alam.

Akar dari konsep penilaian ini sebenarnya berlandaskan dari teori ekonomi

neo-klasikal yang menekankan pada kepuasan atau keperluan konsumen

(46)

individu pada barang dan jasa tidak lain adalah selisih antara keinginan membayar

(willingness to pay) dengan biaya untuk mensuplai barang dan jasa tersebut (Barbier et al. 1997 di acu dalam Fauzi 1999)

1.

Menurut Suparmoko (2000) ada beberapa alasan mengapa satuan moneter

diperlukan dalam valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan, tiga alasan

utamanya adalah :

2.

Satuan moneter dapat digunakan untuk menilai tingkat kepedulian seseorang

terhadap lingkungan.

3.

Satuan moneter dari manfaat dan biaya sumberdaya alam dan lingkngan dapat

menjadi pendukung untuk keberpihakan terhadap kualitas lingkungan.

Satuan moneter dapat dijadikan sebagai bahan pembanding secara kuantitatif

terhadap beberapa alternative suatu kebijakan tertentu termasuk pemanfaatan

sumberdaya alam dan lingkungan.

Valuasi ekonomi adalah nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu

sumberdaya alam, baik nilai fungsional yang harus diperhitungkan dalam

menyusun kebijakan pengelolaannya. Sehingga alokasi dan alternatif

penggunaannya dapat ditentukan secara benar dan mengenai sasaran valuasi

ekonomi dilakukan karena sumberdaya alam bersifat public good, terbuka dan

tidak mengikuti hukum kepemilikan dan tidak ada mekanisme pasar di mana

harga dapat berperan sebagai instrument penyeimbang antara permintaan dan

penawaran. Selain itu manusia di pandang sebagai homoeconomicus yang

cenderung memaksimalkan manfaat total (Kusumastanto 2000).

Valuasi ekonomi merupakan analisiys non-market karena didasarkan pada mekanisme pemberian nilai moneter pada produk barang dan jasa yang tidak

dipasarkan. Jika produk terpasarkan dapat digambarkan dalam kurva permintaan

dengan kemiringan negative (downward slopping) maka kurva permintaan menggambarkan marginal valuation yang merupakan gambaran keinginan

membayar (willingenes to pay = WTP) seseorang untuk memperoleh barang daripada tidak sama sekali. Pada barang yang tidak terpasarkan seperti keaneka

ragaman hayati, nilai estetika dan sebagainya, kurva permintaan lebih

(47)

Fauzi (2006) menyebutkan bahwa secara umum, teknik valuasi ekonomi

sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan (non market valuation) dapat di golongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok petama adalah teknik valuasi yang

mengandalkan harga implicit dimana willingness to pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok yang

pertama ini adalah Travel Cost Method, Hedonic Pricing dan Random Utility Model. Kelompok yang kedua adalah teknik valuasi yang di dasarkan pada survey dimana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang

langsung diungkapkan secara lisan maupun tertulis. Teknik valuasi yang termasuk

dalam kelompok ini adalah Contingent Valuation method dan Discrete Choice Method.

Nilai ekonomi padang lamun (manfaat ekonomi total), terkait dengan biota

yang hidupnya tergantung dengan ekosistem padang lamun sebesar U$ 412.325

per ha per tahun atau 11,3 milyar rupiah per hektar per tahun (Fortes, 1990).

Terdapat hingga 360 spesies ikan (seperti ikan baronang), 117 jenis makro-alga,

24 jenis moluska, 70 jenis krustasea, dan 45 jenis ekinodermata (seperti teripang)

yang hidupnya didukung oleh ekosistem padang lamun di Indonesia. Disamping

itu, padang lamun telah dimanfaatkan secara langsung oleh manusia untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti untuk makanan, pupuk, obat-obatan dll. 2.5 Fungsi Ekonomi

Dibandingkan dengan sumberdaya pesisir dan laut lainnya seperti terumbu

karang, atau mangrove, bahwa lamun kurang mendapat perhatian selama ini. Hal

ini disebabkan terutama karena kurangnya kesadaran akan pentingnya

sumberdaya lamun ini. Beberapa tentang perhitungan nilai ekonomi ekosistem

lamun dapat dilihat pada Tabel 1.

Informasi nilai ekonomis kerang hias (Pyrene versicolor) dari teluk Banten dilaporkan Kiswara (2009) adalah Rp. 33.000.000.- kerang hias menempel pada

daun Enhalus. Kerang hias setelah dibersihkan dibuat berbagai kerajinan seperti figure foto, gantungan lampu dan tirai. Kerajinan umumnya dimanfaatkan secara

langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti untuk

(48)

Tabel 1 Variasi Nilai Ekonomi Ekosistem Lamun (Fauzi 2009)

Referensi Lokasi Metode Nilai Ekonomi

Isdianto (2008) Kab. Pesisir Market value Rp. 3.414.000.000.000 Selatan Dan Non

Sumbar market value

PKSPL (1998) Kep. Riau Market value Rp. 34.730.214,90/ha/th Nugroho (2008) Kep. Riau CVM & Rp. 66.229.789,0/ha/th

Market value

Juwana et al. (2007) Bintan Market value, US $ 3,634,796/ha/th Timur cost benefit &

travel cost Mc Arthur Lynne C;

Boland, John W (2006)

Australia Selatan

Market & non market

$ 114 Million/year

UNEP (2004) Hepu

Guangxi China

Market & non market

$ 14,839/ha

(49)

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan,

Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara dan untuk keperluan

pengambilan data persentase tutupan lamun dilakukan pada 15 site yang

diplotkan kedalam 5 stasiun penelitian (Gambar 5), untuk data DPSIR dan data

CVM sebagian besar diperoleh melalui hasil wawancara dengan nelayan setempat

yang memanfaatkan ekosistem lamun sebagai daerah penangkapan ikan dan

pengambilan biota non ikan yang meliputi Desa Posi-Posi, Desa Laluin, Desa

Pasir Putih, Desa Sagaole, Desa Ngute-Ngute dan Desa Orimakurunga.

Selanjutnya jadwal kegiatan penelitian terdiri dari kegiatan pengambilan data

primer dan data sekunder yang dimulai pada bulan Oktober sampai dengan bulan

Desember 2011.

3.2 Jenis dan Sumber Data

-Berdasarkan sumber data, data yang di kumpulkan dalam penelitian ini

berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer di peroleh

melalui pengamatan lapangan atau observasi dan wawancara dengan responden

dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Secara khusus data primer

yang diperoleh meliputi :

-Data aspek biofisik-kimia perairan terdiri dari :

-Kondisi perairan : diperoleh melalui hasil pengukuran parameter

fisika-kimia perairan yang meliputi suhu, salinitas, kecepatan arus, oksigen,

dan pH air

-Kondisi ekosistem lamun: meliputi persentase tutupan lamun,

identifikasi lamun, dan luasan lamun

Data DPSIR (

- Aktivitas pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat, pengusaha

perikanan pada ekosistem lamun

Driving force-Pressure-State-Impact-Response).

- Tingkat pemahaman masyarakat terhadap ekosistem lamun

-Estimasi nilai ekonomi dari fungsi dan manfaat ekosistim lamun di Pulau Waidoba

(50)

-Gambar 5 Peta Lokasi Penelitian

Data Non Use Value (nilai bukan Manfaat)

Kesediaan masyarakat dalam berpartisipasi untuk menjaga keberadaan dan

kelestarian/keberlangsungan dari suatu sumber daya melalui kesediaan

membayar (willingness to pay/WTP)

Adapun data sekunder diperoleh dari studi literatur dan berbagai instansi

terkait. Studi literatur dibutuhkan untuk membandingkan nilai ekonomi yang

didapatkan dari kawasan Pulau Waidoba dengan nilai ekonomi yang didapatkan

pada kawasan ekosistem lamun yang lain. Jenis dan sumber data lebih jelas dapat

(51)

Tabel 2 Matriks Jenis dan Sumber Data

No Tujuan Metode Analisis Jenis

Data

Sumber Data

1 Mengidentifikasi aspek ekologi perairan ekosistem

Mengidentifikasi aspek sosial ekonomi, DPSIR.

2

- Sosial ekonomi :

Jumlah penduduk dan mata pencarian dari fungsi dan manfaat ekosistim lamun di Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa

3.3 Metode Pengambilan Data a. Data Ekologis

Penelitian mengenai valuasi ekonomi ekosistem lamun melalui

pendekatan ekologis di Pulau Waidoba Kecamatan Kayoa Selatan, Provinsi

Maluku Utara membutuhkan informasi data yang lengkap dan “up to date” yang

meliputi data primer dan sekunder, serta analisis yang tepat dan akurat.

Pengumpulan data ekologis dilakukan secara langsung melalui

pengukuran dan pengamatan terhadap kondisi perairan dan kondisi ekosistem

(52)

a.

b.

Pengukuran kualitas perairan (suhu, salinitas, kecepatan arus, oksigen terlarut,

dan pH air)

1 Menentukan lokasi transek yang dipilih untuk pengamatan. Setiap stasiun

terdiri dari 3 transek (sub stasiun) yang ditempatkan secara vertikal atau

tegak lurus ke laut, dengan panjang 50 meter.

Pengukuran kondisi padang lamun merupakan gabungan metode Transek dan

Petak Contoh (Transect Plot) dengan penentuan secara cepat persen

penutupan lamun di lapangan (sumber: Marine Plant Ecology Group,

northerm Fisheries Centre CAIRNS, Australia). Metode Transek dan Petak

Contoh (Transect Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu

komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang

ditarik melewati wilayah ekosistem lamun tersebut. Adapun langkah-langkah

pengambilan data dilapangan sebagai berikut;

2 Pada setiap garis transek ditempatkan kuadrat 50 x 50 cm sebanyak 5 kali

mengikuti garis transek.

3

c.

Menentukan persen penutupan lamun di lapangan.

b.

Luasan lamun dilakukan melalui bantuan GPS.

Data DPSIR (

Pengumpulan data ini dilakukan melalui identifikasi secara langsung

berdasarkan karakteristik dampak dan melalui hasil wawancara secara interview

dari 60 responden. Penentuan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa responden adalah pihak-pihak yang terkait langsung dengan kegiatan pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya lamun.

Driving force-Pressure-State-Impact-Response)

c. Data Efect on Production (EoP)

Pengumpulan data effect on production (EoP) melalui hasil wawancara secara interview dari 50 responden. Penentuan responden dilakukan secara

sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa responden adalah pihak-pihak yang terkait langsung dengan kegiatan pemanfaatan ekosistem dan

sumberdaya lamun. Responden diwancarai untuk mengetahui berapa besar

(53)

d. Data Nilai Bukan Manfaat ( Non Use Value)

Pengumpulan data nilai bukan manfaat (non use value) menggunakan metode contingent valuation method (CVM). Responden untuk data non use value terdiri dari nilai pilihan, nilai warisan, dan nilai keberadaan. Untuk nilai pilihan (option value) responden yang berhasil diwawancarai berjumlah 75 orang, sedangkan untuk nilai warisan (bequest value) dan nilai keberdaan (existensi value) masing-masing responden berjumlah 45 orang. Penentuan responden dilakukan secara sengaja. Responden yang didapat diwancarai untuk mengetahui

kesediaan membayar (willingness to pay) masyarakat terhadap ketersediaan sumber daya alam dan lingkungan di Pulau Waidoba.

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan dalam melakukan valuasi ekonomi

sumber daya alam dan lingkungan adalah sebagai berikut :

3.4.1 Analisis Ekologis

1.

Untuk mengetahui luas area penutupan lamun, digunakan Metode Saito dan

Adobe (1970). Adapun metode perhitungannya adalah sebagai berikut :

2.

Petak contoh yang digunakan pengambilan contoh berukuran 50 cm x 50 cm

yang masih dibagi-bagi lagi menjadi 25 sub petak, berukuran 10 cm x 10 cm,

petak contoh yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 6.

Menentukkan persentase tutupan lamun pada tiap sub petak dan dimasukkan

kedalam kelas kehadiran berdasarkan Tabel 3.

(54)

Tabel 3 Luas Area Penutupan Jenis Lamun

Kelas % Selang Kelas

penutupan Area

% NilaiTengah Kelas (M)

5 50 – 100 75

4 25 – 50 37,5

3 12,5 – 25 18,75

2 6,25 – 12,5 9,38

1 < 6,25 3,13

0 0 0

3.

...(1) Adapun perhitungan persen penutupan lamun pada masing-masing petak

dilakukan dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

C = Persentase tutupan lamun ke-i (%)

Mi = Nilai tengah kelas persen penutupan lamun pada tiap sub petak/plot

f = Banyaknya sub petak pada persentase selang kelas penutupan jenis lamun

ke-i

3.4.2 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah suatu analisis yang digunakan untuk

menggambarkan perkembangan karakteristik kondisi ekonomi dan sosial tertentu

dari suatu daerah. Beberapa kondisi ekonomi dan sosial yang perlu dideskripsikan

misalnya, laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, gambaran sektor

pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Analisis deskriptif bertujuan untuk

memberikan gambaran atau deskripsi suatu populasi.

Data yang dianalisis dapat berupa data kualitatif dan data kuantitatif.

Deskripsi dari lokasi sosial dan ekonomi suatu daerah bisa beragam bentuknya,

bisa berupa tabulasi silang, grafik histogram dan sebagainya. Bentuk deskripsi ini

(55)

3.4.3 Analisis DPSIR

Untuk mendapatkan

Analisis mengenai pola pemanfaatan dan permasalahan yang berkaitan

dengan sumberdaya padang lamun yang ada di kawasan pulau Waidoba di

gambarkan secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan Driving Force,

Pressure, State, Impact and Response (DPSIR) yang merupakan pengembangan

dari model analisis PSR (Pressure-State-Response) (OECD 1993 dalam Zacharias

et al. 2008). Pendekatan ini didasarkan pada deskripsi tipologi usaha, jenis sumberdaya, pola pemanfaatan dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Studi ini mengandalkan pendekatan ex-ante dimana gambaran kerangka analisis DPSIR sebelum dan setelah terjadi kerusakan pada ekosistim lamun akan

digambarkan secara kualitatif melalui bantuan kuisioner yang terstruktur.

informasi mengenai keadaan lingkungan dan hubungan

antara aktivitas manusia dan kemungkinan adanya perubahan lingkungan

khususnya ekosistem lamun di Pulau Waidoba dilakukan analisis DPSIR (Driving force-Pressure-State-Impact-Response). Pendekatan ini didasarkan pada konsep rantai hubungan sebab akibat

Driving Force merupakan aktivitas manusia yang mengarah pada berbagai kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan tekanan terhadap lingkungan. Faktor

pemicu utama bagi seorang individu adalah kebutuhan, seperti kebutuhan akan

tempat tinggal dan makanan.

yang dimulai dengan aktivitas manusia (faktor

pemicu) yang menyebabkan adanya tekanan terhadap lingkungan dan kemudian

mengubah kualitas dan kuantitas sumberdaya alam hingga akhirnya

mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan masyarakat.

Pressure adalah akibat dari proses produksi atau konsumsi yang disebabkan oleh adanya faktor pemicu yakni aktivitas manusia untuk memenuhi

kebutuhannya. Tingkat tekanan terhadap lingkungan bergantung pada faktor

pemicu dan faktor faktor lain yang berkaitan dengan interaksi manusia dan

lingkungannya. Beberapa aktivitas manusia yang dapat menimbulkan pressure

yaitu pemanfaatan

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk,

kebutuhan akan tempat tinggal menyebabkan terjadinya eksploitasi terhadap

sumber daya alam. Faktor pemicu sekunder adalah kebutuhan untuk mobilitas,

hiburan, budaya dan lain-lain.

(56)

dalam penggunaan sumberdaya dan emisi (bahan kimia, limbah, radiasi,

kebisingan) ke udara, air dan tanah.

State adalah hasil dari pressure terhadap lingkungan di suatu kawasan. State merupakan kondisi fisik, kimia dan biologis suatu kawasan misalnya tingkat pencemaran, degradasi sumberdaya dan lain-lain. Perubahan secara fisik, kimia

atau biologis yang terjadi pada sumberdaya alam dan lingkungan dalam suatu

kawasan mempengaruhi kualitas ekosistem dan kesejahteraan masyarakatnya.

Dengan kata lain perubahan state berdampak (impact) pada lingkungan dalam fungsinya sebagai ekosistem, kemampuan pendukung hidup ekosistem dan

akhirnya berdampak pada tingkat kesehatan dan kondisi sosial ekonomi

masyarakat.

Response (tanggapan) masyarakat atau para pembuat kebijakan merupakan hasil dari dampak yang tidak diinginkan dan dapat mempengaruhi

setiap bagian dari mata rantai hubungan sebab akibat dari faktor pemicu sampai

dampak-dampak yang terjadi pada lingkungan.

Seiring dengan pandangan sistem analisis DPSIR, pengembangan sosial

dan ekonomi menyebabkan mendorong terjadinya tekanan pada lingkungan,

secara konsekuen terjadi perubahan pada keberadaan/kondisi lingkungan. Hal

tersebut berdampak pada fungsi ekosistem. Akhirnya masyarakat memberikan

responnya baik secara langsung maupun tidak lansung terhadap adanya

perubahan dalam sistemnya (Gambar 7).

Response meliputi penetapan peraturan, perubahan strategi manajemen dan lain-lain. Contoh response yang dilakukan oleh nelayan dalam mengantisipasi dampak perubahan hasil tangkapan

(57)

Analisis data yang digunakan menggunakan teknik valuasi ekonomi untuk

menghitung nilai total ekonomi (total economic value) dari ekosistem lamun. Nilai ekonomi total adalah nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu

sumberdaya alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus

diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pengelolaannya sehingga alokasi dan

alternatif penggunaannya dapat di tentukan secara benar dan mengenai sasaran

(Nilwan et al, 2003).

3.4.4 Analisis Valuasi Ekonomi

Total economic value dapat ditulis secara matematis (CSERGE,1994

dalam Nilwan et al, 2003):

TEV = UV + NUV = (DUV+IUV+OV)+(XV+BV) ... (2)

dimana :

TEV = Total Economic Value IUV = Indirect Use Value

UV = Use Values OV = Option Value

NUV = Non Use Values XV = Existence Value

DUV = Direct Use Value BV = Bequest Value

Gambar 7 Kerangka DPSIR (Stanners et al 2007)

Aktivitas Responses

Driving force

Pressure Impact

Polutan Kesehatan ekosistem

Kualitas

State

(58)

Dalam penelitian ini, nilai-nilai yang ada di sumberdaya (use value, dan non-use value), berikut teknik valuasi yang digunakan, secara ringkas tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4 Hubungan Nilai Dengan Teknik Valuasi Yang Digunakan

Nilai (Value) Teknik Valuasi

A. Use Value

A1. Direct Use Value - Tangkapan ikan

- Tangkapan biota non ikan

Effect on Production (EoP)

Effect on Production (EoP) A2. Indirect Use Value

- Fungsi pendukung biologi ekosistem lamun

sebagai tempat nursery ground

- Fungsi jasa lingkungan sebagai blue carbon

Benefit Tranfer

Benefit Tranfer B. Non Use Value

Option Value Contingent Valuation Method Existence Value Contingent Valuation Method Bequest Value Contingent Valuation Method

Sementara itu, teknik valuasi yang akan digunakan terhadap masing-masing

nilai menggunakan beberapa pendekatan, yaitu effect on production (EoP) dan

contingent valuation method (CVM). Uraian masing-masing teknik valuasi berikut tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

1. Effect on Production (EoP)

Pendekatan untuk menduga nilai ekosistem pesisir berdasarkan fungsinya

terhadap produktivitas perikanan dikenal sebagai pendekatan effect on production

(EoP). Metode yang digunakan berdasarkan kepada pendekatan hasil produksi (Effect on Production Approach, EoP) yaitu dengan mengalikan hasil produksi dan harga maka nilai manfaat langsung (benefit) dari ekosistem lamun dapat diestimasi. Berikut adalah langkah-langkah pendugaan nilai ekonomi sumberdaya

berdasarkan konsumen surplus:

(59)

... 3 Dimana;

Q = Jumlah sumberdaya yang diminta selama setahun

X1 = Harga sumberdaya yang diminta

X2 = Umur responden

X3 = Tingkat pendidikan responden

X4 = Tingkat pendapatan per tahun responden

X5 = Jumlah keluarga responden

2. Mentransformasi fungsi permintaan menjadi bentuk persamaan harga linear

………. 4

……… 5

………. 6

3. Mentransformasi kembali fungsi permintaan menjadi bentuk persamaan asal

(Langkah 1)

……… 7

4. Mentransformasi fungsi permintaan menjadi bentuk persamaan harga

non-linear

... 8

5. Mengestimasi Total Kesediaan Membayar

……….……… 9

6. Mengestimasi Surplus Konsumen

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 3  Manfaat Ekonomi Ekosistem Padang Lamun
Gambar 4  Consumer Surplus dan Producer Surplus
Tabel 1 Variasi Nilai Ekonomi Ekosistem Lamun (Fauzi 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan

Dalam suatu proyek yang dirancanakan untuk selesai dalam jangka waktu yang sesuai dengan target , dapat dilakukan percepatan durasi kegiatan yang akan memberikan

pada kelompok mesin B6, B17, dan B18, jika ditotal tidak sampai 100% maka dilakukan penggunaan bersamaan agar jumlah mesin 39 tidak lebih dari jumlah mesin pada

Bahkan, dengan peran pemerintah yang sangat dominan, badan perwakilan rakyat dan partai politik tidak berfungsi dengan baik dan lebih merupakan alat

This research aims to obtain empirical evidence the effect of fraud triangle factors are financial stability, external pressure, personal financial need, financial

Membuat resume buku- yang terkait dengan situasi dan kondisi Arab sebelum Islam, serta tatanan masyarakat baru yang terbentuk dari masa Nabi hingga Abd.. Diskusi

(1991) yang menyatakan bahwa dua buah perangkat pengukuran yang berbeda akan memiliki tingkat kesukaran yang berbeda walaupun kedua perangkat didasarkan pada kisi-kisi yang

Pengendalian kualitas penting untuk dilakukan bagi perusahaan agar pada nantinya produk yang dihasilkan dapat sesuai dengan spesifikasi yang telah di tetapkan dan dapat