SUMBERDAYA IKAN KARANG PADA BERBAGAI KONDISI
KERAPATAN LAMUN DI PERAIRAN PULAU PASI
KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
PROVINSI SULAWESI SELATAN
RALPH AUGUST NICODEMUS TUHUMURY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “ Sumberdaya Ikan Karang Pada Berbagai Kondisi Kerapatan Lamun di Perairan Pulau Pasi, Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2010
Ralph August Nicodemus Tuhumury
Condition of Seagrass Density in Pasi Island Waters, Kepulauan Selayar District,
South Sulawesi Province. Under direction of SULISTIONO and YUSLI
WARDIATNO.
Seagrasses are marine angiosperms, distributed in both tropical and temperate coastal waters creating one of the most productive aquatic ecosystems on earth. Due to the high primary production and a complex habitat structure, meadows formed by seagrasses support a variety of benthic, demersal and pelagic organisms. Many fish species are attracted to seagrass habitats for foraging and shelter, especially during their juvenile life stages. Thus, seagrass meadows are valuable resources for fisheries at both local and regional scales. The study presented the community structure, size distribution, species composition and spatial distribution of reef fish in seagrass habitats at Pasi Island waters. Sampling of fish was conducted in daylight and night using a small trawl. The total abundance and biomass of the reef fish in this research was 431 individual (13129 gram). Out of 55 different reef fish species from 24 families were recorded during the study, only one species accounted for more than 25% of the total abundance and biomass is Siganus canaliculatus. The study showed that the diversity and dominant indices of fish were generally significantly higher at station V with sand
and reef fraction substrate dominated by Thalassodendron ciliatum and
Cymodocea serrulata. Seagrass species with high density and percent cover value asSyringodium isoetifolium, Cymodocea serrulata and Thalassodendron ciliatum
has a high fish diversity value. Seagrass species that has large and long leaves such as Thalassia hemprichii and Enhalus acoroides favored by reef fish
plant-eater (herbivore) i.e. Siganus canaliculatus (Siganidae), Apogon melas
(Apogonidae) and Scarus forsteni (Scaridae).
Berbagai Kondisi Kerapatan Lamun di Perairan Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh SULISTIONO dan YUSLI WARDIATNO.
Padang lamun sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang yang memungkinkan interaksi dalam bentuk migrasi ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas lamun, struktur komunitas ikan karang serta asosiasi ikan karang pada berbagai kondisi kepadatan padang lamun. Pengambilan sampel dilakukan pada lima stasiun penelitian berupa kualitas perairan, identifikasi jenis lamun dan ikan, jumlah individu lamun dan ikan, penutupan dan frekuensi lamun serta panjang dan berat ikan. Pengamatan lamun
dilakukan dengan metode Transect Linear Quadrat. Penangkapan ikan dilakukan
pada siang dan malam hari menggunakan mini trawl.
Suhu permukaan yang diukur dengan kisaran 30,570C-31,560C berada pada
kisaran optimum untuk fotosintesis lamun. Kecerahan pada perairan ini mencapai 100%. Kekeruhan berkisar antara 1,1-6,21 NTU dan tertinggi di stasiun I, II dan III. Nilai pH yang diperoleh dari semua lokasi penelitian berkisar 8,06 – 8,13 dan berada pada kisaran yang dapat ditolerir oleh biota laut yaitu 7-8,5 + 0,2. Sebaran salinitas di stasiun pengamatan diperoleh sekitar 30 – 33 %o. Oksigen terlarut lima stasiun penelitian berkisar 6,25 – 6,66 mg/l. Kisaran nilai ini sesuai dengan baku mutu untuk biota laut, yaitu > 5 mg/l. Kisaran kecepatan arus pada semua stasiun penelitian relatif sama yaitu 0,03-0,35 m/s dan masuk dalam kategori lambat sampai sedang (0,10-0,50 m/s).
Jenis lamun yang ditemukan seperti Enhalus acoroides, Thalassia
hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Thalassodendron ciliatum dan Halophila ovalis dengan substrat pasir kasar, lumpur berpasir, pasir berlumpur dan pecahan karang. jenis E. acoroides
dan T. hemprichii tersebar merata pada semua stasiun. Jenis lamun yang memiliki morfologi daun kecil memiliki persen penutupan dan kerapatan yang tinggi. Jenis lamun yang memiliki peranan tertinggi adalah T. hemprichii (Stasiun I, II, III),
C. serrulata (Stasiun IV) dan T. ciliatum (Stasiun V).
Ikan yang tertangkap sebanyak 431 individu dari 55 jenis ikan, 36 marga dan 24 suku dengan bobot total 13.129 g. 128 individu dengan bobot 3.962 g tertangkap pada siang hari dan 303 individu dengan bobot 9.167 g tertangkap pada malam hari. Siganidae, Lutjanidae, Scaridae dan Serranidae adalah suku utama yang hadir dalam hasil tangkapan. Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi di stasiun V yang paling baik dibandingkan stasiun lainnya. Keanekaragaman ikan karang di siang hari lebih tinggi dari malam hari. kelimpahan individu malam hari lebih tinggi daripada siang hari.
Penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh komposisi jenis, kerapatan, penutupan, frekuensi dan morfologi daun lamun terhadap keanekaragaman dan kelimpahan ikan karang. Jenis lamun dengan nilai kerapatan
dan persen tutupan tinggi seperti Syringodium isoetifolium, Cymodocea serrulata
dari jenis Pelatus quadrilineatus (Mullidae) dan Parupeneus barberinus
(Teraponidae). Ikan karang yang berasosiasi dengan padang lamun lebih didominasi oleh ikan-ikan muda (juvenile dan subadult).
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PROVINSI SULAWESI SELATAN
RALPH AUGUST NICODEMUS TUHUMURY
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama mahasiswa : Ralph August Nicodemus Tuhumury
Nomor Pokok : C252080194
Program studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
penyertaan dan perlindungan-Nya sehingga laporan penelitian yang berjudul “Sumberdaya ikan karang pada berbagai kondisi kerapatan lamun di perairan Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan” dapat diselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas lamun, kelimpahan jenis dan struktur komunitas ikan serta asosiasinya pada berbagai kondisi kerapatan lamun di perairan Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat Memberikan informasi ilmiah tentang kondisi ekosistem lamun dan keberadaan ikan karang di perairan Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar dan Sebagai bahan pertimbangan dan kajian bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar dalam rangka pengelolaan Ekosistem lamun.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku komisi pembimbing yang dengan kesabaran dan ketulusan hati dalam pembimbingan, memberikan masukan, motivasi serta meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran mulai dari rencana penelitian hingga penulisan tesis ini.
Penyusunan tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Yapis Papua dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB.
2. Institut Pertanian Bogor, Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan (SPL) IPB Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA beserta staf khususnya Pak Zainal, Pak Dindin, Ibu Ola dan Mas Adji atas kesempatan, ilmu serta pelayanan yang penuh kasih selama penulis menuntut ilmu.
3. Dr. Ir. Ridwan Affandi selaku penguji luar komisi pada ujian tesis yang telah memberikan banyak masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
4. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal yang sudah mengurus keberangkatan ke
Universität Bremen, Germany.
5. Coral Reef Rehabilitation and Management Program II-World Bank
(COREMAP II-WB) yang memberikan bantuan beasiswa selama studi Pascasarjana.
6. Permata hatiku, Istri tercinta Villya Martha dan my little pretty daughter
Naomi Michelle Eilenneva. Terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang mewarnai kehidupan penulis terutama dalam menjalani studi di IPB.
7. Orang tua yang kubanggakan dan kusanyangi, Papa Yopie dan Mama Ola
serta saudara-saudaraku yang sangat kucintai atas ketulusan hati dan motivasi yang diberikan, Helen, Maissie, Richard, Ryan, Reinhard, Suzan dan Indra dan keponakan-keponakanku Kevin dan Keisha. Berkat doa kalian akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik dan tepat waktu. 8. Mertua yang terkasih, Papa Semy dan Mama Uthe serta Ipar, Imon, Opie
10.Keluarga Janwar yang dengan sepenuh hati menyediakan tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian di Makassar maupun di Kabupaten Kepulauan Selayar. Terima kasih atas pelayanan yang diberikan dan hanya karena uluran tangan kalian penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. 11.Teman-teman di Selayar: Zul Janwar, Irwan, Wendy Fadri, Nurfitri, Adhit
Lagi, Chimbo dopans, Rhido Byakta dan Ardi atas bantuan, tenaga dan waktunya yang diberikan kepada penulis selama penelitian di lapangan. Kiranya Tuhan yang adalah sumber berkat itu selalu memberkati setiap jerih lelah kalian.
Akhirnya dalam semua kelemahanku, ada seberkas harapan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan.
Bogor, Agustus 2010
Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 29 Agustus 1980 dari Ayah Jacob Johanis Tuhumury dan Ibu Leonora Geertruida Tanasale. Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara.
xix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………. xxi
DAFTAR GAMBAR ………. xxiii
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xxv
1. PENDAHULUAN ………. 1
1.1. Latar Belakang ………. 1
1.2. Perumusan Masalah ……….. 2
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 3
1.4. Kerangka Pemikiran ………... 4
1.5. Hipotesa ……… 5
2. TINJAUAN PUSTAKA ………... 7
2.1. Struktur, Distribusi dan Fungsi Lamun ……… 7
2.2. Komunitas Hewan Padang Lamun ……….. 12
2.3. Peran Padang Lamun bagi Ikan ………... 14
2.3.1. Sebagai Daerah Asuhan dan Perlindungan ………. 14
2.3.2. Sebagai Makanan Ikan ………. 15
2.3.3. Sebagai Tempat Mencari Makan ………. 15
2.4. Ekologi Ikan Terumbu Karang ……… 16
2.4.1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Komunitas Ikan Terumbu Karang ……….. 16
2.4.2. Migrasi Ikan Terumbu Karang ………. 19
3. METODE PENELITIAN ………. 21
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 21
3.2. Bahan dan Alat Penelitian ……… 22
3.3. Prosedur Penelitian ……….. 22
3.3.1. Struktur Komunitas Lamun ……….. 22
3.3.2. Struktur komunitas Ikan……… 24
3.3.3. Parameter Fisika-Kimia Perairan ……… 25
3.4. Analisis Data ……… 25
3.4.1. Struktur Komunitas Lamun ……….. 25
3.4.2. Struktur Komunitas Ikan ……….. 28
3.4.3. Ekologi Komunitas Ikan dan lamun ………. 30
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 31
4.1. Kondisi Habitat ……… 31
4.2. Parameter Fisika-Kimia Perairan ……… 32
4.2.1. Kecerahan ……… 33
4.2.2. Kekeruhan ……… 33
4.2.3. Kecepatan Arus ……… 34
4.2.4. Suhu ………. 35
4.2.5. Salinitas ……… 35
4.2.6. Oksigen Terlarut ………. … 36
xx
4.3. Struktur Komunitas Lamun ………. 37
4.3.1. Komposisi jenis lamun dan substrat ……… 37
4.3.2. Frekuensi lamun ……….. 40
4.3.3. Penutupan dan Kerapatan Lamun ……… 42
4.3.4. Indeks Nilai Penting ……… 45
4.4. Struktur Komunitas Ikan ………. 47
4.4.1. Komposisi Jenis ……….. 47
4.4.2. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi Simpson (C) …… 53
4.4.3. Indeks Kesamaan Jenis Jaccard (Cj) ……… 56
4.4.4. Distribusi Parameter Kualitas Air dengan habitatnya ……. 57
4.4.5. Distribusi Lamun dan keterkaitannya dengan stasiun Penelitian ………. 58
4.4.6. Distribusi Spasial Ikan antar stasiun penelitian ……… 60
4.4.7. Asosiasi ikan dan Lamun ………. 63
5. SIMPULAN DAN SARAN ………. 67
5.1. Simpulan ………. 67
5.2. Saran ……… 68
DAFTAR PUSTAKA ………. 69
xxi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Sebaran lamun di seluruh dunia (modifikasi dari
Hutomo 1985, Fortes 1990) ………. 8
2 Jenis dan penyebaran lamun di Indonesia (modifikasi
dari Hutomo, 1985; Fortes 1990) ………... 9
3 Parameter Fisika-Kimia dan substrat perairan ……… 25
4 Perbedaan kondisi habitat dan tipe substrat di masing-masing
Stasiun penelitian ………. 31
5 Hasil pengukuran Rata-rata parameter Fisika-Kimia Padang lamun
di Perairan Pulau Pasi ……… 31
6 Komposisi jenis lamun di perairan Pulau Pasi ……… 38
7 Tipe substrat tempat hidup lamun di perairan Pulau Pasi ……….. 40
8 Nilai kisaran dan Rata-rata Penutupan, Kerapatan dan Frekuensi
Jenis Lamun di perairan Pulau Pasi ……… 44
9 Indeks Nilai Penting (INP) setiap jenis Lamun berdasarkan stasiun ….. 46
10 Komposisi jenis ikan menurut jumlah individu ……….. 48
11 Komposisi jenis ikan menurut bobot basah ………. 49
12 Ukuran ikan yang tertangkap di perairan Pulau Pasi………. 52
13 Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) jenis
Ikan di perairan Pulau Pasi ……….. 54
14 Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) jenis ikan masing-masing stasiun penelitian di perairan Pulau Pasi
pada penangkapan malan dan siang hari……… 55
15 Indeks Kesamaan jenis Jaccard (CJ) komunitas ikan
Di perairan Pulau Pasi ………. 56
xxiii
1 Alur permasalahan ………... 4
2 Interaksi tiga ekosistem bahari (UNESCO, 1983) ……… 11
3 Lokasi Penelitian (Sumber: dimodifikasi dari
Bakosurtanal 1993, Peta Administrasi Kabupaten Selayar)
Perairan Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar ………. 23
4 Skema pengamatan lamun ……… 24
5 Pola Pasang surut di perairan Pulau Pasi (Mixed Tide, Prevailing
Semi diurnal) ……… 32
6 Frekuensi Kehadiran jenis lamun pada tiap plot kuadrat ……… 41
7 Frekuensi jenis lamun yang sering muncul pada kelima stasiun
Pengamatan ………. 42
8 Nilai rata-rata penutupan lamun (A) dan kerapatan lamun (B)
di lokasi penelitian ……… 43
9 Dendogram kesamaan stasiun berdasarkan parameter perairan ………… 58
10 Grafik Analisis Faktorial Koresponden Lamun dengan Stasiun
Pada sumbu utama pertama dan kedua ……… 59
11 Dendogram kesamaan stasiun berdasarkan penutupan lamun……… 60
12 Grafik Analisis Faktorial Koresponden ikan dengan stasiun
Pada sumbu utama pertama dan kedua ……… 62
xxv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Gambar habitat kelima stasiun penelitian di perairan Pulau Pasi……….. 80
2 Perhitungan Persen penutupan, frekuensi dan kerapatan ………. 83
3 Pengambilan Sampel ikan dengan menggunakan mini trawl …………... 84
4 Jenis-jenis Lamun yang ditemukan di perairan Pulau Pasi ……….. 85
5 Data ikan yang tertangkap di Padang Lamun Perairan Pulau Pasi
Selama penelitian ………. 86
6 Gambar jenis-jenis ikan karang yang ditangkap di semua stasiun
Penelitian ……….. 91
7 Hasil Analisis Faktorial (CA) antara lamun dengan stasiun
Penelitian ………. 94
8 Hasil Analisa Faktorial Koresponden (CA) antara ikan dengan
1.1 Latar Belakang
Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering
dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang.
Padang lamun berada di daerah pasang surut pinggir daratan atau pulau karang
dan terumbu karang yang ada di luar daerah pasang surut tersebut. Bahkan sering
dijumpai padang lamun dan terumbu karang menjadi satu (Nienhuis et al. 1989).
Hal tersebut memungkinkan adanya interaksi antara padang lamun dan
terumbu karang. UNESCO (1983), telah diklasifikasikan hubungan antara faktor
fisik, hara, dampak manusia, dan migrasi hewan. Sedangkan Nienhuis et al.
(1989) menyebutkan adanya interaksi antara padang lamun dan terumbu karang
dalam bentuk migrasi hewan yang akhirnya berujung pada tranfer hara di antara
keduanya.
Migrasi hewan tersebut membuktikan peran lamun cukup besar. Peran
lamun secara umum telah diketahui antara lain sebagai produsen primer, ladang
penggembalaan, tempat perlindungan, dan makanan bagi ikan dan invertebrata
(Roblee & Zieman 1984; Hutomo 1985; Hutomo & Azkab 1987; Nienhuis et al.
1989).
Berdasarkan berbagai penelitian, ikan yang berasosiasi dengan padang
lamun didominasi oleh ikan terumbu karang. Hal tersebut berhubungan dengan
kemampuan padang lamun menyediakan relung ekologik dan naungan bagi ikan
(Hutomo 1985). Beberapa penelitian tentang struktur komunitas ikan di padang
lamun telah dilakukan namun, penelitian komunitas ikan di padang lamun di
Indonesia masih sedikit dilakukan, diantaranya oleh Hutomo & Martosewojo
(1977) di pulau Burung Kepulauan Seribu; Hutomo (1985) di Teluk Banten;
Peristiwady (1994a, 1994b) dan Ongkers (1990) di Teluk Ambon; Radjab et al.
(1992) di perairan Passo, Teluk Baguala; Hutomo & Parino (1994) di Lombok.
Pulau Pasi merupakan suatu wilayah perairan yang banyak ditumbuhi
lamun, terumbu karang dan mangrove. Walaupun memiliki areal lamun yang luas
dan padat namun penelitian tentang struktur komunitas ikan di areal lamun
Informasi struktur komunitas ikan di padang lamun penting sekali, tidak
hanya untuk kepentingan ilmiah tetapi juga untuk dasar pengelolaan sumberdaya.
Perencanaan dan pengelolaan yang baik sangat ditentukan oleh ketersediaan
informasi. Tidak mungkin suatu tindakan pengelolaan rasional dapat dirumuskan
tanpa adanya data dan informasi yang memadai. Adanya informasi yang
memadai, berbagai konsekuensi yang ditimbulkan oleh sejumlah alternatif dapat
dikurangi. Dalam kaitannya dengan program pengelolaan perikanan di padang
lamun perairan Pulau Pasi, maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data
dasar sebagai masukan dalam penyusunan program ke depan.
1.2 Perumusan Masalah
Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan
yang hidup pada padang lamun terdiri atas berbagai penghuni tetap dan ada pula
yang bersifat sebagai pengunjung. Hewan yang datang sebagai pengunjung
biasanya untuk memijah atau mengasuh anaknya (seperti ikan). Selain itu, ada
pula hewan yang datang mencari makan seperti sapi laut (dugong-dugong) dan
penyu (turtle) yang makan lamun Syringodium isoetifolium dan Thalassia
hemprichii (Nontji 1987). Di daerah padang lamun, organisme melimpah, karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator serta
sebagai sumber bahan makanan baik daunnya mapupun epifit atau detritus.
Jenis-jenis Polichaeta dan hewan-hewan Nekton juga banyak didapatkan pada daerah
padang lamun. Lamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga
jenis-jenis ikan dan fauna invertebrata melimpah di perairan ini. Lamun juga
memproduksi sejumlah besar bahan-bahan organik sebagai substrat untuk alga,
epifit, mikroflora dan fauna. Menurut Hutomo et al. (1988) ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Disamping
itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan
dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal.
Keberadaan lamun pada suatu kondisi habitat tertentu, tidak terlepas dari
ganguan atau ancaman-ancaman terhadap kelangsungan hidupnya baik berupa
ancaman alami maupun ancaman dari aktivitas manusia. Perairan Pulau Pasi
aktivitas masyarakat yang tinggi di perairan ini sangat berpengaruh pada
kelangsungan hidup lamun itu sendiri. Besarnya pengaruh terhadap integritas
sumberdaya, meskipun secara garis besar tidak diketahui, namun dapat dipandang
di luar batas kesinambungan biologi. Selain itu kerusakan padang lamun oleh
manusia diakibatkan pemarkiran perahu yang tidak terkontrol. Ancaman-ancaman
alami terhadap ekosistem lamun berupa angin topan, siklon, gelombang pasang,
kegiatan gunung berapi bawah laut, interaksi populasi dan komunitas (pemangsa
dan persaingan), pergerakan sedimen dan kemungkinan hama dan penyakit dan
vertebrata pemangsa lamun seperti sapi laut. Diantara hewan invertebrata, bulu
babi adalah pemakan lamun yang utama. Jika terjadi ledakan populasi pemakan
tersebut akan terjadi kerusakan berat. Gerakan pasir juga mempengaruhi sebaran
lamun. Bila air menjadi keruh karena sedimen, lamun akan bergeser ke tempat
yang lebih dalam yang tidak memungkinkan untuk dapat bertahan hidup. Selain
beberapa ancaman tersebut, kondisi lingkungan juga mempengaruhi kelangsungan
hidup suatu jenis lamun. Padang lamun juga sangat rentan terhadap perubahan
ekosistem pesisir seperti kekeruhan yang menyebabkan lamun menjadi mati
sehingga produktivitas perikanan menjadi berkurang.
Dengan mempelajari sumberdaya ikan karang yang berasosiasi dengan
padang lamun, maka fungsi padang lamun bagi ikan karang akan terlihat sehingga
sebagai sumberdaya pesisir, ekosistem padang lamun memiliki multi fungsi untuk
menunjang sistem kehidupan dan berperan penting dalam dinamika pesisir dan
laut, terutama perikanan pantai sehingga pemeliharaan dan rehabilitasi ekosistem
lamun merupakan salah satu alasan untuk tetap mempertahankan keberadaan
ekosistem tersebut.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas lamun,
kelimpahan jenis dan struktur komunitas ikan serta asosiasinya pada berbagai
kondisi kepadatan padang lamun di perairan Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan
Selayar. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah
tentang kondisi ekosistem lamun dan keberadaan ikan karang di perairan Pulau
bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar dalam rangka pengelolaan
Ekosistem lamun.
1.4 Kerangka Pemikiran
Dari uraian di atas, ada beberapa masalah mengenai aktifitas makan harian
ikan terumbu karang di padang lamun yang mungkin dapat didekati dengan
mempelajari ekologinya, yaitu :
1. Bagaimana struktur komunitas padang lamun dengan kepadatan yang
berbeda-beda.
2. Bagaimana struktur komunitas ikan karang pada berbagai kondisi kepadatan
padang lamun.
Perumusan masalah tersebut dapat digambarkan dalam bentuk alur
permasalahan pada Gambar 1.
EKOSISTEM TERUMBU KARANG
KOMUNITAS IKAN TERUMBU KARANG
Migrasi Kelimpahan, keanekaragaman Jenis
?
Faktor Biologi Penutupan, Kerapatan dan Frekwensi lamun Faktor Fisika
& Kimia: Pasang Surut, Arus, Suhu, pH, Salinitas, Kekeruhan, Kecerahan, DO
EKOSISTEM PADANG LAMUN : Distribusi, Kelimpahan, Keanekaragaman Jenis, Keseragaman Ikan Karang dan biota laut lainnya.
Ancaman Manusia: Pengerukan, reklamasi, limbah industri, eutrofikasi, overfishing. Ancaman Alamiah:
Siklon, topan, gelombang pasang, tsunami, vulkanik, perubahan iklim, dll
1.5 Hipotesa
Hipotesa dari penelitian ini adalah:
1. Padang lamun dengan komposisi jenis yang beragam diduga mengandung
jenis maupun kelimpahan ikan yang tinggi.
2. Ada perbedaan nyata dari struktur komunitas ikan yang berasosiasi dengan
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur, Distribusi dan Fungsi Lamun
Lamun merupakan kelompok tumbuhan berbunga yang tumbuh di bawah
permukaan air di lingkungan bahari. Tumbuhan ini tumbuh subur pada habitat
pantai perairan dangkal. Menurut Fortes (1990) tumbuhan ini berbeda dengan
tumbuhan di bawah permukaan air lainnya seperti rumput laut dan ganggang,
karena tumbuhan ini menghasilkan buah dan biji. Di samping itu juga mempunyai
akar dan sistem internal untuk transport udara dan nutrien.
Tumbuhan lamun mempunyai beberapa sifat yang memungkinkan dapat
berhasil hidup di laut, antara lain sebagai berikut (den Hartog 1970; Mc Roy &
Helfferich 1977; Phillips & Menẽz 1988):
1. Mampu hidup di media air asin.
2. Mampu berfungsi normal di bawah permukaan air.
3. Mempunyai sistem berkembang biak.
4. Mampu melaksanakan daur generatif dalam keadaan terbenam.
5. Mampu bersaing (berkompetisi) dengan organism lain dibawah kondisi
lingkungan media air asin.
Jumlah spesies tumbuhan berbunga ini, dengan sifat-sifat seperti diatas,
tidak banyak hanya 49 spesies dan dibagi ke dalam 2 famili : Potamogetonaceae
dengan 9 genus dan 38 spesies dan Hydrocharitaceae dengan 3 genus dan 11
spesies. Akan tetapi, kini jumlah spesies lamun meningkat menjadi 58 spesies dari
12 genus 4 famili dan 2 ordo dengan tumbuhan spesies baru berasal dari Australia
(den Hartog 1970; Tomascik et al. 1997).
Kemampuan adaptasi lamun yang bagus tersebut, menyebabkan lamun
mempunyai penyebaran yang luas, hampir meliputi perairan pantai di dunia. Dari
12 genus yang ada, 7 genus merupakan penghuni perairan tropik dan 5 genus
yang lain ada perairan ugahari (Tabel l). Lamun tropik terpusat di 2 wilayah, yaitu
di Indo Pasifik Barat dan Karibia dan Pantai Amerika Tengah. Di Indo Pasifik
Tabel 1 Sebaran lamun di seluruh dunia (modifikasi dari Hutomo 1985; Fortes 1990)
Genus Perairan Tropik Perairan Ugahari
Indo Pasifik Barat
Karibia Belahan Bumi
Utara
Belahan Bumi Selatan
Zostera * + +
Phyllospadix * + +
Heterozostera * +
Posidonia * + +
Halodule * + +
Cymodocea * +
Syringodium * + +
Thalassodendron * + Amphibolis *
Enhalus ** + +
Thalassia ** + +
Halophila ** + +
* Famili Potamogetonaceaa ** Famili Hydrocharitaceae
Di Indonesia, tercatat ada 12 spesies lamun ditambah 1 spesies lagi,
Halophila beccari yang diperkirakan ada (Kiswara & Hutomo 1985; Fortes 1990;
Tomascik et al. 1997). Padang lamun di Indonesia antara lain terdapat di Perairan
Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar, Selat Flores, Teluk Jakarta, Kepulauan
Seribu, Teluk Banten dan Kepulauan Riau. Lamun dengan luas area kecil, seperti
Thalassia hemprichii (dugong grass), Enhalus acoroides (tropical eelgrasss),
Halodule uninervis (fiber-strand grass), Cymodocea serrulata (round-tipped seagrass) dan Syringodium isoetifolium (syringe grass) umumnya ditemukan di pulau-pulau Indonesia Timur (Fortes 1990). Penyebaran lamun di pulau-pulau di
Indonesia disajikan pada Tabel 2 dengan pembanding negara Filipina sebagai
negara nomor 2 terbesar jumlah spesies lamun di dunia.
Komunitas lamun biasanya ada dalam area yang luas dan rapat. Secara
umum komunitas lamun dibagi menjadi 3 asosiasi spesies (Brouns & Heijs 1991):
1. Padang lamun monospesifik (monospesifik seagrass beds). Terdiri dari satu spesies saja. Akan tetapi keberadaannya hanya temporal dan biasanya
terjadi pada fase pertengahan sebelum menjadi komunitas yang stabil
2. Asosiasi 2 atau 3 spesies. Ini merupakan komunitas lamun yang terdiri dari
2 sampai 3 spesies saja. dan lebih sering dijumpai dibandingkan padang
lamun monospesifik.
3. Padang lamun campuran (mixed seagrass beds). Padang lamun campuran
umumnya terdiri dari sedikitnya 4 dari 7 spesies berikut: Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii.
Tabel 2 Jenis dan penyebaran lamun di perairan Indonesia (modifikasi dari Hutomo 1985; Fortes 1990)
Famili Spesies Sebaran
1 2 3 4 5 6
Potamogetonaceae Hydrocharitacea Fiber-strand grass Halodule uninervis Halodule pinifolia Round-tipped seagrass Cymodocea serrulata Syringe grass Syringodium isoetifolium Woody seagrass Thalassodendron ciliatum Tropical eelgrass Enhalus acoroides Estuarine spoon-grass Halophila baccari Veinless spoon-grass Halophila decipiens Small spoon-grass Halophila minor Spoon-grass Halophila ovalis + + + + - + ? - + + + + + + - + ? - + + + + - + + + ? - + + + + - + + + ? - + + + + + + + + ? - + + + + + + + + + + + +
Keterangan : (+) dijumpai
(-) tidak dijumpai
(?) diduga dijumpai tetapi belum tercatat
1 = Sumatera
2 = Jawa, Bali, Kalimantan 3 = Sulawesi
4 = Maluku &Nusa Tenggara 5 = Papua
Tetapi padang lamun campuran ini, dalam kerangka struktur komunitasnya, selalu
terdapat asosiasi spesies Enhalus acoroides dengan Thalassia hemprichii sebagai spesies lamun yang dominan dengan kelimpahan lebih dibanding spesies lamun
yang lain.
Kelimpahan lamun sangat tergantung pada faktor biotik dan abiotik,
seperti kedalaman, karakteristik substrat, sehingga akan membentuk pola zonasi
lamun. Menurut Brouns & Heijs (1991), pola zonasi secara spasial ada 3 yaitu: (1)
mid eulittoral, (2) lower eulilttoral sampai upper littoral dan (3) lower sublittoral.
Lamun umumnya tumbuh di daerah inner intertidal dan upper subtidal
antara daratan dan terumbu karang. Mereka ada di pantai berpasir atau sisi yang
mengarah ke laut dari daerah mangrove dan di bagian dataran terumbu karang
(coral reef flats) yang berhadapan dengan daratan dari terumbu karang (Hutomo et al. 1988; Nienhuis 1989).
Jika dilihat dari pola zonasi lamun secara horisontal, maka boleh
dikatakan ekosistem lamun terletak di antara dua ekosistem bahari penting yaitu
ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang. Dengan letak yang
berdekatan dengan dua ekosistem pantai tropik tersebut, ekosistem lamun tidak
terisolisasi atau berdiri sendiri tetapi berinteraksi dengan kedua ekosistem
tersebut.
Dari penelitian (Ogden & Zieman 1977 in Hutomo 1985; UNESCO 1983),
interaksi tersebut diklasifikasikan dalam 5 tipe interaksi utama (Gambar 2) yaitu:
interaksi-interaksi fisik, nutrien dan organik terlarut (dissolved organic matter),
materi organik melayang (participate organic matter), ruaya hewan dan dampak
manusia. Adanya interaksi yang timbal balik dan saling mendukung, maka secara
ekologis lamun mempunyai peran yang cukup besar bagi ekosistem pantai tropik.
Adapun peran lamun tersebut (Nienhuis 1989; Hutomo & Azkab 1987) adalah
sebagai berikut:
1. Produsen primer. Lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan
sebagian besar memasuki rantai makanan di laut melalui pemangsaan
langsung oleh herbivore maupun melalui dekomposisi serasah.
2. Sebagai habitat biota. Lamun memberi perlindungan dan tempat
interaksi fisik
nutrien dan bahan organik terlarut
bahan organik melayang
ruaya hewan
dampak manusia
Gambar 2 Interaksi tiga habitat tropis utama di area pesisir (Sumber: Ogden & Gladfelter (1983).
3. Sebagai habitat biota. Lamun memberi perlindungan dan tempat
penempelan hewan dan tumbuh-tumbuhan.
4. Sebagai penangkap sedimen. Lamun yang lebat memperlambat gerakan
air yang disebabkan oleh arus dan ombak.
5. Sebagai pendaur zat hara.
6. Sebagai makanan dan kebutuhan lain, seperti bahan baku pembuatan
kertas.
EKOSISTEM TERUMBU
KARANG
EKOSISTEM
LAMUN EKOSISTEM
Sedangkan dalam Fortes (1990), peran lamun bagi manusia baik langsung
maupun tidak langsung, dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Peran tradisional, seperti sebagai bahan tenunan keranjang, kompos untuk
pupuk.
2. Peran kontemporer, seperti penyaring air buangan dan pembuatan kertas.
2.2 Komunitas Hewan Padang Lamun.
Kikuchi & Peres (1977) membagi komunitas hewan di padang lamun
berdasarkan struktur mikrohabitatnya serta pola kehidupan hewannya itu sendiri,
dalam empat kategori, yaitu:
1. Kategori pertama ialah biota yang hidup di daun. Kelompok ini terdiri
dari:
a. Flora epifitik dan mikro serta meiofauna yang hidup di dalamnya
seperti Protozoa, Foraminifera, Nematoda, Polychaeta, Rotifera,
Tardigrada, Copepoda dan Arthropoda.
b. Fauna sesil seperti Hidrozoa, Actinia, Bryozoa, Polychaeta dan
Ascidia.
c. Epifauna bergerak, merayap dan berjalan di daun seperti Gastropoda,
Polychaeta, Turbelaria, Nemertinia, Crustacea, dan beberapa
Echinodermata.
d. Hewan-hewan yang dapat berenang bebas tetapi juga dapat
beristirahat di daun seperti Mysidacea, Hydromedusa, Cephalopoda,
dan Syngnathidae.
2. Kategori kedua, ialah biota yang menempel pada batang dan rhizoma.
Biota yang termasuk kategori ini adalah Polychaeta dan Amphipoda.
a. Kategori ketiga ialah spesies bergerak yang hidup di perairan di
bawah tajuk daun yaitu berupa ikan, udang, dan cumi-cumi.
Hewan-hewan yang bergerak cepat ini, dapat dibagi lagi dalam sub
kategori berdasarkan periode mereka tinggal di padang lamun, yaitu
penghuni tetap, penghuni musiman, pengunjung temporal, migrasi tak
b. Kategori keempat ialah hewan-hewan yang hidup pada dan di dalam
sedimen. Semua jenis bentos, baik epifauna maupun infauna bentos
termasuk dalam kelompok ini.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, ada empat kategori utama
asosiasi ikan dengan padang lamun di perairan Indonesia (Tomascik et al. 1997)
yaitu:
1. Penghuni penuh yang memijah dan menghabiskan kebanyakan hidupnya
di padang lamun (full-time residents), misalnya Apogon margaritophorus.
2. Penghuni yang menghabiskan hidupnya di padang lamun selama masa
juvenil hingga siklus dewasa hidupnya, tetapi memijah di luar padang
lamun, misalnya Halichoeres leparensis, Pranaesus duodecimalis,
Paramia quiquelineata, Gerres macrosoma, Monacanthus lomemtosus, Monachanthus hajam, Hemigliphidodon plagiumetopon dan Sygnathoides
biacukealus.
3. Penghuni yang ada di padang lamun hanya selama tahapan juvenilnya,
misalnya Siganus canaliculatus, Siganus virgatus, Siganus chrysospilos, Lethrinus spp, Scarus spp, Abudefduf spp, Monachanthus mylii, Pelatus
quadrilineatus dan Upeneus tragula.
4. Penghuni berkala atau transit yang mengunjungi padang lamun untuk
berlindung atau mencari makan (occasional residents).
Dalam Bell & Pollard (1989), dijelaskan bahwa ikan di ekosistem lamun
menempati dalam suatu tempat yang berbeda, sehingga dapat digolongkan dalam
dua golongan yang berbeda berdasarkan tempat hunian yaitu:
1. Golongan pertama, dibagi menjadi tiga kelompok :
a. yang beristirahat di daun.
b. yang hidup di bawah tajuk daun.
c. yang ada di atas atau di dalam sedimen.
2. Golongan kedua, dibagi atas dasar kolom air yang dihuni:
a. yang makan di atas tajuk daun.
b. yang bernaung di bawah tajuk daun.
Pilihan tempat ini diduga mempunyai kaitan dengan cara makan dan
sebagai pemakan plankton yang hidup di atas daun atau di bawah tajuk daun,
spesies yang bergerak lambat yang makan plankton dan atau biota yang
berasosiasi dengan daun atau substrat. Sebaliknya spesies bentik relatif menetap
dan makan sebagian besar organisme yang beasosiasi dengan tajuk yang agak ke
bawah atau substrat.
2.3 Peran Padang Lamun Bagi Ikan
Ikan merupakan salah satu organisme yang berasosiasi dengan padang
lamun. Peran lamun dalam kehidupan ikan dapat dibagi menjadi 3 yaitu: sebagai
daerah asuhan (nursery ground), sebagai makanan ikan dan sebagai tempat
mencari makan (feeding ground).
2.3.1 Sebagai daerah asuhan dan perlindungan.
Peran ini merupakan peran tradisional padang lamun bagi ikan. Hal ini
berhubungan dengan keadaan ekosisiem lamun yang kaya akan detritus organik,
dimana detritus ini merupakan makanan bagi ikan-ikan muda dan helaian
daun-daun lamun yang lebat dapat digunakan sebagai tempat perlindungan ikan-ikan
muda dari ancaman predator. Beberapa penelitian tentang komunitas ikan padang
lamun, bahwa sebagian besar ikan di padang lamun adalah ikan-ikan muda
(juvenile) dan beberapa merupakan ikan niaga yang termasuk dalam famili
Pomadasydae, Lutjanidae, Scaridae (Springer & Mc Erlan 1962 in Hutomo 1985),
Gobiidae, Leiognatidae, dan Teraponidae (Sudara et al. 1989). Sedangkan
Hutomo & Martosewojo (1977), dalam penelitian komunitas ikan padang lamun
pulau Burung, gugus pulau Pan, mendapatkan 78 spesies ikan dan diantaranya
adalah ikan-ikan muda seperti Siganus canaliculatus, Siganus virgatus, Sigamis
punctatus, Lethrimus sp, Mulloides samoensis dan Upeneus tragula.
Ikan-ikan muda tersebut, tampaknya mulai masuk ke padang lamun pada
masa plantonik hingga tumbuh menjadi ikan muda. Setelah ikan-ikan tumbuh
menjadi dewasa, padang lamun menjadi kurang efektif untuk bersembunyi,
sehingga mereka bermigrasi ke tempat lain untuk menghabiskan sisa hidupnya.
Selain sebagai daerah asuhan, lamun juga sebagai tempat perlindungan,
baik dari faktor biologi yaitu predator maupun dari faktor fisik seperti suhu dan
distribusi lamun. Sedangkan Vergara (1989), dalam penelitian tentang
icththyofauna padang lamun Philipina, mendapatkan suatu korelasi yang negatif antara spesies lamun dengan daun kecil, dengan kelimpahan ikan. Fenomena ini
dikarenakan menurunnnya peran perlindungan lamun bagi ikan, dimana ikan
tidak bisa bersembunyi di bawah daun-daun lamun.
2.3.2 Sebagai makanan Ikan
Dalam rantai makanan di laut, didaerah subtropis, hampir seluruh produksi
tumbuhan didaerah padang lamun digunakan oleh invertebrata sebagai sumber
energi, akan tetapi di daerah tropik aliran energi ini terletak pada ikan-ikan
herbivora (Ogden 1980 in Peristiwady 1994a, 1994b).
Polunin (1988) in Lepiten (1992) menyebutkan bahwa keberadaan ikan herbivora merupakan mata rantai penting dalam rantai makanan pada komunitas
padang lamun yang berperan sebagai agen yang menghubungkan energi dari
produsen primer ke konsumen tingkat tinggi.
Diantara ikan-ikan pemakan lamun diantaranya (Hutomo 1985; Lepiten
1992; Rendra 1996) adalah ikan kakatua dari famili Scaridae yaitu Scarus sp dan
Sparisoma sp; famili Siganidae: Siganus guttatus, Siganus virgatus, Siganus cannaliculatus; family Hemimphridae, dimana semuanya termasuk dalam kelompok ikan terumbu diurnal.
Dalam penelitian Peristiwady (1994) di padang lamun pantai selatan
Lombok, didapatkan adanya potongan lamun dalam lambung ikan: Caranx sp,
Arothron immaculatus, Cheilio inermis, Stolephoms indictts dan Apogon chinensis.
2.3.3 Sebagai tempat mencari makan (feeding area).
Hubungan padang lamun sebagai tempat mencari makan di perairan tropis
dinyatakan melalui variasi fauna padang lamun dalam siklus harian (Robblee &
Zieman 1984). Dalam penelitian di Tague Bay, didapati 15 spesies (51% dari
koleksi ikan nokturnal) bergerak pindah dari tempat istirahat siang hari (diurnal resting sites) untuk mencari makan di lamun pada waktu malam hari. Lebih dari 87% dari pengunjung nokturnal (10 spesies) didominasi oleh ikan terumbu
malam hari. Hal ini menunjukkan padang lamun menyediakan area untuk mencari
makan ikan-ikan terumbu karang.
Sudara et al. (1991) melaporkan spesies yang umumnya juvenile:
Halichonss cholopterus, Pomacentris tripuncatus dan Chelmon rostratus
merupakan ikan terumbu karang yang terdapat di padang lamun Teluk Thailand.
Ikan-ikan ini bermigrasi ke padang lamun untuk mencari makan di siang hari.
Kenworthy (1988) in Dolar (1989) ikan terumbu karang juvenil juga bermigrasi ke padang lamun pada malam hari untuk mencari makan.
Dolar (1989), menyebutkan bahwa adanya keanekaragaman dan
kelimpahan spesies ikan di padang lamun sebagai habitat biota, seperti udang,
juga menjadikan padang lamun sebagai tempat mencari makan (feeding area)
bagi beberapa predator. Coles et al. (1993), menyebutkan famili Aridae,
Carcharhinidae, Haemulidae, Lethrinidae, Lutjanidae, Platycephalidae,
Polynemidae, Scianidae, Sparidae, dan Sphyraenidae merupakan predator penting
bagi udang penaeid juvenil di padang lamun.
Selain itu tingginya kelimpahan ikan di padang lamun malam hari
berhubungan dengan kelimpahan Crustacea di malam hari, disebabkan migrasi
malam hari (nokturnal migration) dari hewan-hewan tersebut ke padang lamun dari habitat sekitarnya, seperti terumbu karang dan mangrove (Dolar 1989).
2.4 Ekologi Ikan Terumbu Karang
Ikan-ikan terumbu karang mempunyai aktivitas yang dipengaruhi oleh
rotasi bumi mengelilingi matahari. Rotasi ini menyebabkan adanya siklus harian
pada ikan-ikan terumbu karang, sehingga terdapat perbedaan pada jenis ikan yang
aktif di siang hari (diurnal) dan ikan yang aktif di malam hari (nocturnal). Pada umumnya, ikan-ikan terumbu karang digolongkan ke dalam ikan-ikan diurnal
maupun nokturnal berdasar waktu mencari makannya. Ikan terumbu karang
diurnal terdapat pada semua tingkat tropik, tetapi ikan-ikan terumbu nokturnal
semuanya karnivora (Hixson 1991; Sale 1991).
2.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Struktur Komunilas Ikan Terumbu Karang Ada berbagai cara untuk mengklasifikasikan ikan terumbu karang, tetapi
dalam kebiasaan makan. Menurut Hobson (1974) kita dapat menempatkan
ikan-ikan terumbu karang dalam tiga kategori secara umum, yaitu: karnivora
umum (generalize carnivores), karnivora khusus (specialize carnivores), dan herbivora.
Karnivora umum adalah predator pengelana. Ikan yang termasuk golongan
ini mempunyai mulut lebar yang cocok untuk memakan mangsa yang relatif
besar. Mereka biasanya memakan ikan-ikan yang bergerak dan invertebrata
(Moyle & Cech 1987). Karnivora umum ini mempunyai tiga tipe dasar: nocturnal,
crepuscular dan diurnal.
Predator nocturnal biasanya mempunyai mata lebar dan memakan baik
Crustacea bentik yang bergerak di malam hari maupun zooplankton yang
ditemukan di kolom air pada waktu malam hari. Predator crepuscular biasanya
merupakan piscivora. Ikan yang termasuk dalam golongan ini diwakili beberapa
famili, yaitu Serranidae, Carangidae, dan Lutjanidae. Ikan-ikan ini mulai aktif di
waktu senja, karena level cahaya yang rendah menawarkan keuntungan besar
untuk penyamaran predator tersebut, ikan mengintai mangsanya, terutama
ikan-ikan yang bergerombol. Sedangkan predator diurnal, sama dengan predator
crepuscular didalam bentuk badan dan jenis mangsa yang disukai. Mereka
mencari mangsa dengan menjelajah celah di atas terumbu karang, menunggu
mangsa di tempat persembunyiannya atau mengejar mangsa yang terpisah dan
kelompoknya (Moyle & Cech 1987). Karnivora khusus adalah ikan-ikan yang
beradaptasi untuk mengambil mangsa yang khusus atau makan dengan cara
tertentu atau makan pada mikrohabitat tertentu. Hobson (1974), ikan-ikan yang
termasuk kelompok ini, dapat dibagi ke dalam tujuh tipe, yaitu (1) memangsa
secara tiba-tiba, (2) mencan makan di kolom air, (3) mencari makan
diceruk-ceruk, (4) mencari mangsa yang tersembunyi, (5) predator diurnal invertebrata
bentik, (6) pembersih dan (7) diurnal planktivor.
Pemangsa tiba-tiba adalah anggota dari famili Synodontidae, Scorpaenidae
dan Bothidae. Ikan-ikan anggota famili ini mempunyai kemampuan untuk
menyamar sehingga tidak tampak oleh mangsanya. Pemangsa yang mencari
makan di kolom air adalah anggota dan famili Sphyraenidae, Belonidae, dan
berwarna keperakan dengan moncong yang memanjang dilengkapi dengan
gigi-gigi tajam.
Pemangsa yang makanannya mangsa yang bersembunyi adalah famili
Mullidae. Ikan tersebut mempunyai barbel untuk mencari lokasi mangsanya.
Setelah lokasi mangsa diketahui lalu dihisapnya dengan moncong yang fleksibel.
Moncong tersebut terletak di subterminal di kepala. Jenis-jenis ini dapat diurnal
maupun nokturnal tergantung jenisnya (Hobson 1974). Mangsa predator diurnal
ini terutama invertebrata kecil seperti sponge, coral, tunicata, bintang laut, dan
kerang-kerangan, Kebanyakan ikan yang termasuk golongan ini adalah anggota
Tetradontiformes, Labridae, dan Chaetodontidae. Mereka dilengkapi dengan
berbagai macam bagian tubuh yang spesifik, misalnya gigi-gigi yang menyatu
membentuk plat, dilengkapi dengan gigi-gigi pharyngeal yang dapat
menghancurkan cangkang atau moncong yang memanjang yang dilengkapi
dengan gigi-gigi kecil yang tajam. Ikan-ikan pemangsa diurnal ini biasanya
mempunyai bentuk tubuh yang bermacam-macam dengan warna-warna terang.
Ikan-ikan ini mengandalkan penglihatannya untuk mencari makan (Moyle &
Cech 1987).
Ikan-ikan planktivor diurnal adalah anggota famili Pomacentridae,
Serranidae dan Acanturidae. Mereka harus menghindarkan diri dari predator,
maka mereka mempunyai badan yang stream line, ekor yang sangat bercagak atau
cekung, dan mulut yang kecil. Bentuk tubuh dan sirip ekor ini memungkinkan
ikan untuk berenang cepat ke dalam tempat berlindung di karang jika bertemu
dengan predatornya.
Jumlah ikan herbivore lebih sedikit dari ikan karnivore, kurang lebih
hanya 22% dari seluruh jenis (Sale 1991). Ikan-ikan herbivora ini bentuk
badannya relatif kecil, berwarna terang dan biasanya anggota dari Scaridae,
Acanturidae, Kyphosidae, Chaetodontidae, Blennidae, Pomacantidae dan
Siganidae. Makanan utama mereka adalah alga filamentus di karang, lamun dan
2.4.2 Migrasi Ikan Terumbu Karang
Migrasi ikan secara umum dapat dibagi menjadi 4 tipe (Gauthreaux 1980),
yaitu: (1) Anadromous, dari laut ke air tawar (freshwater), (2) Catadromous, dari
air tawar ke laut, (3) Potomadromous, di lingkungan air tawar,
(4) Oceanodromous, di lingkungan laut. Migrasi ikan terumbu karang dimasukkan
ke dalam tipe oceanodromous, karena pergerakannya hanya didalam lingkungan
perairan laut.
Adanya migrasi tersebut dikarenakan adanya pemisahan antara
daerah-daerah vital dalam siklus hidup ikan seperti daerah-daerah pemijahan (spawning area), daerah asuhan (nursery area) dan daerah mencari makan (feeding area) yang terpisah (Nikoltky 1963 in Gauthreaux 1980).
Migrasi ikan terumbu karang mempunyai hubungan dengan aktivitas
harian ikan terumbu karang dari tempat beristrirahat ke tempat mencari makan.
Menurut Moyle & Cech (1987), migrasi sendiri didefinisikan sebagai perpindahan
diantara dua tempat tertentu dalam waktu tertentu. Jarak migrasi tersebut dapat
berkilo-kilometer sampai hanya beberapa meter saja. Pada beberapa jenis ikan
waktu migrasi dan rute yang ditempuh dapat diperkirakan (Hobson 1974). Dalam
penelitian William tahun 1991 di karang tepi Pulau Tulear, Madagaskar
mendapatkan suatu pergerakan harian dari ikan-ikan terumbu karang ke tempat
yang lebih dangkal (Helfmans 1986 in Sale 1991).
Banyak jenis-jenis ikan terumbu, termasuk juga Elasmobranchii, yang
bermigrasi harian dari tempat beristrirahat ke tempat mencari makan. Selama
migrasi ikan-ikan ini terlihat bergerak ke daerah yang lebih dangkal, misalnya ke
padang lamun. Ikan terumbu yang bermigrasi tersebut cenderung kembali ke
lokasi yang sama (Sale 1991). Ogden & Erlich (1977) menyebutkan ruaya
nokturnal (nocturnal migration) dari gerombolan ikan famili Pomadasyidae
terutama Haemulon flavolinealum dan Haemulon plumieri, yang mencari makan
pada padang lamun di malam hari. Kedua spesies ini bergabung dalam suatu
gerombolan heterotipik yang berasosiasi dengan formasi karang pada satu tanggul
karang (patch reef) di Tague Bay, Kepulauan Virgin. Begitu hari gelap
gerombolan ikan tersebut berenang ke tempat tertentu di ujung karang dalam jalur
sampai di padang lamun, memecah diri dan secara individual mencari makan
berupa invertebrata yang berasosiasi dengan lamun selama malam hari. Pada dini
hari mereka berkumpul dan melalui lintasan yang sama kembali ke terumbu
3.
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasidan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Pasi, Kabupaten Kepulauan
Selayar dari bulan April sampai Mei 2010. Dari sudut pandang geografi,
Kabupaten Kepulauan Selayar berada diujung paling selatan Sulawesi Selatan.
Daerah ini dikenal dengan sebutan Kabupaten Maritim yang memiliki banyak
gugusan pulau-pulau dengan posisi sekitar 5042’ – 7035’ Lintang Selatan dan
1200 15’ – 1220 30’ Bujur Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba
di sebelah Utara, Laut Flores di sebelah Timur, Laut Flores dan Selat Makassar di
sebelah Barat dan Propinsi Nusa Tenggara Timur di sebelah Selatan. Dengan
banyaknya gugusan pulau yang ada ± 123 buah, wilayah ini dijadikan salah satu
andalan untuk menghasilkan komoditas unggulan yang berasal dari laut. Peta
lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Penelitian dilakukan pada 5 stasiun pengamatan selama 1 bulan. Stasiun I
(Dermaga) di tanjung sebelah utara pulau Pasi dan berada disekitar pemukiman
(Dusun Gusung Timur). Terumbu karang seluas ± 100 m2 hidup berdampingan
dengan lamun pada kedalaman 1-3 m sehingga didapati beberapa puing karang
mati di dalam komunitas lamun. Pada perairan ini juga terdapat KJA (Keramba
Jaring Apung) dan KJT (Keramba Jaring Tancap) yang dibuat nelayan untuk
memelihara ikan.
Stasiun II di perairan Dusun Gusung Barat yang berdekatan dengan Dusun
Gusung Lenguk. Perairan ini merupakan jalur transportasi laut baik bagi nelayan
maupun bagi masyarakat. Perairan ini sangat landai sehingga hamparan lamunnya
mencapai ± 1 km dari pantai kearah laut dengan kedalaman mencapai 2.5 m.
Hamparan terumbu karang yang cukup luas ditemukan pada kedalaman ± 3 m
setelah komunitas lamun tersebut. Di perairan ini juga ditemukan beberapa pohon
mangrove. Terdapat lebih dari 7 buah Sero (Penjebak ikan) yang semuanya
tersebar pada perairan Dusun Gusung Barat dan Dusun Gusung Lenguk.
Stasiun III di sebelah timur Dusun Gusung Barat atau di sebelah selatan
Stasiun I (Darmaga). Perairan ini memiliki pesisir yang tidak berpenghuni dan
Stasiun IV Memiliki Perairan yang berombak dan tidak berpenghuni. Di
pesisirnya banyak terdapat batu karang besar. Diperairan ini tidak terdapat KJA,
KJT dan Sero disebabkan perairannya dalam dan berombak. Aktivitas masyarakat
pun tergolong sedikit.
Stasiun V berada di sebelah Selatan Pulau Pasi dan merupakan Zona
Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar. Perairan ini
memiliki pantai yang terdiri dari pasir putih halus dan batu-batu karang besar
yang menghiasi perairan ini dan memiliki hamparan terumbu karang yang sangat.
Gambar habitat masing-masing stasiun dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan terumbu karang,
lamun, alkohol 70% dan formalin 10%, Alat yang digunakan meliputi: perahu,
mini trawl, peralatan skindiving (masker selam, snorkel, fin), rol meter, tali nylon, rangka kuadrat, timbangan, papan pengukur panjang ikan, termometer,
refraktometer, pH-meter, DO-meter, Turbidimeter, current meter, scalpel dan
pinset.
3.3 Prosedur Penelitian
Pengambilan contoh lamun untuk identifikasi jenis dilakukan satu kali
di setiap stasiun penelitian setelah dilakukan pengukuran terhadap persen
penutupan dan kerapatan tegakan. Pengambilan contoh ikan dilakukan
sebanyak satu kali masing-masing pada siang dan malam hari di setiap stasiun
penelitian. Sementara kualitas air yang diukur di lapangan diambil bersamaan
dengan pengambilan contoh ikan.
3.3.1 Struktur Komunitas Lamun
Gambaran sebaran, penutupan, kerapatan diperoleh dengan metode
transek linear kuadrat (Harrison in Phillips & McRoy 1990; English et al.
1994). Pada masing-masing stasiun ditetapkan tiga buah garis transek yang
tegak lurus terhadap garis pantai sejauh 150 m ke arah laut tergantung dari
luasan padang lamun. Jarak antar transek sejauh 50 m. Masing-masing transek
Gambar 3 Lokasi Penelitian (Sumber: dimodifikasi dari Bakosurtanal 1993, Peta Administrasi Kabupaten Kepulauan Selayar Perairan Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar.
Le m b a g ia
Ba n gka ka BTS e la ya r B O N TOH A R U
Le b o B TBa la
Ta n a b an P o c c a m b a
Bo n tosin g gu D o ng k a l a
M a h a r ata Ka h uka hu
Tg.Papala
G us un gL e n gg u
P u la uG u su ng
Tg.Labula
G oson gT im u r
Tg.Gosong
#
Y P .P as i
205000 2100 00 215000 2200 00
205000 2100 00 215000 2200 00
9 3 1 5 0 0 0 9 3 2 0 0 0 0 9 3 2 5 0 0 0 9 3 1 5 0 0 0 9 3 2 0 0 0 0 9 3 2 5 0 0 0
P eta L oka si P e n e litia n Pu lau Pa s iKa b . Selayar
N
E W
S Skala 1 : 100 .000
2 0 2
Km
Ke te r an ga n :
Ka r an gC a m p u rPa s ir Ke b un
La m u nC a m pu rP asir M a n g r ove
Pa sir Pe m ukim a n Te g a l/L a da n g Te ru m b uK ar a n g
D a ra ta nSe la y a r G ar isP a n ta i Ba ta sKK L D Su n ga i
Tutu pan la han /tip e s ub st rat :
Peta Insert :
Pengamatan lamun dilakukan pada luasan kuadrat berukuran 50 x 50 cm2
(yang terbagi lagi dalam grid berukuran 10 cm2) dengan interval plot kuadrat berjarak 20 m disepanjang garis transek (Gambar 4) dan pengambilan sampel
[image:40.595.116.507.177.472.2]lamun dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 4 Skema pengamatan lamun.
Seluruh bagian lamun (daun, batang dan akar/rizoma) pada setiap stasiun
penelitian dipanen sebagai contoh, lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik
dan diberi label. Di laboratorium, contoh tersebut dibersihkan dan disortir
menurut jenis untuk dilakukan identifikasi. Identifikasi jenis lamun dilakukan
menurut Den Hartog (1970), Phillips & Menẽz (1988), Tomascik et al. (1997)
dan Lenyon (1986). Persentase penutupan lamun (jenis atau populasi)
didasarkan pada kuadrat dengan menggunakan kategori pertumbuhan menurut
Saito & Atobe (1970) in English et al. (1994).
3.3.2 Struktur komunitas ikan
Contoh ikan diambil dengan menggunakan 1 set mini trawl dengan
(ukuran panjang 5-7 m). Pengamatan ikan juga dilakukan dengan cara snorkling.
Ikan ditangkap dengan mini trawl sebanyak satu kali di masing-masing stasiun
pada siang dan malam hari di hamparan lamun mulai dari garis pantai ke arah laut
Contoh ikan yang tertangkap setelah disortir segera dimasukkan ke
dalam larutan formalin 10%. Kemudian contoh ikan diidentifikasi, dihitung
jumlahnya, diukur panjangnya (cm) dan ditimbang beratnya (g). Identifikasi
jenis ikan dilakukan menurut Munro (1967), FAO (1974), Sawada (1980) Kuiter
& Tonozuka (2001).
3.3.3 Parameter Fisika-Kimia Perairan
Gambaran kondisi perairan dilakukan meliputi parameter fisika dan
[image:41.595.106.509.295.492.2]kimia perairan seperti tampak pada Tabel 3.
Tabel 3 Parameter Fisika-Kimia dan substrat perairan
Parameter Satuan Metode dan Alat Pengambilan
Kedalaman cm Tongkat ukur In situ
Kecerahan cm Keping Secchi In situ
Kekeruhan NTU Turbidimeter In situ
Kecepatan arus m/s Bola ukur (currentmeter) In situ
Suhu °C Termometer in situ
Salinitas %o Refraktometer In situ
Oksigen terlarut mg/l DO-meter In situ
pH - pH-meter In situ
Substrat - Ekman Grab In situ
3.4 Analisis Data
3.4.1 Struktur komunitas lamun
Untuk mengetahui kondisi padang lamun tersebut, dilakukan pengolahan
data. Analisis yang dilakukan adalah menghitung komposisi jenis lamun,
menghitung frekwensi jenis dan frekwensi relatif, menghitung kerapatan jenis dan
kerapatan relatif, menghitung penutupan jenis dan penutupan relatif dan untuk
menduga keseluruhan dari peranan suatu jenis lamun dilakukan perhitungan
indeks nilai penting.
a. Komposisi Jenis
Untuk mengetahui komposisi jenis dilakukan dengan membandingkan antara
jumlah individu masing-masing jenis dengan jumlah total individu jenis
b. Frekwensi dan Frekwensi Relatif
- Frekwensi Jenis (Fi) lamun menggambarkan peluang suatu jenis
ditemukan dalam titik sampel yang diamati. Perhitungan frekwensi jenis
lamun mengacu pada Fachrul (2007), sebagai berikut:
Pi Pi Fi
Keterangan:
Fi = Frekwensi jenis ke-i
Pi = Jumlah petak sampel tempat ditemukan jenis ke-i
Pi = Jumlah total petak sampel yang diamati
- Frekwensi relatif (FR), yaitu perbandingan antara frekwensi jenis ke-i (Fi) dan jumlah frekwensi untuk seluruh jenis (Fachrul 2007), sebagai berikut:
Fi Fi FR
Keterangan:
FR = Frekwensi Relatif
Fi = Frekwensi jenis ke-i
Fi = Jumlah frekwensi untuk seluruh jenis
c. Kerapatan
- Kerapatan Jenis (Ki), yaitu jumlah total individu jenis dalam suatu unit area yang diukur. Kerapatan jenis lamun dihitung dengan mengacu pada
Fachrul (2007), sebagai berikut:
A ni Ki
Keterangan:
Ki = Kerapatan jenis ke-i
Ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i
A = Luas area total pengambilan sampel (m2)
ni ni KR
Keterangan:
KRi = Kerapatan Relatif ke-i
ni = Jumlah individu spesies ke-i
ni = Jumlah total individu semua jenis
d. Penutupan
- Penutupan Jenis (Pi), yaitu luas area yang ditutupi oleh jenis lamun. Penutupan jenis lamun dapat dihitung menggunakan metode Saito and
Atobe (English et al. 1997), dengan rumus:
f
fi
Mi
C
(
)
Keterangan:
C = Penutupan jenis lamun ke-i (%)
Mi = Nilai tengah kelas ke-i
F = Frekwensi (jumlah sub kuadrat yang memiliki nilai tengah yang
sama)
- Penutupan Relatif (PR), yaitu perbandingan antara penutupan individu jenis ke-i dan total penutupan seluruh jenis. Penutupan relatif lamun dapat
dihitung dengan rumus:
Penutupan jenis ke-i
PRi =
Penutupan seluruh jenis
e. Indeks Nilai Penting
Indeks Nilai Penting (INP) (Brower et al. 1990), digunakan untuk menghitung
dan menduga keseluruhan dari peranan jenis lamun didalam suatu komunitas.
Semakin tinggi nilai INP suatu jenis relatif terhadap jenis lainnya, semakin
tinggi peranan jenis pada komunitas tersebut. Rumus yang digunakan untuk
INP = FR + KR + PR
Keterangan:
INP = Indeks Nilai Penting
FR = Frekwensi Relatif
KR = Kerapatan Relatif
PR = Penutupan Relatif
3.4.2 Struktur komunitas ikan
Data ikan yang diperoleh terdiri dari jumlah individu dan bobot basah
dengan fokus analisis didasarkan pada jumlah individu. Dan untuk mengetahui
struktur komunitas ikan dilakukan perhitungan dengan menggunakan beberapa
indeks sebagai berikut:
a. Keanekaragaman jenis
Keanekaragaman jenis menyatakan banyaknya jenis (number of spesies)
dan banyaknya pembagian atau penyebaran individu dalam tiap jenisnya.
Untuk menyatakan keanekaragaman jenis di dalam komunitas, maka salah
satu cara yang paling umum untuk penelitian ekologis kelautan adalah
dengan indeks kekayaan jenis/keragaman (richness) Shannon-Wiener
(Krebs 1989; Brower et al. 1990; Kennish 1990).
Indeks Shannon-Wiener :
S i i i i S ii
N
n
N
p
p
n
H
1 2 2 1log
)
/
(
log
)
/
(
)
'
(
Keterangan:ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu
Pi = proporsi jumlah individu jenis ke-i dari jumlah total Individu = ni/N
s = jumlah jenis
b. Keseragaman jenis
Keseragaman jenis yaitu komposisi individu tiap spesies yang terdapat
dalam komunitas (Krebs 1989). Keseragaman jenis didapat dengan
Indeks keseragaman jenis (E) : E = H’ / Hmax
Keterangan:
H' = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
Hmax = Log2 S = indeks keanekaragaman maksimum
S = jumlah jenis
c. Dominansi jenis
Indeks dominansi jenis digunakan untuk memperoleh informasi mengenai
jenis organisme yang mendominasi suatu komunitas pada tiap habitat.
Sebab dalam suatu komunitas tidak semua jenis organisme mempunyai
peran yang sama pentingnya dalam menentukan alam dan gawai pada
komunitas tersebut. Hanya ada sedikit jenis saja yang merupakan pengendali
utama (Krebs 1989; Odum 1971). Dominansi jenis menggunakan rumus:
Indeks dominansi Simpson (C):
Si i S
i
i
N
p
n
C
1 2 2
1
)
/
(
Keterangan:
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = total nilai kepentingan
Nilai indeks dominansi Simpson berkisar antara 0 - 1 , dengan kriteria
sebagai berikut:
C = ~ 0, berarti didalam komunitas tidak ada jenis yang dominan atau
komunitas berada dalam keadaan stabil.
C = ~ 1, berarti didalam komunitas ada dominasi dari jenis tertentu atau
komunitas berada dalam keadaan tidak stabil.
d. Kesamaan jenis Jaccard (similaritas)
Indeks kesamaan jenis ini digunakan untuk mendeterminasi perubahan
komunitas menurut ruang dan waktu, yaitu untuk mencari kesamaan antar
lokasi atau waktu berdasarkan komunitas spesies yang menyusunnya.
1 = Memiliki kesamaan yang lengkap dimana suatu spesies dengan spesies
lainnya identik
0 = Tidak memiliki spesies yang sama
Indeks Jaccard (Cj):
)
(a b j
j Cj
Keterangan:
J = jumlah jenis yang terdapat dalam sampel A dan sampel B
a = jumlah jenis yang terdapat dalam sampel A, tidak dalam sampel B
b = jumlah jenis yang terdapat dalam sampel B, tidak dalam sampel A
3.4.3 Ekologi komunitas ikan dan lamun
Untuk menentukan distribusi spasial-temporal karakteristik biofisik
perairan pada setiap stasiun pengamatan dilakukan dengan cara mendeskripsikan
parameter-parameter kualitas air dengan stasiun penelitian. Hubungan interaksi
ikan dengan habitatnya dan lamun dengan stasiun penelitian maka ditelusuri
dengan menggunakan Analisis Faktorial Koresponden (AFK) atau
Corresponden Analysis (CA) (Legendre L & Legendre P 1983; Bengen 1998). Dari hasil Analisis factorial Koresponden diatas dengan menggabungkan
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Habitat
Perairan pulau Pasi mempunyai dasar laut yang bervariasi. Dilihat