• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prespektif Sastra tentang Syair

Dalam dokumen Skripsi Bahasa dan Sastra Arab. docx (Halaman 56-63)

BAB II SYAIR DAN AMR DALAM BALAGAH MA’ANI

D. Prespektif Sastra tentang Syair

Ilmu Balaghoh mendatangkan makna yang agung dan jelas, menggunakan ungkapan yang fasih dan berkesan di lubuk hati sesuai dengan situasi dan kondisi yang diajak bicara. Secara ilmiah balaghoh merupakan suatu disiplin ilmu yang berlandaskan pada kejernihan jiwa dan ketelitian menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan yang samar diantara macam-macam uslub(ungkapan). Kebiasaan mengkaji balaghoh merupakan modal pokok dalam membentuk tabiat kesastraan dan menggiatkan kembali beberapa bakat yang terpendam. Dan untuk mencapai tingkatan itu diharapkan seseorang mampu memperbanyak bahan-bahan bacaan untuk menghasilkan sebuah analisis yang akurat dan akuntabel. Adapun unsur-unsur balaghah adalah kalimat, makna, dan susunan kalimat yang

memberikan kekuatan, pengaruh dalam jiwa, dan keindahan (Ali al-jarim dan Amin, 1994: 6).

Secara umum sastra dapat dipahami sebagai sesuatu yang indah melalui kreatifitas pembuatnya. A.Teeuw (1984:20) yang menyatakan bahwa secara etimologis, kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata sās~, yang dalam kata kerja turunan berarti:

“mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau intruksi’ dan akhiran~tra

biasanya menunjukkan alat atau sarana, sehingga bisa disimpulkan bahwa dari pengertian tersebut kata sastra dapat diartikan sebagai “alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran”.

Sedangkan, Mursal Esten (2013:1-3) menyatakan bahwa kesusastraan merupakan karangan yang indah. Kata “sastra” berasal dari bahasa Sansekerta yang diartikan sebagai “tulisan” dan atau “karangan”. Disamping itu, Esten juga menyatakan bahwa kesusastraan adalah sebuah ungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dalam lingkungan hidup bermasyarakat melalui bahasa sebagai medium dan mempunyai efek yang positif terhadap kehidupan manusia.

Dalam lingkup sastra arab, satra sama artinya dengan kata adab. Namun, makna kata “adab” sebenarnya telah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Menurut Khafaji dalam Ridho (2014: 12) perubahan makna tersebut berubah secara bertingkat sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat didunia Arab. Perubahan tersebut secara singkat dijelaskan oleh sebagai berikut :

Pada masa jahiliyah dan awal Islam, adab berarti budi pekerti yang luhur (al-khuluq al-karim). begitu pula pada masa bani umayyah. Namun kemudian sarananya yaitu pendidikan (ta’lim) dan pembudayaan (tatsqif) pada masa ini menjadai tercakup pula dalam makna adab. Sehingga pada

perkembangan selanjutnya dimasa bani abbas makna adab menjadi mencakup juga sarananya yang khas bangsa arab, yaitu kalimat-kalimat indah dalam Sa’ir (puisi) dan nats (prosa) hingga jadilah berkembang kuat sejak saat itu hingga masa modern pemaknaan adab sebagai kegiatan dan produk periwayatan sya’ir dan natsr.

Dalam kerangka makna selanjutnya Hana Fakhruri dalam Ridho (204: 15) menyatakan bahwa adab dibagi manjadi dua tingkat, yaitu adab secara umum dan adab secara khusus. Sastra secara umum adalah ungkapan yang mewakili seluruh karya para ulama, para penulis kitab dan para penya’ir. Sementara arti adab secara khusus adalah ungkapan yang mewakili seluruh karya yang dirangkai secara menarik dan mempesona dalam bentuk tuturan sya’ir dan natsr. Kemudian, definisi kesusastraan menurut Hana ialah kesusastraan setiap bangsa adalah apa yang menjadi khazanah mereka dalam bentuk syair dan natsr sebagai buah pikiran, gambaran imajinasi dan karakter mereka. Kesusastraan arab adalah apa yang menjadi khazanah bangsa arab dalam bentuk syair dan natsr sebagai buah pikiran, gambaran imajinasi dan karakter mereka.

Tentu dari berbagai definisi tersebut maka dapat terlihat bahwa telah banyak ilmuan yang berusaha untuk mendefinisikan sastra, namun belum ada ilmuan yang mampu mendefinisikan sastra secara detil. Salah satu faktor penting yang menyebabkan sastra sulit untuk di definisikan adalah sebuah fakta bahwa sastra lebih menekankan perasaan dan imajinasi, yang menyebabkan sifatnya menjadi subjektif (Mawardi, 2013 : 5). Hal ini menyebabkan timbulnya perbedaan pendapat antara satu ilmuan dengan ilmuan lainnya terkait definisi dari kata “sastra”, sehingga menimbulkan benyak definisi yang berbeda-beda.

Disamping itu, menurut Jakob Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 28) bahwa terdapat beberapa alasan yang membuat sastra sulit untuk di definisikan, diantaranya ialah :

1. Sastra merupakan seni, sehingga sulit di analisis melalui metode ilmiah

2. Sastra di pengaruhi oleh tempat dan waktu sementara sebuah definisi harus bersifat pasti dan baku, karena sebuah definisi harus mampu mengungkapkan sebuah hakikat yang universal

3. Definisi yang sudah dikemukakan oleh para ilmuan sering kali sulit menjangkau hakikat dari semua gendre sastra

4. Sebuah definisi biasanya tidak cukup berhenti pada deskripsi namun juga pada sebuah usaha penilaian, sebab sebuah definisi sastra selalu mengacu pada apa yang di sebut dengan karya sastra yang baik pada suatu zaman dan suatu tempat.

Namun demikian, perlu di garis bawahi bahwa dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa ilmuan diatas, para ilmuan nampaknya sepakat bahwa sastra merupakan medium yang digunakan oleh para satrawan untuk mengekspresikan perasaannya. Hal ini selaras dengan pendapat Mawardi bahwa Karya sastra adalah media untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, gagasan pengalaman pribadi, melalui bentuk penuturan dalam gaya bahasa tertentu (Mawardi, 2013 : 6). Karya sastra terwujud dalam unsur isi, ekspresi, bentuk dan bahasa. Dengan demikian, karya sastra baru dapat dipahami jika seorang pembaca atau penikmat sastra telah membaca karya sastra tersebut secara utuh.

Menurut Atar Semi (1993 : 39) sastra memiliki sikap yang sama dengan karya seni lainnya seperti seni lukis, seni musik, seni tari, seni dramadan seni pahat. Begitupun dengan tujuannya, sama-sama membantu manusia untuk mengungkapkan isi hatinya, sarana mengekspresikan diri sebagai cara untuk memberi makna pada eksistensi dirinya dan sarana untuk mengemukakan kebenaran. Karena hal inilah, suatu usaha untuk memaknai kata “sastra” tidak

akan pernah berhenti. Sastra akan terus tumbuh dan berkembang secara pesat sehingga akan terus menambah kompleksitas terhadap sastra itu sendiri (Mawardi, 2013 : 6). Dalam Kosasih (2008 :1) menyatakan bahwa istilah “sastra” mencakup dua hal, yaitu pertama sastra sebagai seni dan kedua sastra sebagai ilmu.

Sebagai bagian dari karya sastra diantaranya adalah sya’r. Syair dalam bahasa Arab ialah “syi’ir” yang menurut bahasa berasal dari kata “Sya’ara” artinya mengetahui atau merasakan. Menurut istilah syair ialah perkataan yang sengaja disusun menggunakan irama atau wazan Arab. Syair Arab adalah seni puisi yang dikembangkan bangsa Arab sepanjanh sejarah mereka, sejak zaman pra-islam hingga dewasa ini. Syair Arab tidak timbul sekaligus dalam bentuk yang sempurna, tetapi sedikit demi sedikit berkembang menuju kesempurnaa, yaitu mulai dari bentuk ungkapan kata yang bebas (mursal) menuju sajak, dan dari sajak menuju syair yang berbahar rajaz. Mulai dari sinilah Syair Arab dianggap sempurna dan berkembang membentuk qasidah yang terikat dengan wazan dan qafiyah (Nawawi dan Wardhani, 2010: 18).

Sebagai salah satu bagian dari karya sastra, puisi diibaratkan barang yang indah yang belum mendapatkan sentuhan-sentuhan yang indah pula, ibarat rumah besar nan indah namun kosong dari barang-barang di dalamnya. Rumah akan terlihat indah ketika ada pagarnya, ada tanaman berupa bunga-bunga yang memperindah mata yang melihat, isi rumah yang ditata rapi nan menwan menambah keindahan rumah tersebut. Tentunya penilaian tentang rumah tersebut akan menambah pandangan-pandangan mengenai rumah tersebut yang na tinya akan muncul enterpretasi-enterpetasi dari setiap orang yang melihatnya. Begitu juga dengan puisi, puisi akan diketahui makna dan unsur-unsur keindahan di dalamnya dengan berbagai macam analisa. Dengan analisa-analisa maka suatui puisi akan mudah dipahami dan dimengerti oleh setiap pembaca.

Sastra sebagai seni bahwa sastra merupakan salah satu cabang dari seni, di samping seni tari, seni lukis, dan seni musik. Sebagai salah satu dari karya seni, maka sama dengan karya-karya seni lainnya karya sastra juga merupakan produk budaya yang lebih mengutamakan unsur keindahan. Yang membedakan sastra dengan seni lainnya adalah media yang digunakan seniman dalam menciptakannya. Misalnya, seni lukis menggunakan medium gambar, seni tari menggunakan medium gerak, seni musik menggunakan medium alat musik dan bunyi, sementara sastra menggunakan medium bahasa. Namun, tidak semua karya yang bermedium bahasa dapat di kategorikan sebagai sastra karena ada syarat lain yang harus dipenuhi oleh karya tersebut, yaitu disajikan dalam bahasa yang indah, hal ini mencakup pemilihan kata, gaya bahasa, rima dan format menyajiannya. Dengan demikian diharapkan karya tersebut dapat memberikan kepuasan batin bagi para pembacanya, baik berupa rasa senang, rasa sedih, kecewa maupun perasaan lainnya yang timbul dari karya sastra tersebut.

Sastra sebagai Ilmu merupakan sebuah pengetahuan yang mengkaji sastra secara sistematis dan logis. Tujuan dari adanya Ilmu sastra ini adalah agar seseorang dapat mempelajari dan mengkaji suatu karya sastra dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini, ilmu sastra terbagi menjadi empat macam yaitu :

a. teori sastra yaitu ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip dasar sastra, yang meliputi sifat, struktur, dan jenis karya sastra

b. sejarah sastra yaitu ilmu yang mengkaji sastra dari awal hingga akhir perkembangannya.

c. kritik sastra yaitu ilmu yang mengkaji tentang karya sastra dengan memberikan penilaian dan pertimbangan terhadap karya sastra dari segi baik atau buruknya dan kuat atau lemahnya sebuah karya sastra.

filologi yaitu ilmu yang mengkaji aspek kebudayaan untuk mengenal tata nilai, sikap hidup dan pemikiran suatu masyarakat yang melahirkan sebuah karya sastra. Kosasih (2008 :1).

Dalam dokumen Skripsi Bahasa dan Sastra Arab. docx (Halaman 56-63)

Dokumen terkait