• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

3. Prestasi Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat.8 Bagi para pelajar atau mahasiswa kata “belajar” merupakan kata yang tidak asing, bahkan sudah merupakan bagian dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Kegiatan belajar mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan keinginan. Entah malam hari, siang hari, sore hari, atau pagi hari.

Namun, dari semua itu tidak setiap orang mengetahui apa itu belajar. Seandainya dipertanyakan apa yang sedang dilakukan? Tentu saja jawabnya adalah “belajar”. Itu saja titik. Sebenarnya dari kata ‘belajar” itu ada pengertian yang tersimpan di dalamnya. Pengertian dari kata “belajar” itulah yang perlu diketahui dan dihayati, sehingga tidak melahirkan pemahaman yang keliru mengenai masalah belajar.

Masalah pengertian belajar ini, para ahli psikologi dan pendidikan mengemukakan rumusan yang berlainan sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing. Tentu saja mereka mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. James O. Whittaker, misalnya, merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

7

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Beasiswa Bidikmisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: Kementrian Agama, 2015), h. 4.

8

Evelin Siregar, dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 3.

Cronbach berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior as a result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training. Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Sedangkan Geoch merumuskan learning is change is performance as a result of practice.

Drs. Slameto juga merumuskan pengertian tentang belajar. Menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.9 Adapun menurut Melvin H. Marx mengatakan bahwa belajar adalah perubahan yang dialami secara relatif abadi dalam tingkah laku yang pada dasarnya merupakan fungsi dari suatu tingkah laku sebelumnya. Dalam hal ini, sering atau biasa disebut praktik atau latihan (learning is a relatively enduring change in behaviour which is a function of prior behaviour, usually called practice).10

Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang dutunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Dengan demikian, maka perubahan fisik akibat sengatan serangga, patah tangan, patah kaki, buta mata, tuli telinga, penyakit bisul, dan sebagainya bukanlah sebagai hasil dari

9

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011), h. 12.

10

Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, (Jogjakarta: Ar-Ruzz media, 2012), h. 227.

proses belajar adalah perubahan jiwa yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh sutau perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.11 Oleh karena itu, belajar bukanlah suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi, langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh.12

b. Ciri-ciri Belajar

Jika hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar.

1) Perubahan yang terjadi secara sadar

Ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah. Jadi perubahan tingkah laku individu yang terjadi karena mabuk atau dalam pengertian belajar. Karena individu yang bersangkutan tidak menyadari akan perubahan itu.

2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Misalnya, jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak menulis menjadi dapat menulis.

11

Djamarah, op. cit., h. 13. 12

Perubahan itu berlangsung terus menerus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna. Ia dapat menulis dengan kapur dan sebagainya. Di samping itu, dengan kecakapan menulis yang telah dimilikinya ia dapat memperoleh kecakapan-kecakapan lain. Misalnya, dapat menulis surat, menyalin catatan-catatan, mengerjakan soal-soal, dan sebagainya.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya, perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena dorongan dari dalam, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, menangis, dan sebagainya tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalnya, kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar tidak akan hilang, melainkan akan terus dimiliki dan bahkan makin berkembang bila terus dipergunakan atau dilatih.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin

dapat dicapai dengan belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana yang dicapainya. Dengan demikian, perubahan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah laku yang telah ditetapkannya.

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.13

Menurut Baharuddin & Esa N.W, ciri-ciri belajar meliputi: (1) Belajar ditandai adanya perubahan tingkah laku, (2) Perubahan tingkah laku dari hasil belajar itu relatif permanen, (3) Perubahan tingkah laku tidak harus dapat diamati pada saat berlangsungnya proses belajar, tetapi perubahan perilaku itu bisa jadi bersifat potensial, (4) Perubahan tingkah laku itu merupakan hasil latihan atau pengalaman, (5) Pengalaman atau latihan itu dapat memberikan penguatan.14

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Proses belajar melibatkan berbagai faktor yang sangat kompleks. Oleh sebab itu, masing-masing faktor perlu diperhatikan agar proses belajar dapat berhasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Belajar tidak hanya ditentukan oleh potensi yang ada dalam individu tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain yang berasal dari luar diri yang belajar. Karena tidak heran bila ada anak cerdas, aktif dan kreatif pada akhirnya dapat mengalami kegagalan dalam belajar karena faktor keluarga yang kurang mendukung. Sebaliknya, banyak ditemukan anak-anak dari keluarga ekonomi lemah justru sukses dalam belajar karena faktor motivasi untuk sukses yang tinggi didukung oleh guru-guru yang profesional. Secara umum, keberhasilan belajar sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Masing-masing faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

13

Djamarah, op. cit., h. 15.

14

1) Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat di luar diri individu.

a)Faktor Nonsosial

Faktor nonsosial adalah faktor-faktor di luar individu yang berupa kondisi fisik yang ada di lingkungan belajar. Faktor nonsosial merupakan kondisi fisik yang ada di lingkungan sekolah, keluarga maupun di masyarakat. Aspek fisik tersebut bisa berupa peralatan sekolah, sarana belajar, gedung dan ruang belajar, kondisi geografis sekolah dan rumah, iklim dan cuaca, jarak rumah ke sekolah, sarana transfortasi yang tersedia dan sejenisnya.

b) Faktor Sosial

Faktor sosial adalah faktor-faktor di luar individu yang berupa manusia. Faktor eksternal yang bersifat sosial, bisa dipilih menjadi faktor yang berasal dari keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat (termasuk teman pergaulan anak). Misalnya, kehadiran orang dalam belajar, kedekatan hubungan antara anak dengan orang lain, keharmonisan atau pertengkaran dalam keluarga, gaya pengasuhan orang tua, hubungan antarpersonil sekolah, gaya mengajar guru, sikap guru terhadap siswa dan sebagainya.

2) Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal terdiri dari faktor fisiologis dan faktor psikologis.

a) Faktor Fisiologis

(1) Keadaan tonus jasmani pada umumnya. Keadaan tonus jasmani secara umum yang ada dalam diri individu sangat memengaruhi hasil belajar. Keadaan tonus jasmani secara umum ini, misalnya tingkat kesehatan, mengantuk dan

kebugaran fisik individu. Apabila badan individu dalam keadaan bugar dan sehat maka akan mendukung hasil belajar. Sebaliknya, jika badan individu dalam keadaan kurang bugar dan kurang sehat akan menghambar hasil belajar.

(2) Keadaan fungsi jasmani tertentu. Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu, terutama yang terkait dengan fungsi-fungsi panca indra dan kelengkapan anggota tubuh yang ada dalam diri individu. Panca indra merupakan pintu gerbang masuknya pengetahuan dalam diri individu. Kesempurnaan anggota tubuh akan sangat menunjang belajar.

3) Faktor Psikologis

Faktor psikologis adalah faktor psikis yang ada dalam diri individu. Faktor-faktor psikis tersebut antara lain tingkat kecerdasan, motivasi, minat, bakat, sikap, kepribadian, kematangan dan lain sebagainya. Tingkat kecerdasan akan memengaruhi daya serap serta berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Demikian juga motivasi, bakat dan minat banyak memberikan warna terhadap aktivitas belajar. Bakat dan minat terhadap suatu mata pelajaran akan mendorong seseorang mendapat kemudahan mencapai tujuan belajar, hanya yang bersangkutan perlu waktu lebih banyak dan kerja lebih keras untuk mendapatkan hasil yang baik.15

d. Gaya Belajar

Gaya adalah cara. Gaya belajar merupakan cara anak didik belajar yang sudah menjadi kebiasaan, dan kebiasaan tersebut dianggap paling tepat baginya. Ada empat gaya belajar, yaitu:

1) Somatis, artinya tubuh atau raga. Anak dengan gaya belajar somatis akan belajar lebih cepat bila dilakukan dengan memanfaatkan

15

tubuh/raga, baik melalui aktivitas yang melibatkan tubuh, ataupun dengan melihat, memperhatikan bagian-bagian tubuhnya.

2) Auditif, artinya suara. Gaya belajar ini ditempuh dengan mendengarkan suara, seperti suara guru, suara diri sendiri atau teman lain yang sedang belajar. Anak yang mempunyai tipe belajar auditif akan lebih menangkap pelajaran dengan cara mendengarkan.

3) Visual, merupakan gaya belajar melalui penglihatan. Anak dengan gaya belajar akan lebih mudah memahami materi bila dengan melihat atau membaca.

4) Intelektual, gaya belajar yang dilakukan dengan perenungan atau

insight. Anak dengan tipe belajar ini akan memahami pelajaran melalui pemahaman dan perenungan.biasanya siswa dengan tipe ini menyukai suasana belajar yang tenang.16

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, di antaranya:

a. Faktor internal, yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. 1) Aspek Pisiologis (meliputi: tonus jasmani, mata dan telinga). 2) Aspek Psikologis (meliputi: inteligensi, sikap, minat, dan

motivasi).

b. Faktor eksternal, yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.

1) Lingkungan Sosial (meliputi: keluarga, guru dan staf, masyarakat, dan teman).

2) Lingkungan Nonsosial (meliputi: rumah, sekolah, peralatan, dan alam).

c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

1) Pendekatan Tinggi (meliputi: speculative dan achieving)

16

2) Pendekatan Sedang (meliputi; analitical dan deep)

3) Pendekatan Rendah (meliputi: reproductive dan surface)17

Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan seseorang yang bukan karena faktor belajar adalah:

a) Faktor kematangan. Perkembangan manusia dan perubahan dalam diri seseorang dapat terjadi karena faktor kematangan. Kematangan merupakan proses alamiah yang terjadi dengan sendirinya. Seseorang dapat mengalami perubahan karena kematangan, seperti berubahnya suara pada masa pubertas, perubahan jakun dari kecil menjadi lebih besar, perubahan dari belum mempunyai jambang/jenggot menjadi berjenggot.

b) Faktor pertumbuhan. Pertumbuhan seseorang terjadi faktor makanan atau gizi. Pertumbuhan adalah perubahan material manusia secara kuantitatif. Perubahan tersebut bisa dari kecil menjadi besar, bisa dari sempit menjadi luas bisa pula dari sedikit menjadi banyak atau dari tidak ada menjadi ada. Pertumbuhan fisik berarti jasmani menjadi lebih besar, lebih tinggi atau lebih gagah. Pertumbuhan terjadi pada kondisi fisik lain seperti pertumbuhan rambut, pertumbuhan gigi, pertumbuhan tangan kaki. Pertumbuhan rambut bisa dalam arti dari sedikit menjadi banyak atau dari pendek menjadi panjang.

c) Faktor insting dan reflek. Insting dan reflek merupakan perilaku yang terjadi secara otomatis. Insting dan reflek merupakan mekanisme dalam diri seseorang yang terjadi secara alamiah sebagai jalan untuk mempertahankan hidupnya. Mencari makan, bernafas, berkedip, bersin merupakan bentuk-bentuk perilaku yang muncul secara otomatis sebagai jalan untuk melindungi diri dari

17

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 132.

bahaya atau mempertahankan hidup. Dengan jalan ini manusi berkembang dan tetap bertahan hidup.18

Selain itu, juga terdapat faktor-faktor yang tersangkut dalam kegiatan belajar, yakni:

(1) Asosiasi. Dalam kegiatan belajar terjadi koneksi atau hubungan di dalam otak, antara hal satu dengan lainnya.

(2) Motivasi. Belajar akan terjadi bila manusia atau binatang terdorong dalam beberapa hal.

(3) Variabilitas. Dalam peristiwa belajar terjadilah berbagai macam tingkah laku yang dapat dilakukan untuk memecahkan suatu masalah, tergantung dari stimulus belajar.

(4) Kebiasaan. Belajar dapat membentuk suatu kebiasaan sehingga hal itu dapat digunakan untuk menghadapi situasi yang berbeda yang harus dipertimbangkan.

(5) Kepekaan. Faktor kepekaan yakni perasaan atau kognisi yang mudah tersentuh merupakan hal yang menentukan juga keberhasilan belajar.

(6) Pencetakan (imprinting), atau merekam. Hal ini biasanya terjadi pada binatang, yang mungkin dapat disamakan dengan

dressur. Dalam hal ini berarti semacam proses “melihat”-kan sesuatu (yang dipelajari) pada kesan/otak.

(7) Hambatan. Dalam proses belajar tentu terjadi hambatan.19

e. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) seeperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas,

18

Sriyanti, op. cit., h. 20.

19

mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yakni:

1) Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri.

2) Faktor ekstern, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.

Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain di bawah ini:

1) Faktor Intern Siswa

Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni:

a) Yang bersifat kognitif (ranah cipta), seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa.

b) Yang bersifat afektif (ranah rasa), seperti labilnya emosi dan sikap.

c) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), seperti terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga). 2) Faktor Ekstern Siswa

a) Lingkungan keluarga, contohnya ketidak harmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.

b) Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh (slum area) dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.

c) Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.20

20

f. Alternatif Pemecahan Kesulitan belajar

Banyak alternatif yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi, sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa langkah penting sebagai berikut:

a. Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antarbagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.

b. Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan.

c. Menyusun program perbaikan, khususnya program remedial teaching (pengajaran perbaikan).

Setelah langkah-langkah di atas selesai, barulah guru melaksanakan langkah selanjutnya yakni melaksanakan program perbaikan.21

g. Pengertian Prestasi Belajar

Seseorang melaakukan proses belajar karena memiliki tujuan untuk mendapatkana suatu prestasi dan prosen itu tak semudah seperti yang dibayangkan. Karena untuk mencapai prestasi yanag gemilang, memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi. Prestasi adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan kemudian ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan pengajar.22

Prestasi belajar merupakan realisasi atau perkara dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang di miliki seseorang. Prestasi belajar menurut para ahli, seperti menurut Siti Pratini dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Pendidikan” mengartikan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melakukan

21

Syah, op. cit., h. 175. 22

kegiatan belajar.23 Saifudin Azwar dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Psikologi Intelegensi” mengatakan prestasi belajar merupakan dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai raport, indeks prestasi studi, angka kelulusan dan predikat keberhasilan.24 Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi prestasi belajar.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang pengertian prestasi belajar, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai atau ditunjukkan oleh peserta didik sebagai hasil belajarnya yang diperoleh melalui pengalaman dan latihan. Hal ini biasanya berupa angka-angka, huruf, serta tindakan yang dicapai masing-masing peserta didik dalam waktu tertentu.

h. Indikator Prestasi Belajar

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa siswa/mahasiswa sangatlah sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.

Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data prestasi belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Untuk mengungkap prestasi belajar pada ketiga ranah (afektif, kognitif dan psikomotor)

23

Muhammad Syahrul, Wawasan Pendidikan, 2016,

(http://www.wawasanpendidikan.com/2015/09/pengertian-prestasi-belajar-menurut-ahli.html?m=1)

24

diperlukan patokan-patpkan atau indikatorindikator sebagai penunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat tertentu, karena pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai indikator-indikator prestasi belajar yang sangat diperlukan ketika seseorang perlu untuk menggunakan alat dan kiat evaluasi.25

i. Batas Minimal Prestasi Belajar

Setelah mengetahui indikator dan memperoleh skor hasil evaluasi belajar di atas, guru perlu pula mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas minimal keberhasilan belajar para siswanya. Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas berarti keberhasilan yang meliputi ranah cipta, rasa, dan karsa siswa.

Ranah-ranah psikologis, walaupun berkaitan satu sama lain, kenyataannya sukar diungkapkan sekaligus jika hanya melihat perubahan yang terjadi pada salah satu ranah. Sebagai contoh, seorang siswa yang memiliki nilai tinggi dalam bidang studi agama Islam, belum tentu rajin beribadah shalat. Sebaliknya, siswa lain yang hanya mendapat nilai cukup dalam bidang studi tersebut, justru menunjukkan perilaku yang baik dalam kehidupan beragama sehari-hari.26

Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses mengajar-belajar. Di antara norma-norma pengukuran tersebut ialah:

1) Norma skala angka dari 0 sampai 10. 2) Norma skala angka dari 0 sampai 100.27

Selanjutnya, selain norma-norma tersebut di atas, ada pula norma lain yang di negara kita baru berlaku di perguruan tinggi, yaitu norma prestasi belajar dengan menggunakaan simbol huruf-huruf A,B,C,D, dan

25

Syah, op. cit., h. 216. 26

Ibid., h. 221. 27

E. Simbol huruf-huruf ini dapat dipandang sebagai terjemahan dari simbol angka-angka sebagaimana tampak pada tabel di bawah berikut ini.

Tabel 2.2

Perbandingan Nilai Angka, Huruf, dan Predikatnya Simbol-simbol Nilai Huruf Predikat

Dokumen terkait