• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.7. Prinsip Efek Piezoelektrik (Proses Poling)

Bahan dielektrik adalah suatu bahan yang secara kelistrikan bersifat isolator dan dapat memperlihatkan struktur dipol listrik, yaitu adanya pemisahan antara muatan listrik positif dan listrik negatif pada tingkatan molekuler atau atomik (Callister, 1994). Bahan dielektrik ini memiliki muatan yang terikat dalam dipol.

Pembangkit listrik magnetik dan piezoelektrik mempunyai prinsip kerja yang hampir sama (Kim, 2002). Pembangkit listrik dari magnet menggunakan energi mekanik untuk diubah menjadi magnet. Perubahan medan magnet menghasilkan gaya untuk menggerakkan elektron bebas. Dalam pembangkit listrik piezoelektrik, elektron bebas bergerak dengan mengubah medan listrik yang berada di dalam kristal.

Gambar 2.7. Prinsip Kerja Pembangkit Listrik dari Magnet dan Pembangkit dari Piezoelektrik (Kim, 2002)

Pada piezoelektrik keramik, adanya properti dielektrik menjadi sesuatu yang penting. Posisi muatan tidak berada di tengah kristal, membuat perubahan kutub. Arah dari tengah ke muatan positif dinamakan arah pengutuban (poling direction)

dan secara umum ialah distribusi keseluruhan secara acak dari polikristal piezoelektrik, yang ditunjukkan pada Gambar 2.8 arah pengutuban ini dapat dimodifikasi dengan panas dan kondisi tegangan. Kristal piezoelektrik mempunyai karakteristik suhu, yang dikenal dengan suhu Curie. Biasanya bahan

piezoelektrik mempunyai spesifikasi suhu Curie masing-masing. Sesekali ada

bahan piezoelektrik yang dipanaskan di atas suhu Curie, sehingga akan

kehilangan polarisasinya dan arah pengutuban baru akan muncul sebagai aplikasi dari tegangan yang dihasilkan material piezoelektrik. Arah pengutuban muncul kemudian menghasilkan tegangan (Kim, 2002).

Bahan piezoelektrik terbentuk oleh keramik terpolarisasi, sehingga beberapa bagian molekul bermuatan positif dan sebagian yang lain bermuatan negatif membentuk elektroda-elektroda yang menempel pada dua sisi yang berlawanan dan menghasilkan medan listrik material yang dapat berubah akibat gaya mekanik. Pemisahan muatan ini disebut dengan dipol. Pada monokristal, dipol berada pada satu titik sumbu simetris, sedangkan untuk polikristal dipol memiliki daerah sumbu kutub yang berbeda (McLaunghin, 2008).

Gambar 2.8. Proses pengutuban, (a) sebelum pengutuban, (b) menghasilkan tegangan meskipun elektroda berada di atas suhu Curie, (c) menghilangkan

tegangan dan mendingin (cold down) (Kim, 2002).

Untuk mendapatkan bahan piezoelektrik elemen aktif yang memiliki momen dipol searah maka diperlukan proses poling. Proses poling adalah pemberian medan listrik terhadap bahan, sehingga bisa menyearahkan momen dipol pada bahan piezoelektik. Proses pemanasan yang sebelumnya diberikan medan listrik pada bahan piezoelektrik akan menghasilkan bahan piezoelektrik di atas. Proses

pemanasan memberikan pengaruh pada pergerakan molekul untuk lebih bebas dan pengaruh kekuatan medan listrik mengarahkan semua momen dipol dalam struktur kristal ke arah yang sama. Dengan adanya pemanasan ini akan mengurangi besar medan listrik yang digunakan. Proses poling ini sama prinsipnya dengan proses magnetisasi (McLaunghin, 2008).

Hubungan yang paling penting pada material piezoelektrik dalam menghasilkan energi listrik ialah antara tekanan (stress) dan muatan (charge) dan

konstanta piezoelektrik (d). Nilai d ialah konstanta yang diberikan pada keadaan

statis. Untuk keadaan statis, rangkaian terbuka pembangkit tegangan berada dalam hubungan:

Dij = dijkσik ( 1 )

dengan D ialah muatan listrik per area (C/m2), σ merupakan pemberian tekanan

(stress) (N/m2) dan d ialah konstanta piezoelektrik (C/N). Ketika tekanan (stress)

mengarah secara longitudinal dari sistem, hubungan di atas dapat dituliskan sebagai berikut:

D3 = d31σ11 ( 2 )

Untuk indeks pertama menunjukkan permukaan, sedangkan indeks kedua menunjukkan arah yang ditemukan dalam elastisitas ketentuan umum indeks. Untuk konstanta piezoelektrik, indeks pertama menunjukkan arah pengutuban (P) dan indeks yang kedua menunjukkan arah gaya atau medan yang diberikan. Sehingga, indeks dari D menunjukkan arah permukaan dari elektroda. D3 berarti muatan mengumpul pada elektroda-elektoda, mereka menutupi permukaan material piezoelektrik normal pada arah 3 yang dapat ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Gaya pada Arah 1 dan Elektroda pada Permukaan 3 (Kim, 2002)

Secara umum material piezoelektrik (4 mm dan 6 mm untuk kelas Kristal) mempunyai 5 konstanta piezoelektrik yaitu d31, d32, d33, d15, dan d24, semua

sisanya bernilai nol. Konstanta d31 sama dengan konstanta d32 dan konstanta d15 sama dengan konstanta d24. Sehingga hanya ada 3 distrik konstanta piezoelektrik. Besar hubungan diantara konstanta ialah d15> d33> d31. Secara umum material piezoelektrik d33 dua kali lebih besar dibandingkan d31 dan d15 lima kali lebih besar dari d31. Bahkan, meskipun d15 merupakan jumlah terbesar yang berarti 5 gaya memotong dapat menghasilkan energi lebih daripada pemberian gaya, arah 15 ini ialah memotong tekanan (stress) yang ditunjukkan pada Gambar 2.10 yang

sangat sulit untuk direalisasikan dalam struktur yang sebenarnya.

D3 = d15σ13 ( 3 )

Gambar 2.10. Arah Elektroda pada Permukaan 1 dan Memotong Tekanan (stress)

(Kim, 2002)

Selanjutnya jumlah yang paling besar ialah pada arah d33. Dalam struktur yang sebenarnya, keadaan tekanan (stress) konstan yang digambarkan pada

Gambar 2.9 sampai 2.11. Jika distribusi tekanan (stress) tidak konstan, maka

distribusi elektriknya juga tidak akan konstan.

Gambar 2.11. Penampang Material Piezoelektrik dalam Arah Gaya pada Arah 3 dan Permukaan 3 (Kim, 2002)

2.8.PVDF (Polyvinylidene Flouride)

Bahan polimer piezoelektrik didominasi oleh polimer ferroelektrik dari keluarga PVDF yang ditemukan pada tahun 1969.

Gambar 2.12. Struktur PVDF (Dargaville et el. 2005)

Bahan polimer piezoelektrik PVDF(Polyvinylidine Flouride) merupakan

bahan polimer semikristal yang secara komersial dalam bentuk bubuk, pelet, atau berupa film semi transparan (dengan ketebalan antara range 8 sampai 110 m).

PVDF mempunyai suhu leleh (melting) pada pendekatan di suhu 170oC dan

termasuk pada lelehan kental sesuai dengan proses leleh tanpa menggunakan bantuan, bahan tambahan, dan stabilisator. Polimer dapat juga larut diproses karena daya larutnya biasanya dalam bahan pelarut polar (misalnya, MNP, dan DMAc). Suhu transisi kaca secara khas berada di kisaran -40oC, sehingga saat berada pada suhu kamar polimer dapat menyesuaikan dengan properti mekanik yang baik. PVDF non-piezoelektrik mempunyai banyak kegunaan dalam

coanting, insulasi kabel, tabung fleksibel, dan bagian dari pegangan material

radioaktif. PVDF disintesa dengan penambahan polimerisasi dari monomer CH2=CF2. Ketika menghasilkan homopolymer (misalnya dari 100% monomer CH2=CF2) secara umum rantai PVDF mempunyai struktur reguler secara bergantian kelompok CH2 dan CF2 (Dargavilleet al. 2005).

Gambar 2.13. Struktur rantai PVDF (Dargavilleet al. 2005)

2.9. XRD (X-Ray Diffraction)

Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik berenergi tinggi. Sinar-X memiliki energi sekitar 200 eV – 1 MeV, berada di antara sinar gamma ( ) dan

eksternal elektron dan elektron dalam kulit atom, sedangkan sinar gamma ( )

dihasilkan oleh perubahan dalam nukleus atom. Jika elektron yang mempunyai kecepatan tinggi menumbuk suatu logam target, maka akan dihasilkan sinar-X.

Intensitas transisi Kα lebih tinggi daripada transisi K , sehingga yang digunakan untuk keperluan difraksi sinar-X adalah radiasi Kα. Proses perlambatan elektron pada saat menembus logam sasaran juga dapat menghasilkan sinar-X. Proses perlambatan elektron yang menghasilkan sinar-X ini sering disebut sebagai radiasi putih.

Difraksi sinar X digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu padatan dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas puncak difraksi dengan data standar. Difraksi sinar-X oleh sebuah material terjadi akibat dua fenomena yaitu hamburan oleh tiap atom. Interferensi gelombang–

gelombang oleh tiap atom–atom tersebut. Interferensi ini terjadi karena gelombang-gelombang yang dihamburkan oleh atom memiliki koherensi dengan gelombang datang dan demikian pula dengan mereka sendiri (Pratapa, 2004).

Berkas sinar-X yang saling menguatkan disebut sebagai berkas difraksi. Persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan merupakan berkas difraksi dikenal sebagai Hukum Bragg. Menurut Bragg berkas yang terdifraksi oleh kristal terjadi jika pemantulan oleh bidang sejajar atom menghasilkan interferensi konstruktif. Pemantulan sinar-X oleh sekelompok bidang paralel dalam kristal pada hakekatnya merupakan gambaran dari difraksi atom-atom kristal. Difraksi atom-atom kristal sebagai pantulan sinar-X oleh sekelompok bidang-bidang paralel dalam kristal seperti terlihat pada Gambar 6. Arah difraksi sangat ditentukan oleh geometri kisi yang bergantung pada orientasi dan jarak antar bidang kristal.

Gambar 2.14 menunjukkan seberkas sinar A mengenai atom C pada bidang pertama dan atom E pada bidang berikutnya. Jarak antara bidang C dengan bidang E adalah d. Berkas-berkas tersebut mempunyai panjang gelombang λ, dan

jatuh pada bidang kristal dengan jarak d dan sudut θ. Interfernsi konstruktif terjadi

jika selisih lintasan antara dua sinar yang berurutan merupakan kelipatan panjang

gelombangnya ( ), sehingga dapat dinyatakan pada persamaan matematis hukum Bragg sebagai berikut:

n = 2dhkl sinθ ( 4 )

n adalah bilangan bulat, d merupakan jarak antar bidang, θ adalah sudut antara

sinar datang dengan bidang kristal dan λ adalah panjang gelombang sinar-X. (Omar, 1975). Pantulan Bragg hanya terjadi untuk gelombang dengan ≤ 2d, dan

itu sebabnya cahaya tampak tidak dapat digunakan dalam hal ini. Sudut θ yang ditentukan persamaan di atas, untuk jarak antar bidang d dan tertentu merupakan

sudut unik terjadinya pantulan. Pada sudut yang lain, berkas sinar pantul akan saling berinterferensi destruktif satu sama lain, sehingga pantulan efektifnya nol. Data yang diperoleh dari pengukuran difraksi adalah sudut difraksi 2θ dan intensitasnya I (2θ) pada sudut pantul yang sesuai. Pantulan n = 1, 2, 3, ... berturut-turut disebut pantulan orde pertama, orde kedua, orde ketiga, ... , dan seterusnya. Semakin tinggi orde pantulan semakin rendah intensitas pantulannya. Istilah difraksi lebih banyak dipakai dalam hal ini dari pada pantulan, sehingga

sebutan lazimnya “Difraksi Sinar-X” (Cullity, 1978).

Dokumen terkait