Pada sistem kontrol elektronik menggunakan sensor untuk mendeteksi nilai-nilai fisik menjadi nilai-nilai listrik, sehingga ECU menerima nilai-nilai tersebut sebagai data masukan. Dimana masukan tersebut pada range voltage 0 - 5 volt. ECU akan
commit to user
mengolah data berdasarkan masukan dari sensor-sensor tersebut. Oleh karena itu aktuator akan bekerja berdasarkan masukan yang telah diolah oleh ECU.
Gambar 2.30 Prinsip Kerja Sistem control Elektronik
2.3.2 Sensor
Sensor merupakan bentuk dari pendeteksi atau pengindra (berpresisi tinggi) suatu keadaan. Hasil deteksi oleh sensor tersebut akan mengeluarkan bentuk sinyal tertentu, dimana sensor tersebut bekerja dalam satu kesatuan sistem sensor dan dapat mengontrol suatu kerja sistem yang lebih besar.
Dalam istilah mesin, kesatuan sistem sensor ini sering disebut ECU, dimana di dalam ECU ini terdapat micro computer yang berfungsi untuk mengontrol seluruh sistem kerja mesin berdasarkan sinyal-sinyal dari sensor yang mendeteksi kondisi dan kerja mesin tersebut. Dengan menggunakan metode sensor ini tentunya kerja mesin semakin efisien, karena mesin akan bekerja sesuai dengan segala bentuk kondisi dan kerja yang terjadi.
Sensor-sensor yang terdapat pada sistem injeksi adalah sebagai berikut : a) Intake Air Temperature Sensor (IAT)
commit to user
Sensor temperatur udara masuk (Intake air temperature) merupakan sensor koreksi yang biasanya terletak pada air cleaner atau hose antara air cleaner dengan throttle body. Sensor ini berupa thermistor dengan bahan semikonduktor yang mempunyai sifat semakin panas temperatur maka nilai tahanannya semakin kecil.
Sensor Intake air temperature memiliki 2 kabel yang keduanya dari ECU. ECU akan mensuplai tegangan maksimal sebesar 5 volt dan memberi
ground untuk sensor. Karena nilai tahanan pada sensor bervariasi akibat perubahan temperatur maka tegangan yang mengalir dari ECU juga bervariasi. Variasi tegangan inilah yang dijadikan dasar bagi ECU untuk menentukan temperatur udara masuk yang tepat sebagai input untuk menentukan koreksi jumlah bahan bakar yang disemprotkan oleh injektor.
Gambar 2.32 IAT Circuit
b) Air Flow Meter Sensor (untuk sistem L-EFI)
MAF (Massa Air Flow Meter) salah satu jenis sensor dengan tipe
measuring plate, yang terdiri atas plat pengukur, pegas pengembali, dan potensiometer.
Gambar 2.33 Air Flow Meter
Udara yang masuk ke intake air chamber akan dideteksi dengan gerakan membuka dan menutup plat pengukur. Plat pengukur ini ditahan oleh sebuah
commit to user
pegas pengembali. Plat pengukur dan potensiometer bergerak pada poros yang sama sehingga sudut membuka plat pengukur ini akan diubah nilai tahanan potensiometer. Variasi nilai tahanan ini akan dirubah menjadi tegangan output
sensor ke ECU sebagai dasar untuk menentukan jumlah udara yang masuk ke
intake air chamber.
Gambar 2.34 Air Flow Meter Circuit
c) Manifold Absolute Pressure Sensor (untuk sistem D-EFI)
Manifold Absolute Pressure (MAP) adalah sensor yang mendeteksi tekanan udara yang masuk ke intake air chamber sebagai dasar penghitungan jumlah udara melalui IC (integrated circuit) yang terdapat di dalam sensor ini. MAP sensor menghasilkan sinyal tegangan yang segera dikirim ke ECU. Oleh ECU sinyal tegangan ini digunakan untuk menentukan koreksi penginjeksian bahan bakar.
Gambar 2.35 MAP sensor
MAP sensor terdiri dari semi konduktor tipe pressure converting element
yang berfungsi merubah fluktuasi tekanan manifold menjadi perubahan tegangan dan IC yang memperkuat perubahan tegangan. Pada MAP sensor juga terdapat 3 jenis kabel yaitu input 5 volt (reverence voltase) dari ECU,
commit to user
Gambar 2.36 MAP Sensor Circuit
d) Throttle Position Sensor
Throttle Position Sensor (TPS) adalah sensor pada sistem EFI yang berfungsi mendeteksi besarnya pembukaan throttle valve dengan menggunakan potensiometer.
Gambar 2.37 Throttle Position Sensor
Throttle position sensor terletak menempel pada throttle body dan wujudnya adalah potensiometer (variable resistor) yang dihubungkan dengan poros throttle valve, untuk mendeteksi besarnya pembukaan katup gas (throttle valve) tersebut secara akurat, dengan keluarannya adalah tegangan 0 – 5 volt yang dikirim ke electronic control unit (ECU).
commit to user
e) Water Temperatur Sensor (THW)
Cairan pendingin pada radiator dideteksi oleh sensor ini, kemudian sensor ini mengirim sinyal ke ECU dan ECU memerintahkan untuk mengatur pembukaan katup by pass (ISC – Idle Speed Control) agar putaran idle tetap terjaga. Selain itu, suhu cairan pendingin juga menentukan banyaknya bahan bakar yang diinjeksikan.
Gambar 2.39 Water Temperature Sensore Circuit
f) Cam Position Sensor (Sensor G)
Gambar 2.40 Sensor pendeteksi camshaft
Cam Position Sensor disebut juga dengan sensor G, karena sinyal yang dihasilkan adalah G signal. Pada beberapa sensor ini berfungsi untuk mengontrol Variable Valve Timing System (VVT-I), ECU akan mengubah kedudukan camshaft dengan cara mengrimkan sinyal ke OCV (oil control valve) untuk mengatur tekanan oli yang akhirnya camshaft akan berubah posisinya yang diinginkan oleh ECU.
commit to user
g) Crankshaft Position Sensor (Sensor NE)
Gambar 2.41 Sensor pendeteksi crankshaft
Crankshaft Position Sensor disebut juga dengan Sensor NE, karena sinyal yang dihasilkan adalah NE signal. Sensor ini berfungsi untuk mendeteksi posisi crankshaft, dan kecepatan putaran (rpm) mesin. Sinyal NE dikombinasikan dengan sinyal G akan menunjukkan silinder yang sedang melakukan langkah kompresi dan dari itu ECU dapat memprogram engine firing order (pengapian).
Beberapa tipe kendaraan konstruksi CKP (Crankshaft Position Sensor) terdapat di dalam distributor.
h) Starter Signal (STA)
Gambar 2.42 Starter signal
Signal STA ini digunakan jika poros engkol mesin diputar oleh starter motor. Pada saat awal mesin dinyalakan, aliran udara lambat dan suhu udara rendah, sehingga penguapan bahan bakar tidak baik (campuran akan kurus). Untuk meningkatkan kemampuan start mesin (agar mesin mudah hidup)
commit to user
diperlukan campuran mesin yang kaya. Signal STA akan digunakan untuk menambah volume injeksi selama start engine.
i) Knock Sensor
Gambar 2.43 Sensor pendeteksi knocking
Knock sensor dipasang pada cylinder block dan berfungsi mendeteksi getaran pada cylinder block untuk mencegah terjadinya knocking. Knocking
terjadi ketika campuran udara dan bahan bakar yang terkompresi terbakar dengan sendirinya karena panas yang tinggi didalam ruang bakar, dan biasanya terjadi pada putaran tinggi. Bila terjadi knocking, ECU akan mengeluarkan perintah untuk mengundurkan timing pengapian agar tidak terjadi knocking. Bila knocking berhenti, ECU akan memajukan timing pengapian kembali pada posisi semula. Pada koreksi ini saat pengapian dimundurkan maksimum ± 100,
Ketika terjadi knocking pembakaran yang terjadi tidak sempurna dan menghasilkan kadar NOx yang tinggi pada gas buang. Sehingga ECU memerintahkan EGR (Exhaust Gas Recirculation) untuk menyirkulasikan kembali gas buang ke dalam intake manifold. Kandungan oksigen pada gas buang tesebut adalah rendah, sehingga dapat mengurangi panas pada kompresi dan pembakaran untuk menghindari terjadinya knocking.
j) Oxygen Sensor
Setiap mesin yang memiliki efisiensi tinggi harus mampu menghasilkan asap pembuangan yang sebersih mungkin. Untuk menghasilkan asap pembuangan tersebut perbandingan udara dan bahan bakar perlu dijaga agar mendekati pembakaran sempurna (stoichiometric). Dalam hal ini, sensor
commit to user
oksigen mendeteksi apakah perbandingan udara dan bahan bakar terlalu gemuk atau terlalu kurus. Sensor ini terletak pada exhaust manifold.
Gambar 2.44 Oxigen sensor
Cara Kerja :
Sifat titania tahanannya akan berubah sesuai dengan konsentrasi pada gas buang. Tahanan ini berubah secara tiba-tiba pada batas antara perbandingan teoritis gemuk dan kurus. Tahanan titania berubah apabila temperaturnya berubah. Oleh karena itu, pemanas (heater) pada sensor berfungsi agar temperatur pada tahanan titania konstan. Pemanas berhubungan dengan terminal HT dan +B pada ECU.
ECU selalu mensuplai tegangan keterminal OX, karena perubahan tahanan titanius, tegangan tersebut akan berubah dikisaran tegangan reverensif ±0,45 volt. ECU akan mengolah perubahan tegangan tersebut. Apabila hasilnya menunjukan tegangan diatas 0,45 volt, yaitu bila tahanan sensor oksigen rendah, ECU menyimpulkan bahwa perbandingan campuran adalah kaya. Bila tegangan OX kurang dari 0,45 volt (tahanan sensor oksigen besar), ECU menyimpulkan bahwa perbandingan campurannya kurus.
commit to user
k) Vehicle Speed Sensor (VSS)
Vehicle Speed Sensor dipasang pada output transmisi dan berfungsi mendeteksi kecepatan putar poros output transmisi/transaxle atau kecepatan roda. Sensor ini terdiri dari magnet permanen, koil, dan core. Sinyal yang dihasilkan dalam bentuk tegangan AC yang kemudian dikirim ke ECU. Pada beberapa tipe kendaraan hasil sinyal Vehicle Speed Sensor digunakan untuk menggerakkan speedometer. Pada beberapa kendaraan lainnya yang dilengkapi
anti-lock brake system (ABS), sinyal yang dihasilkan akan dikirim ke ECU untuk mengontrol kerja rem pada kendaraan tersebut.
Gambar 2.46 Vehicle Speed Sensor
2.3.3 ECU (Electronic Control Unit)
ECU menerima dan mengelola seluruh informasi atau data yang diterima dari masing-masing sinyal sensor yang ada dalam mesin. Informasi yang diperoleh dari sensor antara lain berupa informasi tentang suhu udara, suhu oli mesin, suhu air pendingin, tekanan atau jumlah udara masuk, posisi katup throttle
atau katup gas, putaran mesin, posisi pengapian, dan informasi yang lainnya.
Gambar 2.47 ECU 7K-E
Pada umumnya sensor bekerja pada tegangan antara 0 volt sampai 5 volt. Selanjutnya ECU menggunakan informasi-informasi yang telah diolah tadi untuk
commit to user
menentukan timing injektor menyemprotkan bahan bakar dengan mengirimkan tegangan listrik ke solenoid injektor. Disamping mengontrol injektor, ECU juga mengontrol sistem pengapian, dan aktuator lainnya.
2.3.4 Aktuator
Aktuator berfungsi melaksanakan atau mengaktualisasikan semua kesimpulan atau perintah ECU dalam bentuk kerja. Signal-signal sensor yang diterima oleh ECU akan diolah untuk memberikan perintah pada actuator, sehingga actuator akan melaksanakan kerjanya sesuai dengan kondisi engine. Berikut ini adalah beberapa actuator yang terdapat pada engine :
a) Injector
Injector adalah nosel elektro magnet yang akan menginjeksi bahan bakar sesuai dengan sinyal dari Electronic Control Unit (ECU). Injektor-injektor dipasang melalui insulator ke intake manifold atau cylinder head dekat lubang pemasukan (intake port) dan dijamin oleh delivery pipe.
Gambar 2.48 Injector
Bila sinyal dari Electronic Control Unit (ECU) diterima, coil solenoid
bekerja membentuk medan magnet, sehingga plunger akan tertarik melawan pegas. Karena needle valve dan plunger merupakan satu unit, needlevalve juga tertarik dari kedudukan dan bahan bakar akan diinjeksikan. Volume bahan bakar yang diinjeksikan sesuai dengan perintah dari Electronic Control Unit
(ECU). b) Fuel Pump
Pompa bahan bakar elektronik (electronic fuel pump) digunakan untuk mnsuplai bahan bakar dalam tekanan tinggi pada kendaraan dengan sistem
commit to user
injeksi. Pompa bahan bakar dipasang dengan saringan bahan bakar, regulator tekanan, fuel sender gauge, dan lain-lain. Pump impeller diputar oleh motor untuk mengkompresi bahan bakar, agar dapat mengalir dengan tekanan yang tinggi. Check valve tertutup saat pompa dihentikan untuk menjaga tekanan dalam jalur bahan bakar dan memudahkan start ulang mesin. Relief valve
terbuka saat tekanan pada sisi outlet terlalu tinggi untuk mencegah tekanan bahan bakar menjadi terlalu tinggi.
Gambar 2.49 Fuel pump
c) Idle Speed Control (ISC)
Idle Speed Control (ISC) mengontrol kecepatan idle dengan cara mengubah volume udara yang masuk melalui saluran by pass throttle valve dan menyetel putaran idle sesuai perintah dari ECU.
Gambar 2.50 Idle speed control
Apabila suhu cairan pendingin masih relatif dingin, maka katup ISC akan membuka lebih besar, sehingga putaran idle tetap terjaga. Apabila suhu cairan pendingin mulai mencapai panas yang standar minimum, maka putaran mesin semakin turun. ECU kembali memerintah untuk mengecilkan pembukaan
commit to user
katup ISC sehingga putaran idle tetap terjaga. Hal tersebut berlaku sama ketika
air conditioner (AC) dinyalakan, katup ISC akan membuka lebih besar, sehingga putaran idle tetap terjaga.
d) Exhaust Gas Recirculation (EGR)
Exhaust Gas Recirculation (EGR) berfungsi membantu menekan kandungan polutan pada gas buang, terutama kandungan NOx yang dihasilakan selama beroperasi dalam temperatur pembakaran yang tinggi.
Exhaust Gas Recirculation (EGR) mengurangi NOx dengan menyirkulasi gas buang kedalam intake manifold yang kemudian dicampur dengan udara dan bahan bakar. Dengan kondisi campuran tersebut, tekanan dan temperatur pembakaran yang tinggi akan turun, sehingga kandungan NOx pada gas buang berkurang.
Gambar 2.51 Exhaust gas recirculating (EGR) e) Main Relay
Main relay menjamin besar tegangan (agar tidak turun) pada sebuah rangkaian kelistrikan. Pada sistem injeksi main relay digunakan untuk mensuplai arus yang dibutuhkan oleh ECU dan ful pump.
commit to user
f) Malfunction Indicator Lamp (MIL)
Malfunction Indicator Lamp (MIL) akan mendeteksi kerusakan pada sensor-sensor yang mengalami gangguan atau rusak. Kerusakan (malfungtion) akan diperlihatkan oleh indicator lamp pada dash board dalam bentuk data trouble code (DTC) dengan kedipan lampu.
Data trouble code pada kendaraan berbeda-beda. Contoh pembacaan DTC pada sistem injeksi 7K-E :
Gambar 2.53 Data Trouble Code
Dalam manual service angka 2*4 menunjukkan trouble pada Circuit Intake Air Temperature Sensor.
Gambar 2.54 Check engine
g) Igniter Unit
Memicu timbulnya letikan api pada busi.
Gambar 2.55 Igniter
h) Data Link Connector (DLC)
Sebagai interface ke Engine scanner tool.
ON OF
commit to user
Gambar 2.56 Check conector
2.3 Emisi Gas Buang
Pada beberapa mesin mobil dapat diatur CO% nya, tetapi banyak mobil keluaran baru yang tidak bisa lagi diatur CO% nya karena sudah secara otomatis diatur oleh ECU (Engine Control Unit). Untuk itu kondisi komponen mesin lainnya akan berpengaruh besar pada kualitas pembakaran pada mesin yang berdampak pada emisi gas buang.