• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Peningkatan Hasil Belajar

2. Prinsip-prinsip Belajar dalam Pembelajaran

Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan juga perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual (Dimyati & Mudjiono, 2002: 42-66).

a. Perhatian dan motivasi

Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.

Disamping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi

dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor penting seperti halnya inteligensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar peserta didik dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan.

Implikasi bagi siswa adalah siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua rangsangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Adanya tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang dipelajarinya. Dengan demikian siswa diharapkan selalu melatih indranya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam proses pembelajaran. Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan secara terus menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan

Implikasinya bagi guru adalah guru harus dapat mengarahkan perhatian dan membangkitkan motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat

dicapai secara optimal seperti guru menggunakan metode secara variasi, guru menggunakan media sesuai dengan tujuan belajar dan materi yang diajarkan, guru menggunakan gaya bahasa yang tidak monoton, serta guru memilih bahan ajar sesuai minat siswa. Sedangkan implikasi motivasi bagi guru antara lain: memilih bahan ajar sesuai minat siswa, menggunakan metode dan teknik mengajar yang disukai siswa, mengkoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin memberitahukan hasilnya kepada siswa.

b. Keaktifan

Pada dasarnya peserta didik adalah manusia aktif yang mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauandan aspirasinya sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah. Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa yang mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Keaktifan ini beraneka ragam bentuknya, mulai dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, menulis, dan sebagainya. Kegiatan psikis, seperti menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan konsep yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan lain-lain.

Sebagai “primus motor” dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pebelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Implikasi bagi siswa adalah siswa aktif dalam perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan perilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.

Kesempatan yang diberikan oleh guru akan menuntut siswa selalu aktif mencari, memperoleh, dan mengolah perolehan belajarnya. Implikasi bagi guru dalam hal ini ialah guru perlu melakukan berbagai upaya untuk membangkitkan keaktifan peserta didik melalui berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran, termasuk evaluasi pembelajaran, memberikan tugas secara individual dan kelompok, mengadakan tanya jawab dan diskusi dll. c. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman

Belajar berarti mengalami. Belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar harus dilakukan sendiri oleh peserta didik. Edgar Dale dalam “cone of experience”-nya mengemukakan, “belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman

langsung”. Peserta didik tidak sekedar mengamati secara langsung, tetapi harus menghayat, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Begitu juga John Dewey dalam “learning by doing”-nya mengemukakan, “belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung”. Keterlibatan dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, tetapi lebih dari itu, yaitu keterlibatan mental, emosional, dan intelektual.

Implikasi bagi siswa adalah siswa dituntut agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Dengan keterlibatan langsung ini, secara logis akan menyebabkan mereka memperoleh pengalaman atau berpengalaman. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa misalnya adalah siswa ikut dalam pembuatan lapangan bola-voli, siswa melakukan reaksi kimia, siswa berdiskusi untuk membuat laporan, siswa membaca puisi di depan kelas, dan perilaku sejenis lainnya.

Implikasinya adalah guru harus membimbing peserta didik untuk terlibat langsung atau mengalami langsung dalam proses belajar, seperti praktik dilaboratorium dan praktik lapangan. Untuk itu, bobot materi pelajaran harus seimbang dan proposional antar teori dengan praktik. Perilaku yang menggambarkan adanya keterlibatan langsung bagi guru antara lain: merancang kegiatan pembelajaran yang lebih banyak pada pembelajaran individu dan

kelompk kecil, mementingkan eksperimen langsung oleh siswa dibandingkan dengan demonstrasi, dll.

d. Pengulangan

Menurut teori psikologi, daya belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada jiwa manusia, seperti daya-daya mengamati, menanggapi, mengingat, mengkhayal, merasakan, dan berpikir. Melalui pengulangan, maka daya-daya tersebut akan berkembang. Dalam psikologi conditioning disebutkan bahwa belajar adalah pembentukan respons yang timbul bukan saja oleh stimulus tetapi juga oleh stimulus yang dikondisikan. Walaupun tidak semua orang dapat digunakan untuk menerangkan semua bentuk belajar, tetapi prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan adalah metode drill dan stereotyping.

Implikasi adanya prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk bersedia untuk satu macam permasalahan. Dengan kesadaran ini, diharapkan siswa tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilakunya seperti menghafal unsur-unsur kimia setiap valensi, mengerjakan soal-soal latihan, menghafal nama-nama latin tumbuhan dll.

Implikasinya prinsip pengulangan bagi guru adalah mampu memilihkan antara kegiatan pembelajaran yang berisi pesan yang

membutuhkan pengulangan dengan yang tidak membutuhkan pengulangan. Pengulangan terutama dibutuhkan oleh pesan-pesan pembelajaran yang harus dihafalkan secara tepat tanpa ada kesalahan sedikitpun. Adapun perilakunya ialah guru harus banyak memberikan latihan-latihan atau tugas-tugas yang dapat dikerjakan oleh peserta didik, baik disekolah maupun diluar sekolah sehingga berbagai daya yang ada pada peserta dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

e. Tantangan

Field Theory dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa

peserta didik dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam proses belajar, peserta didik menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan, yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu, yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat peserta didik bergairah untuk mengatasinya. Penggunaan penilaian kinerja dan penilaian fortofolio juga memberikan tantangan bagi peserta didik untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh.

Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses, dan mengolah pesan. Selain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Bentuk perilakunya seperti melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.

Implikasinya adalah guru harus membantu peserta didik untuk mengatasi tantangan dalam belajar. Tantangan atau hambatan tersebut ada yang muncul dari dalam maupun dari luar individu, ada yang berat, tetapi ada juga yang ringan. Adapun perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip tantangan adalah: merancang dan mengelola kegiatan eksperimen yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan secara individual atau kelompok kecil, membimbing siswa untuk menentukan fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi sendiri serta guru merancang dan mengelola kegiatan diskusi untuk menyelenggarakan masalah-masalah yang disajikan dalam topik diskusi.

f. Balikan dan Penguatan

Prinsip belajar ini lebih banyak diilhami teori belajar operant- conditioning dari B.F. Skiner. Kunci dari teori ini adalah “ law of effect”-nya Thorndike. Peserta didik akan belajar ebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.

Untuk itu, guru harus melakukan penilaian hasil belajar. Hasil belajar yang baik akan merupakan balikan (feedback) yang menyenangkan dan berpengaruh baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Namun, dorongan belajar itu tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan, tetapi juga yang tidak menyenangkan. Dengan kata lain, penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar.

Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi dirinya sendiri. Seorang siswa belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement) (Davies dalam Dimyati & Mudjiono, 2002:64). Implikasi bagi siswa adalah siswa perlu melakukan perilaku-perilaku untuk memperoleh balikan penguatan seperti dengan segera mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban yang benar, menerima kenyataan terhadap skor/ nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari guru/ orang tua karena hasil belajar yang jelek.

Balikan dapat diberikan secara lisan maupun tertulis, baik secara individual maupun kelompok klasikal. Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran harus dapat menentukan bentuk, cara serta kapan balikan dan penguatan diberikan.

Implikasinya adalah guru harus melakukan penilaian secara berkelanjutan terhadap serangkaian proses dan hasil belajar peserta didik. Hasil penilaian dapat dijadikan balikan bagi peserta didik untuk meningkatkan kegiatan belajar selanjutnya, memberikan hadiah/ganjaran kepada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas. g. Perbedaan Individual

Setiap peserta didik memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifatnya. Perbedaan individual ini dapat berpengaruh pada cara dan hasil belajar peserta didik. Sistem pembelajaran klasikal yang dilakukan disekolah, kurang memperhatikan prinsip ini. Guru melaksanakan pembelajaran dikelas hanya melihat peserta didik sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya. Beberapa upaya untuk memperbaiki pembelajaran klasikal adalah dengan menggunakan multimetode, multimedia, memberikan pembelajaran tambahan atau pengayaan bagi peserta didik yang pandai dan memberikan bimbingan belajar bagi peserta didik yang kurang pandai.

Implikasi adanya prinsip perbedaan individual bagi siswa di antaranya adalah menentukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar dan sebagainya. Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yag berbeda satu dengan yang lain. Karena hal

inilah, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan)-nya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar (Davies dalam Dimyati & Mudjiono, 2002: 65). Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain, akan membantu siswa menentukan cara belajar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri.

Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran dituntut untuk memberikan perhatian kepada semua keunikan yang melekat pada tiap siswa. Dengan kata lain, guru tidak mengasumsikan bahwa siswa dalam kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan merupakan satu kesatuan yang memiliki karakteristik yang sama. Implikasinya adalah guru harus memberikan pelayanan dan bimbingan kepada peserta didik secara individual sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara maksimal seperti menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan siswa sesuai karakteristiknya, memberikan remediasi ataupun pertanyaan kepada siswa yang membutuhkan.

Di samping guru harus memegang teguh prinsip-prinsip belajar, guru juga harus mengikuti tahap-tahap pembelajaran yang sistematis, yaitu (Arifin, 2009: 297).:

a. Tahap orientasi

Yaitu suatu tahap dimana guru melakukan orientasi terhadap kelas, peserta didik, dan lingkungannya. Tujuannya adalah untuk

memberikan gambaran bagi guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran. Orientasi ini penting bagi guru agar dapat mengetahui situasi kelas, kondisi peserta didik dan lingkungannya. Biasanya dalam orientasi ini guru mulai memperkenalkan diri dan menyampaikan silabus (pokok-pokok bahan pelajaran), teknis pembelajaran, buku-buku sumber, dan sistem evaluasi.

b. Tahap implementasi

Yaitu suatu tahap dimana guru sudah mulai melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran ini bisa efektif apabila guru menguasai materi (materi pokok dan pengayaan) dan metodologi pembelajaran secara tepat termasuk pendekatannya. Guru juga harus mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi efektifitas pelaksanaan pembelajaran, seperti sikap, disiplin, suasana belajar, media, lingkungan sekitar, dan sumber belajar, dan sebagainya.

c. Tahap evaluasi

Yaitu suatu tahap dimana guru melakukan evaluasi terhadap semua kegiatan yang telah dilakukannya dalam proses pembelajaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi pembelajaran termasuk hasil belajar peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Teknik evaluasi dapat dilakukan dengan tes atau nontes. Teknik tes meliputi tertulis, lisan, dan perbuatan, sedangkan teknik nontes dapat dilakukan

dengan menggunakan pedoman observasi, wawancara, skala sikap, dan sebagainya.

d. Tahap tindak lanjut (follow up)

Yaitu suatu tahap dimana guru harus memikirkan tentang perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran, yaitu:

1) Perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan terutama jika ada peserta didik yang belum mencapai tingkat keberhasilan sesuai dengan yang diharapkan, maka guru dapat melakukan perbaikan melalui pengajaran remedial (remedial teaching).

2) Penyempurnaan proses pembelajaran selanjutnya dengan bercermin pada proses pembelajaran sebelumnya setelah dilakukan perbaikan dan penyesuaian.

Prinsip-prinsip belajar dalam pembelajaran yang bisa digunakan sebagai dasar upaya pembelajaran dapat disimpulkan menjadi 8 prinsip antara lain: perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.

Disamping guru perlu memegang teguh prinsip-prinsip belajar, guru juga perlu mengikuti tahap-tahap pembelajaran yang sistematis yaitu:

a. Tahap orientasi b. Tahap implementasi

c. Tahap evaluasi d. Tahap tindak lanjut

Dokumen terkait