• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN

D. Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Prinsip utama pada HKI yaitu hasil kreasi dari pekerrjaan dengan memakai kemampuan intelektualnya tersebut, maka pribadi yang menghasilkannya mendapatkan kepemilikannya berupa hak alamiah (natural). Begitulah sistem hukum romawi menyebutkannya sebagai cara perolehan alamiah (natural

acqusition) berbentuk spesifikasi, yaitu melalui penciptaan. Pandangan demikian

sosialis.33 Sarjana-sarjana hukum romawi menamakan apa yang diperoleh di bawah system masyarakat, ekonomi, dan hukum yang berlaku sebagai perolehan sipil dan dipahamkan bahwa asas suum cuique tribuere menjamin, bahwa pada benda diperoleh secara demikian adalah kepunyaan seseorang itu.

Pada tingkatan paling tinggi dari hubungan kepemilikan, hukum bertindak lebih jauh, dan menjamin bagi setiap manusia penguasaan dan penikmatan eksklusif atas benda atau ciptaannya tersebut dengan bantuan Negara. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa perlindungan hukum adalah untuk kepentingan si pemilik, baik pribadi maupun kelompok yang merupakan subjek hukum. System Hak atas Kekayaan Intelektual yang berkembang sekarang mencoba menyeimbangkan di antara 2 (dua) kepentingan, yaitu antara pemilik hak dan kebutuhan masyarakat umum.

Sebagai cara untuk menyeimbangkan kepentingan dan peranan pribadi individu dengan kepentingan masyarakat, maka sistem Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan pada prinsip :

1. Prinsip Keadilan (the principle of natural justice)

Pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya, wajar memperoleh imbalan. Imbalan tesebut dapat berupa materi maupun bukan materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya trersebut,

33 Muhammad Djumahana, Hak Miik Intelektual, (Sejarah, teori dan prakteknya di Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 23

yang disebut hak. Setiap hak menurut hukum itu mempunyai title, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alas an melekatnya hak itu pada pemiliknya. Menyangkut hak milik intelektual, maka peristiwa yang menajadi alasan melekatnya itu, adalah penciptaan yang mendasarkan atas kemampuan intelektualnya.34

Perlindungan ini pun tidak terbatas di dalam negeri si penemu sendiri, tetapi juga dapat perlindungan di luar batas negaranya. Hal itu karena hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan (commission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan.

2. Prinsip Ekonomi (the economic argument)

Hak atas kekayaan intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak hukum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, maksudnya ialah bahwa kepemilikan itu wajar karena sifat ekonomis manusia yang menjadikan hal itu 1 (satu) keharusan untuk menunjang kehidupannya didalam masyarakat. Dengan demikian, Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan suatu bentuk kekayaan bagi peliliknya. Dari kepemilikannya, seseorang akan mendapatkan keuntungan, misalnya dalam bentuk pembayaran royalty dan technical fee.35

34 Ibid., hlm 26

35 Ibid

3. Prinsip kebudayaan (the cultural argument)

Kita mengonsepsikan bahwa karya manusia itu pada hakikatnya bertujuan untuk memungkinkannya hidup, selanjutnya dari karya itu pula akan timbul pula suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan konsepsi demikian maka pertumbuhan,perkembangan ilmu pengetahuan,seni, dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia. Selain itu, juga kan memberikan keslahatan bagi masyarakat, bangsa, dan Negara. Pengakuan atas kreasi, karya, karsa, dan cipta manusia yang dibaukan dalam sitem Hak Milik Intelektua adalah suatu usaha yang tidak dapat dilepaskan sebagai perwujudan suasana yang diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahikan ciptaan baru.36

4. Prinsip sosial (the social argument)

Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai perseorangan yang berdiri sendiri, terlepas dari manusia yang lain, tetapi hukum menagtur kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. Jadi, manusia dalam hubungannya dengan manusia lain, yang sama-sama terikat dalam 1 (satu) ikatan kemasyarakatan. Dengan demikian, hak apa pun yang diakui oleh hukum dan diberikan kepada perseorangan atau yang diakui oleh hukum dan diberikan kepada perseorangan atau suatu persekutuan atau kesatuan lain, tidak boleh diberikan semata-mata untuk memenuhi kepentingan perseorangan atau suatu prsekutuan, atau ksatuan itu saja, tetapi pemberian

36

hak kepada perseorangan persekutuan/kesatuan itu diberikannya hak tersebut kepada perseorangan, persekutuan ataupun kesatuan hukum itu, kepentingan seluruh masyarakat akan terpenuhi.

Dari keseluruhan prinsip yang melekat pada Hak atas Kekayaan Intelektual maka di setiap Negara penekanannya selalu berbeda-beda. Berbeda sistem hukumnya, sistem politiknya, dan landasan filosopinya, maka berbeda pula pandangan terhadap prinsip tersebut. Sejarah kemerdekaan suatu Negara juga mempengaruhi prinsip yang dianutnya. Negara berkembang dan Negara bekas jajahan, dengan Negara maju industrinya sangat berbeda pula cara memandang persoalan prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual ini.

Hak atas kekayaan intelektual sebagaimana bagian dari hukum harta benda (hukum kekayaan), maka pemiliknya pada prinsipnya adalah bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya dan memberikan isi yang dikehendaki sendiri pada hubungan hukumnya. Dari perkembangan yang ada, tampaknya kini pengaturan Hak atas Kekayaan Intelektuak menempatkan undang-undang tidak semata-mata bersifat tambahan, tetapi bahwa pembuat undang-undang telah bermaksud untuk memberikan suatu ketentuan yang lebih bersifat memaksa. Namun demikian, perubahan pengaturan tersebut masih bertumpu pada sifat asli yang ada pada Hak atas Kekayaan Intelektual tersebut, yaitu diantaranya :37

a. Mempunyai jangka waktu terbatas

Dalam arti setelah habis masa perlindungannya ciptaan (penemu) tersebut akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa

37

perlindungan bisa diperjang terus asalkan terus dipergunakan dalam perdagangan, misalnya Hak Merek, tetapi ada juga pelindungannya terus- menerus tidak terbatas, bahkan tidak perlu didaftarkan, yaitu Hak Cipta dan Rahasia dagang. Jangka waktu perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual dibidang tertentu (Hak Cipta, Merek, Desain Industri dan Paten) semuanya terbatas dan telah ditentukan secara jelas dan pasti dalam undang-undang yang mengaturnya.

b. Bersifat eksklusif dan mutlak

Maksudnya bersifat eksklusif dan mutlak, yaitu bahwa hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapa pun. Yang mempunyai hak itu dapat terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapa pun. Si pemilik/pemegang Hak atas Kekayaan Intelektual mempunyai suatu hak monopoli, yaitu bahwa dia dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapa pun tanpa persetujuannya membuat ciptaan/ penemuan ataupun menggunakannya.38

c. Bersifat hak mutlak yang bukan kebendaan.

38

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang luas dan memiliki jumlah penduduk melebihi dari 250 juta dan keanekaragaman yang muncul dari Sabang sampai Merauke yang memiliki banyak aspek dalam hasil kreasi intelektual yang terwujud dalam keanekaragaman warisan budaya yang khas dan tidak di temukan di negara lain. Warisan budaya ini berunsur budaya etnik, sakral, dan kreatif yang menunjukkan kearifan budaya tradisional yang dijalankan masyarakat Indonesia.1

Hasil kreasi intelektual yang termasuk dalam warisan budaya tersebut adalah termasuk batik.Batik merupakan hasil karya seni dan budaya warisan leluhur bangsa Indonesia yang dikagumi dunia.Seni batik bukan hanya terkenal di dalam negeri, tetapi jugaterkenal di mancanegara.Kepopuleran seni batik Indonesia inimenjadikan seni batik tidak berhenti sebagai ikon wisata tetapi juga sebagai hasil kegiatan ekonomidan menjadi komoditas internasional.Batik telah menjadikan Indonesia sebagai negara terkemuka penghasil kain tradisional yang halus ini di dunia.

Suatu hasil karya kreatif yang akan memperkaya kehidupan manusia akan dapat menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkannya. Apabila seorang pencipta karya-karya tersebut tidak diakui sebagai pencipta atau tidak dihargai, karya-karya tersebut mungkin tidak akan pernah diciptakan sama sekali.

1 http://azmicivillization.wordpress.com/2010/05/08/payung-hukum-folklor-dan- raditional-knowledge/, tanggal akses 1April 2015.

HKI sebenarnya merupakan hal baru bagi Indonesia. Bahkan dapat dikatakan Indonesia ketinggalan lebih 100 tahun dari negera-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, maupun Jerman, serta Inggris.2 Pembahasan tentang

perlunya perlindungan bagi hasil karya intelektual telah menjadi isu penting dalam pertemuan-pertemuan Dewan HKI (Council for Trade-Related Aspects of

Intellectual Property Rights) di WTO.Alasan inilah yang membuat Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk WIPO (World Intellectual Property

Organizaton) berkedudukan di Jenewa Swiss. WIPO dibentuk sebagai sarana

untuk merundingkan kesepakatan mengenai perlindunganHKI secara internasional. Namun negara-negara maju beranggapan bahwa perlindungan HKI dalam WIPO tidak cukup kuat dibandingkan dengan WTO (World Trade

Organization) di mana Dispute Settlement Body (DSB) dalam WTO dinilai

mampu menegakkan hukum perlindungan HKI lebih ketat dibandingkan dengan WIPO. Negara-negara maju ingin menempatkan HKI dalam rejim perdagangan bebas, seperti dalam WTO-TRIPs. 3 Perdebatan panjang ini lebih banyak berkenaan dengan perlu-tidaknya perlindungan hasil karya intelektual diatur tersendiri (sui generis) atau dimasukkan ke dalam perundang-undangan HKI masing-masing negara anggota. Telah terjadi tarik-ulur kepentingan antara negara maju (developed country) dan negara berkembang (developing country) dalam hal perlindungan terhadap hasil karya intelektual negaranya masing-masing.4

2 http://prasetyohp.staff.hukum.uns.ac.id/hki-dan-perlindungan-pengetahuan-tradisional- di-indonesia/hki-dan-perlindungan-pengetahuan-tradisional-di-indonesia/, tanggal akses 1 April 201.5

3 http://perlindungan-hak-atas-kekayaan-intelektual-tradisional-indonesia-dalam- perdagangan-bebas-dunia« New Blue Print.htm/, tanggal akses 3 April 2015

Banyak masyarakat asli dan pedesaan dari negara-negara berkembang di seluruh dunia memprotes bahwa hukum Hak Kekayaan Intelektual hanya bertujuan untuk melindungi ciptaan dari negara-negara maju saja, namun gagal melindungi karya-karya tradisional dan pengetahuan mereka. Kegagalan sistem HKI untuk melindungi pengetahuan dan karya tradisional berawal dari sikap pandang yang lebih mementingkan pada perlindungan hak individu bukan hak masyarakat.5

Berkenana dengan HKI, ada sejumlah hak yang dilindungi, seperti Hak Cipta dan Hak Paten dengan peruntukan yang berbeda.Hak Cipta adalah perlindungan untuk ciptaan di bidang seni budaya dan ilmu pengetahuan, seperti lagu, tari, batik, dan program komputer. Sementara Hak Paten adalah perlindungan untuk penemuan (invention) di bidang teknologi atau proses teknologi. Ini adalah prinsip hukum di tingkat nasional dan internasional, jadi paten itu tidak ada urusannya dengan seni budaya.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya berupa (folklore) dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

5Tim Lindsey (et.al)., Hak kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, kerjasama Asian Law Group Pty Ltd dan PT Alumni, Bandung, 2005, hlm.261

Secara eksplisit pengaturan mengenai perlindungan terhadap Ekspresi Budaya Tradisional (Ulos Batak) diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta:

Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,seni, dan sastra, terdiri atas :

1. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;

2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;

3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

4. Lagu dan / musik dengan atau tanpa teks;

5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; 6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, seni patung, atau kolase; 7. Karya seni terapan;

8. Karya arsitektur; 9. Peta;

10.Karya seni batik atau motif lain; 11.Karya fotografi;

12.Potret;

13.Karya sinematografi;

14.Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

15.Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi, ekspresi budaya tradisional;

16.Komplikasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program computer maupun media lainnya;

17.Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;

18.Permainan video; 19.Program komputer.

Menurut Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang telah diratifikasi Indonesia, hak kebudayaan adalah hak asasi. Hak Kekayaan Intelektual bisa dikatakan sebagai bagian dari hak kebudayaan karena kesamaan objek. Apalagi, jika objek itu juga sudah jelas terkait dengan Hak Atas Identitas, yakni sebagai salah satu faktor penentu identitas kultural. Menariknya, penegakan hak kebudayaan sebagai hak kolektif menuntut peran aktif pemerintah.6

Pemerintah wajib mengambil langkah konkret, tanpa menunda, melindungi, mengisi, dan menegakkan Hak Kebudayaan itu. Jika tidak, identitas suatu kelompok budaya, yang merupakan sumber kekuatan mental kolektif, akan runtuh juga.

Ulos adalah pakaian berupa kain, yang ditenun oleh wanita Batak dengan pelbagai pola, dan biasanya dijual di pekan-pekan. Menenun kain ulos memerlukan kordinasi yang baik terhadap sejumlah besar benang menjadi

6 http://prasetyohp.staff.hukum.uns.ac.id/hki-dan-perlindungan-pengetahuan-tradisional- diindonesia/hki-dan-perlindungan-pengetahuan-tradisional-di-indonesia/, tanggal diakses 3 April 2015.

sepotong kain utuh yang digunakan untuk melindungi tubuh. Menurut konsep orang Batak, ulos adalah suatu tindakan yang diresapi oleh suatu kualitas religius dan magis. Oleh karena itu, dalam pembuatan dan pemungsiannya disertai sejumlah pantanga. Dalam kepercayaan masyarakat Batak, ulos dianggap sebagai benda yang diberkati oleh kekuatan supernatural. Panjangnya harus tepat, kalau tidak dapat membawa kematian dan kehancuran pada tondi (roh) si penenun. Jika ulos dibuat dengan pola tertentu maka ia dapat digunakan sebagai pembimbing dalam kehidupan. Ulos adalah salah satu sarana yang dipakai oleh hula-hula (pihak pemberi isteri) untuk mengalihkan sahala (kekuatan diri)nya kepada boru (pihak penerima isteri).

Ulos memancarkan pengaruh yang melindungi tidak hanya badan tetapi juga Tondi (ruh) orang yang dikenakan ulos. Kata ulos juga menjadi istilah yang digunakan untuk pemberian berupa barang selain kain, misalnya tanah. Jika selembar kain yang terbentang, ulos herbang diberikan, maka ulos itu pun dibentangkan menutupi badan bagian atas dari si penerima, diiringi dengan kata- kata yang bersesuaian seperti: “Sai horas ma helanami maruloshon ulos on, tumpahon ni Ompunta martua Debata dohot tumpahon ni sahala nami. Artinya:“Selamat sejahteralah kau menantu kami, semoga peruntungan baik menjadi milikmu dengan memakai kain ini dan semoga berkat Tuhan Yang Maha Pengasih dan sahalakami menopangmu.”7

Pemberian perlindungan bagi karya seni tradisional Ulos Batak menjadi penting ketika dihadapkan pada karakteristik dan keunikan yang dimilikinya. Ada

7 http://www.etnomusikologiusu.com/uploads/1/8/0/0/1800340/takariulos.pdf, diakses tanggal 7 Januari 2016.

beberapa alasan perlunya dikembangkannya perlindungan bagi karya seni tradisional Ulos Batak, diantaranya adalah adanya pertimbangan keadilan, konservasi, pemeliharaan budaya dan praktek tradisi, pencegahan perampasan oleh pihak-pihak yang tidak berhak terhadap komponen-komponen pengetahuan tradisional dan pengembangan penggunaan kepentingan pengetahuan tradisional. Perlindungan terhadap pengetahuan tradisional berperan positif memberikan dukungan kepada komunitas masyarakat tersebut dalam melestarikan tradisinya.8

Berikut ini adalah daftar artefak budaya Indonesia yang diduga dicuri, dipatenkan, diklaim, dan atau dieksploitasi secara komersial oleh korporasi asing, oknum warga negara asing ataupun negara lain:9

1. Kain Ulos oleh Malaysia;

2. Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia;

3. Naskah Kuno dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia; 4. Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia; 5. Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia; 6. Tempe dari Jawa oleh Beberapa Perusahaan Asing;

7. Lagu Rasa Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia; 8. Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia; 9. Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia;

10.Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia; 11.Alat Musik Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia;

8

http://sasmini.staff.uns.ac.id/2009/07/24/traditional-knowledge-dan-upaya- perlindungannya-di-indonesia/, tanggal diakses 3 April 2015.

9 http://isidunia.blogspot.com/2010/11/data-klaim-negara-lain-atas-budaya.html, tanggal diakses 3 April 2015.

12.Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia; 13.Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia; 14.Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia;

15.Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia; 16.Kursi Taman Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh

Oknum WN Perancis;

17.Pigura Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh Oknum WN Inggris;

18.Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia;

19.Desain Kerajinan Perak Desak Suwarti dari Bali oleh Oknum WN Amerika;

20.Produk Berbahan Rempah-rempah dan Tanaman Obat Asli Indonesia oleh Shiseido Co.Ltd;

21.Badik Tumbuk Lada oleh Malaysia;

22.Kopi Gayo dari Aceh oleh perusahaan multinasional (MNC) Belanda; 23.Kopi Toraja dari Sulawesi Selatan oleh perusahaan Jepang;

24.Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia; 25.Batik dari Jawa oleh Adidas;

26.Alat Musik Angklung oleh Pemerintah Malaysia; 27.Lagu Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia;

28.Wayang Kulit oleh Malaysia; 29.Keris oleh Malaysia;

Kasus klaim yang terakhir adalah klaim Malaysia terhadap lagu daerah

Rasa Sayange dan Reog Ponorogo yang terjadi pada tahun 2009 lalu. Berawal

dari beredarnya kabar dari situs internet milik Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia yang mengklaim bahwa tarian Barongan yang mirip dengan kesenian Reog Ponorogo tersebut adalah milik pemerintah Malaysia.Hal tersebut kemudian memancing protes keras dari sejumlah pihak di Indonesia. Sedangkan Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah mendaftarkan tarian Reog

Ponorogo sebagai hak cipta milik Kabupaten Ponorogo yang diketahui langsung

oleh Menteri Hukum dan perundang-undangan.10

Berbagai kasus klaim di atas sungguh ironis karena justru terjadi setelah perlindungan HKI diterapkan di Indonesia dan juga dalam perdagangan internasional. Dengan latar belakang inilah tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan berbagai permasalahan seputar perlindungan HKI dalam bidang Hak Cipta Ulos Bataktradisional Indonesia. Mengidentifikasi upaya yang dilakukan pemerintah dan kendala-kendala yang dihadapi dalam perlindungan HKI dalam bidang Hak Cipta terhadap Ulos Batak Indonesia dan diakhiri dengan rumusan langkah bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta atas Ulos Batak menurut Undang- undang Hak Cipta Nomor 28 tahun 2014.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul ”Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Ulos Batak (studi pada kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara)”

10http://isidunia.blogspot.com/2010/11/data-klaim-negara-lain-atas-budaya.html, tanggal diakses 3 April 2015

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang diatas diperlukan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran Hak Cipta atas Ulos Batak menurut Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014?

2. Bagaimana kendala-kendala Perlindungan Hukum terhadap Motif Ulos Batak? 3. Bagaimana upaya yang dilakukan Pemerintah dalam melindungi Ulos Batak

Tradisional?

C. Tujuan Penulisan

Permasalahan yang dikemukan diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Hak Cipta atas Ulos Batak menurut Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala Perlindungan Hukum terhadap Motif Ulos Batak.

3. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan Pemerintah dalam melindungi Ulos Batak Tradisional.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoritis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangsih bagi dunia ilmiah dalam memperluas kepustakaan mengenai kajian dalam Studi Hukum dan Masalah-Masalah Transnasional khususnya dalam kajian di bidang Perdagangan dan tentang Hak Kekayaan Intelektual.

2. Manfaat secara praktis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi masukan dalam mengkaji, menyusun, dan menyempurnakan kebijakan-kebijakan yang akan diambil dalam hal perlindungan terhadap karya seni tradisional Ulos Batak untuk lebih menjamin kepastian perlindungan yang akan diberikan oleh pemerintah.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai tujuan tertentu di dalam penulisan skripsi. Hal ini agar terhindar dari suatu penilaian bahwa penulisan skripsi dibuat dengan sembarangan dan tanpa di dukung dengan data yang lengkap. Oleh karena itu, dalam melakukan penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Sifat penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat deskripstif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.

Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.11

2. Sumber data

Data dapat dibagi ke dalam dua jenis berdasarkan sumber data yang diperoleh, yaitu data primer dan data sekunder.Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, hak melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. Data sekunder, yaitu daya yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku- buku yang berhubungan denagn objek penelitian, hasil pebelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan.12

Didalam penulisan sripsi in, data sekunder yang digunakan berupa :

Dokumen terkait