• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN DESAIN INDUSTRI MENURUT UU NO 31 TAHUN

B. Prinsip-Prinsip Perlindungan Desain Industri

Permasalahan HKI tidak dapat lagi dilepaskan dari konteks ke ekonomi yang semakin erat melekat dalam segi-segi kegiatan ekonomi dan perdagangan internasional saat ini. Namun, satu hal yang masih menjadi dilema, yaitu bagaimana memberikan keseimbangan antara hak individual dan hak masyarakat/komunla, sebagaiman dinyarakan dalam pendapat Cooter dan Ulen di bawah ini:

Setelah memahami konsep-konsep yang mendasari perlakuan HKI ke dalam suatu sistem hukum seperti diuraikan dalam paragraf di atas, selanjutnya pada sub bab berikut ini akan diuraikan pembahasan dengan focus yang lebih tajam terhadap keberlakuan HKI pada aspek desain industri. Sebagai acuan pembahasan, dapat disimak konteks yang terdapat dalam defines lengkap desain industri sebagai tertuang dalam Black’s Law Dictionary berikut :

In patent law, the drawing or depiction of an original plan or conception for a novel pattern, model, shape, or configuration, to be used in the manufacturing ir tetile arts or the fine arts, and chiefly of a decorative or ornamental character. “Design patents” are contrasted with “utility patents”, but equally involve the exercise of the inventive or originative faculty. Design, in the view of the patent law, is that characteristic of a physical substance which, by means of lines, images, configuration, and the like, taken as a whole, makes an impression, thorught the eye, upon the mind of the observer. The essence of a design resides not in the elements individually, nor in their method of arrangement, but in the total ensemble-in that indefinable whole that aakens some be complex or simple. But whatever the impression, there is attached in the ming of the observer, a sense o uniqueness and charater37

Apabila hal tentang desain industri dikaitkan dengan kegiatan sehari-hari, Lionel Bently dan Brad Sherman berpendapat bahwa desain industri memegang peran yang sangat penting, tetapi seringkali menjadi bagian yang terabaikan dalam kehidupan kita. Sebagai contoh, sebgaimana penampilan pakaian yang kita gunaka saat ini, bentuk kursi yang kita duduki, maupun papan selancar yang digunakan, desain juga memberikan pengarauh kepada keputusan-keputusan yang kita buat dalam melakukan kegiatan konsumsi, seperti mengapa kita memilih satu sikat gigi daripada sikat gigi yang lain, desain apa yang digunakan sebgai halaman muka, perencanaan kota, desain gaya hidup, desain grafis, desain panggung sampai dengan desain pakain desain produk, dan desain kemasan. Sebagaimana refleksi atas keanekaragaman tersebut, peran desain telah meluas dan kuat.

.

Secara garis besar, defnisi di atas memuat beberapa bagian pening bagi pengauran atas desain industri, antara lain adanya: (i) perwujudan bentuk-bentuk, konsep-konsep, serta (ii) sifat-sifat kebaruan dan keunikan bila dilihat dari setiap perspsi orang yang melihat desain tersebut.

37 Ansor Sinungan, Perlindungan Desain Industri Tantangan dan Hambatan dalam

Draft konvensi yang mengatur tentang perlindungan hak kekayaan industri akhirnya diadopsi oleh peserta yang sampai saat ini konvensi tersebut kita kenal dengan nama Paris Convention for the Protection of Industrial Property. Lebih lanjut di bawah ini dikemukan prinsip-prinsip atau pedoman pokok yang diberlakukan secara internasional dengan uraian sebagai berikut:

1. Sistem perlindungan hukum desain industri berdasarkan Paris Convention for the Protection of Industrial Property tahun 1883 (Paris Convention)

Pada tahun 1883, sebuah kongres diplomatik yang baru telah diadakan lagi di Paris yang diakhiri oleh 11 negara yaoutu: Belgia, Brazil, El Salvador, Perancis, Guatemala, Italia, Belanda, Portugis, Spanyol, Serbia, dan Swiss. Pada saat Paris Convention berlaku secara efektif pada tanggal 7 Juli 1884, Inggris, Tunisia, dan Equador, ikut menandatangi sehingga jumlah anggota konvensi bertambah menjadi 14 negara. Setelah berakhirnya perang dunia II, jumlah keanggotannya telah meningkat secara sangat signifikan.

Setelah Paris Convention untuk pertama kalinya didirikan pada tahun 1883, kemudian secara berturut-turut konvensi tersebut direvisi pada tanggal 14 Desember 1900 di Brusel, tanggal 12 Juni 1911 di Washington, tanggal 6 November 1925 di Hague, tanggal 2 Juni 1934 di London, tanggal 31 Oktober 1958 di Lisbon, dan tanggal 14 Juli 1967 di Stockholm, serta diamandemenkan kembali tanggal 28 September 1979 di Stockholm.38

Tujuan Paris Convention ini adalah memfasilitasi hubungan dangan antara sesama negara anggotanya guna mempromosikan perlindungan hukum secara

internasional terhadap hak kekayaan industri (industrial proseprty rights). Berdasarkan Paris Convention, bagi negara-negara anggotanya, semua peraturan perundang-undangan tentang hak kekayaan industri harus sejalan, independen, serta isinya tidak boleh bertentan dengan prinsip-prinsip dasar Paris Convention. Konvensi ini merupakan salah satu konvensi di bidang HKI yang cukup tua. Indonesia menjadi anggota Paris Convention pada tahun 1997 melalui Keputusan Presiden No.15 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 No.32).

Paris Convention memuat beberapa pasal yang merupakan prinsip-prinsip utama yang harus diterapkan oleh negara anggotaya antara lain sebagai berikut.

a. Prinsip National Treatment dan kaitannya dengan Prinsip National Interest Article 2 (1) Paris Convention tentang National Treatment berbunyi sebagai berikut:

National of any country of the Union shall, as regards the protection of industril property enjoy in all the other countries of the Union the advantages that their repective laws now grant, or may hereater grant, to nationals; all without prejudice to the rights specially provided for by this Convention. Consequenty, they shall have the same protection as the latter, and the same legal remedy against any infringement of their rights, provided that the condition and formalities imposed upon nationals are complied with.

Maksud prinsip ini bahwa setiap negara anggota Paris Convention harus memberikan perlindungan yang sama kepada warga negara anggota konvensi lainnya.39

Pada bagian lain, maksud prinsip national interest bahwa pada setiap negara anggota yarus ada peraturan perundang-undangan yang bersifat substantive

yang mengatur tentan hak dan kewajiban baik bagi perorangan maupun badan hukum berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Paris Convention sejauh tidak bertebntangan dengan konvensi. Tiap-tiap negara anggota Paris Convention dapat membuat undang-undang HKI masing-masing termasuk udang-undang di bidang desain industri sesuai dengan kepentingan nasionalnya. Mengingat ketentuan-ketentuan standar yang ada dalam Paris Convention sudah diadopsi juga pada TRIPS, sehingga secara otomatis negara-neraga anggota WTO, dalam pembuatan undang-undang HKI-nya akan berpedoman dan tidak boleh bertentangan dengan TRIPs.40

40 Ibid., hlm.92.

Harmonisasi perundang-undangan di bidang HKI penting untuk dilakukan. Penyerangaman melalui harmonisasi undang-undang dapat mempermudah dalam implementasi undang-undang tersebut terutama dalam praktik baik di bidang administrasi maupun penegakan hukum.

Berkaitan dengan masalah harmonisasi perundang-undangan, Hikmahanto Juwana menyatakan berikut :

Dari perspektif negara maju, harmonisasi hukum di negara berkembang merupakan suatu hal pentin untuk dicapai. Harmonisasi kembang merupakan suatu hal penting untuk dicapai. Harmonisasi yang menjurus pada kesergamana di bidang infrastruktur hukum akan berdampak pada kenyamanan untuk berinvestasi dari pelaku usaha negara maju dinegara berkembang. Ini penting di era dunia yang tidak mengenal batas (bordless world) dan transaksi lintas batas yang memerlukan pengaturan hukum.

Selanjutnya ditambahkan oleh Hikmahanto Juwana sebagai berikut:41

Yang dimaksudkan dengan priority rights atau hak prioritas adalah hak untuk mendapatkan tanggal pendaftaran (filing date) atas hak kekayaan industri (industrial property rights) di negara tempat permohonan tersebut yang juga akan mendapat pengakuan yang sama apabila permohonan pendaftaran tersebut dilakukan di sesama negara anggota konvensi. Article 3 Paris Convention yang sudah beberapa kali diubah dalam huruf A (1) berbunyi sebagai berikut:

Dalam memengaruhi pembentuk undang-undang untuk menjuju harmonisasi hukum Indonesia, kesan bahwa terjadi westernisasi hukum Indonesia tidak dapat dihindari. Memang harmonisasi akan mengarah pada westernisasi. Meskipun demikian, westernisasi hukum bukanlah hal baru mengingat westernisasi hukum sudah pernah dilakukan. Ini terjadi pada saat Eropa melakukan kolonialisme dan inperlialisme terhadap negara- negara Benua Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Sebagai akibat, saat ini hampir tidak ada negara di dunia yang memiliki hukum tanpa pengaruh di Eropa.

Dilain pihak, negara-negara maju yang mempunyai kepentingan ekonomi dari aspek perdagangan internasionalnya, juga melakukan evaluasi terhadap undang- undang HKI yang dibuat oleh negara-negara anggota WTO terutama terhadap negara-negara berkembang.

b. Prinsip hak prioritas (Priority Rights)

42

Any person who has duly field application for patent, or for the registration of utility model, or of an industrial design, or of trademark, in one of the countries of Inion, or his successor in title, shall enjoy, for the

41

Hikmahanto Juwana,Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia dalam gagasan

dan pemikiran Tentang Pembaharuan Hukum Nasional,Vol.II, (Jakarta:Tim Pakar Hukum

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI,2003), hlm.24.

purpose of filing in the other countries, a right of priority during the pariods hereinafter fixed..

Untuk negara anggota konvensi yang pendaftaran desain industrinya didaftarkan berdasarkan pendaftaran utility models, periode untuk hak prioritasnya sama denga hak prioritas pada desain industri sebgaimana disebutkan dalam Article 3 huruf E (1) Paris Convention sebagai berikut:

Where an industrial design is field in a country by virtue of a right or priority based on the filing of a utility model, the period of priority shall be the same as that fixed for industrial design.

Pengaturan desain industri dalam Paris Convention Article 1 Paris Convention sebagai berikut:43

Masalahnya hak prioritas, dalam Undang-Undang Desain Industri sudah diadopsi berdasarkan Pasal 2 Ayat (3) Huruf b Paris Convention yang berbunyi

The protection of industrial Property has as its object patents, utility models, industrial designs, trade marks, service marks, trade names, indications source or appelations or origin, and the repression of unfair competition.

Berdasarkan bunyi Article 1 tersebut jelas terlihat bahwa desain industri merupakan salah satu objek perlindungan HKI yang secara internasional sejak tahun 1883 sudah dilaksanakan oleh negara-negara anggota Paris Convention untuk diberikan perlindungan hukum disamping bidang-bidang HKI lainnya.

sebagai berikut yaitu tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan Hak Prioritas telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia. 2. Prinsip- prinsip perlindungan hukum desain industri berdasarkan Bern

Convention for the Protection of Literary and Artistic Works tahun 1886 Bern Convention merupakan salah satu perjanjian atau konvensi yang diadakan pada tanggal 9 september 1886 dan telah diubah pada tanggal 24 Juli 1971 di Paris dan terakhir telah diubah kembali pada tahun 1979. Bern Convention tidak hanya mengatur maslah perlindugan hak cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, tetapi juga memberikan perlindungan bagi desain industri apabila negara tersebut belum memiliki Undang-Undang Desain Industri secara khusus sebagaimana Article 2 (7) Bern Convention sebagai berikut:44

44 Ibid., hlm.98.

Subject to the provision of Article 7 (4) of this Conetion, it shall determine the extent of the application of their laws to works of applied art and industrial designs and models, as well as the protect. Works protect in the country of origin solely as designs and models shall be entitled in another country of the Union only tos such special protection as is granted in tha country to desogns and models; however, if no such special protection is granted in that country, such works shall be protected as artistic works.

Pada tahun 1950, Indonesia sebenarnya sudah menjadi anggota Bern Convention, tetapi kemudian keluar dari keanggotaan konvension tersebut dengan maksud untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat agar dapat memanfaatkan atau mengakses ilmu pengetahuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Achmad Zen Umar Purba, dalam hal Indonesia keluar dari Bern Convention menyatakan sebagai berikut:

Indonesia keluar dari konvensi ini dengan alasan yang strategis: dengan harapan agar kita akan dapat melakukan berbagai kegiatan untuk memindahkan ilmu pengetahuan dari luar negeri masuk ke dalam negeri dengan misalnya menerjemahkan, meniru, menyalin ciptaan-ciptaan para pencipta luar negeri. Sebgai negara yang baru merdeka, waktu itu kita perlu memperkuat diri dengan ilmu dari luar negeri tanpa harus mengeluarkan biaya. Akan tetapi, ternyata maksud baik ini tidak pernah terealisasi.45

Di lain pihak, pada saat Indonesia keluar dari Bern Convention Indonesia tidak memanfaatkan sama sekali kesempatan tersebut dengan baik sebagaimana yang dilakukan Jepang, sampai akhirnya karena Indonesia telah menjadi anggoat WTO pada tahun 1994, Indonesia harus meratifikasi kembali Bern Convention dengan Keputusan Presiden No.18 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 113).46

Dalam Bern Convention, negara-negara anggotanya sepakat untuk melakukan upaya perlindungan bagi hak-hak pencipta atas karya-karyanya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dengan cara atau system yang sama dan seefektif mungkin. Berbeda dengan system perlindungan di bidang hak kekayaan industri (industrial property rights) untuk mendapatkan hak dan perlindungan hukum atas karya-karya intelektualnya, seseorang harus mengajukan permohonan kepada kantor pemerintah yang berwenang atau melalui lembaga internasional, seperti halnya yang dipraktikkan dalam sistem Patent Cooperation Treaty (PCT) yang diadministrasikan oleh Biro Internasional WIPO (Word Intellectual Property

45

A.Zen Umar Purba, Trips,UU Hak Cipta dan Penegakan Hukum,dalam Gagasan dan

Pemikiran tentang Pembaharuan Hukum Nasional,Vol II (Jakarta:Tim pakar Hukum Departemen

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI,2003), hlm.173.

Organization) di Jenewa. Adapun prinsip-prinsip dasar yang perlu diuraikan dalam Bern Convention adalah sebagai berikut:

a. Prinsip National Treatment

Berdasarkan Article 5 (1) dinyatakan bahwa cipttan yang berasal dari salah satu negara lian peserta pernajian harus mendapat perlindungan hukum yang sama denga perlindungan yang diperoleh hasil karya ciptaan seorang pencipta di dalam negeri peserta sebgaimana dinyatakan sebagai berikut :

Authors shall enjoy, in respect of works for which they are protected under ghis convention, in countries of the Union other than the country of origin, the rights which their respective laws do now or may here after grant to their nasionals, as well as the rights specially granted by this convention b. Prinsip Automatic Protection47

Berdasarkan sistem yang dianut oleh Bern Convention, untuk mendapatkan perlindungan hukum atas karya-karya ciptaannya, pencipta atau pemegang hak cipta tidak perlu mengajukan permohonan pendaftaran kepada kantor pemerintah yang berwenang. Artinya, apabila suatu ciptaan sudah dijelmakan atau difiksasikan dalam bentuk nyata (fixation), hak cipytanya secara otomatis langsung melekat pada si pencipta (automatic protection) sebagaimana disebutkan dalam Atricle 5 (2) Bern Convention yang berbunyi sebagai berikut:

The enjoyment and the exercise of these rights shall not be subject to any formality; such enjoyment and such exercise shall be independent of the existence of protection in the country of orgin of the work. Consequently, apart form the provision of this Convention, the extent of protection, as well s the means of redress afforded to the author to prortect his rights,

shall be governed exclusively by the laws of the country where protection is claimed.

c. Prinsip Independence Protection

Prinsip Independence Protection ini, menurut Ken-ichi Kumagai mengandung arti bahwa perlindungan yang diberikan sebgaimana dimaksudkan dalam Article 5 (2) Bern Convention adalah bersifat independen sesuai dengan perlindungan yang berlaku di negara asal pencipta atau negara tempat suatu karya cipta dilahirkan untuk pertama kalinya. Dengan demikian, terlepas dari adanya ketentuan dari Article 5(2) Bern Convention ini, hak cipta dari pencipta adalah tetap dilindungi secara independen oleh undang-undang yang berlaku di negara yang bersangkutan.48

Menurut Undang-Undang Desain Industri bahwa perlindungan desain industri dalam industri kerajinan tangan produksi UKM muncul seiring dengan pendaftaran desain industri yang dibuat oleh pelaku UKM, dengan adanya pendaftaran desain industri maka setiap produk UKM telah mendapatkan perlindungan dari setiap perbuatan peniruan yang dilakukan terhadap produk tersebut. selain itu pemerintah memberikan hak eksklusif yang berupa hak desain industri. Dalam Pasal 9 Undang-Undang Desain Industri memiliki hak eksklusif unruk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuanya membuat, memakai, menjual, mengimpor, 3.Prinsip-prinsip perlindungan hukum desain industri dalam Undang-Undang Desain Industri

mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberikan hak desain industri. Selanjutnya pada Pasal 1 ayat 5 disebutkan hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memeberikan persetujuanya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Desain Industri dijelaskan bahwa yang berhak memperoleh hak desain industri adalah pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain.49

Prinsip perlindungan bagi desain industri mensyaratkan adanya pendaftaran, sehingga di sini berbeda dengan hak cipta. Melalui permintaan pendaftaran selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan formal dan substantif atas seluruh persyaratan yang telah ditetapkan. Adanya persyaratan mengenai nilai Pada Pasal 12 Undang-Undang Desain Industri dikatakan bahwa pihak yang untuk pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang hak desain industri, kecuali terbukti sebaliknya. Oleh karena itu, pihak pendesain yang dapat juga dikatakan dengan pelaku UKM harus mendaftarkan produk kerajinan tangannya untuk menghindari adanya pihak lain yang meniru hasil produk tersebut dan melakukan pendaftaran desain industri. Dengan melihat Pasal tersebut dapat dilihat betapa pentingnya perlindungan hukum bagi pelaku UKM untuk mendapatkan hak atas desain industri tersebut. Dimana pendaftran atas kerajinan tangan yang merupakan produk dari UKM merupakan syarat mutlak yang harus diperhatikan oleh pelaku UKM.

kebaruan (novelty), yakni suatu fakta hukum yang membuktikan bahwa pada saat pertamakali permintaan pendaftaran diajukan, tidak ada pihak lain yang dapat membantah status kreasi desain tersebut tidak baru atau telah ada pengungkapan sebelumnya.

Norma hukum ini pada dasarnya lebih merupakan kualifikasi teknis. Yang berarti, apabila secara teknis tidak ada yang dapat membuktikan adanya desain serupa yang lebih dahulu didaftarkan atau diungkapkan kepada publik, maka desain yang diajukan itu dianggap sebagai baru. Persyaratan lainnya merujuk pada siapa yang pertamakali mengajukan permintaan pendaftaran. Sesuai hukum, orang itu yang berhak mendapatkan perlindungan meski ada orang lain yang mengaku lebih dahulu membuat desain. Prinsip ini lazim disebut first to file system. Adapun jangka waktu perlindungannya berlaku selama 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan pendaftaran desain yang telah memenuhi persyaratan.50

1. Prinsip Ekonomi. Prinsip-prinsip HKI :

Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.

2. Prinsip keadilan.

Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu

50 Asep Yudha Wirajaya, “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Untuk Seni dan

Budaya Tradisional”,

pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.

3. Prinsip kebudayaan.

Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia.

4. Prinsip sosial.

Prinsip sosial ( mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.51

Desain Industri pun juga menganut prinsip first to file. Pendaftaran pertama dalam desain industri ( First to file ) berarti bahwa orang yang pertama mengajukan permohonan atas desain industri yang akan mendapat perlindungan Dengan melihat prinsip hak kekayaan intelektual dapat dikatakan bahwa prinsip yang ada dalam kekayaan intelektual berkaitan dengan desain industri. Dimana dikatakan bahwa desain industri juga merupakan salah satu perlindungan terhadap kekayaan intelektual. Dalam desain industri dikatakan bahwa adanya pemberian hak eksklusif dalam kaitanya dengan prinsip diatas,dalam desain industri juga terdapat prinsip ekonomi, bahwa dikatakan dalam Pasal 9 Undang- Undang Desain Industri seorang yang mendapat hak desain industri dapat membuat, memakai, menjual, atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri yang dimana dalam Pasal ini terkandung prinsip ekonomi.

51 Yan Hasiholan, “Hak Kekayaan intelektual”,

http://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/10/hak-kekayaan-intelektual/ . diakses tanggal 09 juli 2013.

hukum dan bukan orang yang mendesain pertama kali. Sebagaimana dikatakan sebelumnya dalam prinsip first to file yang dapat diartikan sebagai prinsip pendafataran suatu temuan yang didasari atas siapa yang pertama kali mendaftarkan temuan tersebut baik pribadi atau badan hukum baik berupa

Dokumen terkait