• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Prinsp-Prinsip Ekonomi Syariah

Islam berbeda dengan agama-agama lainnya, setiap orang boleh berusaha dan menikmati hasil usahanya dan memberikan sebagian kecil hasil usahanya kepada orang yang kurang mampu, dalam bentuk harta yang halal. Allah SWT menciptakan alam semesta ini untuk kemaslahatan umat manusia. Tetapi Allah menyediakan itu semua bukanlah untuk dipergunakan dengan sesuka hati kita. Allah SWT menyediakan apa yang ada di bumi dan langit untuk kepentingan umat manusia. Tapi ada batas-batasnya agar umat manusia tidak mengalami kesulitan pada masa yang akan datang. Dalam ajaran Islam, perilaku individu dan masyarakat ditujukan ke arah bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini menjadi perbedaan mendasar antara ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional. Meski demikian, hanya orang yang berimanlah yang benar-benar dapat menerapkan prisip ekonomi syariah dalam kehdupannya. Dalam ekonomi syariah terdapat prinsip-prinsip khusus dalam kegiatan manusai dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Menurut Metwally dalam buku (Suprayitno.

2005 : 2), prinsip-prinsip ekonomi syariah secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Dalam ekonomi syariah, berbagai jenis sumber daya alam dipandang sebagai pemberian atau titipan Allah SWT kepada manusia, sehingga pemanpaatannya haruslah bisa dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. 2) Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu yang

berhubungan dengan kepentingan masyarakat dan tidak mengakui pendapatan yang diperoleh secara tidak sah.

3) Bekerja adalah kekuatan penggerak utama kegatan ekonomi syariah. Islam mendorong manusia untuk bekrja untuk mendapatkan materi / harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. 4) Kepemilikan kekayaan tidak boleh hanya dimiliki oleh segelintir orang

orang kaya, dan harus berperan sebagai capital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5) Islam menjamin kepemilikan masyarakat, dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunah Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput dan api.”

6) Seorang Muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat. Kondisi ini akan mendorong seorang muslim menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah dalm kegiatan ekonomi.

7) Seorang Muslim diwajibkan membayar zakat apabila hartanya sudah mencapai batas ukuran tertentu (nisab). Zakat merupakan alat distribusi kekayaan yang ditujukan untuk orang miskin dan mereka yang membutuhkan.

8) Islam melarang setiap penerapan riba atas berbagai bentuk pinjaman, maupun berbagai aspek kegiatan ekonomi lainnya dalam kehidupan sehari hari.

Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang penerapan bunga. Banyak pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa pembayaran bunga / riba adalah tidak adil. Bahkan meminjamkan uang dengan bunga dilarang pada zaman Yunani kuno. Aris toteles adalah orang yang amat menentang dan melarang bunga, sedang Plato juga mengutuk praktek bunga.

2.3. Ciri-Ciri Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakannya dari system ekonomi lainnya. Ciri-ciri yang dimaksud dalam buku (Al-Assal dan Abdul Karim, 1999 : 24) adalah sebagai berikut:

A. Ekonomi Syariah merupakan bagian dari system Islam yang universal.

Ekonomi syariah mempunyai hubungan yang sempurna dengan agama Islam, baik sebagai akidah maupun syariat. Oleh karena itu kalau kita mempelajari ekonomi syariah tidak boleh lepas dari akidah dan syariat Islam, karena sistem ekonomi syariah merupakan bagian dari syariat dan erat hubungannya dengan

akidah sebagai dasar. Hubungan ekonomi syariah dengan akidah ini akan tampak misalnya dalam pandangan Islam kepada seluruh alam yang diperintahkan untuk patuh dan mengabdi kepada Tuhan, dan tampak pula dalam masalah halal dan haram yang menjiwai orang Islam tatkala ia melangkah pada satu diantara sekian banyak cara bermuamalat, dan akhirnya akan tampak pada kepercayaan adanya unsur pengawasan yang dirasakan orang Islam dari alam Gaib.

Dalam keyakinan, kita memandang ekonomi syariah merupakan satu bagian saja dari sistem Islam yang menyeluruh dan merupakan hal yang paling nyata dari hal-hal yang membedakan ekonomi syariah dengan ekonomi lainnya. Hubungan ekonomi syariah dengan akidah itulah yang menyebabkan kegiatan ekonomi dalam Islam berbeda dengan kegiatan ekonomi menurut sistem-sistem hasil penemuan manusia, menyebabkan memiliki sifat pengabdian dan cita-cita yang luhur, dan menyebabkannya memiliki pengawasan atas pelaksanaan kegiatan ini dengan pengawasan sebenarnya. Uraiannya adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan ekonomi dalam Islam bersifat pengabdian.

Dalam Islam dikenal kaidah umum, yang menyatakan bahwa pekerjaan apapun yang dilakukan oleh orang Islam, baik pekerjaan ekonomi atau bukan, bisa berubah dari pekerjaan material biasa menjadi ibadah yang berpahala apabila orang Islam tadi dalam pekerjaannya bermaksud mengubah niatnya untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Peranan niat sangatlah penting dalam mengubah pekerjaan biasa menjadi ibadah yang berpahala. (Al-Assal dan Abdul Karim, 1999 : 24).

2. Kegiatan ekonomi dalam Islam bercita-cita luhur.

Kegiatan ekonomi syariah bertujuan tidak hanya mengejar materi semata, tetapi yang menjadi tujuan luhur ekonomi syariah adalah bagaimana memakmurkan bumi untuk mendapatkan kehidupan yang insani sebagai tanda pengabdian kepada Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi.

3. Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan ekonomi dalam Islam adalah pengawasan yang sebenarnya yang mendapat kedudukan utama.

Sistem ekonomi hasil penemuan manusia terpisah dari agama dan mengesampingkan pengaruhnya dari perekonomian, bahkan sebagian dari sistem ini ada yang mengingkari agama secara keseluruhan seperti sistem ekonomi sosialis yang di cetus oleh Karl Marx. Sistem pengawasan sistem ini diserahkan sepenuhnya kepada penguasa untuk melaksanakan pengawasan tersebut sesuai dengan peraturan yang tidak menjamin terealisasikannya cita-cita, hal ini berbeda dengan Pengawasan kegiatan ekonomi pada lingkungan ekonomi syariah, disamping adanya pengawasan syariat yang dilaksanakan oleh kekuasaan umum, ada pula pengawasan yang lebih ketat dan aktif, yaitu pengawasan atas kepercayaan masyarakat terhadap adanya Allah dan adanya hari kiamat.

B. Ekonomi syariah merealisasikan keseimbangan antara kepentingan

individu dan kepentingan masyarakat.

Tujuan kegiatan ekonomi syariah tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan semata, keuntungan material hanya sebagai perantara untuk tujuan yang lebih besar dan cita-cita yang lebih luhur yaitu memakmurkan

bumi dan mempersiapkannya untuk kehidupan insani, sebagai kepatuhan terhadap perintah Allah dan khalifah di muka bumi. Kita percaya bahwa manusia pasti akan mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada Allah SWT suatu hari kemudian. Perbedaan mendasar terlihat jelas antara cita-cita ekonomi konvensional dengan ekonomi syariah dimana dalam konvensional dapat menciptakan persaingan, monopoli, ataupun sikap mementingkan diri sendiri dengan usaha mengumpulkan harta kekayaan sebanyak banyaknya dan mencegahnya dari orang lain sehingga dapat menyebabkan peperangan dan kehancuran, hal ini berbeda dengan sistem ekonomi syariah yang cita-citanya adalah meralisasikan kekayaan, kesejahteraan hidup, dan keuntungan umum bagi seluruh masyarakat disertai niat melaksanakan dan mematuhi perintah Allah SWT. (Al-Assal dan Abdul Karim, 1999 : 21)

Dalam Islam mengakui kepentingan individu dan kepentingan orang banyak selama tidak ada pertentangan antara keduanya atau selama masih mungkin menyatukan keduanya. Buktinya dalam soal hak milik, Islam masih mengakui hak milik individu, dan pada saat yang sama masih mengakui hak milik orang banyak. Akan tetapi dalam ajaran agama Islam masyarakat lebih dianjurkan untuk mendahulukan kepentingan masyarakat banyak dari pada kepentingan pribadi.

2.4. Tujuan Ekonomi Syariah.

Tujuan ekonomi syariah berbeda dengan ekonomi konvensional. Tujuan ekonomi yang membedakan suatu sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya. Dalam ekonomi syariah terdapat beberapa tujuan utama dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi diantaranya adalah (dalam buku Ibrahim, 1994 : 232)

1. Mengutamakan Ibadah Kepada Allah SWT.

Tujuan utama dari ekonomi syariah adalah mengabdi kepada Allah SWT, mencari tempat di akhirat, untuk memperingati bahwa masih ada tempat yang abadi selain di dunia ini yaitu akhirat. Di akhirat semua perbuatan manusia akan dipertanggug jawabkan, dengan demikian manusia wajib bertakwa kepada allah dengan cara mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya. 2. Memperjuangkan kebutuhan hidup di akhirat tanpa melupakan kehidupannya

di dunia.

Ekonomi haruslah ditujukan kepada perjuangan nasib. Kita harus memperjuangkan nasib di dunia ini tanpa harus melupakan akhirat. Untuk memperjuangkan ekonomi ini harus di jaga jangan sampai serakah, egois dan individualis.

3. Menyukseskan ekonomi yang diperintahkan Allah SWT, berbuatlah kebajikan sebagaimana Allah berbuat kebajikan kepada kamu.

Dalam hal ini tujuan ekonomi ialah berbuat kebaikan sebanyak banyaknya kepada masyarakat. Dari situlah ekonomi syariah sosiais religius, sosialis yang

beragama. Sosialis ini berbeda dengan sosialis Eropa. Dasar dasar sosialis Islam itu lebih mudah dan sudah berakar dalam syari’at Islam itu sendiri. 4. Negara melarang membuat kekacauan dan kehancuran.

Memetingkan diri sendiri tanpa ada batasnya menimbulkan paham kapitalisme yang akan menimbulkan kekacauan dan kehancuran. Untuk menjaga tujuan ini memerlukan negara untu kmengatur jalannya perekonomian, dan mencegah terjadinya kehancuran di muka bumi. Negara mengatur perekonomian masyarakat untuk menjadikan masyarakat memenuhi kebutuhan materil dan rohani dan menciptakan pemerataan pendapatan dan keadilan sosial. (Ibrahim, 1994 : 232)

2.5. Dasar Hukum Ekonomi Syariah

Sebuah ilmu pengetahuan tentu memiliki landasan hukum agar bisa dinyatakan sebagai sebuah bagian dari konsep pengetahuan, demikian pula dengan ekonomi syariah. Ada beberapa dasar hukum yang menjadi landasan pemikiran dan penentuan konsep ekonomi syariah. Beberapa dasar hukum ekonomi syariah tersebut diantaranya adalah :

1. Al-qur,an merupakan amanah sesungguhnya yang disampaikan secara lanngsung oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW untuk membimbing ummat manusai, dan al-qur,an merupakan sumber hukum Islam yang abadi dan merupakan kitab suci ummat Islami yang berasal dari allah.

2. Hadits adalah sebuah perkataan, perbuatan dan perilaku nabi Muhammad yang tidak wajib dilakukan ummat manusia, namun apabila mengerjakan apa yang di lakukan nabi Muhammad, maka manusia akan mendapatkan pahala.

3. Ijma adalah sumber hukum ke tiga merupakan pendapat / fatwa baik yang telah disepakati bersama oleh masyarakat maupun cendikiawan agama. dengan berdasar pada al-qur,an sebagai sumber hukum utama.

4. ijtihad dan qiyas merupakan kebiasaan dari para pemuka agama untuk memecahkan masalah yang muncul dalam masyarakat, dimana masalah tersebut tidak dijelaskan secara rinci dalam hukum Islam. Dengan merujuk beberapa ketentuan yang ada, maka ijtihad berperan untuk membuat sebuah hukum yang bersifat aplikatif dengan dasar al-qur,an dann hadits. (Rianto dan Amalia, 2010 : 40)

2.6. Sistem Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah

Istilah bagi hasil sebenarnya bukan hal baru dalam kegiatan ekonomi di Indonesia. System bagi hasil sudah di kenal sejak dahulu melalui bagi hasil pertanian yang dilakukan oleh penggarap dan pemilik lahan. Bagi hasil sendiri menurut terminologi asing (Inggris) di kenal dengan profit sharing. Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).

Bagi hasil dapat berbentuk suatu bonus uang tahunan yang didasarkan pada laba yang di peroleh pada tahun tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan. Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan

tersebut. Pada ekonomi syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi atas kesepakatan bersama sejak awal perjanjain antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan modal dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan. Bentuk bentuk pembagian laba yang tidak langsung mencakup alokasi saham-saham (penyertaan) perusahaan pada para pelaku usaha dibayar melalui laba perusahaan dan memberikan pilihan pada para pelaku usaha untuk membeli saham perusahaan sampai pada jumlah tertentu dimasa yang akan datang pada tingkat harga sekarang, sehingga memungkinkan para pelaku usaha memperoleh keuntungan baik dari pembagian keuntungan maupun setiap pertumbuhan dalam nilai saham yang dihasilkan dari peningkatan dalam kemampuan perusahaan memperoleh laba. Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan dalam kegiatan usaha tadi harus melakukan trasnparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalankan usaha.

2.7. Sistem Bunga Dalam Ekonomi Konvensional

Sistem ekonomi konvensional yang merupakan suatu sistem ekonomi yang banyak diterapkan oleh negara-negara di muka bumi ini untuk menjalankan dan mengatur perekonomiannya adalah suatu sistem ekonomi yang tujuan utamanya mencari keuntungan sebesar-besarnya. Pendapatan yang diperoleh dalam sistem ekonomi ini adalah dari hasil kegiatan usaha yang yang dijalankan. Dilihat dari segi permodalan, sistem ekonomi konvensional juga menerapkan sistem bunga

sebagai sumber pendapatan utamanya dengan cara pemberian pinjaman kepada pihak yang membutuhkan modal untuk dijadikan sebagai modal usaha dan pembelian saham-saham perusahaan maupun pembelian surat-surat berharga lainnya dengan harapan mendapat keuntungan yang lebih besar. Sedangakan biaya yang dikeluarkan berupa biaya yang dibutuhkan untuk membayar keperluan dalam rangka menjalankan kegiatan usaha.

Bunga adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan atau hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu dan diperhitungkan secara pasti di muka berdasarkan presentase yang ditentukan. Bunga dalam ekonomi konvensional yang dikenakan kepada para peminjam dana merupakan sumber keuntungan yang terbesar.

Dalam hal penanaman modal usaha, pihak yang membutuhkan modal untuk kegiatan usaha dapat memperoleh dana dari pihak yang mempunyai modal dengan cara pinjaman dan pengenaan bunga pinjaman uang sebesar persentase yang telah ditetapkan oleh pemilik modal. Begitu pemilik modal memberikan dana pinjaman kepada peminjam uang dan dijanjikan dengan bunga tertentu, pemberi modal tidak menanggung resiko. Pihak yang membutuhkan modal usaha dalam melaksanakan kegiatan usahanya berhasil atau tidak, mendapatkan keuntungan yang besar atau tidak, pemilik modal akan tetap menerima bunga sesuai yang diperjanjikan.

Misalnya, pemilik modal menyerahkan uang sebesar Rp.50.000.000 secara tunai kepada peminjam untuk dijadikan sebagai modal usaha sesuai dengan permintaan peminjam / pelaku usaha dengan bunga pinjaman sebesar 13% per bulan. Pada umumnya pelaku usaha sebagai pihak yang membutuhkan modal usaha, menjalankan kegiatan usahanya secara maksimal untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal sebagai tujuan utama dan untuk memajukan usaha yang dijalankan. Berapa pun besarnya pendapatan dan keuntungan yang diterima oleh peminjam uang maka pembayaran imbalan yang diberikan kepada pemilik modal dalam bentuk bunga oleh peminjam tetap sebesar 13% per bulan tanpa memperhatikan pelaku usaha sebagai peminjam modal dalam melaksanakan kegiatan usahanya mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian.

2.8. Perbandingan Antara Sistem Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah dan

Sistem Bunga Dalam Ekonomi Konvensional

Pembayaran imbalan yang diberikan oleh pelaku usaha dalam ekonomi syariah kepada pemilik modal dalam bentuk bagi hasil sangat tergantung dari pendapatan yang diperoleh oleh pelaku usaha sebagai pihak yang membutuhkan modal atas pengelolaan usaha kerja sama tersebut, apabila pelaku usaha memperoleh hasil usaha atau keuntungan yang besar maka pembagian hasil usaha didasarkan pada jumlah yang besar sesuai dengan keuntungan yang diperoleh, sebaliknya apabila pelaku usaha memperoleh hasil usaha yang sangat kecil atau mengalami kerugian maka keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama-sama sesuai dengan kesepakatan diawal perjanjian. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi konvensional, dimana pembayaran imbalan yang diberikan pelaku usaha

kepada pemilik modal dalam bentuk bunga dibayarkan dalam jumlah tetap sesuai dengan persentase yang ditetapkan sejak awal perjanjian, tidak terpengaruh pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha dalam ekonomi konvensional. Pelaku usaha sebagai peminjam modal dalam ekonomi syariah menjalankan fungsi sebagai pengelola modal usaha yang diberikan oleh pemilik modal usaha karena besar kecilnya pendapatan atau imbalan yang diterima oleh pemilik modal sangat tergantung pada keahlian / keprofesionalan para pengola usaha yang dijalankan dalam sistem ekonomi berdasarkan syariah. Sarana untuk melakukan perhitungan pembagian hasil usaha antara pemilik modal dengan pengelola dana dalam kegiatan usaha ini yang lazimnya disebut dengan “profit sharing” Konsep ini terdapat unsur keadilan, dimana tidak ada suatu pihak yang diuntungkan sementara pihak yang lain dirugikan antara pemilik modal dan pengelola modal sehingga besarnya keuntungan yang diperoleh pemilik modal sangat tergantung kepada kemampuan pengelola usaha dalam mempergunakan dan mengembangkan modal usaha yang diamanahkan kepadanya.

Hal ini jelas sangat berbeda dengan sistem ekonomi konvensional dimana seorang pemberi modal usaha tidak peduli apakah pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya mengalami untung atau rugi, yang penting pemilik modal menerima bunga pinjaman uang sesuai dengan persentase yang telah dijanjikan sejak awal, atau sebaliknya pihak peminjam modal usaha hanya membayar bunga sebesar yang telah diperjanjikan walaupun usaha yang dijalankan oleh pelaksana usaha memperoleh keuntungan yang sangat besar.

Islam mengharamkan penerapan bunga dan menghalalkan bagi hasil dalam kegiatan ekonomi sehari karena bunga dianggap sebagai bentuk kejahatan dan ketidak adilan dalam ekonomi sehingga tidak sesuai dengan konsep pemikiran ekonomi syariah. Allah SWT melarang dan mencela setiap penerapan bunga dalam kehidupan perekonomian. Bagi hasil dan bunga sama-sama memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat dari adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi, usaha yang dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko, karena adanya presentase suku bunga tertentu yang ditetepakan berdasarkan besarnya modal.

Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang dalam bentuk modal usaha dalam ekonomi syariah termasuk kategori investasi. Besar kecilnya keuntungan yang dibagikan tergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan pelaksana usaha sebagai pengelola modal usaha yang diberikan pemilik modal kepadanya. Dengan demikian, pelaku usaha dalam ekonomi syariah tidak dapat hanya sekedar pengelola usaha kerja sama. Pelaku usaha dalam ekonomi syariah harus terus-menerus berusaha meningkatkan kemajuan usaha yang dijalanka sehingga lebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik modal. Berikut ini ada beberapa perbedaan mendasar antara bagi hasil dalam ekonomi syariah dan sistem bunga dalam ekonomi konvensional antara lain :

A. Bagi Hasil

1. Penentuan besarnya rasio / nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung atau rugi.

2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh sesuai dengan kesepakatan bersama.

3. Bagi Hasil bergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Bila usaha rugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan / keuntungan yang diperoleh.

5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil. B. Bunga

1. Penentuan bunga di buat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

2. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang di pinjaman.

3. Pembayaran bunga tetap seperti yang di janjikan tanpa pertimbangan apakah usaha yang di jalankan oleh peminjam untung atau rugi.

4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang meningkat.

5. Keberadaan bunga diraguakan dan dilarang oleh semua agama, termasuk Islam.

2.9. Bentuk Bentuk Kegiatan Usaha Kerja Sama Dalam Ekonomi Syariah

Kita mungkin mempunyai perusahaan atau tanah pertanian yang dikelola oleh orang lain. Keduanya merupakan bentuk kerja sama ekonomi. Untuk menumbuhkan perekonomian yang sehat, diperlukan suatu kerja sama yang baik. Adapun bentuk bentuk kerja sama usaha dalam ekonomi syariah adalah :

1. Mudharabah

Secara teknis, mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pemilik modal menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola usaha. Apabila dalam usahanya diperoleh keuntungan (profit) maka keuntungan tadi kemudian dibagi antara peemilik modal dan pelaku usaha dengan persentase nisbah atau rasio yang telah disepakati sejak awal perjanjian / kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka kerugian tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemilik modal sepanjang hal itu disebabkan oleh resiko bisnis dan bukan karena kelalaian pengelola usaha.

2. Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

3. Al Muzara’ah

Al Muzara’ah adalah kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si

penggarap untuk ditanami dan di pelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. Dalam prinsip ini benih disediakan oleh pemilik

Dokumen terkait