• Tidak ada hasil yang ditemukan

Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Saraswat

Problematika berasal dari kata problem yang berarti masalah atau persoalan. Sedangkan problematika berarti hal yang menimbulkan masalah, hal yang belum terpecahkan masalahnya (Departemen Kependidikan dan Kebudayaan, 2003 :896).

Selanjutnya mengenai pembelajaran, istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan kearah pencapaian tujuan yang telah direncanakan. Pembelajaran dapat pula dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar (Majid, 2012 : 109).

Sedangkan pendidikan agama Islam sendiri adalah upaya sadar dan perencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak

quran dan Al-Hadis, melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengamalan.

Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam banyak sekali permasalahan yang dihadapi untuk menyampaikan sebuah materi seringkali permasalahan tersebut menjadi hambatan untuk mencapai tujuan secara maksimal, problematika tersebut antara lain:

1. Problem Peserta Didik

Memahami pengertian peserta didik setidaknya bisa diselamidari tiga perspektif. Pertama, perspektif pedagogis. Perspektif ini memandang

peserta didik sebagai makhluk “homo education” atau disebut dengan

makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam pengertian ini peserta didik dipandang sebagai manusis yang memiliki potensi yang bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya agar ia dapat menjadi manusia yang utuh.

Kedua, perspektif Psikologis. Perspektif ini memandang peserta didik sebagai individu yang sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai indivisu yang tengah tumbuh dan berkembang peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahanyang konsisten agar ia mampu mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya.

Ketiga, perspektif Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasioanal, dalam pasal 1 ayat 4. Peserta didik adalah

anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Priansa, 2014 : 265-266). Sedangkan pada pasal 12 ayat 14 menyatakan bahwa

“setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan

pendidikan agama yang sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.

Maka problem yang ada pada anak didik perlu diperhatikan dan ditindak lanjuti dalam mengatasinya sehingga tujuan dalam pendidikan itu dapat terealisasi dengan baik. Secara umum problematika peserta didik adalah segala sesuatu yang dapat mengakibatkan kelambanan peserta didik dalam belajar, diantara adalah sebagai berikut :

a. Karakteristik Kelainan Psikologi

Ketika anak menginjak usia sekolah, ia hendaknya mengumpulkan dan merenungkan kembali apa yang telah dialami dan dicapainya pada usia-usia sebelumnya, dan belajar untuk berhubungan dengan orang lain (berinteraksi sosial). Namun, karena kelemahannya dalam bidang sosialisasi, khususnya dalam mengolah informasi yang diterima dari lingkungan sekitarnya, maka anak-anak penderita ADHD terhambat dalam hal ini. Selain ini mereka sangat sensitive terhadap saran atau tanggapan orang lain, dengan ejekan dari teman sebaya, dan kritik dari orang tua dan guru. Ini semua menjadi penyebab mengapa seorang anak mulai menegembangkan gambaran yang negatif tentang

dirinya sendiri, merasa rendah diri, marah dan tertekan (Wood, 2012 :117).

b. Karakter Kelainan Daya PIkir (Kognitif)

Kelainan yang satu ini dianggap yang paling banyak menimpa anak bekaitan dengan kegiatan belajar. Banyak teori para pakar yang menjelaskan adanya keterkaitan erat antara kecerdasan umumnya bagi anak dan tingkat keberhasilannya dalam beljar ( Asy Syakhs, 2001 :25).

Jika kita mengamati tingkat kecerdasan dari sisi lain, maka kita jumpai adanya perilaku yang menyebabkan adanya keterkaitan antara daya fikir anak yang lamban belajarnya, seperti lemahnya daya ingat hingga mudah melupakan materi yang baru dipelajari, lemah kemampuan berfikir jernih, tidak ada kemampuan beradaptasi dengan temannya, rendah dibidang kebahasaanya baik dalam menyusun kalimat, maupun dalam belajar.

c. Karakter Kelainan Kemauan (Motivasi)

Problem yang sudah tidak mempunyai motivasi dalam melakukan pembelajaran maka dia akan mengalami kejenuhan dan tidak ada gairah untuk bersungguh-sungguh. Sebagaimana pengertian motivasi itu sendiri yaitu suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya (Handoko, 199: 9).

Jika dikaitkan dengan masalah motivasi, dapat dikatakan bahwa seseorang sangat tergantung pada antisipasi atau ekspetasi

seseorang terhadap rangsangan yang dihadapinya. Antisipasi yang positif terhadap rangsangan akan menimbulkan reaksi mendekat, sedangkan antisipasi negatif terhadap suatu rangsangan akan menimbulkan reaksi menjauh. Suatu objek atau rangsangan yang diduga akan menimbulkan rasa nikmat atau enak akan menimbulkan reaksi mendekat.

d. Karakter Kelainan Interaksi (Emosional Dan Sosial)

Teori yang ada menjelaskan bahwa menjalankan perilaku interaksi (emosional) yang tidak disukai di antara anak-anak yang tertinggal dalam belajar meliputi rasa permusuhan, kebencian, kecenderungan marah, merusak overacting, mempengaruhi perkelahian, cepat mengabaikan peringatan dan sebagainya (Asy Syakhs, 2001 :30).

Dari penjelasan di atas dapat kita khususkan bahwasannya problem pendidikan agama Islam yang berhubungan dengan peserta didik, yaitu : (1) Minat belajar/ mendalami pengetahuan agama Islam rendah (2) Minat belajar/ kemampuan membaca kitab suci Al-Quran rendah meskipun akhir-akhir ini mulai membaik (3) Fondasi keimanan dan ketakwaan peserta didik terkesan masih relative rentan (4) Perilaku menyimpang dibidang akhlak/ moral keagamaan peserta didik, pergaulan bebas/ seks bebas terkesan sangat rentan/ tinggi (5)

Pemakaian narkoba, tindak criminal dan anarkisasi sebagian peserta didik sekolah umum terkesan rentan/tinggi (Muhaimim,2011 :159). 2. Problem Pendidik

Dalam proses pendidikan khususnya pendidikan disekolah memegang peranan yang paling utama. Pendidik adalah profil manusia yang setiap hari didengar perkataannya, dilihat dan mungkin ditiru perilakunya oleh murid-muridnya di sekolah. Oleh karena itu , seorang pendidik harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut :

a. Beriman kepada Allah dan beramal saleh. b. Menjalankan ibadah dengan taat.

c. Memiliki sikap pengabdian yang tinggi pada dunia pendidikan. d. Ikhlas dalam menjalankan tugas pendidikan.

e. Menguasai ilmu yang diajarkan kepada anak didiknya. f. Profesional dalam menjalankan tugasnya.

g. Tegas dan berwibawa dalam menghadapi masalah yang dialami murid- muridnya.

Sebagaimana dalam Al-Quran Surat Ali Imran ayat 104 :































Artinya :“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat

mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang

beruntung”.

Yang dimaksud dengan makruf adalah segala perbuatan yang mendekatkan kita pada Allah, sedangkan mungkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari-Nya. Ini merupakan kewajiban seluruh umat Islam, tidak terkecuali dan apalagi bagi seorang pendidik ( Saebani dan Akhdiyat, 2012 :221-223).

Para pendidik sepantasnya merupakan manusia pilihan, yang bukan hanya memiliki kelebihan ilmu pengetahuan melainkan juga memiliki tanggung jawab yang berat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pendidik.

Guru adalah pendidik professional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang tepikul di pundak para orang tua. Mereka ini tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada orang sembarangan guru/sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru.

Jabatan guru untuk mencapai standar professional dalam pekerjaanya, memerlukan guru yang memenuhi syarat-syarat mutlak keprofesian. Menurut hasil lokakarya Pembinaan Kurikulum Pendidikan Keguruan IKIP Bandung , kriteria professional guru meliputi empat, yaitu

fisik, mental/kepribadian, keilmiahan/ pengetahuan dan keterampilan ( Majid, 2012 : 88)

Pertama, fisik, meliputi : sehat jasmanidan rohani, tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan /cemoohan atau rasa kasihan dari anak didik.

Kedua , mental/ kepribadian, meliputi : berkepribadian/ berjiwa pancasila, mampu menghayati GBHN, mencintai bangsa dan sesame manusia dan rasa kasih sayang kepada anak didik , berbudi pekerti luhur, berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal, mampu menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa.

Ketiga, keilmiahan/ pengetahuan, meliputi : memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi pendidikan/ mengajar yang demokratis, memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menetapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik dan pengajar yang demokratis, memahami-menguasai serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan.

Keempat, keterampilan, meliputi : mampu berperan sebagai organisiator proses mengajar belajar, mampu menyusun bahan pelajaran atas dasar pendekatan structural-interdisipliner behavior dan teknologi, mampu menyusun garis besar program pelajaran (silabus).

Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kualitas guru sebagaimana berikut :

a. Orientasi guru terhadap profesinya

Kesadaran seorang guru terhadap tanggung jawab sebagai pengajar akan mempengaruhi pelaksanaan pendidikan agama Islam.

b. Keadaan kesehatan guru

Seorang guru harus mempunyai tubuh yang sehat. Sehat dalam arti tidak sakit dan sehat dalam arti kuat, mempunyai cukup sempurna gizi. c. Keadaan ekonomi guru

Seorang guru jika terpenuhi kebutuhannya, maka ia akan lebih percaya diri kepada diri sendiri, maka lebih aman dalam bekerj maupun kontak-kontak sosial lainnya.

d. Pengalaman mengajar guru

Kian lama seorang guru ini menjadi guru kian bertambah baik pula dalam menunaikan tugasnya untuk menuju kesempurnaan.

e. Latar belakang pendidikan guru

Profesi guru ini dalam banyak hal ditentukan oleh pendidikan persiapannya ( Syaifullah, 1989:179).

3. Problem kurikulum

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan pendidikan atau pengajaran dari hasil pendidikan atau pengajaran yang harus dicapai oleh anak didik, kegiatan belajar-mengajar, pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum itu sendiri. Dalam bahasa Arab kata kurikulum biasa diungkapkan dengan manhaj yang berarti jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang

kehidupan, sedangkan kurikulum pendidikan (manhaj al-dirosah) dalam kamus Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan- tujuan pendidikan. Kurikulum diartikan tidak secara sempit tetapi tidak luas daripada itu, merupakan aktivitas apa saja yang dilakukan sekolah dalam rangka mempengaruhi anak dalam belajar untuk mencapai suatu tujuan dapat dinamakan kurikulum, termasuk di dalamnya kegiatan belajar=mengajar, mengatur strategi dalam proses belajar-mengajar, cara mengevaluasi program pengembangan pengajaran dan sebagainya (Nurdin dan Usman, 2002 :34)

Isi kurikulum Pendidikan Islam seharusnya dikembangkan dengan tiga orientasi, yang ketiganya disajikan dengan pendekatan terpadu (integrated approach).

a. isi kurikulum yang berorientasi pada ketuhanan

Rumusan isi yang berkaitan dengan Ketuhanan, mengenal Zat, sifat, perbutanNya, dan relasinya terhadap manusia dan alam semesta. Bagian ini meliputi ilmu kalam, ilmu metafisika alam, ilmu fiqih, ilmu akhlak (tasawuf), ilmu-ilmu tentang Al-Quran dan Al-Sunnah(tafsir, mustholah, linguistic, ushul fiqh, dsb)

b. Isi kurikulum yang berorientasi pada kemanusiaan

Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan hallah pribadi manusia, baik manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial,

politik, ekonomi, kebudayaan, sosiologi, antropologi, sejarah, linguistic, ilmu seni, ilmu artistic, filsafat, psikologi, pedagogis, psikologi, kedokteran perdagangan, komunikasi, administrasi, matematik dan sebagainya.

c. Isi kurikulum yang berorientasi pada kealaman

Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan fenomena alam semesta sebagai makhluk yang diamanatkan dan untuk kepentingan manusia. Bagian ini meliputi ilmu fisika, kimia, pertanian, perikann, obat-obatan, astronomi, ruang angkasa, geologi, botani, zoology, biogenetic dan sebagainya (Majid, 2012 :57-58).

Ada dua jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum suatu sekolah :

a. Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan

Suatu lembaga pendidikan setiap sekolah mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapai (tujuan lembaga pendidikan atau tujuan institusional. Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diharapkan dapat memiliki murid siswa, ekolah mereka menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut.

b. Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi

Tujuan-tujuan setiap bidang studi dalam kurikulum itu ada yang disebut tujuan kurikuler da nada pula yang disebut tujuan

instruksional dimana tujuan instruksional merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan kurikuler (Daradjat, 2011 :123).

Agar peserta didik dapat mencapai tujuan akhir (ultimate aim) pendidikan Islam, maka suatu permasalahan pokok yang sangat perlu mendapat perhatian adalah penyusunan program pendidikan yang dijabarkan dalam kurikulum. Berpedoman pada ruang lingkup pendidikan Islam yang ingin dicapai, maka kurikulum pendidikan Islam itu berorientasi pada tiga hal :Tercapainya tujuan hablum munallah ( hubungan dengan Allah).

1 )Tercapainya tujuan hablum minannas (hubungan dengan manusia) 2) Tercapainya tujuanhablum minal’alam (hubungan dengan alam)

Melihat masa depan yang penuh dengan tantangan sudah barang tentu tidak bisa menyesuaikan permasalahan jika pendidikan Islam tersebut masih terikat dikotomi. Berkenaan dengan itu perlu diprogramkan upaya pencapaiannya, mobilisasi pendidikan Islam tersebut, dengan melakukan rancangan kurikulum baik merancang keterkaitan Ilmu agama dan umum maupun merancang nilai-nilai Islami pada setiap pelajaran, personifikasi pendidik di lembaga pendidikan sekolah Islam, sangat dituntut memiliki jiwa keislaman yang tinggi, dan lembaga pendidikan Islam dapat merealisasikan konsep kurikulum pendidikan Islam seutuhnya.

Problem pada saat ini adalah kecenderungan bahwa perhatian guru agama lebih tertuju pada struktur kurikulum PAI, seperti analisis materi pelajaran, merumuskan tujuan serta begaimana urusan administrasi pengajaran lainnya, pengembangan kurikulum yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional serta relevansinya dengan rumusan kompetensi PAI, kurang mendapat perhatian. Kurikulum tidak akan tercapai jika hanya dibiarkan setelah dikembangkan. Kurikulum yang telah didesain optimal harus diimplementasikan dan mempunyai hasil bagi pembelajaran. Banyak kurikulum yang telah didesain dan dikembangkan tidak diimplementasikan karena ketiadaan suatu rencana perubahan dalam keseluruhan suatu system persekolahan.

Kurikulum baru yang gagal boleh jadi karena alasan belum mempertimbangkan pengembangan kurikulum secara kritis. Sering kali individu dalam sekolah percaya bahwa usaha kurikulum adalah untuk melengkapi rencana baru yang dikembangkan atau material baru yang dibeli. Perhatian lebih banyak diberikan pada masalah managemen dan organisasi disbanding pada perubahan kurikulum. Banyak individu yang bertanggung jawab pada kurikulum tidak memproses suatu pandangan makro perubahan atau menyadari bahwa inovasi memerlukan perencanaan hati-hati dan monitoring yang ketat.

Individu tersebut sering berfikir bahwa implementasi merupakan penggunaan program baru atau tidak.

Implementasi yang sukses adalah suatu proses yang mempunyai beberapa hal baru. Implementasi bergantung pada pendekatan umum pengembangan kurikulum dan kurikulum itu sendiri. Kebanyakan orang percaya bahwa implementasi yang sukses, bersandarkan pada penggambaran langkah-langkah yang tepat terutama menyangkut proses pengembangan.kebanyakan orang mempertimbangkan implementasi adalah sebagai sesuatu yang tak dapat diramalkan dan tidak pasti.

Ketika kurikulum pada PAI tidak digunakan dengan baik maka hasil yang maksimal tidak akan didapatkan. Amin Abdullah salah satu pakar keislaman non tarbiyah juga telah menyoroti kurikulum dalam kegiatan pendidikan Islam yang selama ini berlangsung di sekolah, antara lain sebagai berikut : a. Pendidikan Islam lebih banyak terkonsentrasi pada persoalan-

persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif semata- mata.

b. Pendidikan Islam kurang konsen terhadap persoalan bagaimana mengubah pengeyahuan agama yang kognitif

menjadi “makna” dan nilai yang perlu diinternalisasikan

c. Pendidikan agama Islam lebih menarik beratkan pada aspek korespondensi tekstual, yang lebih menitik beratkan pada hafalan teks keagamaan yang sudah ada.(Muhaimin, 2002 :264)

D. Problematika Praktik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Dalam praktik pembelajaran pendidikan agama Islam permasalahan yang dihadapi yang seringkali permasalahan tersebut menjadi hambatan untuk mencapai tujuan secara maksimal, praktik problematika tersebut antara lain :

1. Problem manajemen dalam pembelajaran Pendidikan agama Islam.

Manajemen berasal dari kata Bahasa Inggris “management”

dengan kata kerja “to manage” yang secara umum berarti mengurusi,

mengemudikan, mengelola,, menjalankan, membina atau memimpin, kata

benda “management” dan “manage” berarti orang yang melakukan

manajemen. Fungsi-fungsi manajemen saling berkaitan satu dengan lainnya. Perencaaan umpamanya mempengaruhi pengawasan. Satu fungsi sama sekali tidak berhenti, sebelum yang lain dimulai. Fungsi-fungsi itu jalin- menjalin tanpa terpisahkan dan biasanya mereka tidak dijalankan dalam suatu urutan tertentu, tetapi tampaknya menurut yang dikehendaki keperluan masing-masing.

Dalam proses manajemen pendidikan, guru dituntut senantiasa untuk meningkatkan efektivitas kerjanya melalui keterampilan manajerial, Guru harus memiliki keterampilan yang khusus dalam mengusahakan

berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan. Kegiatan manajerial guru antara lain :

a) Proses

Guru harus mampu memikirkan dan merumuskan suatu program perencanaan berikut tindakan yang dilakukannya.

b) Mengorganisasikan

Guru harus mampu menghimpun dan mengorganisasikan berbagai hal terkait dengan tugas yang diembannya di sekolah sehingga tujuan sekolah dapat tercapai dengan optimal.

c) Memimpin

Guru harus mampu mendorong seluruh warga sekolah untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan optimal sehingga akan meningkatkan kinerja sekolah.

d) Mengendalikan

Guru perlu memastikan bahwa kegiatan operasional sekolah dapat berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan, dan jika terjadi penyimpangan maka ia harus memiliki solusi yang tepat (Priansa, 2014 : 155-156).

Seringkali pendidikan agama Islam secara umum kurang diminati dan kurang mendapat perhatian karena mendapat perhatian dikarenakan materi kurikulum dan manajemen pendidikan yang kurang memadai, kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.

Setlah melihat kenyataan ini, maka pembaharuan terhadap manajemen pendidikan Islam perlu diperhatikan.

2. Problem Sarana dan Prasarana dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Masih banyak persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia kaitannya dengan keberhasilan pendidikan agama ini, sebab pendidikan agama dalam pelaksanaannya terkait dengan berbagai komponen yang melingkupinya, salah satunya lagi adalah saran dan prasarana pendidikan agama Islam. Sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia belum merata apalagi di daerah pedalaman. Masih banyak sekolah yang belum memiliki ruang kelas yang memadai, bahkan sejumlah sekolah bangunannya nyaris roboh. Selain bangunan fisik, alat-alat peraga pendidikan pun belum memadai. Selain itu sejumlah masalah lain terkait sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia masih menjadi momok dalam pendidikan di Indonesia yang perlu segera untuk dibenahi (Priansa, 2014 : 7).

Standar sarana dan prasarana adalah standar pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Orang Islam Indonesia sekarang ini sudah mengetahui perlunya tersedia alat-alat pendidikan untuk membangun sekolah yang bermutu.

Akan tetapi bukan berarti pengetahuan mereka itu cukup teliti, juga belum berarti bahwa teori-teori tentang itu sudah benear-benar dikenal mereka. Dalam hal ini kita masih menyaksikan adanya pembangunan sarana belajar yang kelihatannya kurang direncanakan dengan baik. Mungkin saja sebabnya adalah belum dikuasainya teori-teori baru tentang itu. Kendala yang sudah jelas dan seringkali ditemukan , ialah kurangnya biaya (Tafsir, 2009 :92).

3. Problem Lingkungan dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Dalam kegiatn pendidikan kita melihat adanya unsur pergaulan dan unsur lingjungan yang keduanya tidak dapat dipisahkan tetapi dapat dibedakan. Dalam pergaulan tidak selalu berlangsung pendidikan walaupun didalamnya terdapat factor-faktor yang berdaya guna untuk mendidik. Pergaulan merupakan unsur lingkungan yang turuy serta menfifik seseorang. Pergaulan semacam ini dapat terjadi dalam :

a) Hidup bersama orang tua, nenek, kakek atau adik dan saudara-saudara lainnya dalam suatu keluarga.

b) Berkumpul dengan teman-teman sebaya.

c).Bertempat tinggal dalam suatu lingkungan kebersamaan di kota, di desa atau di nama saja.

Dalam arti yang luas lingkungan mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain lingkungan telah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam

alam kehidupan yang senantiasa berkembang. Ia adalah seluruh yang ada,baik manusia maupun bend buatan manusia, atau alam yang bergerak maupun yang tidak bergerak , kejadian-kejadian atau hal-hal yang mempunyai hubungan dengan seseorang. Sejauh manakah seseorang berhubungan dengan lingkungannya. Sejauh ini juga terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya. Tetapi keadaan-keadaan ini tidak selamanya berniali pendidikan, artinya mempunyai nilai positif bagi perkembangan seseorang, karena bisa saja malah merusak perkembangannya.

Berhasil atau tidaknya pendidikan agama Islam, lingkungan berperan penting terhadap berhasil dan tidaknya pendidikan agama, karena perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan, melalui lingkungan dapat ditemukan pengaruh yang baik maupun yang buruk. Problem lingkungan ineliputi :

a. Lingkungan masyarakat yang kurang agamais akan mengganggu perjalanan proses belajat mengajar (Suryabrata: 2004 :184).

b. Lingkungan keluarga, yang mempunyai berbagai macam factor antara lain :

1) Rusaknya hubungan suami istri (orang tua). 2). Kerasnya orang tua dalam memperlakukan anak.

4). Pendapat anak tidak pernah dihargai bahkan diejek dan usahanya selalu dilarang.

5). Banyaknya sanksi yang tidak mendidikterhadap anak dan tanpa sebab yang jelas.

6). Orang tua memperlakukan anaknya secara ngawur tanpa sadar ataupun bentuk yang jelas.

7). Antara anak yang satu dan yang lainnya dalam keluarga tidak bisa rukun sehingga menimbulkan rasa denda diantara mereka.

8). Memberi contoh kepada anak dengan sifat-sifat negatif.

9). Orang tua terlalu sibuk sehingga anak merasa tidak diperhatikan. 10). Rendahnya tingkat sosial maupun ekonomi dalam keluarga,

sehingga anak selalu anak selalu merasa kekurangan dalam

Dokumen terkait