• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERDA KOTA TANGERANG NO 8 TAHUN 2005 TENTANG

C. Seputar materi Perda Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang

2. Problematika Perda Kota Tangerang No.8

Di keluarkannya Perda Kota Tangerang No. 8/2005 tentang Pelarangan Pelacuran ternyata belum sepenuhnya terlaksana, karena dalam kenyataannya, ketika Dinas Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib) Kota Tangerang mengadakan razia di sekitar wilayah Tangerang, masih menemukan para pelacur melakukan aktifitasnya.

Pihak pemerintah telah melakukan sosialisasi mengenai Perda Kota Tangerang No. 8/2005 tentang pelarangan pelacuran dari awal tahun 2006, sampai saat ini sosialisasi telah dilakukan di tingkat kecamatan dan kelurahan, tingkat RT/RW, bahkan ke sekolah-sekolah. Tidak ada lagi istilah belum mengetahui soal keberadaan Perda ini karena pihak pemerintah juga sudah memasang spanduk dan menyebarkan leaflet di beberapa wilayah di Kota Tangerang. Dalam pelaksanaan Perda ini Dinas Keamanan dan Ketertiban (Tramtib) juga dilibatkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).69

Masalah pelacuran menjadi suatu dilema yang sangat rentan dengan gejolak masyarakat, disatu sisi pelacuran sama sekali ditolak keberadaannya oleh umat Islam di Indonesia tetapi di sisi lain pelacuran telah manjadi suatu alasan karena terbentur dengan kebutuhan ekonomi. Tapi menjadi pelacur tentu bukan solusi. Pemda Tangerang menganggap hal ini sudah sangat berbahaya. Itikad baik Pemda Tangerang untuk membenahi moral masyarakat mendapat sambutan negatif dari kalangan secular-liberal (Chairil akhmad wartawan Sabili) Bahkan ada yang menganggap hal

69

ini sebagai upaya penegakan syariat Islam ditingkat pemda. Berbagai macam isu yang mendeskreditkan Pemda Tangerang bertebaran di media massa. Mereka bersuara lantang mencabut pembatalan.70

Munculnya Perda anti maksiat ternyata membuat gerah pihak-pihak yang memang tidak menghendaki diterapkannya Perda tersebut karena dianggap telah bertentangan dengan konstitusi dan pancasila. Perda-perda yang terdapat dibeberapa wilayah di Indonesia mulai berlaku semenjak bendera otonomi daerah mulai dikibarkan, salah satunya adalah Kota Tangerang yang mengeluarkan Perda No. 8/2005 tentang pelarangan pelacuran.

Walaupun kritik dan hujatan terus berdatangan dari berbagai kelompok masyarakat, pihak pemerintah terus menerapkan Perda No.8 tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran. Terbukti dengan gencarnya petugas Dinas Tramtib Kota Tangerang mengadakan razia di tempat-tempat yang biasanya dilakukan praktek pelacuran, bahkan daerah-daerah lain terlebih dahulu memiliki Perda tentang pelarangan pelacuran.

Menurut Tihadi, Kasi Penegakan dan Penindakan Dinas Tramtib Kota Tangerang, pemberlakuan penerapan Perda bernuansa agama dalam hal ini Perda Kota Tangerang tentang pelarangan pelacuran mengalami kemajuan yang cukup signifikan. “pengaruhnya sangat besar sekali”, jika semula masih banyak para pelacur yang mangkal di jalan-jalan protokol para pelacur biasa menjajakan birahi dimalam

70

Chairil Akhmad Orang Kerdil Takut Islam Besar,artikel diakses pada 10 agustus 2008 dari

hari, sekarang tidak pernah dijumpai pada saat dilakukan razia oleh petugas Dinas Tramtib Kota Tangerang.71

Menurut Wahidin, Perda tersebut merupakan produk dari masyarakat Tangerang dengan pemerintahan yang otonom. Perda itu mempertimbangkan aspek sosiologis, psikologi masyarakat, politis dan aspek moralitas masyarakatnya. Perda ini mendapat dukungan yang positif dari masyarakat. Sejauh ini, kata beliau tidak ada satupun warga Kota Tangerang yang mengeluh substansi dari Perda itu.72 Dalam proses penetapannya sudah dilakukan dengan tokoh masyarakat, ormas, parpol, LSM, dan unsur masyarakat lain, bahkan sebelum ditetapkan pihaknya menggelar konsultasi terbuka dengan kejaksaan, pengadilan, dan kepolisian. Mereka yang kontra terhadap Perda ini kebanyakan dari masyarakat luar Tangerang.73

Adapun yang menjadi problematika Peraturan Daerah Kota Tangerang No 8 tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran dituntut untuk dicabut. Perda tersebut dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan bisa menimbulkan banyak penafsiran. Penolakan Perda yang menimbulkan multi tafsir itu dilakukan sejumlah seniman, aktifis sosial, dan praktisi hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK). Adapun yang menjadi keberatan LBH APIK terhadap Perda karena dianggap bertentangan dengan UU No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam

71

Wawancara pribadi dengan Tihadi, Tanggal 21 Agustus 2008

72

Chairil Akhmad, Orang Kerdil Takut Islam Besar,artikel diakses pada 10 agustus 2008 dari http://www.mail-archive.com/ppindia@yahoogroups.com/msg39478.html

73

KUHAP pasal 53 disebutkan, percobaan melakukan kejahatan dapat dipidana apabila maksud akan melakukan kejahatan itu sudah nyata dengan adanya permulaan membuat kejahatan itu dan perbuatan itu tidak diselesaikan hanyalah oleh sebab hal yang tidak bergantung kepada kehendaknya sendiri. Sedangkan Perda Kota Tangerang, menurut LBH-APIK melawan prinsip-prinsip KUHP karena razia yang dilakukan Pemkot Tangerang menimbulkan penangkapan dan penahanan berdasarkan anggapan atau persangkaan. LBH-APIK juga menganggap ketentuan Perda berdasarkan pada tanggapan, penilaian, dan keyakinan individu seperti yang tercantum dalam pasal 4 dan 5 Perda tesebut, sebagai salah satu bentuk perbuatan main hakim sendiri dan melanggar asas praduga tak bersalah. Perda yang mulai berlaku 23 November 2005 itu juga dianggap bertentangan dengan UU lainnya, seperti UU No 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.74 Adapun jenis hierarki Peraturan Perundang-undangan yaitu;

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c. Peraturan pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

74

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=141653diakses pada tanggal 12 Desember 2008

e. Peraturan Daerah.

Salah satu contoh kasus yang dianggap salah tangkap oleh petugas Tramtib terhadap Ny.Lilis Lindawati, seorang karyawan sebuah restoran di Cengkareng karena diduga sebagai pelacur. Lilis dikenakan tahanan selama empat hari karena suaminya, Kustoyo, yang bekerja sebagai guru SD tidak bisa membayar denda Rp 300.000. Denda ini ditetapkan majelis hakim yang diketuai Barmen Sinurat dalam sidang tindak pidana ringan (Tipiring) bersamaan HUT Kota Tangerang, Pada pukul 20.00. Lilis ditangkap petugas Trantib dan esoknya ia disidangkan bersama 27 wanita yang dituduh sebagai pelacur. Ketika itu ia pulang kerja dan naik angkutan kota Roda Niaga jurusan Kalideres, Tangerang. Ketika sampai di Gerendeng, ia turun dari angkot dan mencari tumpangan angkot lain menuju rumahnya di daerah Sepatan, Kabupaten Tangerang. Salah seorang seniman Tangerang, Wowok Hesti Prabowo, yang ikut menuntut dibebaskannya Lilis mengatakan, pengadilan Tipiring yang digelar di tengah pesta mengingatkan zaman bar-bar dimana sebuah kerajaan akan memenggal kepala seseorang di tengah perhelatan. Dalam kasus Lilis, kata Wowok, hukuman tiga hari kurungan ternyata molor satu hari, dan Lilis baru dibebaskan pada hari ke-4 pada pukul 09.35 WIB. 75

Meski ditentang sebagian masyarakat Perda No. 8/2005 (Perda anti pelacuran) lolos dari uji materiil atau tetap boleh diberlakukan. Pemerintah Kota Tangerang tetap akan menerapkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang

75

http://www.Indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=280534 diakses pada tanggal 12 Desember 2008

pelarangan pelacuran. Padahal, banyak kalangan menilai Perda itu multitafsir Pemberlakuan peraturan daerah (perda) itu didukung Ketua Komisi A DPRD Kota Tangerang Iskandar Zulkarnain (PPP) dan anggota Komisi A.Suratno Abubakar (PAN), yang menjadi ketua panitia khusus rancangan Perda tersebut. Menurut mereka, perda itu sudah cukup baik meski tidak tertutup kemungkinan dievaluasi. penegasan Wali Kota Tangerang Wahidin Halim bahwa penyidikan maupun penegakan Perda dilakukan secara selektif, tidak serabutan, dan tidak asal tangkap karena menghargai hak-hak masyarakat Tangerang.76

Dalam pelaksanaan Perda Kota Tangerang No. 8/2005 tentang pelarangan

Dokumen terkait