• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Dalam dokumen Bekasi, November 2012 Bappeda Kota Bekasi (Halaman 36-41)

BAB III LANDASAN TEORITIS

A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Metode penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu, metode penghitungan Produk Domestik

3-3 Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan metode penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada tahun dimana PDRB tersebut dihitung, sementara itu PDRB Atas Dasar Harga Konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa tersebut berdasarkan harga pada suatu tahun tertentu (tahun dasar), dalam penghitungan ini tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2000.

1. Metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB), metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode yaitu:

a. Metode Langsung, adalah metode penghitungan dengan mempergunakan data daerah secara terpisah sama sekali dengan data propinsi sehingga hasil penghitungannya memperlihatkan seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Metode langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan 3 macam pendekatan, diantaranya adalah sebegai berikut:

1) Pendekatan Produksi, yang dimaksud menghitung nilai tambah bruto dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan nilai produksi bruto dengan biaya yang dikeluarkan. Adapun penghitungan nilai produksi barang untuk masing-masing sektor dapat dilakukan sebagai berikut: untuk sektor-sektor primer yang produksinya bisa diperoleh secara langsung dari alam seperti pertanian, pertambangan dan penggalian, dicari kuantum produksi dengan satuan standar yang biasa digunakan. Setelah kuantum produksi didapat, ditentukan kualitas dari jenis barang yang dihasilkan. Satuan dan kualitas yang dipergunakan tidak selalu sama antar Kabupaten/ Kota maupun antar Propinsi. Selain itu diperlukan juga data harga per unit/ satuan dari

3-4 barang yang dihasilkan. Harga yang dipergunakan adalah harga produsen, yaitu harga yang terjadi pada transaksi pertama antara produsen dan konsumen. Nilai Produksi Barang (NPB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain menghitung nilai produksi utama, dihitung pula nilai produksi ikutan yang dihasilkan dengan anggapan bahwa nilai produksi ikutan mempunyai nilai ekonomi. Adapun produksi ikutan adalah produksi ikutan yang benar-benar dihasilkan sehubungan dengan produksi utama. Untuk sektor-sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri, listrik, gas, air minum, dan sektor bangunan, penghitungannya sama dengan sektor primer. Data yang diperlukan adalah kuantum produksi yang dihasilkan serta harga produksi masing-masing kegiatan sub sektor yang bersangkutan. Nilai Produksi Bruto (NPB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain itu dihitung juga produksi jasa yang digunakan sebagai pelengkap dan tergabung menjadi satu kesatuan dengan produksi utamanya. Untuk sektor-sektor tertentu yang secara umum produksinya berupa jasa seperti sektor perdagangan, restoran dan hotel, pengangkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan lainnya, sewa rumah, jasa perusahaan dan pemerintahan, untuk penghitungan kuantum produksinya dilakukan dengan mencari indikator produksi didasarkan pada karakteristik jasa yang dihasilkan serta disesuaikan dengan data penunjang lainnya yang tersedia. Selain itu diperlukan juga indikator harga dari masing-masing kegiatan, sub sektor yang bersangkutan. Output/ NTB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) merupakan perkalian antar indikator harga masing-masing komoditi/ jasa pada tahun yang bersangkutan.

2) Pendekatan Pendapatan, dalam pendekatan pendapatan nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan jalan

3-5 menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto. Dalam hal sektor pemerintahan dan usaha-usaha yang sifatnya tidak mencari untung surplus usaha tidak diperhitungkan contohnya, bunga netto, sewa tanah dan keuntungan. Metode pendekatan pendapatan ini banyak dipakai pada sektor yang produksinya berupa jasa seperti lembaga keuangan dan jasa-jasa.

3) Pendekatan Pengeluaran, pendekatan dari segi pengeluaran bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di suatu daerah. Jadi kalau dilihat dari segi penggunaan maka total supply dari barang dan jasa itu digunakan untuk: konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok.

b. Metode Tidak Langsung/ Alokasi, metode tidak langsung adalah dengan cara alokasi yaitu mengalokir/ membagi pendapatan dari Propinsi menjadi pendapatan di daerah Kabupaten/ kota dengan menggunakan berbagai macam indikator produksi sebagai alokator. Pemakaian metode alokasi memberikan kemungkinan untuk mempergunakan penghitungan Propinsi sebagai kontrol terhadap penghitungan masing-masing Kabupaten/Kota. Salah satu asumsi yang dipergunakan dalam metode alokasi adalah tersedianya data pendapatan dari Propinsi yang baik, sehingga dapat diperoleh alokasi yang baik pula untuk Kabupaten/ Kota.

2. Metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dari tahun ke tahun menggambarkan perkembangan yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam volume produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan perubahan dalam tingkat harganya. Oleh karena itu untuk mengukur

3-6 perubahan volume produksi atau perkembangan produktivitas secara nyata faktor pengaruh perubahan harga perlu dihilangkan dengan cara menghitung PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) ini berguna antara lain dalam perencanaan ekonomi, proyeksi dan untuk menilai pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. Ada 4 (empat) cara penghitungan nilai tambah Atas dasar harga konstan:

a. Revaluasi, dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar. Hasilnya merupakan output dan biaya antara Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Adapun nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Dalam praktek sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan karena mencakup komponen input yang sangat banyak disamping data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Oleh karena itu biaya antara Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) biasanya diperoleh dari perkalian antara output Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) masing-masing tahun dengan rasio tetap biaya antara terhadap output pada tahun dasar.

b. Ektrapolasi, nilai tambah masing-masing tahun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ektrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan sub sektor yang dihitung. Ekstrapolasi juga dapat dilakukan terhadap output Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), kemudian dengan menggunakan Ratio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).

3-7 c. Deflasi, nilai tambah Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) diperoleh dengan cara membagi nilai tambah Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) masing-masing tahun dengan indeks harga - Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan sebagainya, tergantung mana yang lebih cocok. Indeks harga diatas dapat pula dipakai sebagai inflator, dalam keadaan dimana nilai tambah Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dengan indeks harga tersebut.

d. Deflasi Berganda, dalam deflasi berganda ini yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk penghitungan output Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) biasanya merupakan IHK atau IHPB sesuai cakupan komoditinya. Sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.

Dalam dokumen Bekasi, November 2012 Bappeda Kota Bekasi (Halaman 36-41)

Dokumen terkait