• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bekasi, November 2012 Bappeda Kota Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bekasi, November 2012 Bappeda Kota Bekasi"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah S.W.T., atas segala pertolongan-Nya akhirnya tim kajian “Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011”, dapat menyelesaikan laporan kajian ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Seperti kita ketahui bersama, dengan mengamati indikator ekonomi makro pada suatu wilayah dapat memberikan banyak manfaat, selain sebagai bahan perencanaan pembangunan ekonomi dapat juga sebagai bahan evaluasi hasil pembangunan yang sudah dilakukan dalam periode tertentu.

Indikator ekonomi yang telah disusun dan dilakukan analisa secara lebih mendalam dalam kajian ini meliputi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik itu Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mapun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), PDRB per Kapita, baik itu Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mapun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), baik itu Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mapun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), Inflasi dan Indeks Harga Implisit (IHI), Ekspor-Impor, Keuangan Daerah (APBD, PAD), dan Investasi, serta, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta komponen-komponen yang terkait lainnya dengan IPM, seperti Indeks Kesehatan, Indeks Pendidikan, serta Indeks Standar Hidup Layak (Daya Beli).

Kajian ini sendiri meliputi bagian-bagian yang terdiri atas: pendahuluan, gambaran umum indikator ekonomi makro Kota Bekasi, landasan teoritis dan metodologi penelitian, hasil analisis, serta kesimpulan dan rekomendasi yang tentunya terkait dengan langkah-langkah strategis yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kota Bekasi untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian Kota Bekasi dimasa-masa yang akan datang. Akhir kata kami ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu selesainya kajian ini.

Bekasi, November 2012

(3)

ii

 

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Tabel ... v

Daftar Gambar ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1-1 1.2 Maksud ... 1-3 1.3 Tujuan ... 1-4 1.4 Sasaran ... 1-4 1.5 Manfaat ... 1-5 1.6 Ruang Lingkup ... 1-5 1.7 Sistematika Penelitian ... 1-6

BAB II GAMBARAN UMUM INDIKATOR EKONOMI MAKRO

2.1. Pengertian ... 2-1 2.2. Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi ... 2-2

BAB III LANDASAN TEORITIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Landasan Teoritis ... 3-1 3.2. Metodologi Penelitian ... 3-19

(4)

iii

 

BAB IV ANALISIS INDIKATOR EKONOMI MAKRO

4.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 4-1 4.2. PDRB Per Kapita ... 4-7 4.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) ... 4-10 4.4. Inflasi dan Indeks Harga Implisit (IHI) ... 4-12 4.5. Ekspor-Impor ... 4-14 4.6. Keuangan Daerah (APBD, PAD) ... 4-16 4.7. Investasi ... 4-18 4.8. Analisa Komparatif Dengan Kota/Kabupaten di Jawa Barat ... 4-21 4.8.1 Indeks Pembangunan Manusia ... 4-21 4.8.2 Komponen IPM-Angka Harapan Hidup (Indeks Kesehatan) .... 4-27 4.8.3 Komponen IPM-Angka Melek Huruf (Indeks Pendidikan) ... 4-29 4.8.4 Komponen IPM-Rata-rata Lama Sekolah (Indeks Pendidikan) . 4-31 4.8.5 Komponen IPM-Pengeluaran per Kapita di Sesuaikan (Indeks

Standar Hidup Layak/Indeks Kemampuan Daya Beli) ... 4-33 4.9. Hasil Analisis Indikator Ekonomi Makro ... 4-35

4.9.1 Analisa Pengaruh Inflasi Terhadap PDRB-ADHB ... 4-35 4.9.2 Analisa Pengaruh Inflasi Terhadap PDRB-ADHK ... 4-36 4.9.3 Analisa Pengaruh Ekspor Terhadap PDRB-ADHB ... 4-37 4.9.4 Analisa Pengaruh Ekspor Terhadap PDRB-ADHK ... 4-37 4.9.5 Analisa Pengaruh Impor Terhadap PDRB-ADHB ... 4-38 4.9.6 Analisa Pengaruh Impor Terhadap PDRB-ADHK ... 4-39 4.9.7 Analisa Pengaruh Government Expenditure Terhadap

PDRB-ADHB ... 4-40 4.9.8 Analisa Pengaruh Government Expenditure Terhadap

PDRB-ADHK ... 4-41 4.9.9 Analisa Pengaruh PDRB-ADHB Terhadap IPM ... 4-41 4.9.10 Analisa Pengaruh PDRB-ADHK Terhadap IPM ... 4-42 4.9.11 Analisa Pengaruh LPE-ADHB Terhadap IPM ... 4-43 4.9.12 Analisa Pengaruh LPE-ADHK Terhadap IPM ... 4-44 4.9.13 Analisa Pengaruh Government Expenditure Terhadap IPM ... 4-45 4.9.14 Analisa Pengaruh Ekspor Terhadap IPM ... 4-46

(5)

iv

 

4.9.15 Analisa Pengaruh Impor Terhadap IPM ... 4-46 4.9.16 Analisa Pengaruh Inflasi Terhadap IPM ... 4-47

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan ... 5-1 5.2. Rekomendasi ... 5-10

(6)

v

 

1. Tabel 2.1 PDRB-ADHB dan PDRB-ADHK Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 2-3 2. Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Kota Bekasi Tahun 2005-2011 ... 2-4 3. Tabel 2.3 LPE-ADHB dan LPE-ADHK Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 2-7 4. Tabel 2.4 Inflasi dan Indeks Harga Implisit/IHI Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 2-8 5. Tabel 2.5 Nilai Ekspor & Impor Kota Bekasi Tahun 2005-2011 ... 2-9 6. Tabel 2.6 Pos Pendapatan/Pengeluaran APBD Kota Bekasi

Tahun 2008-2010 ... 2-11 7. Tabel 2.7 Pos Belanja APBD Kota Bekasi Tahun 2008-2010 ... 2-13 8. Tabel 2.8 Investasi Kota Bekasi Berdasarkan Jenis Industri

Tahun 2008-2011 ... 2-16 9. Tabel 2.9 Investasi Kota Bekasi Berdasarkan Skala

Tahun 2008-2011 ... 2-16 10. Tabel 2.10 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bekasi

Tahun 2006-2011 ... 2-18 11. Tabel 4.1 Pertumbuhan PDRB-ADHB dan ADHK Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 4-1 12. Tabel 4.2 Distribusi Sektoral PDRB-ADHB Kota Bekasi

Tahun 2005-2011,Juta Rupiah ... 4-4 13. Tabel 4.3 Distribusi Sektoral PDRB-ADHK Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 4-6 14. Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Kota Bekasi Tahun 2005-2011 ... 4-8 15. Tabel 4.5 PDRB-ADHB dan PDRB-ADHK per Kapita Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 4-9 16. Tabel 4.6 Pertumbuhan LPE-ADHB dn LPE-ADHK Kota Bekasi

(7)

vi

 

Tahun 2005-2011 ... 4-10 17. Tabel 4.7 Inflasi dan Indeks Harga Implisit (IHI) Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 4-12 18. Tabel 4.8 Nilai Ekspor-Impor Kota Bekasi Tahun 2005-2011 ... 4-15 19. Tabel 4.9 Realisasi Pengeluaran dan Penerimaan Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 4-17 20. Tabel 4.10 Investasi Kota Bekasi Berdasarkan Kelompok Industri

Tahun 2008-2011 ... 4-19 21. Tabel 4.11 Investasi Kota Bekasi Berdasarkan Kelompok Skala

Industri Tahun 2008-2011 ... 4-20 22. Tabel 4.12 IPM Kota Bekasi dan Kota/Kabupaten Pembanding

di Jawa Barat Tahun 2006-2011 ... 4-23 23. Tabel 4.13 Rangking Kota Bekasi dan Kota/Kabupaten Pembanding

di Jawa Barat Tahun 2006-2011 ... 4-25 24. Tabel 4.14 IPM Jawa Barat dan Provinsi Pembanding di Indonesia

Tahun 2005-2010 ... 4-26 25. Tabel 4.15 IPM-Angka Harapan Hidup Kota Bekasi

Tahun 2006-2011 ... 4-28 26. Tabel 4.16 IPM-Angka Melek Huruf Kota Bekasi

Tahun 2006-2011 ... 4-30 27. Tabel 4.17 IPM-Rata-rata Lama Sekolah Kota Bekasi

Tahun 2006-2011 ... 4-32 28. Tabel 4.18 IPM-Pengeluaran perKapita disesuaikan

Tahun 2006-2011 ... 4-34 29. Tabel 4.19 PDRB-ADHB dan Inflasi Kota Bekasi Tahun 2005-2011 ... 4-35 30. Tabel 4.20 PDRB-ADHK dan Inflasi Kota Bekasi Tahun 2005-2011 ... 4-36 31. Tabel 4.21 PDRB-ADHB dan Ekspor Kota Bekasi Tahun 2005-2011 .... 4-37 32. Tabel 4.22 PDRB-ADHK dan Ekspor Kota Bekasi Tahun 2005-2011 .... 4-38 33. Tabel 4.23 PDRB-ADHB dan Impor Kota Bekasi Tahun 2005-2011 ... 4-38 34. Tabel 4.24 PDRB-ADHK dan Impor Kota Bekasi Tahun 2005-2011 ... 4-39 35. Tabel 4.25 PDRB-ADHB dan Government Expenditure

(8)

vii

 

36. Tabel 4.26 PDRB-ADHK dan Government Expenditure

Kota Bekasi Tahun 2005-2011 ... 4-41 37. Tabel 4.27 PDRB-ADHB dan IPM Kota Bekasi Tahun 2006-2011 ... 4-42 38. Tabel 4.28 PDRB-ADHK dan IPM Kota Bekasi Tahun 2006-2011 ... 4-43 39. Tabel 4.29 LPE-ADHB dan IPM Kota Bekasi Tahun 2006-2011 ... 4-43 40. Tabel 4.30 LPE-ADHK dan IPM Kota Bekasi Tahun 2006-2011 ... 4-44 41. Tabel 4.31 Government Expenditure dan IPM Kota Bekasi

Tahun 2006-2011 ... 4-45 42. Tabel 4.32 Ekspor dan IPM Kota Bekasi Tahun 2006-2011 ... 4-46 43. Tabel 4.33 Impor dan IPM Kota Bekasi Tahun 2006-2011 ... 4-47 44. Tabel 4.34 Inflasi dan IPM Kota Bekasi Tahun 2006-2011 ... 4-47

(9)

viii

 

1. Grafik 2.1 Jumlah Penduduk Kota Bekasi Tahun 2005-2011 ... 2-4 2. Grafik 2.2 Pertumbuhan Kota Bekasi Tahun 2005-2011 ... 2-5 3. Grafik 2.3 Pendapatan Asli Daerah/PAD Kota Bekasi

Tahun 2008-2010 ... 2-12 4. Grafik 2.4 Belanja Aparatur Daerah Kota Bekasi

Tahun 2008-2010 ... 2-13 5. Grafik 4.1 Pertumbuhan PDRB-ADHB dan ADHK Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 4-2 6. Grafik 4.2 Distribusi Sektoral PDRB-ADHB Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 4-5 7. Grafik 4.3 Distribusi Sektoral PDRB-ADHK Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 4-7 8. Grafik 4.4 PDRB-ADHB dan PDRB-ADHK per Kapita Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 4-9 9. Grafik 4.5 Pertumbuhan LPE-ADHB dn LPE-ADHK Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 4-11 10. Grafik 4.6 Laju Inflasi Tahun 2005-2011 ... 4-13 11. Grafik 4.7 Indeks Harga Implisit (IHI) Tahun 2005-2011 ... 4-13 12. Grafik 4.8 Pertumbuhan Ekspor-Impor Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 4-16 13. Grafik 4.9 Realisasi Pengeluaran dan Penerimaan Kota Bekasi

Tahun 2005-2011 ... 4-17 14. Grafik 4.10 Investasi Kota Bekasi Berdasarkan Kelompok Industri

Tahun 2008-2011 ... 4-19 15. Grafik 4.11 Investasi Kota Bekasi Berdasarkan Kelompok Skala

(10)

1-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Data yang memperlihatkan kinerja perekonomian suatu daerah disebut dengan indikator ekonomi makro daerah. Sebagian indikator ekonomi makro merupakan turunan dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB menggambarkan besarnya nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu daerah pada waktu tertentu, biasanya dalam kurun waktu setahun. Data PDRB disajikan dalam dua jenis, yaitu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan. Indikator ekonomi yang dapat diturunkan dari PDRB yaitu Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB dan data PDRB Perkapita. Laju Pertumbuhan Ekonomi dapat melihat perkembangan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. Kontribusi sektoral memperlihatkan peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan PDRB. Sedangkan PDRB perkapita memberikan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk di Kota Bekasi.

Dalam proses perencanaan, salah satu rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah adalah dengan membuat suatu rencana ekonomi. Rencana ekonomi yang baik tentunya memerlukan data sebagai bahan acuan perencanaan. Indikator ekonomi makro yang sering digunakan sebagai acuan untuk proses perencanaan dan evaluasi proses pembangunan antara lain Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Pendapatan Perkapita dan Inflasi. Dengan tersedianya indikator ekonomi makro yang berkesinambungan, akan membantu para perencana dalam proses pembangunan itu sendiri sehingga menjadi lebih efisien dan efektif.

(11)

1-2 Data inflasi diperlukan dalam membuat rencana ekonomi suatu daerah. Inflasi mengukur kenaikan tingkat harga, dengan mengetahui data inflasi dan menganalisisnya, rencana yang dibuat menjadi lebih tepat sasaran dan efisien. Kota Bekasi merupakan salah satu kota di Indonesia yang menjadi sampel Survei Biaya Hidup (SBH). Dengan menjadi sampel kota SBH, maka Kota Bekasi menghitung sendiri data inflasinya dengan pengawasan BPS Pusat. Dengan menganalisis data inflasi, dapat dievaluasi pembangunan yang sudah dilaksanakan dan menjadi bahan pertimbangan bagi perencanaan dimasa-masa mendatang.

Selain itu dalam penyusunan indikator ekonomi makro daerah juga membandingkan data PDRB daerah tersebut dengan daerah di sekitarnya menggunakan analisis Location Quotient (LQ) untuk melihat keuntungan komparatif suatu daerah terhadap daerah pembandingnya. Metode LQ adalah suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan.

Mengamati indikator ekonomi makro pada suatu wilayah dapat memberikan banyak manfaat, selain sebagai bahan perencanaan pembangunan ekonomi dapat juga sebagai bahan evaluasi hasil pembangunan yang sudah dilakukan dalam periode tertentu. Di tahun ini, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bekasi melakukan penyusunan indikator ekonomi makro Kota Bekasi, yang nantinya digunakan sebagai bahan rujukan perencanaan dan evaluasi pembangunan ekonomi. Indikator ekonomi yang akan disusun meliputi, Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Keuangan daerah Otonom, dan Investasi.

Keberadaan indikator ekonomi makro yang dimiliki oleh Kota Bekasi dan juga telah disusun dalam penelitian sebelumnya yang akan dijadikan dasar pijakan bagi penelitian ini untuk melakukan analisis yang lebih mendalam melalui pengolahan data-data tersebut dengan menggunakan ilmu statistik. Hal ini dimaksudkan agar indikator-indikator tersebut bisa benar-benar

(12)

1-3 merefleksikan kondisi perekonomian Kota Bekasi saat ini dan juga bisa digunakan oleh Pemerintah Kota Bekasi sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan atau kebijakan dimasa yang akan datang, terutama terkait dengan sektor perekonomian yang akan menunjang pertumbuhan Kota Bekasi ke arah yang lebih baik lagi.

Atas dasar penjelasan tersebut diatas, maka dianggap perlu bagi Pemerintah Kota Bekasi untuk melanjutkan lebih detail lagi penelitian sebelumnya, yang hanya terbatas terhadap Penyusunan Indikator Ekonomi Makro saja menjadi penelitian yang lebih mendalam lagi, yaitu tentang “Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011”.

1.2. MAKSUD

Maksud dari kegiatan Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 di Kota Bekasi ini adalah untuk membuat buku yang berisi indikator ekonomi Kota Bekasi yang dilihat secara makro dan bisa dijadikan sebagai bahan atau acuan berbagai pihak yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi di Kota Bekasi. Indikator ekonomi makro yang disajikan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan data-data ekonomi makro turunan lainnya sejak tahun 2005 hingga tahun 2011.

PDRB Kota Bekasi yang akan disusun adalah PDRB menurut lapangan usaha (sektoral) tahun 2005-2011. PDRB Kota Bekasi sendiri diharapkan dapat menggambarkan besarnya Pendapatan per Kapita, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) serta struktur ekonomi dan pergeseran antar sektor. Selain diharapkan dapat memberikan gambaran berbagai karakteristik tahun 2011 sebagaimana disebutkan diatas, data PDRB Kota Bekasi Tahun 2011 juga merupakan kesinambungan data PDRB tahun-tahun sebelumnya.

Dengan demikian perkembangannya dapat diamati dari tahun ke tahun. Analisis ekonomi makro yang akan dibangun mencakup Kota Bekasi dibandingkan dengan kota yang menghitung inflasi sendiri lainnya, khususnya di Provinsi Jawa Barat.

(13)

1-4 1.3. TUJUAN

Tujuan dari Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 sebagai buku indikator ekonomi makro adalah sebagai bahan atau pedoman bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengembangan ekonomi di Kota Bekasi.

Buku ini akan memberikan gambaran atau pendekatan yang dapat mempermudah perencanaan pembangunan bidang ekonomi Kota Bekasi dan juga bisa dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan kegiatan pembangunan dengan penjabaran sebagai berikut:

A. Mengindentifikasi data perekonomian, dalam hal ini pendapatan (PDRB) Kota Bekasi berdasarkan lapangan usaha Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) maupun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), beserta turunan indikator-indikator ekonomi makro Kota Bekasi lainnya.

B. Menganalisa perekonomian Kota Bekasi berdasarkan data PDRB Kota Bekasi tahun 2005-2011;

C. Menganalisa perekonomian Kota Bekasi terhadap perekonomian beberapa daerah di Jawa Barat untuk mengetahui keuntungan komparatif yang dimiliki Kota Bekasi;

D. Menganalisa prospek perekonomian Kota Bekasi tahun yang akan datang berdasarkan data PDRB tahun 2005-2011.

1.4. SASARAN

Berdasarkan tujuan tersebut, sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:

A. Teridentifikasinya atau tersedianya dara perekonomian Kota Bekasi selama tahun 2005-2011;

B. Tersedianya analisis perekonomian makro Kota Bekasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi perekonomian Kota Bekasi;

C. Tersedianya analisis perekonomian Kota Bekasi menggunakan analisis LQ untuk melihat keunggulan komparatif Kota Bekasi terhadap Provinsi Jawa Barat;

(14)

1-5 D. Tersedianya prospek perekonomian Kota Bekasi berdasarkan data

PDRB tahun 2005-2011

1.5. MANFAAT

Manfaat yang diharapkan dari adanya buku indikator ekonomi makro ini antara lain:

A. Perencanaan pembangunan Kota Bekasi yang lebih fokus dan lebih terarah lagi;

B. Sebagai bahan acuan bagi para pengambil kebijakan dalam perencanaan pembangunan untuk mengembangkan salah satu sektor ataupun pengembangan ekonomi Kota Bekasi secara komprehensif.

1.6. RUANG LINGKUP

Kegiatan perencanaan ini dilakukan dalam ruang lingkup wilayah Kota Bekasi dengan batas koordinat 106o48’28” - 107o27’29” Bujur Timur (BT) dan 6o10’6” - 6o30’6” Lintang Selatan (LS). Sementara itu lingkup tugas pekerjaan, meliputi hal-hal sebagai berikut:

A. Pengumpulan Data, terdiri dari:

1. Data Primer, yakni data dan informasi yang diperoleh secara langsung di lokasi penelitian dengan tujuan untuk melihat kondisi lapangan secara langsung sebagai bahan perbandingan terhadap data sekunder.

2. Data Sekunder, yakni data dan informasi yang diperoleh melalui instansi terkait berupa dokumen-dokumen, peta, maupun laporan.

B. Analisis Data, dilakukan pada kelompok data maupun informasi yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dalam pengembangan ekonomi Kota Bekasi, yaitu meliputi:

(15)

1-6 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Atas Dasar Harga

Berlaku (ADHB) maupun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2. Pendapatan per Kapita

3. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) 4. Inflasi dan Indeks Harga Implisit (IHI) 5. Ekspor-Impor

6. Keuanga Daerah (APBD/ PAD) 7. Investasi

8. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Adapun cakupan waktu penelitian yang akan digunakan dalam penyusunan analisis indikator ekonomi Kota Bekasi ini adalah selama 7 (tujuh) tahun berturut-turut yaitu dari tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011. Analisis deskriptif dilakukan terhadap materi dari berbagai sumber data dari institusi seperti BPS-pusat, dinas-dinas terkait dilingkungan pemerintah Kota Bekasi, dan berbagai sumber lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

1.7. SISTEMATIKA PENELITIAN

Sistematika pelaporan penelitian ini akan mengikuti sistematika pelaporan akademik yang berlaku pada umumnya. Adapun tahapan dan isi laporan meliputi hal-hal sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Berisi pembahasan terkait dengan latar belakang, maksud, tujuan, sasaran, manfaat, ruang lingkup, serta sistematika pelaporan dalam penelitian ini.

Bab II Gambaran Umum Indikator Ekonomi Makro

Berisi pembahasan terkait dengan gambaran umum beberapa indikator ekonomi makro Kota Bekasi yang dirasakan perlu dan berpengaruh cukup signifikan dalam membantu proses analisis statistik pada Bab-4 penelitian ini.

(16)

1-7 Bab III Landasan Teoritis & Metodologi Penelitian

Berisi pembahasan terkait landasan teoritis dan metodologi penelitian yang akan digunakan dalam peneitian ini.

Bab IV Hasil Analisis Indikator Ekonomi Makro

Berisi pembahasan terkait dengan hasil pengolahan data-data statistik terhadap indikator-indikator ekonomi makro sebagaimana sudah disajikan dalam Bab-2.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi

Berisi pembahasan terkait kesimpulan serta beberapa rekomendasi atas penelitian ini.

(17)

2-1

BAB II

GAMBARAN UMUM

INDIKATOR EKONOMI MAKRO

2.1.

PENGERTIAN

Indikator merupakan petunjuk yang memberikan indikasi tentang suatu keadaan dan merupakan refleksi dari keadaan tersebut. Dalam definisi lain, indikator dapat dikatakan sebagai variabel penolong dalam mengukur perubahan. Variabel-variabel ini terutama digunakan apabila perubahan yang akan dinilai tidak dapat diukur secara langsung.

Indikator yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: (1) sahih (valid), indikator harus dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya akan diukur oleh indikator tersebut; (2) objektif, untuk hal yang sama indikator harus memberikan hasil yang sama pula, walaupun dipakai oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda; (3) sensitif, perubahan sekecil apapun harus mampu dideteksi oleh indikator; (4) spesifik, indikator hanya mengukur perubahan situasi yang dimaksud.

Namun demikian perlu disadari bahwa tidak ada ukuran baku yang benar-benar dapat mengukur tingkat kesejahteraan seseorang atau masyarakat, baik dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi ataupun dalam konteks pembangunan manusia. Indikator bisa bersifat tunggal (indikator tunggal) yang isinya terdiri atas satu indikator, seperti Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Angka Kematian Bayi (AKB). Ada pula yang bersifat jamak (indikator komposit) yang merupakan gabungan dari beberapa indikator, seperti Indeks Mutu Hidup (IMH) yang merupakan gabungan dari 3 (tiga) indikator yaitu Angka Melek Huruf (AMH), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup (AHH) dari anak usia 1 (satu) tahun.

(18)

2-2 Menurut jenisnya, indikator dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok indikator, yaitu:

A. Indikator Input, yang berkaitan dengan penunjang pelaksanaan program dan turut menentukan keberhasilan program, seperti: rasio murid-guru, rasio murid-kelas, rasio dokter, rasio puskesmas.

B. Indikator Proses, yang menggambarkan bagaimana proses pembangunan berjalan, seperti: Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), rata-rata jumlah jam kerja, rata-rata jumlah kunjungan ke puskesmas, persentase anak balita yang ditolong dukun.

C. Indikator Output/ Outcome, yang menggambarkan bagaimana hasil (output) dari suatu program kegiatan telah berjalan, seperti: persentase penduduk dengan pendidikan SMU ke atas, AKB, Angka Harapan Hidup, TPAK, dan lain-lain.

2.2.

INDIKATOR EKONOMI MAKRO KOTA BEKASI

Terdapat berbagai macam indikator makro ekonomi yang seringkali dimunculkan dalam setiap penyusunan ataupun evaluasi pembangunan sebuah perekonomian. Dalam Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 ini, fokus utamanya yaitu terhadap beberapa indikator ekonomi makro seperti: Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan per Kapita, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Inflasi dan Indeks Harga Implisit (IHI), Ekspor-Impor, Keuangan Daerah (APBD/ PAD), Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) lebih populer dengan istilah Pendapatan Regional (Regional Income) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi disuatu wilayah. Beberapa indikator turunan dari PDRB antara lain: Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Struktur Perekonomian, Pendapatan per Kapita, Indeks Harga Implisit dan Inflasi.

(19)

2-3 Berikut ini dalam tabel 2.1 disajikan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011:

Tabel 2.1

(PDRB-ADHB dan PDRB-ADHK Kota Bekasi Tahun 2005-2011)

Tahun (Juta Rupiah) PDRB -ADHB Pertumbuhan PDRB-ADHB (Juta Rupiah) PDRB-ADHK Pertumbuhan PDRB-ADHK

2005 19.226.331,12 23,1% 11.739.946,23 5,6% 2006 22.376.414,93 16,4% 12.453.012,96 6,1% 2007 25.419.184,81 13,6% 13.255.153,53 6,4% 2008 29.525.360,38 16,2% 14.042.404,18 5,9% 2009 31.475.387,85 6,6% 14.622.593,73 4,1% 2010 35.679.065,36 13,4% 15.476.100,56 5,8% 2011 40.528.807,92 13,6% 16.571.540,11 7,1%

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi

Pertumbuhan rata-rata PDRB-ADHB mencapai 14,7%, dimana pertumbuhan tertinggi berada pada tahun 2005, yaitu mencapai pertumbuhan sebesar 23,1%, sedangkan pertumbuhan yang paling rendah yaitu hanya mencapai 6,6% berada pada tahun 2009. Sementara itu pertumbuhan rata-rata PDRB-ADHK mencapai 5,85% dimana pertumbuhan tertinggi berada pada tahun 2011 dimana mencapai angka 7,1%, sementara itu pertumbuhan yang paling rendah juga berada pada tahun 2009 atau hanya mencapai 4,1% saja.

B. Pendapatan (PDRB) per Kapita

PDRB per Kapita merupakan data turunan yang bisa kita hasilkan dari PDRB. Untuk mendapatkan PDRB Kota Bekasis per Kapita, maka terlebih dahulu disajikan jumlah pertumbuhan penduduk Kota Bekasi sejak tahun 2005 hinggga tahun 2011, sebagaimana terlihat melalui tabel dan grafik dibawah ini:

(20)

2-4 Tabel 2.2

(Jumlah Penduduk Kota Bekasi Tahun 2005-2011)

Tahun Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk (%) 2005 2.001.899 - 2006 2.071.444 3,47% 2007 2.143.804 3,49% 2008 2.238.717 4,43% 2009 2.319.518 3,61% 2010 2.334.871 0,66% 2011 2.422.922 3,77%

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi

Grafik 2.1

(Grafik Jumlah Penduduk Kota Bekasi Tahun 2005-2011)

500.000 1.000.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000 3.000.000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk

Sumber: Hasil Olah Data

Melalui tabel dan grafik diatas dapat kita lihat bahwa sejak tahun 2005, jumlah penduduk Kota Bekasi sudah mencapai jumlah 2.001.899 jiwa, kemudian pada tahun 2006 meningkat menjadi 2.071.44 jiwa atau tumbuh sebesar 3,47%. Pada tahun 2007 kembali tumbuh 3,49% atau menjadi 2.143.804 jiwa.

Peningkatan jumlah penduduk Kota Bekasi tertinggi terjadi pada tahun 2008, dimana melonjak hingga mencapai 2.238.717 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,43%, kemudian ditahun berikutnya (2009) kembali meningkat sebesar 3,61% atau menjadi 2.319.518 jiwa.

(21)

2-5 Grafik 2.2

(Grafik Pertumbuhan Penduduk Kota Bekasi Tahun 2005-2011)

Sumber: Hasil Olah Data

Sementara itu pertumbuhan paling rendah terjadi pada tahun 2010, dimana pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bekasi hanya tumbuh sebesar 0,66% hingga berada pada kisaran 2.334.871 jiwa. Namun pada tahun 2011 kembali tumbuh sebesar 3,77% atau hingga berada pada kisaran 2.422.922 jiwa. Dengan kata lain sejak tahun 2005 hingga tahun 2011, telah terjadi pertumbuhan sebesar 21,03% atau jumlah penduduk Kota Bekasi mengalami kenaikan sebesar 421.023 jiwa, dari 2.001.899 jiwa pada tahun 2005, melonjak hingga menjadi 2.422.922 jiwa pada tahun 2011.

Pendapatan per Kapita Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 adalah dengan membagi jumlah total PDRB dengan jumlah penduduk seperti sudah disajikan diatas. Hasil perhitungan Pendapatan Per Kapita tersebut akan disajikan dan di analisis lebih mendetail dalam bab berikutnya.

C. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

Indikator ekonomi lainnya yang dapat diturunkan dari PDRB yaitu Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Laju Pertumbuhan Ekonomi dapat melihat perkembangan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. Kontribusi sektoral memperlihatkan peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan PDRB. Sedangkan PDRB perkapita memberikan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk di Kota Bekasi.

(22)

2-6 Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya diartikan sebagai suatu proses dimana PDB Riil atau Pendapatan Riil per Kapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas per Kapita (Dominique Salvator: 1997). Sementara itu Gerardo (1991) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi (economic growth) didefinisikan sebagai peningkatan dalam kapasitas suatu bangsa jangka panjang untuk memproduksi aneka barang dan jasa bagi rakyatnya. Kapasitas ini bertumpu pada kemajuan teknologi produksi. Secara konvensional, pertumbuhan diukur dengan kenaikan pendapatan nasional (PNB, PDB) perkapita.

Teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Robert Solow menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan kemajuan teknologi. Pandangan teori ini didasarkan kepada anggapan yang mendasari analisis klasik, yaitu perekonomian akan tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Dengan kata lain, sampai dimana perekonomian akan berkembang tergantung pada pertambahan pernduduk, akumulasi kapital, dan kemajuan teknologi (Lincolin Arsyad, 1999).

Dalam proses perencanaan, salah satu rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah adalah dengan membuat suatu rencana ekonomi. Rencana ekonomi yang baik tentunya memerlukan data sebagai bahan acuan perencanaan. Indikator ekonomi makro yang sering digunakan sebagai acuan untuk proses perencanaan dan evaluasi proses pembangunan antara lain Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE).

Berikut ini disajikan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011, baik itu melalui dasar perhitungan dengan menggunakan nilai total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHK), maupun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).

(23)

2-7 Tabel 2.3

(LPE-ADHB dan LPE-ADHK Kota Bekasi Tahun 2005-2011)

Tahun LPE-ADHB LPE-ADHK

2005 23,09% 5,64% 2006 16,38% 6,07% 2007 13,60% 6,44% 2008 16,15% 5,94% 2009 6,60% 4,13% 2010 13,36% 5,84% 2011 13,59% 7,08%

Sumber: Hasil Olah Data

D. Inflasi dan Indeks Harga Implisit (IHI)

Inflasi adalah suatu keadaan dalam perekonomian di mana terjadi kenaikan harga-harga secara umum. Kenaikan dalam harga barang dan jasa yang biasa terjadi jika permintaan bertambah dibandingkan dengan jumlah penawaran atau persediaan barang di pasar, dalam hal ini lebih banyak uang yang beredar yang digunakan untuk membeli barang dibanding dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia. Tidak semua kenaikan harga selalu diidentikan dengan inflasi, misalnya kenaikan harga pada hari Lebaran, ini hanya gejolak pasar yang terjadi sesaat saja dan tidak berlangsung terus-menerus. Setiap negara pasti mengalami inflasi dengan tingkat yang berbeda-beda, inflasi yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor yang berbeda-beda.

Beberapa penyebab inflasi diantaranya bisa disebabkan oleh sektor ekspor-impor, tabungan atau investasi, pengeluaran dan penerimaan negara, sektor pemerintah dan swasta. Biasanya untuk mengukur tingkat inflasi dapat menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK). Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) dan GDP Deflator atau Indeks Harga Implisit (IHI).

Indeks Harga Implisit (IHI) adalah suatu indeks harga yang mengambarkan perbandingan antara nilai produk atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan, sedangkan perubahan Indeks Harga Implisit (IHI) mencerminkan tingkat inflasi yang tejadi dalam suatu periode. Perubahan Indeks Harga Implisit (IHI) dapat dianggap lebih menggambarkan tingkat inflasi yang menyeluruh dibandingkan dengan indikator inflasi lainnya seperti Indeks

(24)

2-8 Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Sembilan Bahan Pokok. Hal ini disebabkan Indeks Harga Implisit (IHI) sudah mewakili semua jenis harga yaitu harga konsumen, harga produsen, harga perdagangan besar, harga eceran dan harga lainnya yang sesuai dengan berbagai jenis harga yang dipergunakan dalam penghitungan nilai produksi setiap sektor. Inflasi sendiri dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiper inflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun, inflasi sedang antara 10%-30% setahun, sementara itu inflasi berat terjadi jika kenaikan harga antara 30%-100% setahun, dan hiper-inflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Berikut ini juga disajikan data Inflasi dan Indeks Harga Implisit (IHI) Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011, yaitu sebagaimana tampak melalui tabel 2.4 seperti dibawah ini:

Tabel 2.4

(Inflasi dan Indeks Harga Implisit/ IHI Kota Bekasi Tahun 2005-2011)

Tahun Inflasi Indeks Harga Implisit (IHI)

2005 16,88% 163,77% 2006 6,53% 179,69% 2007 4,85% 191,77% 2008 10,10% 210,26% 2009 1,93% 215,25% 2010 7,88% 230,54% 2011 3,45% 244,57%

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi

E. Ekspor-Impor

Kinerja Ekspor Kota Bekasi sebagaimana tampak pada tabel 2.5 dibawah, cenderung mengalami peningkatan dari tahun ketahun (2005-2009). Untuk volume ekspor, pada tahun 2005 mencapai nilai US$ 152,5 juta, namun mengalami penurunan pada tahun berikutnya (2006) karena pada tahun tersebut hanya berhasil dicapai volume ekspor sebesar US$ 138,6 juta. Pada tahun berikutnya (2007), volume ekspor Kota Bekasi kembali mengalami

(25)

2-9 peningkatan yang cukup berarti hingga mencapai nilai US$ 152,5 juta dan kembali meningkat menjadi US$ 167,8 juta pada tahun berikutnya (2008).

Peningkatan yang cukup siginifikan hingga mencapai lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya adalah pada tahun 2009, dimana nilai volume ekspor Kota Bekasi mencapai nilai US$ 366,1 juta dalam satu tahun. Meskipun nilai ekspor Kota bekasi sempat anjlok hingga berada pada kisaran US$ 315,4 juta, namun lonjakan cukup signifikan kembali terjadi pada tahun 2011, dimana nilai total ekspor Kota Bekasi pada tahun 2011 mencapai angka US$ 536,4 juta.

Tabel 2.5

(Nilai Ekspor & Impor Kota Bekasi Tahun 2005-2011)

Tahun Ekspor (US$) Impor (US$)

2005 152.513.254,00 31.698.837,00 2006 138.690.042,10 38.038.604,75 2007 152.559.046,31 45.646.325,00 2008 167.814.950,94 52.493.273,75 2009 366.141.711,71 63.790.255,84 2010 315.480.103,77 66.403.991,29

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi

Sementara itu volume impor Kota Bekasi cenderung meningkat stabil dari tahun ke tahun meskipun tidak terlalu mencolok seperti nilai ekspor pada tahun 2009. Pada tahun 2005 volume impor mencapai nilai US$ 31,6 juta, lalu meningkat menjadi US$ 38 juta pada tahun berikutnya (2006). Tahun 2007 volume impor Kota Bekasi kembali mengalami peningkatan hingga mencapai nilai US$ 45,6 juta, lalu meningkat menjadi US$ 52,4 juta pada tahun 2008 dan menjadi US$ 63,7 juta pada tahun 2009. Semantara itu pada tahun 2010 nilai impor Kota Bekasi mencapai US$ 66,4 juta dan melonjak hinga hampir mencapai 2 (dua) kali lipat hingga menjadi US$ 122,8 juta pada tahun 2011.

Positifnya nilai ekspor Kota Bekasi dari tahun ke tahun (2005-2011) merefleksikan kondisi surflus, dimana cadangan devisa Kota Bekasi cukup baik dan bisa menghandle atau mengkompensasi nilai impor Kota Bekasi dengan cukup baik pula. Surflusnya nilai ekspor Kota Bekasi juga akan memberikan kontribusi pada pendapatan Kota Bekasi itu sendiri dimana nilai ekspor sebagai

(26)

2-10 indikator positif (faktor penambah) pendapatan daerah melebihi nilai import sebagai indikator negatif (faktor pengurang) pendapatan daerah Kota Bekasi.

F. Keuangan Daerah (APBD, PAD)

Keuangan daerah menjadi salah satu indikator ekonomi yang sangat penting dalam pembahasan perekonomian suatu daerah. Hal ini sebabkan jumlah nilai anggaran penerimaan dan belanja pemerintah relatif besar, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi roda perekonomian di suatu daerah. Pengaruh ini tak jarang sampai meluas ke luar wilayah bahkan sampai keluar negeri.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menetapkan dan mengatur pembagian kewenangan dan pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa keuangan daerah harus dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab sesuai dengan azas kepatutan dan rasa keadilan. Pemerintah Kota Bekasi dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan secara spesifik pengelolaan keuangan Daerah Kota Bekasi diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bekasi tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Bekasi dilaksanakan dalam suatu sistem terintegrasi diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD merupakan instrumen yang menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah. Struktur APBD Kota Bekasi terdiri dari (1) Penerimaan Daerah yang didalamnya terdapat pendapatan

(27)

2-11 daerah dan penerimaan pembiayaan daerah; (2) Pengeluaran Daerah yang didalamnya terdapat Belanja Daerah dan (3) Pengeluaran Pembiayaan Daerah. Jika dilihat realisasi pertumbuhan dan kontribusi rata-rata selama 3 tahun terakhir (2008-2010) sebesar 16,66 persen per tahun dan kontribusi pertumbuhan rata-rata per-obyek pendapatan terhadap total pendapatan daerah dominasi paling besar adalah dana perimbangan dengan persentase sebesar 55,48% dari total pendapatan, dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar 26.06% sedang pendapatan asli daerah (PAD) hanya sebesar 18.46%. Usaha-usaha untuk menggali potensi daerah untuk meningkatkan PAD terus digalakan, seperti menggali pajak daerah dan retribusi daerah.

Tren yang terus meningkat terlihat pada pos pajak daerah Kota Bekasi dalam periode 2008-2010. Jika di tahun 2008, pajak daerah hanya sebesar 78,3 milyar, maka pada tahun berikutnya meningkat menjadi 101,5 milyar (2009) dan 163,9 atau meningkat sebesar 50milyar di tahun 2010. Demikian juga untuk retribusi daerah, pada tahun 2008 hanya 57,5 milyar tumbuh menjadi 73,7 milyar. Di tahun 2010 dengan adanya berbagai kebijakan Pemerintah Kota Bekasi mengenai pembebasan biaya kesehatan dan pendidikan retribusi daerah menurun hingga hanya mencapai 30,3 milyar saja.

Tabel 2.6

(Pos Pendapatan/ Pengeluaran APBD Kota Bekasi Tahun 2008-2010)

Terlihat bahwa kontribusi PAD terhadap pos pendapat dalam tiga tahun terakhir masih dibawah 20%, walaupun perlahan terus mengalami kenaikan.

(28)

2-12 Tercatat tahun 2008 kontribusi PAD terhadap pos pendapatan sebesar 14,44%, tahun 2009 sebesar 16,53% dan tahun 2010 mencapai 18,45%. Melihat masih rendahnya kontribusi PAD terhadap penerimaan pendapatan daerah, menandakan ketergantungan Pemerintah Kota Bekasi terhadap Pemerintah Pusat dan Provinsi masih cukup tinggi. Hal tersebut dapat diartikan juga bahwa kemandirian keuangan daerah Kota Bekasi dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan masih bergantung pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi.

Grafik 2.3

(Pendapatan Asli Daerah/ PAD Kota Bekasi Tahun 2008-2010)

Sumber: Hasil Olah Data

Dalam tahun-tahun mendatang diharapkan kebijakan pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota Bekasi harus diarahkan kepada peningkatan kemandirian keuangan daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Upaya peningkatan kemandirian dapat dilakukan dengan cara intensifikasi dan ektensifikasi pendapatan daerah, optimalisasi aset dan kekayaan pemerintah kota termasuk mengembangkan BUMD baru dengan menganut prinsip-prinsip; (1) Potensial, lebih menitikberatkan pada potensi daripada jumlah atau jenis pungutan yang banyak; (2) Tidak memberatkan masyarakat; (3) Tidak merusak lingkungan; (4) Mudah diterapkan dan dilaksanakan; dan (5) Penyesuaian pendapatan baik mengenai tarif maupun materinya.

(29)

2-13 Sementara untuk pos Penerimaan Dana Perimbangan secara implisit menggambarkan upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Bekasi dalam menggali potensi pada pos tersebut. Realisasi penerimaan Dana Perimbangan selama kurun waktu tiga tahun terakhir yang mengalami kenaikan rata-rata sebesar 9.14%.

Tabel 2.7

(Pos Belanja APBD Kota Bekasi Tahun 2008-2010)

Grafik 2.4

(Belanja Aparatur Daerah Kota Bekasi Tahun 2008-2010)

Sumber: Hasil Olah Data

Dalam pos dana perimbangan, kontribusi terbesar disumbang oleh Dana Alokasi Umum (DAU) yakni sebesar 69.87%. Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah, DAU diberikan berdasarkan celah fiskal/keuangan dan alokasi dasar. Celah fiskal/

(30)

2-14 keuangan merupakan kebutuhan daerah yang dikurangi dengan kapasitas fiskal/ keuangan daerah.

Kebutuhan daerah merupakan variable-variable yang ditetapkan undang-undang antara lain penduduk, luas wilayah, penduduk miskin dan indeks harga, perhitungan kapasitas keuangan didasarkan atas PAD dan Dana Bagi Hasil yang diterima daerah, sedangkan alokasi dasar merupakan pemenuhan gaji PNS. Kebutuhan fiskal Kota Bekasi ditahun-tahun mendatang akan mengalami peningkatan seiring bertambahnya jumlah penduduk Kota Bekasi dan juga penambahan CPNS Kota Bekasi yang berakibat kepada pemenuhan akan gaji PNS daerah.

G. Investasi

Indikator makro ekonomi selalu menampilkan sisi investasi. Walaupun hanya menampilkan angka absolut yang dibandingkan dari tahun ke tahun, namun besaran ini sangat berdampak terhadap kinerja ekonomi suatu daerah. Penilaian terhadap keberhasilan suatu daerah salah satunya adalah daya tarik untuk berinvestasi didaerah tersebut.

Dari infrastruktur, Pemerintah Kota Bekasi terus mengembangkannya bahkan relatif dapat dikatakan berkembang pesat dari tahun ketahun. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pebisnis untuk terus melakukan aktivitas bisnisnya di Kota Bekasi. Indikasi terus meningkatnya investor masuk ke Kota Bekasi, antara lain dengan melihat tingginya angka permohonan perizinan usaha. Pemohon Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) terlihat terus meningkat dari 2008 hingga 2010.

Dari tahun 2008 ke tahun 2009, peningkatannya hanya 15%, tetapi dari 2009 ke 2010 meningkat lebih dari 25%. Pada 2010 tercatat ada 606 SIUP Perusahaan Kecil, 1.869 SIUP Perusahaan Menengah, dan 451 SIUP Perusahaan Besar. Disamping itu, permohonan untuk Izin Usaha Industri juga terus mengalami peningkatan. Jika di tahun 2008 ada 96 pelaku industri yang melakukan permohonan, maka di tahun 2009 menjadi 135 pelaku industri, dan tahun 2010 mencapai 171 pelaku industri.

Menjaga kelangsungan para investor harus menjadi komitmen pemerintah daerah karena Kota Bekasi tidak banyak memiliki potensi sumber

(31)

2-15 daya alam yang bisa digali dan dikembangkan. Tidak banyak lahan yang bisa dimanfaatkan untuk bisa memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah, membuat pemerintah daerah harus mengandalkan kontribusi dari sektor jasa dan perdagangan, disamping sektor industri. Keterbatasan lahan pun mengakibatkan areal untuk industri tidak dapat diperluas karena areanya sudah sangat terbatas. Saat ini yang diperbolehkan hanya melakukan pengembangan tapi tidak boleh mendirikan baru. Sentra industri yang ada saat ini terpusat di bagian utara kota seperti di Kecamatan Medan Satria. Di sana terdapat sejumlah perusahaan besar seperti PT Astra Isuzu Motor Indonesia, Wings Food, Bridgestone, PT Bakrie Pipe Industries dan PT Sunrise Bumi Textile. Kedepan diharapkan pemerintah daerah mampu merelokasi sentra industri kewilayah yang kurang padat seperti kecamatan Bantargebang dan Jati Asih.

Selain sektor makro, sektor mikro dan menengah pun perlu menjadi perhatian Pemda Bekasi, karena sektor ini menjadi penopang perekonomian Kota Bekasi. Dari data Dinas Perekonomian Rakyat saat ini diperkirakan ada ribuan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merintis usaha di Kota Bekasi. Namun dari jumlah tersebut, baru ada sekitar 975 UMKM yang terdaftar (tervalidasi). Dengan rincian usaha makanan-minuman (479 pelaku usaha), sepatu-sendal-tas-dompet (45), konveksi (72), bordir (92), boneka (81), mebel (46), kerajinan tangan (58), tanaman hias (22) dan ikan hias (80).

Dari sisi peraturan daerah, memang banyaknya pemerintah daerah yang mengeluarkan sejumlah peraturan yang semata berorientasi pada peningkatan pendapatan daerah secara sepihak dan justru menghambat investasi. Ini merupakan bukti bahwa paradigma pengelolaan potensi daerah belum sepenuhnya dipahami. Pemerintah daerah harus menyadari bahwa keberhasilan pembangunan tidak semata-mata diukur dari pendapatan pemerintah daerah, tetapi harus lebih mewujud dalam peningkatan kesejahteraan rakyat, yang salah satunya dapat dipacu dengan peningkatan investasi.

Namun pemerintah Kota Bekasi nampaknya mampu memanfaatkan perannya untuk mendorong meningkatnya investasi di daerah. Terlebih lagi kepada pelaku UMKM, tercatat Pemerintah Kota Bekasi telah mengeluarkan berbagai regulasi yang pro UMKM, seperti penghentian izin mendirikan

(32)

2-16 minimarket. Pemerintah daerah melarang pembangunan minimarket bagi pebisnis ataupun investor di semua tingkat wilayah di Kota Bekasi. Kebijakan tersebut diterapkan guna melindungi keberlangsungan UMKM yang ada dan hanya pempertahankan jumlah yang ada sat ini sebanyak 450 toko.

Investasi di Kota Bekasi dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori industri, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Industri Logam, Mesin dan Elektronika; (2) Industri Agro dan Hasil Hutan; dan (3) Industri Kimia. Berdasarkan data yang diperoleh untuk memperkuat analisis kajian penelitian ini, berikut ini disajikan data investasi ketiga kategori tersebut dalam bentuk tabel 2.8, sebagai berikut:

Tabel 2.8

(Investasi Kota Bekasi Berdasarkan Jenis Industri Tahun 2008-2011)

Tahun

Industri Logam, Mesin dan Elektronika

Industri Agro dan

Hasil Hutan Industri Kimia

2008 120.790.972.000 83.611.470.000 18.564.550.000

2009 60.364.363.480 19.058.176.270 26.351.500.000

2010 81.553.560.000 96.089.703.000 76.939.250.000

2011 89.687.005.000 133.348.516.000 199.878.000.000

Sumber: BKPMD Bekasi

Selain pengelompokkan data investasi berdasarkan industri, data investasi Kota Bekasi juga dikelompokkan berdasarkan skalanya, yaitu sebagaimana tampak pada tabel 2.9 dibawah ini :

Tabel 2.9

(Investasi Kota Bekasi Berdasarkan Skala Tahun 2008-2011)

Tahun Kecil Menengah Besar

2008 26.782.380.000 24.748.175.000 171.436.437.000

2009 21.110.564.750 34.637.275.000 50.026.200.000

2010 26.880.010.000 33.382.003.000 194.320.500.000

2011 23.033.150.000 46.681.871.000 353.198.500.000

(33)

2-17 H. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Untuk mengukur tingkat kesejahteraan manusia, masyarakat, Morris D Morris menemukakan Physical Quality of Life Indeks (PQLI) atau indeks kualitas hidup (IKH) merupakan gabungan dari 3 indikator; tingkat harapan hidup, angka kematian, dan tingkat melek huruf (Lincolyn Arsyad, 1999:37) dan terus dikembangkan oleh UNDP (United Nation Development Programme) PBB 1990 dengan nama indeks pembangunan manusia (Human Development Indeks=HDI) dimana indikator-indikator, kriteria HDI merupakan perluasan dari PQLI. Indikator yang digunakan adalah: (1) tingkat harapan hidup, (2) tingkat melek huruf masyarakat, (3) tingkat pendapatan riil per kapita berdasarkan daya beli masing-masing negara, “the HDI summarizes a great deal of social performance in a single composite index three indikator I longevity (a proxy for health and nutrition, education and living standars as income real percapita with as real percapita GDP” (Nafziger,1997:30). Masing-masing indeks besarnya antara 0 sampai dengan 1,0 semakin mendekati 1 indeks pembangunan manusianya tinggi demikian juga sebaliknya. (Lincolyn Arsyad, 1999:38)

Tujuan dari HDI adalah “the goal was both massive and simple,with far ranging implication going beyond income to asses the level of peoples long term well being” (www.undp.or.id/about/microsoft/html) yang merupakan suatu indeks komposit yang dibentuk dari 3 indikator tadi untuk mengukur tingkat keberhasilan (performance) suatu wilayah dalam meningkatkan kualitas sosial. Menjadikan manusia dan masyarakat ditempatkan sebagai titik pusat dari segenap gerak pembangunan sekaligus modal dasar kekuatan faktor dominan dan sasaran utama pembangunan.

Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan ekonomi).

Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasannya, indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna

(34)

2-18 daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan. Indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya.

Sejak tahun 2006 hingga tahun 2011, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bekasi selalu menempati nomor urut 2 (dua) dibawah Kota Depok yang menempati nomor urut 1 (satu), untuk wilayah se-Jawa Barat. Sebuah prestasi yang sangat membanggakan tentunya, karena Kota Bekasi dapat masuk 3 (tiga) besar se-jawa Barat. Data-data IPM se-Jawa Barat dan peringkatnya adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 2.10 dibawah ini:

Tabel 2.10

(Indeks Pembangunan Manusia/ IPM Kota Bekasi Tahun 2006-2011)

INDIKATOR (Komponen IPM)

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 2011 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

a Angka Harapan Hidup (tahun) 69,40 69,45 69,52 69,58 69,64 69,70 b Angka Melek Huruf (persen) 97,70 98,48 98,46 98,49 98,51 98,56 c Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 10 10,19 10,19 10,52 10,53 10,58 d Pengeluaran Perkapita Disesuaikan (Rp) 633,09 635,02 639,93 641,20 643,92 646,92

e IPM 74,82 75,31 75,73 76,10 76,36 76,68

(35)

3-1

BAB III

LANDASAN TEORITIS

DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1. LANDASAN TEORITIS

Pembangunan nasional mempunyai dampak atas pembangunan daerah, sebab daerah merupakan bagian internal dari suatu negara. Indonesia merupakan negara kesatuan, dimana rencana pembangunan meliputi rencana nasional maupun rencana regional. Pembangunan (ekonomi) nasional mempunyai dampak atas struktur ekonomi nasional dan stuktur ekonomi daerah begitu juga sebaliknya. Contohnya, keguncangan perekonomian nasional tentu sedikit banyaknya akan berimbas pada perekonomian di daerah. Untuk mengatasi hal itu dan dengan makin pesatnya pembangunan nasional yang dilakukan, keberadaan indikator ekonomi makro makin dibutuhkan, tidak saja di tingkat pusat tetapi sampai tingkat daerah/ Kabupaten atau Kota yang berguna untuk memberikan gambaran kepada masyarakat tentang keadaan perekonomian yang sedang terjadi ataupun digunakan untuk pembuatan rancangan perekonomian di masa yang akan datang.

Apalagi sejak diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan di daerah (Otonomi Daerah), pemerintah daerah dituntut untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat berdasarkan kemampuan, aspirasi dan prakarsa mereka sendiri. Dengan pendekatan yang berbasis daerah, diharapkan permasalahan pembangunan wilayah dapat didekati secara lebih riil dan akurat. Untuk menunjang tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi tentunya diperlukan data-data kongkrit untuk mencapai pertumbuhan yang diharapkan.

Untuk meningkatkan perekonomian Kota Bekasi, maka dirasakan perlu untuk melakukan “Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011”, dan ini akan dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai

(36)

3-2 aspek secara sistemik sehingga dapat memberikan informasi yang komprehensif bagi semua pihak yang terkait. Oleh karena itu, diperlukan beberapa pendekatan studi yang rencananya akan dilakukan dalam “Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011”.

Beberapa pendekatan yang akan dilakukan dalam melakukan penelitian ini adalah dengan menggunakan Analisis Trend, Elastisitas, Rata-Rata Pertumbuhan, Regresi Linier dan Korelasi. Indikator ekonomi makro yang sering digunakan sebagai acuan untuk proses perencanaan dan evaluasi proses pembangunan antara lain Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Pendapatan Perkapita dan Inflasi. Dengan tersedianya indikator ekonomi makro yang berkesinambungan, diharapkan akan membantu para perencana dalam proses pembangunan itu sendiri sehingga bisa menjadi lebih efisien dan efektif.

Maju mundurnya perekonomian suatu daerah dapat tercermin dari besaran indikator makro ekonomi daerah tersebut. Untuk itu, perlu adanya suatu studi kajian yang menerangkan tentang besaran indikator daerah yang diteliti. Beberapa indikator makro ekonomi yang akan dipakai dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:

ü PDRB (ADHB dan ADHK) ü PDRB (Pendapatan) per Kapita ü Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) ü Inflasi dan Indeks Harga Implisit (IHI) ü Ekspor-Impor

ü Keuangan Daerah (APBD, PAD) ü Investasi

ü Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Secara spesifik pengertian dari indikator-indikator ekonomi makro sebagaimana tersebut diatas akan diuraikan secara lebih detail lagi menjadi sebagai berikut:

A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Metode penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu, metode penghitungan Produk Domestik

(37)

3-3 Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan metode penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada tahun dimana PDRB tersebut dihitung, sementara itu PDRB Atas Dasar Harga Konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa tersebut berdasarkan harga pada suatu tahun tertentu (tahun dasar), dalam penghitungan ini tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2000.

1. Metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB), metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode yaitu:

a. Metode Langsung, adalah metode penghitungan dengan mempergunakan data daerah secara terpisah sama sekali dengan data propinsi sehingga hasil penghitungannya memperlihatkan seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Metode langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan 3 macam pendekatan, diantaranya adalah sebegai berikut:

1) Pendekatan Produksi, yang dimaksud menghitung nilai tambah bruto dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan nilai produksi bruto dengan biaya yang dikeluarkan. Adapun penghitungan nilai produksi barang untuk masing-masing sektor dapat dilakukan sebagai berikut: untuk sektor-sektor primer yang produksinya bisa diperoleh secara langsung dari alam seperti pertanian, pertambangan dan penggalian, dicari kuantum produksi dengan satuan standar yang biasa digunakan. Setelah kuantum produksi didapat, ditentukan kualitas dari jenis barang yang dihasilkan. Satuan dan kualitas yang dipergunakan tidak selalu sama antar Kabupaten/ Kota maupun antar Propinsi. Selain itu diperlukan juga data harga per unit/ satuan dari

(38)

3-4 barang yang dihasilkan. Harga yang dipergunakan adalah harga produsen, yaitu harga yang terjadi pada transaksi pertama antara produsen dan konsumen. Nilai Produksi Barang (NPB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain menghitung nilai produksi utama, dihitung pula nilai produksi ikutan yang dihasilkan dengan anggapan bahwa nilai produksi ikutan mempunyai nilai ekonomi. Adapun produksi ikutan adalah produksi ikutan yang benar-benar dihasilkan sehubungan dengan produksi utama. Untuk sektor-sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri, listrik, gas, air minum, dan sektor bangunan, penghitungannya sama dengan sektor primer. Data yang diperlukan adalah kuantum produksi yang dihasilkan serta harga produksi masing-masing kegiatan sub sektor yang bersangkutan. Nilai Produksi Bruto (NPB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain itu dihitung juga produksi jasa yang digunakan sebagai pelengkap dan tergabung menjadi satu kesatuan dengan produksi utamanya. Untuk sektor-sektor tertentu yang secara umum produksinya berupa jasa seperti sektor perdagangan, restoran dan hotel, pengangkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan lainnya, sewa rumah, jasa perusahaan dan pemerintahan, untuk penghitungan kuantum produksinya dilakukan dengan mencari indikator produksi didasarkan pada karakteristik jasa yang dihasilkan serta disesuaikan dengan data penunjang lainnya yang tersedia. Selain itu diperlukan juga indikator harga dari masing-masing kegiatan, sub sektor yang bersangkutan. Output/ NTB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) merupakan perkalian antar indikator harga masing-masing komoditi/ jasa pada tahun yang bersangkutan.

2) Pendekatan Pendapatan, dalam pendekatan pendapatan nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan jalan

(39)

3-5 menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto. Dalam hal sektor pemerintahan dan usaha-usaha yang sifatnya tidak mencari untung surplus usaha tidak diperhitungkan contohnya, bunga netto, sewa tanah dan keuntungan. Metode pendekatan pendapatan ini banyak dipakai pada sektor yang produksinya berupa jasa seperti lembaga keuangan dan jasa-jasa.

3) Pendekatan Pengeluaran, pendekatan dari segi pengeluaran bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di suatu daerah. Jadi kalau dilihat dari segi penggunaan maka total supply dari barang dan jasa itu digunakan untuk: konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok.

b. Metode Tidak Langsung/ Alokasi, metode tidak langsung adalah dengan cara alokasi yaitu mengalokir/ membagi pendapatan dari Propinsi menjadi pendapatan di daerah Kabupaten/ kota dengan menggunakan berbagai macam indikator produksi sebagai alokator. Pemakaian metode alokasi memberikan kemungkinan untuk mempergunakan penghitungan Propinsi sebagai kontrol terhadap penghitungan masing-masing Kabupaten/Kota. Salah satu asumsi yang dipergunakan dalam metode alokasi adalah tersedianya data pendapatan dari Propinsi yang baik, sehingga dapat diperoleh alokasi yang baik pula untuk Kabupaten/ Kota.

2. Metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dari tahun ke tahun menggambarkan perkembangan yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam volume produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan perubahan dalam tingkat harganya. Oleh karena itu untuk mengukur

(40)

3-6 perubahan volume produksi atau perkembangan produktivitas secara nyata faktor pengaruh perubahan harga perlu dihilangkan dengan cara menghitung PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) ini berguna antara lain dalam perencanaan ekonomi, proyeksi dan untuk menilai pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. Ada 4 (empat) cara penghitungan nilai tambah Atas dasar harga konstan:

a. Revaluasi, dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar. Hasilnya merupakan output dan biaya antara Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Adapun nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Dalam praktek sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan karena mencakup komponen input yang sangat banyak disamping data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Oleh karena itu biaya antara Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) biasanya diperoleh dari perkalian antara output Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) masing-masing tahun dengan rasio tetap biaya antara terhadap output pada tahun dasar.

b. Ektrapolasi, nilai tambah masing-masing tahun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ektrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan sub sektor yang dihitung. Ekstrapolasi juga dapat dilakukan terhadap output Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), kemudian dengan menggunakan Ratio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).

(41)

3-7 c. Deflasi, nilai tambah Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) diperoleh dengan cara membagi nilai tambah Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) masing-masing tahun dengan indeks harga - Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan sebagainya, tergantung mana yang lebih cocok. Indeks harga diatas dapat pula dipakai sebagai inflator, dalam keadaan dimana nilai tambah Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dengan indeks harga tersebut.

d. Deflasi Berganda, dalam deflasi berganda ini yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk penghitungan output Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) biasanya merupakan IHK atau IHPB sesuai cakupan komoditinya. Sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.

B. Pendapatan (PDRB) per Kapita

Pendapatan per Kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu Negara (daerah). Pendapatan per Kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara (atau PDRB bagi daerah) dengan jumlah penduduk Negara (daerah) tersebut. Pendapatan per Kapita juga merefleksikan PDB per Kapita. Jadi untuk melakukan perhitungan PDRB Per Kapita adalah dengan membagi nilai total PDRB (ADHB atau ADHK) terhadap Jumlah Penduduk yang ada pada periode perhitungan PDRB Per Kapita tersebut, atau bisa digunakan rumus sebagai berikut:

PDRB (tahun ke-t)

PDRB per Kapita=

(42)

3-8 Keterangan:

ü PDRB per Kapita adalah pendapatan per kapita

ü PDRB (tahun ke-t) adalah nilai total PDRB untuk tahun yang diteliti

ü Jumlah Penduduk (tahun ke-t) adalah jumlah penduduk untuk tahun yang diteliti

Dengan mengaplikasikan rumus tersebut di atas, kita bisa memperoleh Pendapatan per Kapita sebuah wilayah (daerah). Pendapatan per Kapita juga sering kali digunakan oleh para peneliti dalam bidang ekonomi (ekonom) sebagai salah satu referensi dan indikator ekonomi sebuah wilayah (daerah) dimana kondisi Pendapatan per Kapita tersebut bisa merefleksikan kemakmuran atau kesejahteraan sebuah wilaha (daerah) dalam suatu masa tertentu.

Dalam tataran sebuah negara, manfaat Pendapatan per Kapita untuk sebuah negara biasanya seringkali digunakan untuk hal-hal sebagai berikut: (1) mengetahui perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara; (2) mengetahui perkembangan tinkat kesejateraan di berbagai negara; (3) dapat mengelompokkan suatu negara berdasarkan pengelompokkan Bank Dunia; (4) dapat memperkirakan syarat yang harus dipenuhi oleh suatu negara dalam mencapai kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

C. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya diartikan sebagai suatu proses dimana PDB Riil atau Pendapatan Riil per Kapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas per Kapita (Dominique Salvator: 1997). Sementara itu Gerardo (1991) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi (economic growth) didefinisikan sebagai peningkatan dalam kapasitas suatu bangsa jangka panjang untuk memproduksi aneka barang dan jasa bagi rakyatnya. Kapasitas ini bertumpu pada kemajuan teknologi produksi. Secara konvensional, pertumbuhan diukur dengan kenaikan Pendapatan Nasional (PNB, PDB) per Kapita.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pemantauan BPS, dengan menggunakan penghitungan dan tahun dasar (2012 = 100), di Kota Manokwari pada bulan September 2016 terjadi deflasi sebesar -0,67 persen,

Negara Filipina atau Republik Filipina (Republika ng Pilipinas) adalah sebuah negara republik yang berada di belahan benua Asia Tenggara, berbatasan sebelah utara

Hal ini pun tidak

Berdasarkan hasil Gambar 4.6 diketahui bahwa pada grafik secara visual terdapat 5 eigen value atau 5 faktor yang terbentuk dari variabel nilai rapor mata

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, dimana kegiatan penelitian menekankan pada pemecahan masalah-masalah yang berkonteks kelas dan diharapkan mampu

[r]

Dalam melengkapi penulisan sampai dengan saat ini ini beberapa pihak telah memberikan masukan serta memberikan konstribusi yang positif, sehingga di dalam

Nyeri uluhati, mual Bengkak pada kaki Mudah lelah 1996 2005 2011 Keluhan saat datang ke RS 1 bulan SMRS Hamil anak 1 Sesak berat Batuk Hamil anak 2 Sesak berat Batuk