• Tidak ada hasil yang ditemukan

Katalog BPS : Kerjasama : BAPPEDA Kabupaten Kudus Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Katalog BPS : Kerjasama : BAPPEDA Kabupaten Kudus Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

Katalog BPS : 9205.3319

(2)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KUDUS TAHUN 2011

GDRP of Kudus 2011

No. Publikasi : 33195.0901 Katalog BPS : 9205.3319 Jumlah Halaman : vii + 49 halaman Ukuran : 11 x 8.5 inch

Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Kabupaten Kudus Gambar Kulit : Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Kabupaten Kudus Diterbitkan oleh : BPS bekerjasama dengan BAPPEDA Kabupaten Kudus

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya May be cited with reference of the source

(3)

KATA PENGANTAR

Buku Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kudus Tahun 2011 merupakan publikasi yang diterbitkan secara berkesinambungan dengan buku-buku PDRB tahun sebelumnya. Buku ini disusun dengan menggunakan tahun dasar tahun 2000, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan Kabupaten Kudus secara umum.

Seperti tahun sebelumnya, maka informasi yang termuat dalam Publikasi buku PDRB meliputi beberapa sektor berdasar harga berlaku dan harga konstan, informasi secara makro tentang pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, struktur ekonomi, peranan investasi serta peranan ekspor daerah yang erat kaitannya dengan potensi sektor-sektor ekonomi. Selain itu yang tidak kalah pentingnya PDRB juga sebagai acuan perencana, badan usaha, perguruan tinggi, pemerintah dan stakeholders terkait didalam merumuskan kebijakan terkait dengan angka-angka perkapita PDRB.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu mewujudkan buku ini. Saran dan koreksi dari para pembaca sangat kami harapkan dalam rangka penyempurnaan pada penerbitan selanjutnya.

Kudus, Oktober 2012 Kepala BAPPEDA Kabupaten Kudus

MAS’UT, SH, M.Hum Pembina Utama Muda NIP. 19650520 198903 1 018

(4)

PRAKATA

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga Publikasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kudus Tahun 2011 ini dapat terwujud.

Publikasi ini merupakan kelanjutan dari publikasi yang serupa dari tahun sebelumnya, dan merupakan kerjasama antara Bappeda Kabupaten Kudus dengan BPS Kabupaten Kudus, dengan harapan publikasi ini dapat membantu pemerintah daerah di dalam melakukan perencanaan pembangunan ekonomi secara makro dan mengevaluasi hasil yang telah tercapai selama ini di Kabupaten Kudus.

Pada penghitungan PDRB tahun 2011 ini masih menggunakan tahun dasar 2000, sehingga sedikit banyak berpengaruh pada besaran angka PDRB. Secara teoritis metode penghitungan PDRB ini masih sama dengan metode penghitungan pada publikasi tahun sebelumnya, yaitu metode pendekatan produksi yang dianjurkan oleh United Nation Organisation (PBB), dengan maksud agar terdapat kesamaan pandang, sehingga bisa dibandingkan secara Nasional maupun Internasional.

Selanjutnya kepada semua pihak yang menaruh perhatian terhadap publikasi ini dinantikan saran dan kritik serta apresiasinya guna kesempurnaan publikasi mendatang dan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi hingga terwujudnya publikasi ini diucapkan banyak terima kasih.

Kudus, Oktober 2012 Kepala BPS Kabupaten Kudus

IR. ENDANG TRI WAHYUNINGSIH, MM.

NIP. 19650923 199003 2 002

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

PRAKATA ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GRAFIK x

I. PENDAHULUAN 1

I.1 Umum 1

I.2 Penggunaan Tahun Dasar 2

I.3 Konsep dan Definisi 3

II. METODA PENGHITUNGAN PENDAPATAN REGIONAL 9

II.1 Pendekatan dari Sisi Produksi 10

II.2 Pendekatan dari Sisi Pendapatan 10

II.3 Pendekatan dari Sisi Pengeluaran 11

II.4 Pendekatan dari Sisi Alokasi 11

III. PENJELASAN TENTANG PENYAJIAN PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN

13

(6)

IV. ULASAN SINGKAT PERKEMBANGAN PENDAPATAN REGIONAL KAB.

KUDUS TAHUN 2011

16

IV.1 Perkembangan PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi 16 IV.2 Perkembangan Ekonomi menurut Lapangan Usaha 18

IV.3 Struktur PDRB 20

IV.4 Indeks Implisit PDRB 21

IV.5 Pendapatan Regional Perkapita 22

IV.6 PDRB menurut Kelompok Sektor 22

IV.7 Alokasi PDRB menurut Kecamatan 25

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel A1 Perkembangan PDRB Kabupaten Kudus Tahun 2007 – 2011

17

Tabel A2 Pertumbuhan PDRB menurut Lapangan Usaha Kabupaten Kudus Tahun 2011

19

Tabel B Distribusi Prosentase PDRB menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kudus Tahun 2011

21

Tabel C Distribusi Prosentase PDRB menurut Kelompok Sektor Tahun 2011

25

Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kudus atas dasar Harga Berlaku Tahun 2007 – 2011

27

Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kudus atas dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007 – 2011

28

Tabel 1.3 Distribusi Prosentase PDRB Kabupaten Kudus atas dasar Harga Berlaku Tahun 2007 – 2011

30

Tabel 1.4 Distribusi Prosentase PDRB Kabupaten Kudus atas dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007 – 2011

31

Tabel 1.5 Indeks Perkembangan PDRB Kabupaten Kudus atas dasar Harga Berlaku Tahun 2007 – 2011

32

Tabel 1.6 Indeks Perkembangan PDRB Kabupaten Kudus atas dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007 – 2011

33

Tabel 1.7 Indeks Berantai PDRB Kabupaten Kudus atas dasar Harga Berlaku Tahun 2007 – 2011

34

Tabel 1.8 Indeks Berantai PDRB Kabupaten Kudus atas dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007 – 2011

35

Tabel 1.9 Indeks Implisit PDRB Kabupaten Kudus Tahun 2007 – 2011 36 Tabel 2.1 Pendapatan Regional dan Angka-angka Perkapita atas

dasar Harga Berlaku di Kabupaten Kudus Tahun 2007 – 2011

37

(8)

Tabel 2.2 Pendapatan Regional dan Angka-angka Perkapita atas dasar Harga Konstan 2000 di Kabupaten Kudus Tahun 2007 – 2011

38

Tabel 2.3 Indeks Perkembangan Pendapatan Regional & Angka Perkapita atas dasar Harga Berlaku di Kab. Kudus Tahun 2007 – 2011

40

Tabel 2.4 Indeks Perkembangan Pendapatan Regional dan Angka- angka Perkapita atas dasar Harga Konstan 2000 di Kabupaten Kudus Tahun 2007– 2011

41

Tabel 2.5 Indeks Berantai Pendapatan Regional dan Angka-angka Perkapita atas dasar Harga Berlaku di Kabupaten Kudus Tahun 2007– 2011

42

Tabel 2.6 Indeks Berantai Pendapatan Regional dan Angka-angka Perkapita atas dasar Harga Konstan 2000 di Kabupaten Kudus Tahun 2007– 2011

43

Tabel 3.1 Produk Domestik Regional Bruto Kelompok Sektor Ekonomi di Kabupaten Kudus Tahun 2007– 2011

44

Tabel 3.2 Distribusi Prosentase Produk Domestik Regional Bruto Kelompok Sektor Ekonomi di Kab. Kudus Tahun 2007–

2011

46

Tabel 3.3 Indeks Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kelompok Sektor Ekonomi di Kab. Kudus Tahun 2007 – 2011

47

Tabel 3.4 Indeks Berantai Produk Domestik Regional Bruto Kelompok Sektor Ekonomi di Kab. Kudus Tahun 2007 – 2011

48

Tabel 3.5 Indeks Implisit Produk Domestik Regional Bruto Kelompok Sektor Ekonomi di Kabupaten Kudus 2007– 2011

49

(9)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. PDRB Kabupaten Kudus Tahun 2007 - 2011 29 Grafik 2. PDRB Sektor Dominan atas dasar Harga Berlaku dan

Konstan Tahun 2007 - 2011

29

Grafik 3. Pendapatan Regional Perkapita Tahun 2007 - 2011 39

Grafik 4. PDRB Perkapita Tahun 2007 - 2011 39

Grafik 5. PDRB Kelompok Sektor Ekonomi Harga Berlaku Tahun 2011 45 Grafik 6. PDRB Kelompok Sektor Ekonomi Harga Konstan Tahun

2011

45

Grafik 7. Kontribusi PDRB Kecamatan terhadap PDRB Kabupaten menurut Harga Berlaku Tahun 2011

70

Grafik 8. Kontribusi PDRB Kecamatan terhadap PDRB Kabupaten menurut Harga Konstan 2007 Tahun 2011

70

(10)

I. PENDAHULUAN

I.1. Umum

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kudus yang disajikan secara series memberikan gambaran kinerja ekonomi makro dari waktu ke waktu. Informasi mengenai PDRB memiliki arti penting dalam rangka memahami struktur dan perkembangan perekonomian di Kabupaten Kudus. Dengan memahami perkembangannya akan membantu dalam menyusun program pembangunan yang pada gilirannya akan mempercepat perkembangan perekonomian regional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Kudus.

Salah satu agenda Pembangunan Nasional 2010 – 2014 adalah untuk mencapai terwujudnya Indonesia sejahtera, demokratis dan berkeadilan. Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut, ditetapkan tiga arah kebijakan umum pembangunan nasional 2010-2014, yaitu melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera, memperkuat pilar-pilar demokrasi, dan memperkuat dimensi keadilan di semua bidang.

Arah kebijakan yang pertama menuju Indonesia yang sejahtera diimplementasikan dengan meningkatkan pendapatan penduduk dan mengurangi beban hidup penduduk miskin.

Indikator pendapatan penduduk dapat dilihat melalui besarnya pendapatan regional perkapita penduduk, dalam hal ini dihitung dari besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dibagi dengan jumlah penduduk pada waktu tertentu. Dengan semakin besarnya PDRB suatu daerah diharapkan pendapatan penduduk daerah tersebut akan bertambah tinggi.

Secara umum pola perekonomian di Kabupaten Kudus untuk tahun 2011 tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dimana sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai penyumbang kedua setelah sektor industri, diikuti sektor pertanian. Dengan

(11)

persamaan pola tersebut maka dapat dilihat kemampuan sumber daya ekonomi dari Kabupaten Kudus untuk menciptakan barang dan jasa tidak jauh berbeda selama ini.

I.2. Penggunaan Tahun Dasar

Pada penyajian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2011, masih menggunakan tahun dasar 2000 (2000 = 100) sebagai dasar penghitungan PDRB atas dasar harga konstan. Hal ini sejalan dengan penghitungan pendapatan nasional yang dilakukan oleh BPS RI maupun penghitungan PDRB Provinsi Jawa Tengah serta Kabupaten/kota lainnya. Dengan demikian data PDRB Kabupaten Kudus tetap dapat dibandingkan dengan daerah-daerah lain maupun pendapatan nasional.

Dasar pertimbangan dalam pemilihan tahun dasar adalah bahwa tahun yang dijadikan dasar perhitungan PDRB kondisinya cukup ’representatif’, dengan memenuhi persyaratan :

a. Kondisi ekonomi relatif stabil (aspek riil dan moneter)

b. Awal dari peristiwa besar dimana semua hasil pembangunan (kinerja) ekonomi akan dibandingkan dengan kondisi saat itu.

c. Kelengkapan data dasar, baik yang berupa data produk (kuantum)/indikator produk, harga/indikator harga, struktur input, data pelengkap, indeks harga, dan sebagainya cukup memadai.

Sehingga dari beberapa syarat tersebut dipilihlah tahun 2000 sebagai tahun dasar dengan pertimbangan sebagai berikut :

a. Perekonomian Indonesia selama tahun 2000 dipandang relatif stabil. Hal ini dapat dimaknai sebagai awal berjalannya proses pemulihan ekonomi setelah terpuruknya perekonomian akibat krisis ekonomi.

b. Struktur ekonomi tahun 2000 telah berbeda dengan tahun 1993. oleh karena itu pemutakhiran tahun dasar dalam penghitungan PDRB menjadi perlu dilakukan agar

(12)

hasil estimasi PDRB akan menjadi realistis, dalam artian mampu memberikan gambaran yang jelas terhadap fenomena pergeseran struktur produksi lintas sektoral.

c. Rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, dinyatakan bahwa estimasi PDRB atas dasar harga konstan sebaiknya dimutakhirkan secara periodik dengan menggunakan tahun referensi yang berakhiran 0 dan 5. Hal ini dimaksudkan agar besaran angka PDRB dapat saling diperbandingkan antar daerah/wilayah dan antar waktu guna keperluan analisis kinerja perekonomian wilayah.

Selanjutnya teknis pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

a. Perhitungan PDRB/PDB menggunakan tahun dasar baru (2000 = 100) dilakukan secara serentak baik di pusat maupun di daerah.

b. Dengan adanya perubahan tahun dasar ini (2000 = 100) seri data yang resmi dipublikasikan pada tahun 2011 mencakup tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011.

c. Penyajian publikasi PDRB baru (2000 = 100) masih sama dengan penyajian PDRB lama (1993 =100) yang dirinci dalam 9 sektor lapangan usaha.

I.3. Konsep dan Definisi

Terminologi agregat yang disajikan dalam publikasi ini mengikuti konsep dan definisi dari Pendapatan Regional yang baru (2000 = 100) dimana konsep tersebut dijadikan pedoman dalam menyusun angka-angka pendapatan regional Kabupaten Kudus.

I.3.1 Produk Domestik Regional Bruto

Pengertian Produk Domestik Regional Bruto dapat dilihat dari tiga sudut pandang yang saling berbeda namun mempunyai satu pengertian yang sama.

(13)

a. Dari sudut pandang produksi adalah merupakan jumlah nilai produksi netto dari barang dan jasa yang dihasilkan wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 kelompok lapangan usaha , yaitu :

1. Sektor Pertanian

Sektor ini terdiri dari 5 sub sektor, yaitu : (1) Tanaman Bahan Makanan

(2) Tanaman Perkebunan (3) Peternakan

(4) Kehutanan (5) Perikanan

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor ini terdiri dari 3 sub sektor yaitu : (1) Minyak dan Gas Bumi

(2) Pertambangan tanpa Migas (Minyak dan Gas Bumi) (3) Penggalian

3. Sektor Industri Pengolahan Sektor ini terdiri dari 2 sub sektor yaitu:

(1) Industri Migas (Industri Pengilangan Minyak dan Industri Gas Alam Cair)

(2) Industi Tanpa Migas

Sub sektor Industri Tanpa Migas dirinci lebih lanjut berdasarkan digit ISIC (2 digit). Pada tingkat daerah, rincian ini diharapkan bisa sesuai dengan sebaran industri yang ada di daerah.

(14)

4. Sektor Listrik, Gas dan Air

Sektor ini terdiri dari (3) tiga sub sektor yaitu : (1) Listrik

(2) Gas Kota (3) Air Bersih

5. Sektor Bangunan

Sektor ini akan dipecah menjadi 2 sub sektor yaitu :

(1) Bangunan tempat tinggal dan bangunan bukan tempat tinggal (2) Bangunan Lainnya

Pada tingkat daerah dimungkinkan untuk tidak dipecah ke dalam sub sektor, tetapi masih satu kesatuan di sektor bangunan.

6. Sektor Perdagangan , Hotel dan Restoran Sektor ini terdiri dari 3 (tiga) sub sektor, yaitu : (1) Perdagangan Besar dan Eceran

(2) Perhotelan (termasuk ‘homestay’) (3) Restoran

7. Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor ini terdiri dari 7 sub sektor,yaitu : (1) Angkutan Darat (Rel dan Jalan Raya) (2) Angkutan Laut

(3) Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (4) Angkutan Udara

(5) Jasa Penunjang Angkutan (6) Pos dan Telekomunikasi (7) Jasa Penunjang Komunikasi

(15)

8. Sektor Lembaga Keuangan, Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan

Sub sektor ini terdiri dari 5 sub sektor : (1) Bank

(2) Lembaga Keuangan Bukan Bank (3) Jasa Penunjang Lembaga Keuangan (4) Sewa Bangunan

(5) Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-jasa

Sektor ini terdiri dari 4 (empat) sub sektor, yaitu : (1) Pemerintahan dan Pertahanan

(2) Jasa sosial dan Kemasyarakatan (3) Jasa Hiburan dan Rekreasi

(4) Jasa Perorangan dan Rumahtangga

b. Dari sudut pandang pendapatan, adalah merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh berbagai faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.

Balas jasa faktor produksi adalah upah/gaji, sewa tanah, bunga modal dan balas jasa skill/keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian Produk Domestik Regional Bruto, kecuali balas jasa faktor produksi seperti tersebut diatas termasuk pula komponen penyusutan dan pajak langsung netto.

Seluruh komponen pendapatan ini secara total disebut sebagai Nilai Tambah Bruto.

c. Dari sudut pandang pengeluaran adalah merupakan jumlah pengeluaran oleh rumahtangga, lembaga swasta tidak mencari untung

(16)

dan pengeluaran pemerintah sebagai konsumen , pengeluaran untuk pembentukan modal tetap, serta perubahan stok dan ekspor netto di suatu daerah/wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

Pengertian ekspor netto adalah jumlah nilai ekspor dikurangi jumlah nilai impor.

Dari ketiga sudut pandang tersebut diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jumlah pengeluaran berbagai komponen akan sama dengan jumlah produk akhir dari barang dan jasa, yang dihasilkan oleh produsen, akan sama pula dengan jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang terlibat.

Selanjutnya Produk Domestik Regional Bruto seperti yang diuraikan diatas disebut sebagai Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar.

I.3.2 Produk Regional Bruto

Produk Regional Bruto adalah merupakan total nilai tambah kegiatan ekonomi suatu daerah/wilayah ditambah pendapatan penduduk secara netto dari luar daerah/wilayah. Pendapatan netto ini merupakan pendapatan atas faktor produksi milik penduduk suatu wilayah/daerah dikurangi dengan pendapatan yang dikeluarkan dari daerah/wilayah tersebut, karena dimiliki penduduk di luar wilayah tersebut.

I.3.3 Produk Regional Netto

Produk regional Netto adalah produk regional bruto dikurangi seluruh nilai penyusutan atas barang modal tetap yang digunakan dalam satu tahun.

I.3.4 Produk Regional Netto atas dasar biaya faktor.

Adalah Produk Regional Netto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tak langsung netto. Sedangkan pajak tak langsung netto adalah pajak yang

(17)

dipungut pemerintah dikurangi subsidi yang dibayar pemerintah. Baik pajak tak langsung maupun subsidi, lazimnya sangat berkaitan dengan tingkat harga barang dan jasa yang diproduksi. Perbedaannya apabila pajak tak langsung cenderung menaikkan harga, sedangkan subsidi adalah sebaliknya. Produk Regional Netto atas dasar biaya faktor produksi inilah yang disebut sebagai Pendapatan Regional.

I.3.5 Produk Domestik Regional Bruto Perkapita

Adalah merupakan hasil bagi produk domestik regional bruto dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di suatu daerah. Pendapatan regional perkapita atau disebut Income Perkapita adalah produk netto atas dasar biaya faktor produksi, dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.

Untuk mempermudah para konsumen data/pembaca sistematika penyajian buku ini disusun sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Bab II Metode Penghitungan Pendapatan Regional

Bab III Penjelasan Tentang Penyajian Pendapatan Regional Kabupaten Kudus

Bab IV Ulasan Singkat Perkembangan Pendapatan Regional Kabupaten Kudus tahun 2011.

Lampiran Tabel pokok dan Grafik Pendapatan Regional Kabupaten Kudus.

(18)

II. METODE PENGHITUNGAN PENDAPATAN REGIONAL

Seperti tahun sebelumnya di dalam publikasi ini, penyajian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan masih menggunakan tahun dasar 2000, artinya seluruh output yang dihasilkan oleh semua unit ekonomi dari region Kabupaten Kudus, baik yang berupa barang maupun jasa dinilai dengan harga tahun 2000.

Dalam penyajiannya seperti tahun tahun sebelumnya sektor ekonomi yang disajikan terdiri dari 9 lapangan usaha, yaitu :

1. Pertanian

2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri pengolahan

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi

8. Keuangan, Persewaan Bangunan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa

Metoda penghitungan Pendapatan Regional yang dipakai masih sama dengan metoda pendekatan yang digunakan sebelum tahun 2000, yaitu menggunakan :

a. Pendekatan dari sisi Produksi (Production Approach) b. Pendekatan dari sisi pendapatan (Income Approach) c. Pendekatan dari sisi pengeluaran (Expenditure Approach) d. Pendekatan dari sisi alokasi (Alocation Approach)

(19)

II.1 Pendekatan dari Sisi Produksi

Penghitungan pendapatan regional dengan cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai tambah di suatu wilayah dengan cara menghitung seluruh produksi netto barang dan jasa yang dihasilkan oleh semua sektor perekonomian selama satu tahun.

Barang dan jasa yang diproduksi dinilai dengan harga produsen yaitu harga tidak termasuk biaya transport dan keuntungan pemasaran. Penggunaan harga produsen ini bertujuan untuk menghindari kerancuan dalam penghitungan nilai tambah setiap pelaku kegiatan ekonomi. Seperti dimaklumi bahwa biaya transport akan dihitung sebagai nilai tambah pada sektor transportasi, dan keuntungan pemasaran akan dihitung sebagai nilai tambah pada sektor perdagangan. Nilai barang dan jasa pada tingkat harga produsen ini merupakan nilai produksi bruto, karena masih termasuk biaya untuk memproduksi barang dan jasa yang dibeli dari sektor lain .

Guna menghindari penghitungan dua kali (double counting) maka biaya- biaya yang dipakai untuk memproduksi barang dan jasa yang disebut sebagai biaya antara harus dikeluarkan, sehingga diperoleh nilai produksi netto. Nilai ini kemudian disebut nilai tambah (value added). Apabila di dalam nilai tambah tersebut masih terdapat komponen penyusutan dan pajak tak langsung netto maka disebut nilai tambah bruto atas dasar harga pasar. Jumlah dari nilai tambah bruto atas dasar harga pasar dari seluruh sektor perekonomian selanjutnya disebut Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar.

II.2 Pendekatan dari Sisi Pendapatan

Menghitung pendapatan regional dengan metode ini dapat dilakukan dengan menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, yaitu

(20)

Dari penjumlahan seluruh balas jasa faktor produksi yang dibayarkan oleh unit-unit ekonomi yang beroperasi disuatu wilayah, akan diperoleh Nilai Tambah Netto atas biaya faktor produksi. Untuk mendapatkan PDRB atas dasar harga pasar harus ditambah dengan nilai penyusutan dan pajak tak langsung netto.

II.3 Pendekatan dari Sisi Pengeluaran

Metoda ini dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit-unit ekonomi, meliputi barang dan jasa yang dikonsumsi baik oleh rumahtangga, lembaga swasta nirlaba, pengeluaran pemerintah maupun pengeluaran untuk modal tetap dan barang-barang yang masih dalam proses termasuk stock serta ekspor netto.

Ekspor netto adalah nilai barang ekspor dikurangi impor. Barang impor sebagai pengurang karena dalam penghitungan pendapatan regional hanya menghitung nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah domestik saja.

Dengan menjumlahkan komponen-komponen konsumsi, pembentukan modal dan ekspor netto akan diperoleh Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar.

II.4 Pendekatan dari Sisi Alokasi

Kadang-kadang karena keterbatasan data yang tersedia tidak memungkinkan untuk penghitungan pendapatan regional dengan mempergunakan ketiga metoda tersebut diatas, karenanya terpaksa menggunakan metoda alokasi.

Hal ini mungkin saja terjadi, misalnya bila suatu unit ekonomi yang mempunyai kantor pusat dan kantor cabang. Kantor pusat berlokasi di wilayah lain, sedangkan kantor cabang tidak dapat mengetahui nilai tambah yang diperolehnya, sementara itu penghitungan neraca rugi laba dilakukan di kantor pusat.

(21)

Untuk hal yang demikian, perhitungan nilai tambahnya terpaksa dilakukan dengan cara alokasi yaitu dengan mengalokasikan angka-angka pusat dengan indikator yang relevan ke semua cabang sesuai dengan kontribusinya. Indikator yang relevan bisa berupa nilai produksi, jumlah produksi, jumlah karyawan, jumlah penduduk dan sebagainya.

Metoda alokasi ini lazim disebut juga metoda penghitungan tidak langsung, sedangkan metoda yang digunakan sebelumnya adalah metoda penghitungan langsung. Angka-angka yang dihasilkan dalam perhitungan metoda langsung cenderung lebih diminati oleh konsumen data bila dibandingkan angka-angka yang diperoleh dari metoda tidak langsung, oleh karena itu sejauh mungkin dilakukan upaya penghitungan dengan menggunakan metoda langsung. Namun bila hal itu tidak mungkin dilakukan, maka ditempuh dengan metoda tidak langsung.

(22)

III. PENJELASAN TENTANG PENYAJIAN PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN

Agregat-agregat pendapatan regional seperti yang disajikan dalam publikasi ini secara series selalu disajikan dalam dua versi yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pada penyajian atas dasar harga berlaku, semua angka-angka pendapatan regional dinilai atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi maupun biaya antara, karenanya komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran Produk Domestik Regional Bruto akan menjadi harga berlaku.

b. Pada penyajian atas dasar harga konstan suatu tahun dasar, semua angka-angka baik saat menilai produksi maupun biaya antara dinilai atas dasar harga yang terjadi pada tahun dasar tertentu. Oleh karena itu perkembangan angka-angka pendapatan regional dari tahun ke tahun merupakan perkembangan riil dan bukan perkembangan yang dipengaruhi oleh perubahan harga.

Agregat-agregat pendapatan regional juga disajikan dalam bentuk indeks perkembangan, indeks berantai dan indeks implisit, masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Indeks perkembangan diperoleh dengan membagi nilai-nilai pada masing-masing tahun dengan nilai tahun dasar dikalikan 100. Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan agregat pendapatan regional pada masing-masing tahun terhadap tahun dasarnya.

b. Indeks berantai diperoleh dengan membagi nilai pada suatu tahun dengan tahun sebelumnya dikalikan 100. Jadi disini tahun sebelumnya selalu dianggap 100. Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan agregat pendapatan regional dari tahun ke tahun, dengan pembanding tahun sebelumnya.

(23)

c. Indeks implisit diperoleh dengan membagi nilai atas dasar harga berlaku dengan nilai atas dasar harga konstan dikalikan 100 untuk masing-masing tahun. Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan harga dari agregat pendapatan regional terhadap harga pada tahun dasar. Selanjutnya bila dari indeks Implisit ini dibuat indeks berantai, akan terlihat tingkat perkembangan harga dari tahun ke tahun berikutnya.

Penghitungan Pendapatan Regional atas dasar harga konstan seperti telah diuraikan terdahulu, penghitungan angka-angka pendapatan regional atas dasar harga suatu tahun dasar (dalam hal ini dipakai tahun 2000) sangat penting untuk mengetahui perkembangan riil dari tahun ke tahun setiap agregat ekonomi yang diamati. Agregat yang dimaksud dapat berupa produk domestik regional secara keseluruhan, nilai tambah sektoral ataupun komponen penggunaan Produk Domestik Regional Bruto.

Dalam menghitung nilai tambah atas dasar harga konstan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Revaluasi

Metoda ini dilakukan dengan cara menilai baik produksi, biaya antara maupun nilai tambah masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar (tahun 2000) dan hasilnya merupakan nilai produksi dan nilai tambah atas dasar harga konstan tahun 2000. Di dalam praktek sangat sulit untuk melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan untuk proses produksi karena mencakup komponen yang relatif banyak dan bervariasi, disamping itu data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Oleh karena itu biaya antara atas dasar harga konstan biasanya diperoleh dari perkalian antara nilai produksi atas dasar harga konstan masing-masing tahun dengan rasio biaya antara terhadap nilai produksi dari hasil survei khusus.

(24)

b. Ekstrapolasi

Nilai tambah atas dasar harga konstan tahun 2000 untuk masing-masing tahun diperoleh dengan cara mengalikan nilai tanbah pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks produksi ini merupakan indeks indeks dari masing-masing jenis produksi yang dihasilkan, atau menggunakan indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah aktivitas dan lain-lainnya sesuai dengan jenis kegiatan yang dihitung.

Ekstrapolasi dapat pula dilakukan terhadap penghitungan nilai produksi atas dasar harga konstan.

c. Deflasi

Penghitungan nilai tambah atas dasar harga konstan tahun 2000 dapat pula dicari dengan cara deflasi, yaitu dengan membagi nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga yang sesuai dengan sektornya.

Indeks harga yang digunakan sebagai deflator antara lain : Indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan dan sebagainya. Indeks harga tersebut dapat pula berfungsi sebagai inflator, dalam keadaan nilai tambah atas dasar harga konstan yang diketahui lebih dahulu yaitu dengan cara mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harganya.

d. Deflasi Ganda

Di dalam penerapan deflasi berganda ini dideflasikan adalah nilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun, sedangkan nilai tambahnya diperoleh dari selisih keduanya dari hasil perhitungan tersebut. Indeks harga yang digunakan

sebagai deflatornya dalam penghitungan nilai produksi atas dasar harga konstan biasanya adalah indeks harga produsen atau indeks harga perdagangan besar sesuai dengan cakupan komoditasnya. Sedangkan indeks harga yang dipakai untuk memperoleh biaya antara atas dasar harga konstan adalah indeks harga dari komponen biaya yang terbesar kontribusinya.

(25)

IV. ULASAN SINGKAT PERKEMBANGAN PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN KUDUS TAHUN 2011

IV.1. Perkembangan PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi

Seperti telah diuraikan sebelumnya, penghitungan PDRB tahun 2011 masih menggunakan tahun dasar 2000 (2000=100)

Secara matematis PDRB adalah kumulatif nilai tambah bruto dari seluruh sektor lapangan usaha. Namun dari hitungan-hitungan tersebut PDRB dapat diartikan sebagai kemampuan suatu wilayah untuk menghasilkan barang dan jasa dari seluruh kegiatan ekonomi yang ada.

Penghitungan PDRB tahun 2011 ini merupakan angka sangat sementara, oleh karena itu pada tabel yang disajikan diberi apostrof bintang dua. Sedangkan angka PDRB tahun 2010 merupakan angka sementara dan diberi apostrof bintang satu. Keadaan ini dilakukan karena masih dimungkinkan adanya perubahan ataupun perbaikan data yang digunakan.

PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Kudus tahun 2011 terhitung sebesar 33.830.035,59 juta rupiah atau tumbuh sebesar 7,52 persen. Angka tersebut menggambarkan besarnya nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan harga di tahun 2011. Sedangkan untuk PDRB atas dasar harga konstan sebesar 13.183.606,91 juta rupiah, dengan laju pertumbuhan sebesar 4,21 persen. Meskipun pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kudus masih di bawah prediksi pertumbuhan nasional, akan tetapi cukup bagus mengingat pertumbuhan ekonomi tahun ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuan ekonomi tahun 2010 sehingga dapat diartikan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2011 mengalami percepatan. Hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.

(26)

Tabel A1.

Pertumbuhan PDRB Kabupaten Kudus Tahun 2007 – 2011

Tahun

Harga Berlaku Harga Konstan 2000 Nilai

(Juta Rp.) Pertumbuhan Nilai

(Juta Rp.) Pertumbuhan

(1) (2) (3) (4) (5)

2007 2008 2009 2010 2011

24.013.253,71 27.245.392,30 28.946.886,48 31.463.364,03 33.830.036,69

11,36 13,46 6,25 8,69 7,52

11.243.359,38 11.683.819,73 12.144.952,38 12.651.068,82 13.183.606,91

3,33 3,92 3,95 4,17 4,21

Rata-rata 29.099.786,42 9,46 12.181.359,45 3,91

Pertumbuhan yang ditunjukkan atas dasar harga konstan merupakan pertumbuhan ekonomi riil suatu daerah, yang merupakan rata-rata tertimbang pertumbuhan sektor ekonomi yang dapat menjelaskan kinerja perekonomian setiap daerah.

Selama kurun waktu lima tahun terakhir, rata-rata PDRB yang diperoleh penduduk Kabupaten Kudus dari tahun 2007 - 2011 sebesar 29.099.786,42 juta rupiah, dengan rata- rata pertumbuhan sekitar 9,46 persen per tahun atas dasar harga berlaku. Sedangkan apabila dilihat atas dasar harga konstan tahun 2000 PDRB yang diperoleh sebesar 12.181.359,45 juta rupiah dengan rata-rata pertumbuhan 3,91 persen per tahun.

(27)

Dari Tabel A1 dapat dilihat bahwa dari tahun 2007 ke tahun 2011 laju perekonomian di Kabupaten Kudus terus bertumbuh, lambat tapi pasti angka laju pertumbuhan terus menaik. Pertumbuhan tertinggi terjadi di tahun 2011, yaitu sebesar 4,21 persen, disusul pada tahun 2010 dengan pertumbuhan 4,17 persen. Secara umum dalam lima tahun ini rata-rata pertumbuhan di Kabupaten Kudus mencapai 3,91 persen.

IV.2. Perkembangan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha

Penyajian PDRB menurut lapangan usaha dapat memberikan gambaran mengenai peranan masing-masing sektor lapangan usaha dalam menciptakan nilai tambah aktivitas perekonomian di suatu daerah. Sehingga dapat menujukkan basis ekonomi Kabupaten Kudus dan sektor lapangan usaha mana yang tumbuh pesat ataupun statis.

Dari sembilan sektor lapangan usaha yang tercakup dalam PDRB, untuk harga berlaku terlihat bahwa semua sektor lapangan usaha mengalami pertumbuhan yang positif yaitu berada pada kisaran antara 4,90 persen sampai dengan 14,66 persen. Demikian pula untuk pertumbuhan riil atau menurut harga konstan 2000, dari sembilan sektor lapangan usaha angka pertumbuhan riil, berada pada kisaran 0,52 persen sampai 13,41 persen.

Keadaan tersebut menunjukkan perekonomian di Kabupaten Kudus pada tahun 2011 bergeliat untuk meningkatkan nilai tambah sehingga pada giliran berikutnya pendapatan pelaku usaha diharapkan turut meningkat..

Pertumbuhan tertinggi untuk PDRB atas dasar harga berlaku dialami oleh sektor Konstruksi/Bangunan sebesar 14,66 persen, begitu pula bila dilihat atas dasar harga konstan sektor Konstruksi/Bangunan pertumbuhannya mencapai 13,41 persen.

Pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian tahun 2011 dapat dikatakan melambat atau lebih rendah (0,52 persen) setelah pada tahun 2010 tumbuh 4,62 persen, sektor pertanian merupakan penyumbang PDRB Kabupaten Kudus pada urutan ketiga setelah sektor Industri Pengolahan dan sektor perdagangan, namun demikian sektor pertanian ini tidak

(28)

bisa menggenjot angka PDRB Kabupaten Kudus secara keseluruhan karena kontribusinya yang hanya 2 - 3 persen dari PDRB Kabupaten Kudus.

Pertumbuhan sektor penggalian dari tahun ke tahun terus menurun kecuali tahun 2011 tumbuh 6,56 persen. Meskipun demikian, hasil bahan galian di Kabupaten Kudus masih memberikan kontribusi terhadap angka PDRB meskipun dengan prosentase yang sangat kecil sekali terutama bahan galian tanah urug yang menjadi unggulan sektor penggalian di Kabupaten Kudus.

Tabel A2.

Pertumbuhan PDRB menurut Lapangan Usaha Kabupaten Kudus Tahun 2011

LAPANGAN USAHA

Harga Berlaku Harga Konstan 2000 Nilai

(Jutaan Rp.)

Per- tumbuhan

Nilai (Jutaan Rp.)

Per- tumbuhan

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pertanian 2. Penggalian

3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Bersih 5. Bangunan

6. Perdag,Hotel & Rest.

7. Angkutan & Komunikasi 8. Lemb. Keuangan 9. Jasa-jasa

927.949,02 9.527,21 21.114.288,74 150.122,75 524.909,61 8.914.953,06 464.544,20 800.895,65 922.845,27

4,90 11,18 6,95 14,16 14,66 7,76 9,94 12,95 10,67

428.868,96 4.283,62 7.938.351,14 52.596,67 233.765,23 3.648.886,48 279.798,75 302.015,99 295.030,09

0,52 6,56 3,75 5,55 13,41 4,16 11,17 6,75 7,34

PDRB 33.830.035,59 7,52 13.183.606,91 4,21

(29)

Lapangan usaha industri pengolahan merupakan kontributor terbesar PDRB, Pada tahun 2011 ini lapangan usaha sektor industri mengalami pertumbuhan 3,75 persen.

Memang dari segi angka, pertumbuhan sektor industri pengolahan tergolong kecil namun secara nilai berkontribusi sangat besar jika dibandingkan dengan ke delapan sektor lainnya, sehingga kontribusi PDRB sektor industri pengolahan tersebut masih mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kudus secara keseluruhan.

Pertumbuhan untuk lapangan usaha lainnya dapat dilihat pada Tabel A2.

IV.3. Struktur PDRB Kabupaten Kudus

Perekonomian Kudus masih berbasis pada lapangan usaha industri pengolahan.

Hal ini dimungkinkan cukup jelinya penduduk Kudus untuk menangkap peluang-peluang yang ada dalam menciptakan produk-produk industri yang laku di pasaran. Lapangan usaha industri pengolahan masih menempati urutan tertinggi dalam menyumbang nilai PDRB, yakni sebesar 62,41 persen dari seluruh nilai total PDRB pada tahun 2011.

Sektor kedua yang memberikan kontribusi cukup besar adalah lapangan usaha Perdagangan, Hotel & Restoran. Sektor ini pada tahun 2011 memberikan sumbangan sebesar 26,35 persen lebih besar dari tahun 2010 (26,29 persen). Sektor Perdagangan, hotel & restoran selalu menyumbang lebih dari 25 persen dari PDRB Kabupaten Kudus.

Besaran kontribusi ini terjadi baik pada angka atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Sektor Perdagangan, hotel & restoran adalah merupakan muara dari sektor pertanian; penggalian; dan industri pengolahan, karena hasil produksi dari ketiga sektor tersebut akan didistribusikan oleh sektor perdagangan sehingga arus barang dari produsen ke konsumen atau dari Kabupaten Kudus ke luar daerah atau pun sebaliknya dari luar daerah masuk ke Kabupaten Kudus bisa berjalan lancar.

(30)

Tabel B

Distribusi Prosentase PDRB menurut Lapangan Usaha di Kudus

Lapangan Usaha

Harga Berlaku Harga Konstan 2000

2010 2011 2010 2011

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pertanian 2. Penggalian

3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Bersih 5. Bangunan

6. Perdag,Hotel & Rest.

7. Angkutan & Komunikasi 8. Lemb. Keuangan 9. Jasa-jasa

2,81 0,03 62,75 0,42 1,46 26,29 1,34 2,25 2,65

2,74 0,03 62,41 0,44 1,55 26,35 1,37 2,37 2,73

3,37 0,03 60,48 0,39 1,63 27,69 1,99 2,24 2,17

3,25 0,03 60,21 0,40 1,77 27,68 2,12 2,29 2,24

PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00

Sektor pertanian pada tahun 2011 menghasilkan kontribusi sebesar 2,74 persen, turun 2,49 persen dibanding kontribusi tahun 2010. Bila ditinjau dari jangka waktu dua dasawarsa ini, sudah berhektar-hektar lahan pertanian yang berubah menjadi lahan kering non pertanian baik untuk perumahan, industri maupun untuk kegiatan-kegiatan lain disamping itu banyak penduduk yang sudah beralih profesi dan tidak menggantungkan hidupnya pada lapangan usaha pertanian. Menjadi suatu pekerjaan rumah bagi pemerintah Kabupaten Kudus dan kita semua tentunya untuk mendayagunakan keterbatasan lahan pertanian agar dapat berproduksi lebih optimal.

(31)

Banyak dari penduduk Kudus yang lebih memilih bekerja di lapangan usaha industri pengolahan maupun lapangan usaha lainnya dari pada sektor pertanian. Maklum adanya, upah buruh industri lebih tinggi dari upah buruh pertanian dengan resiko dan beban kerja yang lebih kecil. Hal tersebut merupakan salah satu faktor kenapa sektor pertanian di Kudus tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Sehingga perlu solusi secara integral untuk dapat mengembalikan citra pertanian di Kudus baik dari segi produksi maupun sisi ekonomis tenaga kerjanya.

Lapangan usaha yang memberikan kontribusi yang statis dan terkecil sumbangannya adalah Sektor Penggalian yaitu sekitar 0,03 persen.

IV.4. Indeks Implisit PDRB

Indeks implisit merupakan indikator yang dapat menunjukkan tingkat stabilitas perekonomian (inflasi/deflasi) suatu daerah. Pertumbuhan indeks harga implisit merupakan inflasi harga produsen tiap subsektor/sektor/PDRB tahun yang bersangkutan.

Selama ini angka inflasi masih menjadi barometer dalam menilai stabilitas ekonomi disamping pertumbuhan ekonomi. Naik turunnya angka ini menggambarkan gejolak ekonomi utamanya indikator harga di wilayah tersebut yang tergolong sensitif terhadap tersedianya (stok) barang dan jasa.

Di tahun 2011 indeks implisit PDRB Kudus meningkat dari 248,70 persen di tahun 2010 menjadi 256,61 persen dengan inflasi yang terjadi sebesar 3,18 persen. Dengan besaran 3,18 persen inflasi di tingkat produsen ini cukup wajar karena masih dibawah batas psikologis (dua digit). Kenaikan angka inflasi ini dipicu oleh kenaikan harga-harga yang dinamis. Dengan demikian dengan angka inflasi yang lebih rendah dan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari tahun 2010, maka di tahun 2011 ini kondisi perekonomian di Kabupaten Kudus cukup menggairahkan.

(32)

IV.5. Pendapatan Regional Perkapita

Pada tahun 2011 nilai tambah bruto (PDRB) yang dihasilkan penduduk Kabupaten Kudus akibat adanya aktivitas produksi, rata-rata perkapitanya adalah Rp. 44.103.966,34 atau naik sebesar 6,83 persen dari tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap penduduk Kudus mampu mengumpulkan nilai tambah bruto sebanyak Rp.

3.675.330,- perbulannya, angka ini sangat jauh di atas batas garis kemiskinan. Namun bila kita lihat lebih seksama lagi, perekonomian Kudus kurang lebih 60 persennya didominasi sektor industri, utamanya industri besar dan sedang yang jumlah perusahaanya relatif kecil bila dibandingkan dengan industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Dengan demikian nilai tambah yang dihasilkan lebih banyak dinikmati oleh para pengusaha industri besar dan sedang yang mampu memproduksi barang yang lebih besar dan lebih mahal di pasaran. Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah Kabupaten Kudus untuk lebih memotivasi rakyatnya yang masih di bawah garis kemiskinan untuk mampu menghasilkan nilai tambah dan berpenghasilan lebih besar seperti penduduk Kudus lainnya yang terkenal sebagai penduduk yang kreatif serta perlu mengembangkan sektor lainnya.

Pendapatan Regional perkapita atau dengan kata lain dan lebih dikenal sebagai Income percapita merupakan gambaran pendapatan yang diterima oleh penduduk sebagai keikutsertaannya dalam aktivitas proses produksi. Pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk Kabupaten Kudus tahun 2011 adalah Rp.22.234.913,60 naik sebesar 4,33 persen dari tahun 2010. Dengan pendapatan penduduk yang cukup besar, dapat dikatakan bahwa tingkat kemakmuran penduduk di Kabupaten Kudus jauh lebih baik bila dibandingkan dengan tingkat kemakmuran Kabupaten lainnya diwilayah lain minimal di karesidenan Pati.

IV.6. PDRB menurut Kelompok Sektor

Kabupaten Kudus layak dinilai sebagai kota modern dan mempunyai karakteristik seperti wilayah perkotaan, terbukti sektor primer berkontribusi lebih kecil dari sektor

(33)

sekunder dan tersier. Suatu teori transisi demografi menyebutkan bahwa suatu daerah menuju modern ditandai dengan kegiatan ekonominya akan bergerak dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Menilik hal tersebut di atas di tahun 2011 kontribusi sektor primer yang terdiri dari sektor usaha Pertanian, Pertambangan & Penggalian hanya berhasil memberikan kontribusi sebesar 2,84 persen dari total PDRB menurut harga berlaku. Kontribusi dari sektor primer ini cenderung mengalami stagnasi. Dengan luas tanah pertanian di Kudus lebih dari 50 persen (luas sawah = 21.0704 Ha) dari luas wilayah Kabupaten (42.516 Ha), ternyata produktivitasnya terus saja masih lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok sektor sekunder maupun tersier.

Tabel C

Distribusi Prosentase PDRB menurut Kelompok Sektor Tahun 2011

Kelompok Sektor Harga Berlaku Harga Konstan 2000

(1) (2) (3)

Sektor Primer

Sektor Sekunder

Sektor Tersier

2,84

64,62

32,54

3,40

62,51

34,09

PDRB 100,00 100,00

Selain itu kecilnya animo atau minat sebagian besar masyarakat di Kabupaten Kudus terhadap usaha sektor pertanian sangat kecil dan masih terbatasnya kualitas sumber daya manusia dan kemampuan biaya serta masih minimnya pemanfaatan tekhnologi pertanian modern berimbas pada keterbatasan macam tanaman yang

(34)

dibudidayakan dan belum mengacu pada tanaman ekspor mengkondisikan rendahnya kontribusi sektor primer.

Kelompok sektor Sekunder yang terdiri dari sektor Industri Pengolahan; Listrik, Gas

& Air Bersih serta Bangunan merupakan kelompok sektor yang menopang 64,62 persen dari total PDRB Kudus menurut harga berlaku. Kelompok sektor ini masih menjadi andalan dan primadona dalam mengumpulkan nilai tambah di Kabupaten Kudus .

Kelompok sektor Tersier yang terdiri dari Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran;

Angkutan & Komunikasi; Bank/Lemb.Keuangan Lainnya; serta jasa-jasa. Suatu daerah dapat dikatakan modern apabila kelompok sektor tersier di daerah tersebut berhasil memberikan kontribusi yang tinggi. Di Kudus sendiri kelompok sektor tersier menyumbangkan 32,54 persen dari total PDRB. Tingginya kontribusi kelompok sektor tersier ini tidak terlepas dari letak geografis yang strategis menjadi pusat distribusi/

perdagangan aneka barang dan jasa utamanya hasil industri pengolahan baik skala besar, kecil maupun skala rumahtangga di wilayah Karesidenan Pati.

(35)
(36)

Tabel 1.1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN KUDUS Tabel 1.1. ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2007-2011

Tabel 1.1. (JUTAAN RUPIAH)

* **

LAPANGAN USAHA 2007 2008 2009 2010 2011

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. PERTANIAN 572,526.70 669,646.60 803,772.14 884,589.78 927,949.02

1.1. Tanaman Bahan Makanan 418,632.39 490,816.25 588,662.42 637,419.81 659,641.81

1.2. Tanaman Perkebunan 49,442.77 56,728.50 60,128.92 72,865.62 76,999.47

1.3. Peternakan 100,101.85 116,537.25 146,651.97 160,371.15 173,044.59

1.4. Kehutanan 284.14 315.83 321.37 347.20 372.42

1.5. Perikanan 4,065.56 5,248.77 8,007.46 13,585.99 17,890.72

2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 8,380.38 9,092.12 8,538.79 8,569.44 9,527.21

2.1. Pertambangan - - - - -

2.2. Penggalian 8,380.38 9,092.12 8,538.79 8,569.44 9,527.21

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 15,616,390.95 17,408,531.63 18,369,527.90 19,742,458.88 21,114,288.74 3.1. Makanan, minuman & Tembakau 13,975,523.22 15,521,033.52 16,369,071.99 17,455,808.15 18,647,593.02 3.2. Tekstil, Brg kulit & alas kaki 251,924.01 294,199.40 306,490.37 335,679.93 366,619.55 3.3. Barang Kayu & hasil hutan lain 72,006.33 78,616.80 86,541.92 88,204.75 95,771.83 3.4. Kertas & Barang Cetakan 782,720.58 901,085.23 938,613.95 1,079,180.78 1,155,716.28 3.5. Pupuk, Kimia & Brg dr Karet 122,999.69 134,422.68 140,624.62 161,527.07 171,963.48 3.6. Semen & Brg lain bkn Logam 39,535.93 43,151.23 47,319.41 53,219.20 57,984.87 3.8. Alat Angkt, Mesin & Peralatan 288,881.47 345,620.79 380,894.03 459,470.07 499,888.01

3.9. Barang Lainnya 82,799.71 90,401.97 99,971.61 109,368.94 118,751.70

4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 88,994.54 100,612.94 116,049.08 131,503.18 150,122.75

4.1. Listrik 86,505.46 97,052.60 111,890.80 126,453.30 144,495.24

4.2. Gas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

4.3. Air Bersih 2,489.09 3,560.34 4,158.28 5,049.89 5,627.51

5. BANGUNAN 319,534.84 347,586.21 402,586.23 457,798.86 524,909.61 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 6,074,941.57 7,102,368.42 7,516,547.92 8,272,931.06 8,914,953.14 6.1. Perdagangan 5,811,023.57 6,793,006.19 7,158,714.39 7,713,514.75 8,314,045.61

6.2. Hotel 3,391.14 3,819.24 3,565.15 3,766.37 4,056.56

6.3. Restoran 260,526.87 305,542.99 354,268.38 555,649.94 596,850.98

7. ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 340,685.13 394,677.34 399,107.10 422,536.19 464,544.20

7.1. Angkutan Darat 229,676.46 273,421.26 282,685.50 304,795.30 332,415.46

7.2. Angkutan Laut 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

7.3. Angkutan Sungai,Danau&Penyeberangan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

7.4. Angkutan Udara 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

7.5. Jasa Penunjang Angkutan 3,619.10 3,845.95 3,913.77 4,122.73 4,434.24

7.6. Pos Dan Telekomunikasi 107,389.57 117,410.13 112,507.84 113,618.15 127,694.50

8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PRSHN 466,480.96 556,816.77 624,356.50 709,068.28 800,895.65

8.1. Bank 210,855.70 247,612.81 280,934.55 291,566.75 314,308.96

8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank 59,083.56 76,339.55 90,089.43 98,467.12 108,283.09

8.3. Jasa Penunjang Keuangan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

8.4. Sewa Bangunan 194,783.51 230,786.59 251,190.22 316,434.81 375,378.99

8.5. Jasa Perusahaan 1,758.19 2,077.82 2,142.31 2,599.60 2,924.61

9. JASA-JASA 525,318.64 656,060.27 706,400.82 833,908.37 922,845.27

9.1. Pemerintahan 304,684.45 388,915.71 429,653.45 509,320.47 565,345.72

9.2. Sosial Kemasyarakatan 183,032.17 227,776.96 236,078.41 280,514.22 308,461.47

9.3. Hiburan & Rekreasi 923.03 1,057.66 1,281.75 1,460.15 1,932.90

9.4. Perorangan & Rumahtangga 36,678.99 38,309.94 39,387.21 42,613.52 47,105.18

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 24,013,253.71 27,245,392.30 28,946,886.48 31,463,364.03 33,830,035.59

Referensi

Dokumen terkait

Dardjowidjojo (1986) menelaah II Benang Pengikat Wacana ll. Dia menca- tat beberapa benang pengikat yang dapat memadukan informasi antarka- limat dalam wacana. Dalam tulisannya,

pembelajaran berbasis prezi dilakukan oleh 2 orang ahli materi, 2 orang ahli media, guru mata pelajaran geografi serta siswa SMA Negeri 1 Kubung kelas X IPS

Dalam melengkapi penulisan sampai dengan saat ini ini beberapa pihak telah memberikan masukan serta memberikan konstribusi yang positif, sehingga di dalam

Sedangkan menurut Soejono dalam Astuti (2009) menyebutkan bahwa cara untuk menuju kepuasan anggota koperasi dapat dinilai dari dua sudut pandang yaitu : keberhasilan koperasi dari

Sistem penghantaran kuasa elektrik kepada pengguna boleh dilakukan dalam dua sistem iaitu sistem AU atau sistem AT. Terangkan kebaikan dan keburukan kedua-dua sistem ini dalam

Pengendalian Internal terhadap Aset Tetap pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Sulawesi Utara saat ini sudah cukup baik, namun akan berjalan dengan efektif dan

Dari penelitian terdahulu yang menemukan bahwa terdapat beberapa variabel – variabel yang mampu mempengaruhi terhadap purchase intention, seperti pada penelitian

Berdasarkan hasil pemantauan BPS, dengan menggunakan penghitungan dan tahun dasar (2012 = 100), di Kota Manokwari pada bulan September 2016 terjadi deflasi sebesar -0,67 persen,