• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEORITIS

36 KSP KAHMI DELI

2.2 Produk-Produk Jasa Keuangan BMT

2.2.1 Produk Pengumpulan Dana Masyarakat

Pelayanan jasa simpanan yang diselenggarakan oleh BMT merupakan suatu bentuk simpanan yang terkait dan tidak terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya. Berkenaan dengan hal tersebut, maka jenis simpanan yang dapat ditawarkan oleh BMT relatif sangat beragam sesuai dengan kebutuhan dan kemudahan yang dimiliki simpanan tersebut. Sedangkan transaksi yang mendasari bagi berlakunya simpanan BMT adalah akad wadi’ah dan mudharabah.

a. Simpanan Wadi’ah adalah titipan dana ynag dilakukan setiap waktu dan dapat ditarik pemilik atau nasabah dengan cara mengeluarkan semacam surat berharga pemindah bukuan/transfer dan perintah membayar lainnya. Pihak-pihak penyimpan dana dapat menerima keuntungan bagi hasil yang sesuai dengan jumlah dana yang diinvestasikan di BMT. Simpanan terbagi dua yaitu wadi’ah dhomanah dan wadi’ah amanah.

b. Simpanan Mudharabah adalah simpanan para pemilik dana yang penyetoran dan atau penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

c. Selain kedua jenis simpanan tersebut, BMT juga mengelola dana ibadah seperti zakat, infaq, sedekah (ZIS) yang dalam hal ini BMT berfungsi sebagai badan amil. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang wajib dipenuhi oleh setiap muslim. Zakat memiliki hikmah yang dikategorikan dalam dua dimensi: dimensi vertikal dan dimensi horizontal (Mimbar ulama No. 258/XXI, Zakat dan pajak untuk kemaslahatan (Februari, 2000). Dalam kerangka ini, zakat sekaligus perwujudan kepada Allah sekaligus sebagai perwujudan dari rasa kepedulian sosial (ibadah sosial). Dilihat dari segi bahasa, kata zakat berasal dari kata zaka (bentuk masdar), yang mempunyai arti: berkah, tumbuh, bersih, suci, dan baik. Sedangkan menurut terminologi, zakat adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta yang mencapai satu nisab, untuk orang yang berhak menerimanya. Adapun unsur-unsur zakat adalah harta yang di pungut, basis harta, dan subjek yang berhak menerima zakat.

Pendistribusian zakat boleh dilakukan dengan dua cara yaitu konsumtif dan produktif. Konsumtif untuk tujuan membantu masyarakat muslim yang mengalami kesulitan sedangkan untuk zakat produktif bersifat profit oriented. Secara umum zakat bertujuan untuk menata hubungan dua arah yaitu hubungan vertikal dengan tuhan dan hubungan horizontal dengan sesama manusia. Artinya secara vertikal, zakat sebagai ibadah dan wujud ketakwaan dan kesyukuran hamba kepada Allah. Sedangkan secara horizontal zakat bertujuan mewujudkan rasa keadilan sosial dan kasih sayang diantara pihak yang berkemampuan dengan pihak yang tidak mampu dan dapat memperkecil problema dan kesenjangan sosial serta ekonomi umat (Asnaini, 2008: 42).

Zakat disalurkan menurut ketentuan disalurkan kepada tujuh golongan, yaitu:

1. Fakir dan miskin, termasuk didalamnya biaya penyantunan orang-orang miskin di lembaga-lembaga sosial, panti-panti asuhan, dan lembaga modal bagi fakir miskin agar mereka dapat berusaha secara produktif.

2. Kelompok amil (petugas zakat), termasuk biaya-biaya administrasi dan personel badan atau organisasi amil itu serta aktivitas yang dilakukannya untuk meningkatkan kesadaran berzakat di masyarakat. 3. Kelompok muallaf (orang yang baru masuk Islam). Dana ini digunakan untuk membantu penyantunan dan pembinaan orang-orang yang baru masuk Islam disediakan juga dana untuk membiayai lembaga dakwah agama.

4. Memerdekakan budak belian yakni dana untuk membebaskan petani, pedagang, dan nelayan kecil dari hisapan lintah darat, penijon, dan rentenir.

5. Kelompok gharim atau kelomopok yang berutang. Orang atau lembaga Islam yang jatuh pailit atau mempunyai tanggungan utang sebagai pelaksanaan kegiatan yang baik dan sah menurut hukum.

6. Fi sabilillah, termasuk segala keperluan peribadatan, pendidikan, dakwah, penelitian, penerbitan buku-buku, dan majalah ilmiah.

7. Ibnu sabil, orang yang terputus bekal di perjalanan, termasuk segala usaha guna membantu biaya perjalanan seseorang yang kehabisan biaya, beasiswa, dan biaya-biaya ilmiah.

Lembaga zakat sebagaimana tercantum dalam UU zakat adalah lembaga yang dapat dibentuk oleh masyarakat. Lembaga zakat lingkup operasinya dapat di tingkat regional ataupun nasional. Lembaga zakat menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan. Lembaga zakat bisa dibentuk organisasi politik, takmir masjid, pesantren, media massa, bank dan lembaga keuangan, dan lembaga kemasyarakatan. BMT sebagai lembaga keuangan syariah juga merupakan lembaga zakat. Karena BMT bisa bertindak sebagai amil zakat. Dimana nantinya, akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Adapun jumlah penerimaan dan penyaluran dana zakat yang diterima oleh BAZNAS akan disajikan pada Tabel 2.2 dibawah ini:

Tabel 2.2

Penerimaan dan Penyaluran Badan Amil Zakat Nasional

Sumber: Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

Dalam Undang-Undang No. 38/1999 Pasal 11 (2) Bab IV tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan tujuh jenis harta yang dikenai zakat, yaitu:

1. Emas, perak, dan uang

2. Perdagangan dan Perusahaan

3. Hasil pertanian. Perkebunan, dan perikanan 4. Hasil pertambangan

5. Hasil Perternakan

6. Hasil pendapatan dan jasa 7. Rikaz

Harta-harta kekayaan sebagaimana disebutkan diatas, wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat (mencapai nisab, kadar, dan waktu/haul). Penerimaan Tahun 2001 Jenis Nominal Zakat 120.685.550 Zakat fitrah 27.254.342 Infaq 34.078.962 Jumlah 182.018.854 Penerimaan Tahun 2002 Zakat 272.649.437 Zakat fitrah 7.252.400 Infaq 15.880.000 Ketupat Lembaran 225.400.000 Jumlah 521.181.837

Didin Hafidhuddin (2002) mengemukakan jenis harta yang wajib dizakati sesuai dengan perkembangan perekonomian modern saat ini meliputi:

1. Zakat Profesi 2. Zakat Perusahaan

3. Zakat surat-surat berharga 4. Zakat perdagangan mata uang

5. Zakat hewan ternak yang diperdagangkan 6. Zakat madu dan produksi hewani

7. Zakat investasi properti 8. Zakat asuransi syariah

9. Zakat usaha tanaman anggrek, sarang burung walet, ikan hias, dan sektor modern lainnya yang sejenis

10.Zakat sektor rumah tangga modern.

Selanjutnya sedekah dalam pengertian umum adalah memberikan harta atau nilainya dan juga manfaatnya kepada yang berhak atau patut diberi, karena perintah Allah/Rasul-Nya, baik perintah wajib maupun perintah sunnah, yang merupakan ibadah kepada Allah dan sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan (Nukthoh, 2005: 19-20).

Menurut H. Nukthoh Arfawie Kurde bahwa sedekah itu adalah pemberian/amal sukarela dari seorang muslim dan tidak tertentu jumlahnya, seperti kotak amal, list derma, shalawat Jum’at/pengajian, permintaan dan lain-lain. Karena sedekah itu lebih luas cakupannya, karena tidak terbatas jumlahnya dan untuk keperluan yang tidak terbatas pula.

Dalam kasus sedekah, ibadah privat sekaligus menjadi ibadah publik sebuah individual yang berwujud dalam bentuk sosial. Dengan demikian, nilai sedekah terbagi dua:

1. Nilai spiritual (vertikal) 2. Nilai sosial (horizontal)

Sedangkan, Infaq adalah amal/pemberian seseorang Muslim atau badan hukum karena sesuatu kebutuhan yang didasari rasa taqarrub kepada dan mengharapkan pahala dari Allah SWT (Nukthoh, 2005: 18-19).

Lembaga sedekah sangat digalakkan oleh ajaran Islam untuk menanamkan jiwa sosial dan mengurangi penderitaan orang lain. Bentuk sedekah tidak hanya berupa materi, tetapi dapat juga berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain (Mohammad Hidayat, 2010: 317). Setiap orang bisa saja melakukakn infaq dan sedekah itu. Zakat, infaq, dan sedekah inilah yang nantinya dijadikan sebagai sumber dana pembiayaan Qardhul Hasan di BMT. 2.2.2 Produk Penyaluran Dana

BMT bukan sekedar lembaga keuangan non-bank yang berfungsi sosial, tetapi juga dapat menjadi lembaga bisnis yang berperan dalam meningkatkan dan membangun sistem perekonomian umat. Sejalan dengan kedua fungsi tersebut, maka kumpulan dana dari nasabah yang dikelola oleh BMT selanjutnya disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat (nasabah). Pinjaman yang diberikan oleh BMT kepada masyarakat disebut kredit pembiayaan. Kredit pembiayaan merupakan suatu fasilitas produk yang diberikan oleh BMT kepada anggotanya untuk digunakan sebagai dana pendukung kegiatan usaha. Berbagai

bentuk pembiayaan yang ditawarkan oleh BMT kepada masyarakat bergantung kepada dua jenis akad, yaitu: musyarakah dan jual-beli (bai’). Di antara pembiayaan yang sudah umum dikembangkan oleh BMT maupun lembaga keuangan syariah lainnya (Yusup, 2004: 125-127) adalah:

a. Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil

Pembiayaan berakad jual-beli adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan anggotanya, dimana BMT menyediakan dana investasi atau berupa pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh pemnjam adalah jumlah atas harga barang modal dan mark-up yang telah disepakati bersama.

b. Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan berakad jual-beli. Pembiayaan murabahah pada dasarnya merupakan kesepakatan antara BMT dengan pemberi modal dan anggota sebagai peminjam. Prinsip yang digunakan adalah sama seperti pembiayaan BBA, tetapi proses pengembaliannya akan dibayarkan pada saat jatuh tempo.

c. Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan dengan akad syirkah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dan anggota, di mana BMT menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya.

d. Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan dengan akad syirkah adalah penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam kegiatan usaha, di mana terjadinya kesepakatan untuk menanggung resiko dan keuntungan yang berimbang sesuai dengan penyertaan modal masing-masing.

e. Pembiayaan Qardhul Hasan

Pinjaman kebajikan yaitu suatu perjanjian antara BMT sebagai pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai penerima pinjaman, baik berupa uang maupun barang tanpa persyaratan adanya tambahan atau biaya apa pun. Peminjam (nasabah) berkewajiban mengembalikan uang atau barang yang dipinjam, dengan jumlah yang sama dengan pokok pinjaman. BMT sebagai pemberi pinjaman tidak diperbolehkan meminta peminjam untuk membayar lebih dari jumlah pokok pinjaman, akan tetapi BMT dibenarkan untuk menerima kelebihan pembayaran secara sukarela yang besarnya tidak ditentukan sebelum akad, ini hukumnya sunnah. Tujuan utama pembiayaan Qardhul Hasan adalah untuk menolong peminjam yang berada dalam keadaan terdesak, baik untuk hal-hal yang bersifat konsumtif maupun produktif. Peminjam dipilih secara selektif dan hati-hati terutama kepada peminjam yang dinilai jujur dan mempunyai reputasi baik. Dana Qardhul Hasan ini berasal dari dana zakat, infaq, dan sedekah yang dititipkan di BMT (Sumitro: 107).

Dana Qardhul Hasan ini dapat bersumber dari bagian modal BMT, keuntungan BMT yang disisihkan, atau dari lembaga lain atau individu yang

mempercayakan penyaluran infaknya kepada BMT. Dasar hukum dari Qardhul Hasan adalah sebagai berikut:

1. Q.S. Al-Baqarah (2): 282, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bermuamalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis…”

2. Q.S. Al-Hadid (57): 11, “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”

3. HR. Muslim “Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitan dunia, Allah akan melepaskan kesulitan di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.”

Adapun ketentuan mengenai Qardhul Hasan telah diatur dalam fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IX/2000. Dalam fatwa ini, ketentuan umum Qardhul Hasan adalah sebagai berikut:

1. Qardhul Hasan adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.

2. Nasabah Qardhul Hasan wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.

3. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.

5. Nasabah Qardhul Hasan bisa memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada bank selama tidak diperjanjikan dalam akad. 6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh

kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan nasabah telah memastikan ketidakmampuannya, bak dapat:

a. Memperpanjang waktu pengembalian, atau

b. Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.

Adapun mekanisme pembiayaan Qardhul Hasan akan disajikan dalam Gambar 2.1 dibawah ini:

Perjanjian Qardh

Tenaga Kerja Modal 100%

Kembali Modal 100%

Gambar 2.1 Skema Qardhul Hasan

Nasabah

Dokumen terkait