• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi enzim keratinase dilakukan dengan menumbuhkan kultur starter Bacillus sp. BE-1 dalam media produksi yang komposisinya disajikan pada Lampiran 1. Media produksi yang telah ditambahkan kultur starter tersebut kemudian diinkubasi selama dua hari pada suhu 370C. Kultur

starter dibuat dengan menumbuhkan satu ose isolat Bacillus sp. BE-1 ke

dalam media Luria Bertani Broth lalu diinkubasi selama semalam. Volume kultur starter yang ditambahkan ke dalam media produksi adalah sebanyak 10% dari volume media produksi.

Produksi enzim menghasilkan larutan keruh dengan substrat bulu ayam yang sudah berkurang drastis jumlahnya dibandingkan dengan sebelum inkubasi. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar substrat bulu telah terdegradasi oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh mikroba yang telah ditumbuhkan pada media produksi.

Larutan hasil produksi tersebut masih mengandung berbagai macam enzim dan protein sehingga masih harus diberikan serangkaian perlakuan lanjut untuk memperoleh enzim yang diinginkan. Proses berikutnya adalah perlakuan gaya sentrifugasi pada larutan hasil produksi sehingga dihasilkan supernatan jernih yang telah bebas sel mikroba. Larutan supernatan jernih ini kemudian disebut sebagai ekstrak enzim kasar.

Pengujian aktivitas keratinolitik (kemampuan mendegradasi substrat keratin) yang dilakukan pada ekstrak enzim kasar menghasilkan nilai aktivitas sebesar 0,0698 U/mg. Nilai ini akan menjadi patokan perbandingan bagi kelipatan peningkatan nilai aktivitas keratinolitik (tingkat kemurnian) fraksi-fraksi enzim pada tahap-tahap pemurnian selanjutnya.

16 B. PEMURNIAN ENZIM

Hasil tahap-tahap pemurnian terhadap enzim keratinase dari Bacillus sp. BE-1 disajikan pada Tabel 1. Pada masing-masing tahap dilakukan pengukuran aktivitas keratinolitik dan kadar protein. Aktivitas spesifik menunjukkan unit aktivitas per mg protein sementara tingkat kemurnian merupakan hasil pembagian aktivitas spesifik pada suatu tahap pemurnian terhadap aktivitas spesifik ekstrak enzim kasar.

Tabel 1. Hasil tahap-tahap pemurnian keratinase dari Bacillus sp. BE-1

Tahap Total protein Total aktivitas Aktivitas Tingkat Perolehan pemurnian (mg) (Unit) spesifik kemurnian (%)

(Unit/mg) Ekstrak kasar 45 2,6468 0,0698 1 100 Ekstrak kasar + 50% (NH4)2SO4 0,497 0,31 0,63 9 11,7 Dialisis 0,298 0,22 0,74 10,6 8,3 Butyl Sepharose FF F49 0,006 0,0283 4,7 67 1,1 Sephacryl S-200 HR F20 0,0010 0,0155 14,5 208 0,6 F26 0,0040 0,0366 8,4 120 1,4 F27 0,0060 0,0455 8,1 116 1,7 F33 0,0030 0,0273 10,0 144 1,0 F43 0,0020 0,0190 8,2 117 0,7 F46 0,0006 0,0237 35,9 515 0,9 F58 0,0040 0,0396 9,2 132 1,5

Menurut Naz (2002), presipitasi atau pengendapan protein dapat terjadi oleh perubahan pH atau kekuatan ion, adanya penambahan pelarut organik atau senyawa lainnya sehingga molekul protein berkumpul. Penambahan garam pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan pengendapan protein. Efek salting out ini terjadi karena adanya kompetisi

17 antara protein dan garam dalam interaksinya dengan molekul air. Pada konsentrasi garam yang tinggi, tidak ada cukup molekul air yang tersedia untuk melarutkan protein karena mayoritas molekul air berinteraksi lebih kuat dengan garam dibandingkan dengan protein. Hal ini membuat interaksi antar protein lebih kuat daripada interaksi protein-air yang akhirnya menyebabkan agregasi molekul-molekul protein sehingga protein mengendap.

Garam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ammonium sulfat (NH4)2SO4 karena beberapa kelebihan yang dimiliki seperti efektivitasnya dalam proses salting out, dapat bekerja baik pada berbagai pH, kelarutannya yang tinggi, panas yang dihasilkan dari pelarutannya rendah, dan harganya yang murah (Scopes, 1981).

Penambahan garam dilakukan dilakukan sedikit demi sedikit pada suhu rendah sambil diaduk. Pengadukan dengan bantuan stirrer pada kecepatan rendah untuk menghindari denaturasi protein yang ditandai dengan kemunculan buih (Bollag dan Edelstein, 1991).

Ekstrak enzim kasar yang telah ditambahkan ammonium sulfat didiamkan selama 12 jam (semalam) pada suhu 40C. Selama proses ini molekul-molekul protein akan beragregasi. Agar diperoleh endapan protein yang sempurna, dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 30 menit pada suhu 40C.

Endapan protein yang telah didapatkan segera dilarutkan kembali dengan buffer fosfat dalam volume yang minimum. Terhadap fraksi ini dilakukan analisis aktivitas keratinolitik dan kadar protein. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemurnian enzim keratinase sebesar 9 kali dari ekstrak enzim kasar (filtrat bebas sel). Dalam fraksi ini masih terdapat banyak protein selain enzim keratinase.

Proses pemurnian dilanjutkan dengan dialisis untuk menghilangkan molekul garam dan ion pengganggu lainnya yang dapat mempengaruhi kestabilan enzim. Metode ini dapat membuat terjadinya pertukaran pelarut enzim dengan buffer yang masuk ke dalam dialisat. Ukuran kantong dialisis harus memungkinkan pertukaran tersebut namun tetap harus dapat

18 menghalangi lolosnya protein dari kantong dialisis (Bollag dan Edelstein, 1991). Dalam penelitian ini digunakan kantong dialisis berukuran 12 kD.

Hasil dialisis menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat kemurnian enzim sebesar 10,6 kali dari ekstrak enzim kasar. Hingga tahap ini terjadi peningkatan aktivitas spesifik sehingga tingkat kemurnian enzim semakin tinggi. Terjadinya pengenceran oleh larutan buffer yang menggantikan garam di dalam kantong memungkinkan penurunan konsentrasi protein.

Tahap pemurnian selanjutnya adalah aplikasi sampel hasil dialisis ke dalam kolom kromatografi Butyl sepharose FF. Kromatografi ini menggunakan prinsip interaksi hidrofobik. Protein termasuk enzim umumnya memiliki sisi hidrofobik. Garam ammonium sulfat dengan konsentrasi tinggi yang ditambahkan di awal proses (30%) memberikan kondisi bagi terjadinya interaksi hidrofobik antara matriks gel Butyl

sepharose dengan enzim. Penurunan konsentrasi garam dalam elusi

berikutnya (15% dan 0%) membuat lepasnya secara berturut-turut kumpulan enzim dari matriks gel Butyl sepharose. Pada tiap tahap elusi (30%, 15%, dan 0% garam) muncul puncak-puncak protein yang harus dianalisis aktivitas keratinolitiknya untuk memperoleh fraksi yang paling banyak mengandung enzim keratinase (fraksi dengan aktivitas keratinolitik paling tinggi).

Hasil analisis terhadap fraksi-fraksi yang keluar dari kolom interaksi hidrofobik tersebut disajikan pada Gambar 1. Analisis yang dilakukan meliputi penentuan kadar protein secara kasar dengan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 280 nm serta analisis aktivitas keratinolitik.

19 Gambar 1. Hasil analisis fraksi-fraksi pemurnian kromatografi Butyl

sepharose-FF

Terlihat dari Gambar 1 bahwa muncul 3 puncak protein pada pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 280 nm. Puncak aktivitas enzim keratinase tertinggi (fraksi ke-49) muncul pada daerah puncak protein yang ketiga atau yang terakhir. Puncak ini merupakan puncak yang muncul setelah konsentrasi garam ammonium sulfat 0% (setelah fraksi ke-39). Garis putus-putus pada Gambar 1 di atas menunjukkan konsentrasi garam yang turun dari 30% ke 15% dan 0%. Aktivitas spesifik dari fraksi dengan aktivitas enzim keratinase tertinggi tersebut adalah 4,7 U/mg dengan tingkat kemurnian enzim 67 kali dari ekstrak enzim kasar.

Data tersebut menunjukkan bahwa enzim tersebut awalnya terikat kuat dengan matriks gel Butyl sepharose karena interaksi hidrofobik yang terjadi antara enzim dan matriks gel yang telah dikondisikan dengan konsentrasi garam ammonium sulfat 30%. Setelah konsentrasi garam diturunkan hingga

20 0%, enzim tersebut tidak lagi terikat ke matriks gel sehingga enzim keluar dari kolom kromatografi.

Fraksi ke-49 hasil pemurnian dengan Butyl sepharose tersebut menunjukkan aktivitas cukup tinggi dengan tingkat kemurnian 67 kali dari ekstrak enzim kasar. Namun hal tersebut belum cukup untuk menunjukkan bahwa fraksi tersebut telah benar-benar murni hanya berisi enzim keratinase sebab protein lainnya ada juga yang memiliki sisi hidrofobik yang dapat terikat kuat pada matriks gel berisi garam 30% dan lepas dari matriks gel setelah konsentrasi garam diturunkan hingga 0% (Allen, 1981). Oleh karena itu, masih dilakukan tahapan pemurnian berikutnya untuk memperoleh fraksi enzim keratinase yang lebih murni untuk digunakan dalam analisis-analisis berikutnya.

Tahapan pemurnian selanjutnya adalah aplikasi fraksi enzim hasil kromatografi Butyl sepharose ke dalam kolom kromatografi Sephacryl S-200HR. Kromatografi ini menggunakan prinsip filtrasi gel. Pemisahan terjadi berdasarkan berat molekul dari enzim atau protein. Protein atau enzim yang memiliki berat molekul lebih tinggi akan terpisah dari protein atau enzim yang memiliki berat molekul lebih rendah (Allen, 1981). Gel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sephacryl S-200HR.

Seluruh fraksi enzim yang diperoleh dari hasil kromatografi Sephacryl tersebut dianalisis kadar proteinnya berdasarkan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 280 nm. Aktivitas keratinolitik dari setiap fraksi juga dianalisis untuk memperoleh fraksi dengan kandungan enzim keratinase yang memiliki kemurnian paling tinggi.

Hasil analisis protein dan aktivitas keratinolitik dari fraksi-fraksi pemurnian kromatografi Sephacryl tersebut disajikan pada Gambar 2.

21 Gambar 2. Hasil analisis fraksi-fraksi pemurnian kromatografi Sephacryl

S-200HR

Terlihat dari Gambar 2 bahwa muncul 7 puncak yang merupakan fraksi-fraksi hasil pemurnian kromatografi Sephacryl yang mengandung enzim keratinase dengan tingkat kemurnian tertinggi. Fraksi-fraksi tersebut adalah fraksi ke-20, 26, 27, 33, 43, 46, dan 58 dengan aktivitas tertinggi pada fraksi ke-46. Tingkat kemurnian enzim keratinase pada fraksi ke-46 adalah 35,9 kali dibandingkan dengan ekstrak enzim kasar.

Banyaknya puncak yang muncul dengan aktivitas keratinolitik yang bervariasi menunjukkan bahwa enzim hasil pemurnian yang diperoleh dari tahap sebelumnya (kromatografi Butyl sepharose) belum benar-benar murni. Masih banyak protein lainnya yang bercampur dengan enzim keratinase pada setiap fraksi yang diperoleh. Tahap pemurnian kromatografi Sephacryl bertujuan untuk meningkatkan tingkat kemurnian enzim keratinase yang

22 dapat diperoleh dalam satu fraksi pemurnian. Inilah yang tampak dari fraksi ke-46 hasil pemurnian kromatografi Sephacryl yang memiliki aktivitas keratinolitik sebesar 35,9 U/mg atau 515 kali dari aktivitas keratinolitik ekstrak enzim kasar.

Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa ada beberapa molekul enzim keratinase berbeda yang muncul dengan berat molekul yang bervariasi dalam tahapan pemisahan ini karena kemunculannya yang tersebar pada fraksi-fraksi awal maupun akhir. Hal ini didasari pada prinsip bahwa kromatografi filtrasi gel memisahkan protein berdasarkan berat molekulnya. Fraksi protein dengan berat molekul lebih tinggi akan muncul lebih dahulu diikuti dengan fraksi-fraksi berikutnya yang mengandung protein dengan berat molekul lebih rendah.

Fraksi ke-46 yang memiliki aktivitas keratinolitik paling tinggi akan digunakan dalam analisis-analisis berikutnya, yaitu analisis pengaruh penambahan beberapa senyawa (logam (Mg2+, Mn2+, Ca2+), agen-agen pereduksi (DTT, BMT, urea, SDS), dan inhibitor protease (EDTA dan PMSF) terhadap aktivitas enzim serta pendugaan berat molekul enzim keratinase yang diperoleh.

Dokumen terkait