• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

13. Produksi per meter persegi (g)

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari produksi per meter persegi (g) dapat dilihat dari Lampiran 45 – 47. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh nyata terhadap produksi per meter persegi. Rataan produksi per meter persegi (g) dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rataan Produksi per meter persegi pada pemberian pupuk organik

Perlakuan Rataan T0 609,46 g T1 985,80 de T2 1025,10 a T3 990,20 bc T4 1011,40 ab T5 954,14 ef T6 908,23 f T7 987,35 cd

Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji 5%.

Dari tabel 13 diketahui bahwa rataan produksi per meter persegi tertinggi terdapat pada perlakuan T2 (1025,10) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan T0 (609,46).

Gambar 6. Histogram Produksi Per Meter Persegi 14. Produksi per Hektar (Ton)

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari produksi per Hektar (Ton) dapat dilihat dari Lampiran 48 – 50. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap produksi per hektar (Ton). Rataan produksi per plot (g) dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan produksi per hektar pada pemberian pupuk organik

Perlakuan Rataan T0 6,09 g T1 9,85 de T2 10,25 a T3 9,90 bc T4 10,11 ab T5 9,54 ef T6 9,08 f T7 9,87 cd

Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji 5%.

0 200 400 600 800 1000 1200 T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 P r o d m e t e r Perlakuan

Dari tabel 14 diketahui bahwa rataan produksi per hektar tertinggi terdapat pada perlakuan T2 (10,25) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan T0 (6,09).

Gambar 7. Histogram Produksi Per Hektar

Pembahasan 0 2 4 6 8 10 12 T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 P r o d H e k t a r Perlakuan

Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7 – 49) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh nyata terhadap parameter pengamatan tinggi tanaman (cm), bobot kering tajuk (g), luas daun (cm2), bobot 1000 butir (g), indeks panen (g), produksi per meter persegi (g), dan produksi per hektar (ton), tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan, bobot kering akar (g), jumlah malai (tangkai), panjang malai (cm), jumlah gabah berisi, persentase jumlah gabah berisi (%), dan produksi per rumpun (g).

Dari hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman 4 MST, 6 MST, dan 8 MST (Lampiran 7 – 13) dapat dilihat bahwa pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman tertinggi pada 4 MST terdapat pada perlakuan T7 (400 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 150 g/plot POG, dan 1,0 g/plotBSO), ini menunjukkan bahwa pada fase vegetatif tanaman menyerap unsur hara dari pupuk dalam jumlah yang banyak sehingga ketersediaan pupuk yang tinggi sangat membantu tanaman untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Pada 6 MST dan 8 MST rataan tinggi tanaman tertinggi tidak lagi pada perlakuan T7 tetapi pada perlakuan T6 (200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 150 g/plot POG, dan 1 g/plot BSO), ini menandakan bahwa seiring dengan pertumbuhannya tanaman mulai mampu menyerap unsur hara sesuai dengan kebutuhannya. Unsur hara yang seimbang dan tidak berlebih akan mampu membuat pertumbuhan tanaman optimal. Menurut Parnata (2010) perlu adanya pemupukan karena pada fase ini tanaman dianggap haus akan pupukagar pertumbuhannya optimal. Unsur hara harus tercukupi dan seimbang. Akibat kekurangan satu unsur hara saja pertumbuhan tanaman akan terganggu, meskipun

jumlah unsur hara yang lain banyak. Unsur hara yang kurang ini akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman. Sebaliknya unsur hara yang diberikan berlebih juga akan mengganggu pertumbuhan dan produksi tanaman.

Rataan tinggi tanaman tertinggi pada 8 MST terdapat pada perlakuan T6 (116,21) dan terendah adalah T0 (90,83). Dari data pengamatan pada perlakuan T6 tidak didapat rataan produksi yang paling tinggi, ini menandakan bahwa tinggi tanaman yang tertinggi belum tentu menghasilkan produksi yang tertinggi juga. Unsur hara yang terdapat pada pupuk organik bekerja optimal pada penambahan tinggi tanaman, tetapi kemungkinan sudah berkurang pada tahap pembentukan malai, sehingga tinggi tanaman tertinggi belum tentu menghasilkan produksi yang tertinggi juga. Hal ini sejalan dengan penelitian Pramono (2004) yang menunjukkan hasil Hasil analisis statistik pada penelitian “Kajian Penggunaan Bahan Organik pada padi sawah” terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa rataan tertinggi terdapat pada perlakuan B (250 kg Urea + 150 kg/ha SP – 36 + 100 kg/ha KCl + 100 kg/ha Bahan Organik) dan hasil rataan produksi gabah kering tertinggi terdapat pada perlakuan E (250 kg Urea + 50 kg/ha SP – 36 + 50 kg/ha KCl + 2000 kg/ha Bahan Organik). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa perlakuan dengan rataan tinggi tanaman tertinggi belum tentu menghasilkan produksi yang tertinggi juga. Dengan berbagai kelebihan dan manfaat pemberian bahan organik pada tanah, maka peningkatan komponen hasil dan hasil padi sawah pada berbagai perlakuan pemberian bahan organik ini, diduga karena pengaruh positif pemberian bahan organik terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah sebagai media tumbuh tanaman, yang selanjutnya berakibat pada perbaikan pertumbuhan dan hasil tanaman.

Dari uji kontras yang telah dilakukan pada parameter tinggi tanaman, didapat hasil yang menunjukkan bahwa perlakuan T0 berpengaruh nyata terhadap semua perlakuan. Ini terlihat jelas dari tinggi tanaman padi perlakuan T0 memang terlihat paling rendah dari semua perlakuan. Perlakuan T0 tidak diberi pupuk sama sekali sehingga tanaman kurang mendapat hara dan nutrisi untuk meningkatkan tinggi tanaman. Uji kontras antara perlakuan lain menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata. Ini berarti bahwa secara umum tanaman yang diberi pupuk organik akan menerima zat – zat hara yang terkandung didalam pupuk tersebut dan bisa meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman.

Data analisis sidik ragam terhadap parameter jumlah anakan diketahui bahwa jumlah anakan pada 8 MST tidak berpengaruh nyata terhadap pemberian pupuk organik. Rataan tertinggi jumlah anakan adalah pada perlakuan T4 (13,67) dan terendah adalah perlakuan T0 (10,25). Jumlah anakan mengalami penurunan pada akhir vegetatif tanaman, ini disebabkan karena tanaman sudah lebih memfokuskan untuk memproduksi gabah sehingga suplay nutrisi untuk jumlah anakan. Akibatnya banyak anakan yang mati. Menurut Departemen Pertanian (1977) pada fase vegetatif lambat beberapa anak akan mati dan dengan demikian jumlah anakan menjadi berkurang.

Pada berat kering tajuk (gr) diketahui bahwa hasil analisis sidik ragam (Lampiran 22) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap berat kering akar. Rataan tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (48,68) dan terendah adalah T0 (35,25). Perlakuan T4 terdiri dari 400 g / plot Urea, 250 g / plot NPK, 0 g / plot POG dan 1 g / plot BSO. Dari komposisi pupuk pada perlakuan T4 dapat diketahui bahwa tanpa pemberian pupuk organik POG, dapat

dihasilkan berat kering tajuk yang tertinggi. Ini dikarenakan kandungan pupuk organik BSO yang memiliki kandungan C organik 18,09 %, N-Total 1,15%, C/N Rasio 15,73%, P2O5 0,35%. Kandungan – kandungan tersebut sudah memenuhi persyaratan teknis minimal pupuk organik yang terdapat pada lampiran 51 dimana standard C organik adalah > 12%, N-Total < 6%, C/N Rasio 15 – 25%, dan P2O5

< 6% sehingga unsur – unsur hara tersebut dapat tersedia untuk tanaman dan membantu tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agromedia (2007) yang menyatakan bahwa salah satu keunggulan pupuk organik adalah mengurangi tersekatnya fosfat dan meningkatkan ketersediaan unsur – unsur hara bermanfaat.

Hasil dari Uji Kontras terhadap parameter berat kering tajuk menunjukkan bahwa perlakuan T0 berpengaruh nyata terhadap semua perlakuan. Sedangkan untuk antar perlakuan lain tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Ini berarti pemberian dosis pupuk organik yang berbeda – beda tidak terlalu berpengaruh terhadap berat kering tajuk, karena kemungkinan masing – masing tanaman mendapatkan unsur hara yang cukup sesuai kebutuhannya dan berimbang

sehingga tanaman dapat tumbuh optimal. Hal ini sesuai dengan literatur Parnata (2010) yang menyatakan bahwa unsur hara harus tercukupi dan seimbang.

Akibat kekurangan satu unsur hara saja pertumbuhan tanaman akan terganggu, meskipun jumlah unsur hara yang lain banyak. Sebaliknya unsur hara yang diberikan berlebih juga akan mengganggu pertumbuhan dan produksi tanaman.

Hasil analisis sidik ragam berat kering akar (Lampiran 25) diketahui bahwa pemberian pupuk organik BSO tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar. Akar tanaman padi tergolong akar yang mudah beradaptasi pada

lahan apapun baik yang kondisi tergenang maupun tidak tergenang dan sangat baik dalam menyerap unsur hara yang tersedia di tanaman. Sehingga pada pemberian pupuk organik tidak menunjukkan perbedaan yang tidak berpengaruh nyata karena masing – masing akar tanaman bekerja dengan optimal. Purwono dan Purnamawati (2007) menyatakan bahwa akar padi adalah akar yang sangat efektif dalam penyerapan unsur hara tetapi peka terhadap kekeringan. Padi dapat beradaptasi pada lingkungan tergenang (anaerob) karena pada akarnya terdapat saluran aerenchyma. Walaupun mampu beradaptasi pada lingkungan tergenang, padi juga dapat dibudidayakan pada lahan yang tidak tergenang (lahan kering, ladang) yang kondisinya aerob.

Rataan berat kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (2,09 gr) dengan kombinasi pemupukan 400 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 0 g/plot POG, dan 1 g/plot BSO, rataan tertinggi pada perlakuan T4 juga terdapat pada berat kering tajuk (48,68 gr) dan jumlah gabah berisi (856,65 butir) tetapi berbeda dengan produksi per meter persegi (1025,10 gr) dan produksi per hektar (10,25 ton) yang memiliki rataan tertinggi pada perlakuan T2 dengan kombinasi pemupukan 200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 0 g/plot POG, dan 1 g/plot BSO. Perakaran padi yang tebal dan kuat terbukti mampu menyediakan dan mensuplay unsur hara yang dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh tanaman untuk pertumbuhan bagian – bagian dari tanaman tersebut. Akar mampu menyerap air dan zat-zat yang terlarut dari dalam tanah sebagai pendukung tumbuh dan berkembangnya tumbuhan serta sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan yang berguna bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suardi (2002) yang menyatakan bahwa perakaran yang dalam dan tebal, sehat, mencengkeram tanah

lebih luas serta kuat menahan kerebahan memungkinkan penyerapan air dan hara lebih efisien terutama saat stadia pengisian gabah.

Luas daun bendera memiliki rataan tertinggi pada perlakuan T7 (31,21) dan sejalan dengan dengan parameter jumlah anakan yang memiliki pertambahan jumlah anakan yang signifikan dari 4 MST, 6 MST dan kemudian menurun pada 8 MST. Jumlah anakan menjadi salah satu penyebab bertambahnya luas daun bendera, sehingga mengalami peningkatan pertumbuhan yang sejalan. Menurut Zulhendi (2006) pertambahan jumlah anakan akan menjadi faktor utama meningkatkan total luas daun dan dengan demikian juga akan meningkatka indeks luas daun. Rataan luas daun bendera tertinggi pada perlakuan T7 juga berkorelasi yang sama dengan parameter produksi per rumpun perlakuan T7 (27,63). Berdasarkan deskripsi Varietas Padi Ciherang (Lampiran 1) memiliki bentuk daun bendera yang tegak, sehingga menyulitkan burung – burung untuk hinggap dan memakan bulir padi. Ini menyebabkan produksi gabah padi tidak merosot tajam dan dapat menghasilkan produksi per rumpun yang maksimal.

Pemberian pupuk organik BSO berpengaruh nyata terhadap luas daun bendera dilihat dari hasil pengamatan dan sidik ragam. Hasil ini bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah karena ketersediaan mineral yang cukup yang sangat membantu untuk kegiatan fotosintesis didalam daun. Fotosintesis didalam daun memerlukan klorofil, terbentuknya klorofil didalam daun didukung oleh mineral – mineral yang terdapat pada pupuk organik. Apabila ketersediaan klorofil cukup, fotosintesis berjalan lancar, pertumbuhan tanaman termasuk ukuran daun juga dapat meningkat. Hal ini sesuai dengan literatur Abidin (1984) yang menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap

terbentuknya klorofil yaitu mineral – mineral (misalnya Fe, Mn, K, Zn, Copper, Mg, N). Apabila tumbuhan mengalami kekurangan unsur – unsur tersebut, maka akan terjadi gejala klorosis.

Luas daun bendera menunjukkan respon yang berpengaruh nyata terhadap pemberian pupuk organik dilihat dari hasil analisis sidik ragamnya (Lampiran 27). Unsur hara Nitrogen yang terkandung dalam pupuk organik memiliki banyak manfaat terhadap luas daun bendera. Disini terlihat bahwa nitrogen berperan langsung dalam meningkatkan pertambahan ukuran luas daun. Selain itu nitrogen juga dapat menambah jumlah klorofil didalam daun sehingga kualitas fotosintesis baik untuk pertambahan ukuran luas daun. Ini sesuai dengan pernyataan Departemen Pertanian (1977) yang menyatakan bahwa peranan unsur N dalam tanaman yang terpenting adalah sebagai penyusun atau sebagai bahan dasar protein dan pembentukan klorofil karena itu unsur N mempunyai salah satu fungsi menambah ukuran daun dan besar gabah serta memperbaiki kualitas tanaman dan gabah.

Pengujian dengan Uji Kontras mendapatkan hasil bahwa perlakuan T0 berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Perlakuan T0 yang tanpa diberi pupuk sama sekali menyebabkan kurangnya mineral yang dibutuhkan tanaman sehingga mengganggu proses fotosintesis. Ini menjadikan luas daun pada perlakuan T0 berbeda dari perlakuan yang lain. Pada kontras perlakuan antara T2 dan T4 diketahui bahwa kontras tersebut berpengaruh nyata terhadap pemberian pupuk organik, adanya perbedaan dosis pupuk urea pada perlakuan T2 dan T4 menyebabkan terjadinya pengaruh nyata pada kontras tersebut. Pada perlakuan T2 dosis pupuk urea adalah 200 g / plot sedangkan pada perlakuan T4 adalah 400 g /

plot. Unsur Nitrogen yang terkandung didalam urea sangat dijaga ketersediaannya di dalam tanah untuk membantu tersedianya klorofil yang berguna bagi fotosintesis, sehingga dosis pemberian urea yang berbeda sangat berpengaruh terhadap jumlah N didalam tanah. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa perlakuan T4 memiliki rataan luas daun yang lebih tinggi daripada perlakuan T2. Ini berarti dosis 400 g / plot mampu memberikan unsur Nitrogen yang lebih banyak kedalam tanah sehingga meningkatkan luas daun. Menurut Pranata (2010) nitrogen juga berperan dalam pembentukan zat hijau daun atau klorofil. Klorofil sangat berguna untuk membantu proses fotosintesis. Selain itu, nitrogen bermanfaat dalam pembentukan protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya.

Untuk parameter luas daun diketahui juga bahwa kontras antara perlakuan T1 dan T2 mendapatkan hasil yang tidak berpengaruh nyata. Pada perlakuan T1 tidak digunakan pupuk BSO tetapi hanya menggunakan pupuk anorganik dan 600 g/plot pupuk POG, sedangkan pada perlakuan T2 digunakan pupuk anorganik dan pupuk BSO 1 g/plot. Ini menunjukkan bahwa pemakaian dosis pupuk BSO yang lebih rendah belum mampu menggantikan dosis pupuk POG yang lebih tinggi. Sehingga masih diperlukan pupuk POG untuk mendapatkan luas daun yang optimal

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 30) diketahui bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah malai per rumpun. Rataan tertinggi dari jumlah malai per rumpun adalah pada perlakuan T5 (9,67) dan terendah pada perlakuan T0 (8,27). Perlakuan T5 terdiri dari pupuk anorganik yang lengkap, 600 g/plot POG, dan 1 g/plot BSO. Unsur hara makro dan mikro

sangat diperhatikan ketersediaannya didalam tanah. Adanya bahan organik mampu mengikat unsur hara tersebut sehingga tidak tercuci dan tersedia bagi tanaman, sehingga mampu menghasilkan jumlah malai yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parnata (2010) yang menyatakan bahwa ada jenis unsur hara seperti nitrogen, fosfor, dan kalium yang mudah hilang akibat penguapan atau terbawa perkolasi. Dengan adanya pupuk organik unsur hara ini akan diikat oleh bahan organik sehingga tidak mudah tercuci dan dapat tersedia bagi tanaman.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 32) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh tidak nyata terhadap pemberian panjang malai. Rataan panjang malai padi tertinggi adalah pada perlakuan T3 (20,86) dan terendah pada perlakuan T0 (19,16). Ukuran rataan panjang malai padi tertinggi termasuk panjang malai yang sedang, sedangkan ukuran rataan panjang malai tertinggi termasuk panjang malai yang pendek. Ukuran panjang malai ini juga bisa dipengaruhi karena faktor varietas. Hal ini sejalan dengan literatur Departemen Pertanian (1977) yang menyatakan bahwa panjang malai dapat pendek (20 cm), sedang (20 – 30 cm) dan panjang (lebih 30 cm). Panjang malai suatu varietas demikian pula banyaknya cabang tiap malai dan jumlah bulir tiap – tiap cabang, tergantung kepada varietas padi yang ditanam dan cara bercocok tanam.

Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah gabah berisi dan persentase gabah berisi (Lampiran 34 dan 36). Keadaan lingkungan bisa dianggap sebagai salah satu faktor penyebab rendahnya produksi gabah berisi, misalnya serangan hama. Hama mengisap hasil fotosintesis yang terdapat dari bulir – bulir padi sehingga pada waktunya panen gabah yang dihasilkan adalah gabah yang

kosong. Unsur hara yang telah didapat dari pupuk organik tidak lagi berperan efektif dalam peningkatan jumlah gabah berisi. Menurut AAK (1990) gangguan tanaman padi yang penyebarannya sangat cepat ialah hama padi, karena dalam waktu yang sangat singkat populasi hama berkembang dengan cepat.

Pemberian pupuk organik BSO berpengaruh tidak nyata terhadap bobot 1000 butir dilihat dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 41). Pupuk organik dapat diserap dengan optimal oleh tanaman, salah satu faktornya adalah adanya mikroorganisme tanah yang mampu menguraikan bahan – bahan organik sehingga mudah diserap oleh tanaman dan memperlancar transportasi hara dan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parnata (2010) yang menyatakan bahwa Fungsi lain dari mikroorganisme adalah menguraikan bahan kimia yang sulit diserap menjadi bentuk yang mudah diserap tanaman. Mikroorganisme Keadaan ini akan meningkatkan produksi tanaman karena penyaluran air dan nutrisi ke permukaan daun berjalan lancar.

Uji kontras terhadap parameter bobot 1000 butir menghasilkan pengaruh yang nyata antara perlakuan T0 dan semua perlakuan. Ini terlihat jelas karena perlakuan T0 tidak mendapatkan unsur hara dan mineral yang cukup.Untuk kontras perlakuan yang lain didapat hasil berpengaruh tidak nyata terhadap pemberian pupuk organik. Kombinasi dosis pupuk organik dan anorganik yang diberikan kemungkinan belum tepat. Pemberian dosis pupuk organik BSO yang lebih sedikit diharapkan mampu menggantikan dosis pupuk organik POG yang lebih banyak. Tetapi ternyata pupuk organik BSO belum mampu menggantikan untuk parameter bobot 1000 butir, ini terlihat dari hasil uji kontras yang tidak nyata. Adanya pemberian pupuk urea yang berbeda pada perlakuan T2 dan T4

bisa menunjukkan bahwa dosis pupuk urea bisa dikurangi, karena ternyata hasil bobot 1000 butir perlakuan T2 (200 g/plot) lebih tinggi daripada T4 (400 g/plot). Ini bisa membantu petani padi dalam menghemat biaya produksi dan mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian pupuk anorganik yang dapat menyebabkan banyak kerugian. Nugraha dan Sulistyawati (2010) menyatakan bahwa penggunaan pupuk kimia yang dilakukan secara terus menerus dapat mengganggu keseimbangan hara, penipisan unsur mikro seperti Zn, Fe, Cu, Mn, dan Mo di dalam tanah, mempengaruhi aktivitas organisme tanah, serta menurunkan produktivitas pertanian padi dalam jangka panjang. Selain itu penggunaan pupuk kimia dengan harga yang cukup mahal menyebabkan tingginya biaya produksi pertanian padi.

Indeks panen adalah cara untuk mengetahui berapa persen bagian dari tanaman tersebut yang bernilai ekonomi atau dapat dijual. Pemberian pupuk organik BSO berpengaruh nyata terhadap indeks panen dilihat dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 38), ini menandakan bahwa nilai ekonomi dari tanaman meningkat dan dapat memberikan keuntungan. Keadaan tanah pasar miring dengan pH 5,62 tidak tergolong tanah masam, sehingga penyerapan unsur hara tidak terganggu dan tidak mudah tercuci karena bahan organik mampu mengikat unsur hara tersebut. Dengan ketersediaan unsur hara yang baik maka gabah berisi yang dihasilkan banyak dan meningkatkan nilai ekonomi dari tanaman tersebut. Ini sesuai dengan pernyataan dari Parnata (2010) yang menyatakan bahwa pada kondisi tertentu seperti pH tanah terlalu asam atau basa beberapa unsur hara tidak dapat diserap akar tanaman, karena terikat oleh unsur lain. Selain itu, ada jenis unsur hara seperti nitrogen, fosfor, dan kalium yang mudah hilang akibat

penguapan atau terbawa perkolasi. Dengan adanya pupuk organik unsur hara ini akan diikat oleh bahan organik sehingga tidak mudah tercuci dan dapat tersedia bagi tanaman. Pemberian pupuk organik juga dapat membantu memperbaiki keasaman tanah.

Pemberian pupuk organik BSO berpengaruh tidak nyata terhadap bobot gabah total dilihat dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 44). Pemberian pupuk yang dilakukan dengan cara sebar menjadi salah satu faktor pupuk organik tidak terlalu berperan terhadap produksi per rumpun, kemungkinan ada ketidakmerataan penyebaran pupuk tersebut. Tanaman sampel yang kebanyakan berada ditengah – tengah barisan tanaman kemungkinan kurang mendapatkan hara yang berasal dari pupuk organik tersebut sehingga hasil yang didapat tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.

Dari hasil analisis sidik ragam pada produksi per meter persegi (Lampiran 46) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh

nyata terhadap produksi per meter persegi. Keadaan iklim yaitu waktu tanam padi memang sangat berpengaruh terhadap produksi. Penanaman padi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan pada musim kemarau. Pada musim kemarau intensitas sinar matahari lebih tinggi dan membantu proses fotosintesis, sehingga sangat baik untuk pembentukan gabah padi. Produksi padi pun dapat dikatakan meningkat dan optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Departemen Pertanian (1977) yang menyatakan bahwa faktor iklim dapat menyebabkan perbedaan potensial dan produksi tanaman padi yang ditanam pada musim hujan dan yang ditanam pada musim kemarau. Secara teoritis, potensi produksi padi musim kemarau pada umumnya lebih tinggi daripada musim hujan, karena radiasi

maksimum pada fase reproduksi banyak diperoleh tanaman padi pada musim kemarau.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 49) menunjukkan pemberian pupuk organik BSO berpengaruh nyata terhadap produksi per hektar. Perlakuan T0 yang tanpa pemberian pupuk juga menunjukkan nilai yang baik sebesar 3,04 ton/ha, ini cukup baik untuk kategori produksi tanaman yang tidak dipupuk. Ini disebabkan keadaan tanah dikawasan pasar miring tergolong bagus karena memiliki pH yang tidak asam dan mengandung banyak mikroorganisme seperti Azotobacter. Mikroorganisme Azotobacter mampu mengikat N dari udara dan membantu menyediakannya menjadi bahan yang dapat diserap baik oleh tanaman sehingga

mampu meningkatkan produksi tanaman. Hal ini sesuai dengan Menurut Iqbal (2010) yang menyatakan bahwa sifat Azotobacter ini dapat menjelaskan

pengaruh menguntungkan yang dapat diamati pada bakteri ini dalam

Dokumen terkait