TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.)
VARIETAS CIHERANG TERHADAP PEMBERIAN
PUPUK ORGANIK
S K R I P SI
VIRA IRMA SARI 070301028 BDP - AGRONOMI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.)
VARIETAS CIHERANG TERHADAP PEMBERIAN
PUPUK ORGANIK
S K R I P S I
VIRA IRMA SARI 070301028 BDP - AGRONOMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
(Ir. Mariati, MSc.) (Ir. Ratna Rosanti Lahay, MP
NIP. 196101091986012001 NIP. 196310191989032002 .)
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRACT
VIRA IRMA SARI. Response of Growth and Production of Rice (Oryza sativa L.) Variety Ciherang to The Application of Organic Fertilizer.
Scarcity of inorganic fertilizer and the negative effect caused by inorganic fertilizer continuing to make organic fertilizer as a solution to overcome these problems. The availability of organic fertilizers is expected that the farmers can get the optimal production and profit, because the organic fertilizer is cheaper and easy obtained then made of organic materials that will not damage the soil. The objective of this research was to knew how much potention of the organic fertilizer could be substitution inorganic fertilizer for the growth and production of Rice (Oryza sativa L.). The research was held on Pasar Miring Galang with altitude + 25 above the surface of sea, started on May 2010 to August 2010. The used of the method is non-factorial randomized block design consist of 8 treatments; T0 (0 g/plot Urea, 0 g/plot NPK, 0 g/plot POG, and 0 g/plot BSO),T1
(200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, and 0 g/plot BSO), T2 (200
g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 0 g/plot POG, and 1 g/plot BSO), T3 (400 g/plot
Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, and 0 g/plot BSO),T4 (400 g/plot Urea,
250 g/plot NPK, 0 g/plot POG, and 1 g/plot BSO), T5 (200 g/plot Urea, 250 g/plot
NPK, 600 g/plot POG, and 1 g/plot BSO), T6 (200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK,
150 g/plot POG, and 1 g/plot BSO), T7 (400 g / plot Urea, 250 g / plot NPK, 150 g / plot POG, and 1 g/plot BSO). The results showed that by using organic fertilizer to increase plant height (cm), canopy dry weight (g), leaves area (cm2), 1000 grains weight (g), harvest index (g), production per square meter (g), and production per hectare (tons). And no significant effect on the number of stems (stems), roots dry weight (g), the number of panicles (stems), panicle length (cm), number of grains containing (G) the percentage of grains containing (%), and production per clumb (g).
ABSTRAK
VIRA IRMA SARI. Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang Terhadap Pemberian Pupuk Organik. Kelangkaan pupuk anorganik dan akibat negatif yang ditimbulkan dari pemakaian pupuk anorganik yang berkelanjutan menjadikan pupuk organik sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan adanya pupuk organik tersebut diharapkan para petani bisa mendapatkan hasil produksi yang optimal dan keuntungan, sebab pupuk organik lebih murah dan mudah didapat serta terbuat dari bahan – bahan organik yang tentu saja tidak akan merusak tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar potensi pupuk organik dapat
menggantikan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi
Padi (Oryza sativa L.). Penelitian ini dilaksanakan di lahan Pasar Miring Galang dengan ketinggian tempat + 25 di atas permukaan laut, mulai Mei 2010 sampai Agustus 2010. Metode yang digunakan adalah rancangan acak kelompok non faktorial dengan 8 perlakuan yaitu T0 (0 g/plot Urea, 0 g/plot NPK, 0 g/plot POG,
dan 0 g/plot BSO), T1 (200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, dan 0
g/plot BSO), T2 (200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 0 g/plot POG, dan 1 g/plot
BSO), T3 (400 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, dan 0 g/plot BSO),
T4 (400 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 0 g/plot POG, dan 1 g/plot BSO),
T5 (200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, dan1 g/plot BSO),
T6 (200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 150 g/plot POG, dan 1 g/plot BSO),
T7 (400 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 150 g/plot POG, dan 1,0 g/plotBSO). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan pupuk organik dapat meningkatkantinggi tanaman (cm), bobot kering tajuk (g), luas daun (cm2), bobot 1000 butir (g), indeks panen (g), produksi per meter persegi (g), dan produksi per hektar (Ton). Dan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan, bobot kering akar (g), jumlah malai (tangkai), panjang malai (cm), jumlah gabah berisi, persentase jumlah gabah berisi (%), dan produksi per rumpun (g).
RIWAYAT HIDUP
VIRA IRMA SARI dilahirkan di Medan pada tanggal 7 Juli 1989 dari
Ayahanda Nur Arfian dan Elfi Rahmi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara.
Pendidikan yang pernah ditempuh adalah SDN 163080 di Tebing Tinggi
lulus tahun 2001, SLTP Nur Hasanah di Medan lulus tahun 2004, SMA Swasta
Harapan Mandiri di Medan lulus tahun 2007. Terdaftar sebagai mahasiswa di
Universitas Sumatera Utara pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) pada jurusan Budidaya Pertanian Program Studi
Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjabat sebagai asisten
laboratorium teknologi benih tahun 2009 – 2010 dan juga terdaftar sebagai
anggota himpunan mahasiswa budidaya pertanian. Penulis melaksanakan Praktek
Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rambutan Tebing
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa L.) Varietas
Ciherang terhadap pemberian pupuk organik”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir.
Mariati, M.Sc selaku ketua pembimbing dan Ibu Ir. Ratna Rosanti Lahay, MP
selaku anggota pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing
penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, dan juga kepada para
dosen dan staff pengajar mata kuliah yang telah memberi ilmu dan pengetahuan
kepada penulis selama perkuliahan.
Ungkapan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus penulis
sampaikan kepada Ayahanda Nur Arfian, Ibunda Elvi Rahmi, Adikku Vinni
Ardwifa dan Muhammad Fachmi untuk doa, kasih sayang, perhatian dan
dukungannya selama berlangsungnya penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih untuk teman – teman angkatan 2007 yang telah
banyak membantu dan memberikan semangat selama penelitian berlangsung,
persahabatan dan kebersamaan selama menjalani perkuliahan serta bantuan kalian
semua tidak akan pernah terlupakan. Tidak lupa rasa terima kasih juga penulis
sampaikan untuk abang dan kakak angkatan 2003 dan 2004 serta adik – adik
angkatan 2008, 2009, dan 2010 atas partisipasi dan semangatnya kepada penulis
Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki kekurangan baik dari segi isi
maupun penyajian. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2011
DAFTAR ISI
ABSTRACT... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI...vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 6
Syarat Tumbuh Iklim ... 10
Tanah ... 11
Pupuk Organik dan Anorganik ... 14
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 21
Bahan dan Alat ... 21
Metode Penelitian ... 21
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 23
Persiapan Benih ... 23
Pembuatan Jarak Tanam ... 23
Penanaman Bibit ... 24
Penyulaman ... 24
Penyiangan ... 24
Pemupukan ... 24
Pegendalian Hama dan Penyakit ... 25
Pemanenan ... 25
Pengamatan Parameter ... 25
Tinggi Tanaman (cm) ... 25
Jumlah Anakan per Rumpun (tangkai) ... 25
Indeks Panen (g) ... 25
Bobot Kering Tajuk (g) ... 26
Bobot Kering Akar (g) ... 26
Luas Daun Bendera (cm2) ... 26
Jumlah Malai Per Rumpun (tangkai) ... 26
Panjang Malai (cm) ... 26
Jumlah Gabah Berisi (butir) ... 27
Persentase Gabah Berisi (%) ... 27
Bobot 1000 butir (g) ... 27
Bobot Total Gabah (g) ... 27
Produksi per Meter Persegi (g) ... 27
Produksi per Hektar (Ton) ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 29
Pembahasan ... 41
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 56
Saran ... 56
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Hal
1. Rataan Tinggi Tanaman 4, 6, dan 8 MST pada pemberian pupuk
organik... ... 29
2. Rataan Jumlah Anakan 4, 6, dan 8 MST pada pemberian pupuk organik... ... 31
3. Rataan Berat Kering Tajuk pada pemberian pupuk organik... ... 31
4. Rataan Berat Kering Akar pada pemberian pupuk organik... ... 32
5. Rataan Luas Daun Bendera pada pemberian pupuk organik... ... 33
6. Rataan Jumlah Malai per Rumpun pada pemberian pupuk organik... ... 34
7. Rataan Panjang Malai pada pemberian pupuk organik... 35
8. Rataan Jumlah Gabah Berisi pada pemberian pupuk organik... ... 36
9. Rataan Persentase Gabah Berisi pada pemberian pupuk organik... ... 36
10.Rataan Indeks Panen pada pemberian pupuk organik... ... 37
11.Rataan Bobot 1000 butir pada pemberian pupuk organik... 38
12.Rataan Produksi per Rumpun pada pemberian pupuk organik ... 39
13.Rataan Produksi per Meter Persegi pada pemberian pupuk organik ... 40
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Hal
1. Histogram Tinggi Tanaman 8 MST (cm)... ... 30
2. Histogram Berat Kering Tajuk (g)... ... 32
3. Histogram Luas Daun Bendera (cm2) ... 34
4. Hiatogram Indeks Panen (g) ... 38
5. Histogram Bobot 1000 butir (g) ... 39
6. Histogram Produksi per Meter Persegi (g)... ... 41
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Hal
1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang... ... 60
2. Bagan Percobaan... ... 62
3. Bagan Sistem Tanam Legowo... ... 63
4. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 64
5. Kandungan Pupuk Organik POG dan BSO... 65
6. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm)... ... 67
7. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST... ... 67
8. Uji Kontras Tinggi Tanaman 4 MST (cm)... ... 67
9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST (cm)... ... 68
10.Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST... ... 68
11.Uji Kontras Tinggi Tanaman 6 MST (cm)... ... 68
12.Data Pengamatan Tinggi Tanaman 8 MST (cm)... ... 69
13.Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 MST .... ... 69
14.Uji Kontras Tinggi Tanaman 8 MST (cm)... ... 69
15.Data Pengamatan Jumlah Anakan 4 MST (cm)... ... 70
16.Sidik Ragam Jumlah Anakan 4 MST ... 70
17.Data Pengamatan Jumlah Anakan 6 MST (cm)... ... 70
18.Sidik Ragam Jumlah Anakan 6 MST ... 70
20.Sidik Ragam Jumlah Anakan 8 MST (cm)... ... 71
21.Data Pengamatan Berat Kering Tajuk (g)... ... 72
22.Sidik Ragam Berat Kering Tajuk... ... 72
23.Uji Kontras Berat Kering Tajuk (cm)... ... 72
24.Data Pengamatan Berat Kering Akar (g)... ... 73
25.Sidik Ragam Berat Kering Akar ... ... 73
26.Data Pengamatan Luas Daun Bendera (cm2)... ... 74
27.Sidik Ragam Luas Daun Bendera ... ... 74
28.Uji Kontras Luas Daun Bendera (cm2)... ... 74
29. Data Pengamatan Jumlah Malai per Rumpun (tangkai)... ... 75
30.Sidik Ragam Jumlah Malai per Rumpun ... ... 75
31.Data Pengamatan Panjang Malai (cm)... ... 75
32.Sidik Ragam Panjang Malai ... ... 75
33.Data Pengamatan Jumlah Gabah Berisi (g)... 76
34.Sidik Ragam Jumlah Gabah Berisi ... ... 76
35.Data Pengamatan Persentase Gabah Berisi (%)... ... 76
36.Sidik Ragam Persentase Gabah Berisi ... ... 76
37.Data Pengamatan Indeks Panen (g)... ... 77
38.Sidik Ragam Indeks Panen ... ... 77
39.Uji Kontras Indeks Panen (g)... ... 77
40.Data Pengamatan Bobot 1000 butir (g)... ... 78
41.Sidik Ragam Bobot 1000 butir ... ... 78
43.Data Pengamatan Produksi per Rumpun (g)... ... 79
44.Sidik Ragam Produksi per Rumpun ... 79
45.Data Pengamatan Produksi per Meter Persegi (g)... ... 80
46.Sidik Ragam Produksi per Meter Persegi ... ... 80
47.Uji Kontras Produksi per Meter Persegi (g)... 80
48.Data Pengamatan Produksi per Hektar (Ton)... 81
49.Sidik Ragam Produksi per Hektar ... ... 81
50.Uji Kontras Produksi per Hektar (Ton)... ... 81
51.Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik ... 82
52.Analisis Tanah Sawah Pasar Miring Galang ... 83
53.Dosis Anjuran dan Aplikasi Pemupukan ... 84
54.Rangkuman Data Pengamatan Parameter ... 86
55.Foto Sampel Gabah Berisi` ... 87
ABSTRACT
VIRA IRMA SARI. Response of Growth and Production of Rice (Oryza sativa L.) Variety Ciherang to The Application of Organic Fertilizer.
Scarcity of inorganic fertilizer and the negative effect caused by inorganic fertilizer continuing to make organic fertilizer as a solution to overcome these problems. The availability of organic fertilizers is expected that the farmers can get the optimal production and profit, because the organic fertilizer is cheaper and easy obtained then made of organic materials that will not damage the soil. The objective of this research was to knew how much potention of the organic fertilizer could be substitution inorganic fertilizer for the growth and production of Rice (Oryza sativa L.). The research was held on Pasar Miring Galang with altitude + 25 above the surface of sea, started on May 2010 to August 2010. The used of the method is non-factorial randomized block design consist of 8 treatments; T0 (0 g/plot Urea, 0 g/plot NPK, 0 g/plot POG, and 0 g/plot BSO),T1
(200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, and 0 g/plot BSO), T2 (200
g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 0 g/plot POG, and 1 g/plot BSO), T3 (400 g/plot
Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, and 0 g/plot BSO),T4 (400 g/plot Urea,
250 g/plot NPK, 0 g/plot POG, and 1 g/plot BSO), T5 (200 g/plot Urea, 250 g/plot
NPK, 600 g/plot POG, and 1 g/plot BSO), T6 (200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK,
150 g/plot POG, and 1 g/plot BSO), T7 (400 g / plot Urea, 250 g / plot NPK, 150 g / plot POG, and 1 g/plot BSO). The results showed that by using organic fertilizer to increase plant height (cm), canopy dry weight (g), leaves area (cm2), 1000 grains weight (g), harvest index (g), production per square meter (g), and production per hectare (tons). And no significant effect on the number of stems (stems), roots dry weight (g), the number of panicles (stems), panicle length (cm), number of grains containing (G) the percentage of grains containing (%), and production per clumb (g).
ABSTRAK
VIRA IRMA SARI. Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang Terhadap Pemberian Pupuk Organik. Kelangkaan pupuk anorganik dan akibat negatif yang ditimbulkan dari pemakaian pupuk anorganik yang berkelanjutan menjadikan pupuk organik sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan adanya pupuk organik tersebut diharapkan para petani bisa mendapatkan hasil produksi yang optimal dan keuntungan, sebab pupuk organik lebih murah dan mudah didapat serta terbuat dari bahan – bahan organik yang tentu saja tidak akan merusak tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar potensi pupuk organik dapat
menggantikan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi
Padi (Oryza sativa L.). Penelitian ini dilaksanakan di lahan Pasar Miring Galang dengan ketinggian tempat + 25 di atas permukaan laut, mulai Mei 2010 sampai Agustus 2010. Metode yang digunakan adalah rancangan acak kelompok non faktorial dengan 8 perlakuan yaitu T0 (0 g/plot Urea, 0 g/plot NPK, 0 g/plot POG,
dan 0 g/plot BSO), T1 (200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, dan 0
g/plot BSO), T2 (200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 0 g/plot POG, dan 1 g/plot
BSO), T3 (400 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, dan 0 g/plot BSO),
T4 (400 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 0 g/plot POG, dan 1 g/plot BSO),
T5 (200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, dan1 g/plot BSO),
T6 (200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 150 g/plot POG, dan 1 g/plot BSO),
T7 (400 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 150 g/plot POG, dan 1,0 g/plotBSO). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan pupuk organik dapat meningkatkantinggi tanaman (cm), bobot kering tajuk (g), luas daun (cm2), bobot 1000 butir (g), indeks panen (g), produksi per meter persegi (g), dan produksi per hektar (Ton). Dan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan, bobot kering akar (g), jumlah malai (tangkai), panjang malai (cm), jumlah gabah berisi, persentase jumlah gabah berisi (%), dan produksi per rumpun (g).
PENDAHULUAN
Latar belakang
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman
pertanian kuno ini berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan
sub tropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina)
sudah dimulai pada 3000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di
Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100 – 800 SM
(Purwono dan Purnamawati, 2007).
Untuk pertumbuhan optimal, tanaman memerlukan hara atau zat makanan
yang memadai di dalam tanah. Secara alami hara tersebut dipenuhi dari serasah
dedaunan dan bermacam organisme lain yang mengalami proses penguraian yang
akhirnya menjadi makanan bagi tanaman. Namun, untuk memacu
pertumbuhannya, tanaman perlu diberi zat makanan yang kemudian dikenal
sebagai pupuk (Andoko, 2002).
Salah satu masalah utama dalam pembangunan pertanian adalah terus
berlangsungnya proses degradasi lahan pertanian. Degradasi sumberdaya lahan
pertanian yang dihadapi terutama adalah menurunnya kesuburan fisik, kimia, dan
biologi tanah sebagai akibat dari penggunaan tanah yang over intensive,
menurunnya penggunaan pupuk organik, serta kurangnya penerapan usahatani
konservasi. Gejala terjadinya tanah “lapar pupuk” yang menuntut penggunaan
dosis lebih tinggi untuk sekedar mempertahankan tingkat produktivitas yang
menurunnya kesuburan tanah akibat semakin habisnya bahan – bahan organik
(Rusastra dkk, 2010).
Penggunaan pupuk kimia yang dilakukan secara terus menerus dapat
mengganggu keseimbangan hara, penipisan unsur mikro seperti Zn, Fe, Cu, Mn,
dan Mo di dalam tanah, mempengaruhi aktivitas organisme tanah, serta
menurunkan produktivitas pertanian padi dalam jangka panjang. Selain itu
penggunaan pupuk kimia dengan harga yang cukup mahal menyebabkan
tingginya biaya produksi pertanian padi . Solusi untuk memperbaiki kualitas lahan
adalah penggunaan pupuk organik. Meskipun demikian, penggunaan pupuk
organik untuk menggantikan pupuk kimia di Indonesia sejauh ini masih belum
meluas (Nugraha dan Sulistyawati, 2010).
Penambahan pupuk organik merupakan suatu tindakan perbaikan
lingkungan tumbuh tanaman dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk.
Penggunaan pupuk organik muncul terutama karena masalah pencemaran
lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap produk pertanian, dan aspek penting
dari hal tersebut adalah penggunaan bahan organik sebagai pengganti sebagian
atau seluruh pupuk kimia tanpa mengurangi tingkat produksi tanaman
(Razak dkk, 2005).
Program intensifikasi pertanian khususnya pada komoditas padi (1970-an)
telah mendorong penggunaan pupuk anorganik secara meluas dan pada daerah
tertentu menunjukkan gejala pemupukan berlebih. Total konsumsi pupuk
anorganik nasional meningkat dari 0,63 juta ton (1975) menjadi 5,69 juta ton
pupuk anorganik lainnya (TSP/SP 36, KCl, dan ZA) cenderung fluktuatif
(Rusastra dkk, 2010).
Beberapa laporan menyebutkan produksi padi sawah mengalami
penurunan (levelling off) sebagai akibat dari perubahan sifat – sifat tanah.
Kandungan C – Organik tanah sawah yang sangat rendah (secara umum < 1%)
dinilai sebagai faktor kunci penyebab rendahnya hasil padi sawah. Pemberian
bahan organik berupa kompos, pupuk kandang, dan lainnya mutlak diperlukan
untuk menaikkan C – tanah. Disamping itu bahan organik berfungsi sebagai
amelioran yang dapat memperbaiki jumlah dan aktivitas mikroba dan sumber hara
dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kualitas tanah (Setyorini, 2005).
Menurut BPS (2010) hasil produksi padi dari tahun 1999 sampai 2009
tidak selalu mengalami peningkatan padahal dosis pemberian pupuk anorganik
meningkat. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada tahun 2010
produksi padi meningkat sebanyak 54.533 ton dari tahun 2009 yaitu 3.540.316
ton, tetapi untuk prediksi tahun 2011 diperkirakan akan menurun sebesar 42.116
ton menjadi 3.540.316. Ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk anorganik yang
meningkat belum tentu dapat meningkatkan produksi padi, selain itu adanya
pengurangan luas panen juga menyebabkan turunnya produksi padi.
Pada penelitian ini digunakan padi varietas ciherang. Padi varietas
ciherang merupakan benih padi unggul yang sekarang ini banyak digunakan oleh
para petani karena keunggulannya. Dari deskripsi padi varietas ciherang pada
Lampiran 1 diketahui bahwa varietas ciherang memiliki potensi hasil yang tinggi
bentuk daun bendera tegak yang dapat mempersulit burung untuk hinggap dan
mengisap gabah padi dan cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau.
Pupuk organik granular merupakan pupuk yang disubsidi oleh pemerintah
untuk para petani agar petani di Indonesia beralih ke pupuk organik. Namun
dalam pelaksanaanya banyak kendala yang dihadapi oleh petani untuk
mendapatkan pupuk organik granular bersubsidi tersebut. Kendala yang dihadapi
petani adalah distribusi pupuk yang kurang lancar sehingga banyak petani
didaerah terpencil tidak mendapatkan pupuk organik, tingginya harga pupuk
dikarenakan banyaknya tahapan penyalur dari pupuk organik tersebut, dan dosis
tinggi yang dibutuhkan untuk menggunakan pupuk organik tersebut menyebabkan
biaya produksi meningkat. Untuk itu pupuk organik BSO yang merupakan pupuk
terbaru diharapkan dapat menggantikan penggunaan pupuk organik granular,
karena dengan dosis pupuk organik BSO yang lebih sedikit mampu bekerja efektif
dan menjadi alternatif bagi para petani untuk menghemat biaya produksi.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian guna mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik terhadap
pertumbuhan dan produksi Padi (Oryza sativa L.)
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui berapa besar potensi pupuk organik dapat
menggantikan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi Padi (Oryza
sativa L.).
Hipotesa Penelitian
Pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap terhadap
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai sumber data untuk penyusunan skripsi sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani tanaman
Sistematika tanaman padi menurut Purwono dan Purnamawati (2007)
adalah Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Subdivisio Angiospermae,
Class Monocotyledoneae, Ordo Graminales, Famili Graminaceae Genus Oryza,
Spesies : Oryza sativa L.
Akar padi adalah akar serabut yang sangat efektif dalam penyerapan hara,
tetapi peka terhadap kekeringan. Akar padi terkonsentrasi pada kedalaman antara
10 – 20 cm. Padi dapat beradaptasi pada lingkungan tergenang (anaerob) karena
pada akarnya terdapat saluran aerenchyma. Struktur aerenchyma seperti pipa yang
memanjang hingga ujung daun. Aerenchyma berfungsi sebagai penyedia oksigen
bagi daerah perakaran. Walaupun mampu beradaptasi pada lingkungan tergenang,
padi juga dapat dibudidayakan pada lahan yang tidak tergenang (lahan kering,
ladang) yang kondisinya aerob (Purwono dan Purnamawati, 2007).
Perakaran yang dalam dan tebal, sehat, mencengkeram tanah lebih luas
serta kuat menahan kerebahan memungkinkan penyerapan air dan hara lebih
efisien terutama saat stadia pengisian gabah. Penyebaran akar yang lebih luas di
dalam tanah akan menurunkan tahanan akar dalam menyerap air tanah
(Suardi, 2002).
Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan antara ruas yang satu
dengan yang lainnya dipisah oleh suatu buku. Tinggi tanaman diukur dari
sesudah malai keluar tingginya diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai
tertinggi. Tinggi tanaman adalah suatu sifat baku (keturunan). Adanya perbedaan
tinggi dari suatu varietas disebabkan oleh suatu pengaruh keadaan lingkungan.
Bila syarat-syarat tumbuh baik, maka tinggi tanaman padi sawah biasanya 80-120
cm (Departemen Pertanian, 1977).
Daun terdiri dari helai daun yang berbentuk memanjang seperti pita dan
pelepah daun yang menyelubungi batang. Pada perbatasan antara helai duan dan
upih terdapat lidah daun. Panjang dan lebar dari helai daun tergantung kepada
varietas padi yang ditanam dan letaknya pada batang. Daun ketiga dari atas
bisaanya merupakan daun terpanjang. Daun bendera mempunyai panjang daun
terpendek dan dengan lebar daun yang terbesar. Banyak daun dan besar sudut
yang dibentuk antara daun bendera dengan malai, tergantung kepada
varietas-varietas padi yang ditanam. Besar sudut yang dibentuk dapat kurang dari 90° atau
lebih dari 90° (Nurcahyani, 2010).
Pertambahan jumlah anakan akan menjadi faktor utama meningkatkan
total luas daun dan dengan demikian juga akan meningkatka indeks luas daun.
Luas daun yang berkorelasi dengan jumlah anakan dan total luas daun sejalan
dengan peningkatan perubahan kedua komponen tersebut juga mengalami
(Zulhendi, 2006).
Bunga padi merupakan bunga telanjang yang mempunyai satu bakal buah,
6 buah benang sari, serta dua tangkai putik. Bakal buah mengandung air (cairan)
untuk kebutuhan lodicula, warnanya keunguan / ungu tua. Benang sari terdiri dari
tangkai sari, kepala sari, dan kandung serbuk. Tangkai sari padi tipis dan pendek,
(pollen). Lodicula merupakan daun mahkota yang telah berubah bentuk. Fungsi
kelenjar lodicula ialah mengatur pembukaan bunga. Kandung serbuk yang berisi
tepung sari dapat terbuka, dan ini terjadi satu hari setelah keluar bulir
(AAK, 1990).
Suatu malai terdiri dari sekumpulan bunga – bunga padi (spikelet) yang
timbul dari buku paling atas. Ruas buku terakhir dari batang merupakan sumbu
utama dari malai, sedang butir – butirnya terdapat pada cabang – cabang pertama
maupun cabang – cabang kedua. Pada waktu berbunga, malai berdiri tegak
kemudian terkulai bila butir telah berisi dan matang menjadi buah. Panjang malai
diukur dari buku terakhir sampai bulir diujung malai. Panjang malai ditentukan
oleh sifat baka (keturunan) dari varietas dan keadaan kelilng. Panjang malai dapat
pendek (20 cm), sedang (20 – 30 cm) dan panjang (lebih 30 cm). Panjang malai
suatu varietas demikian pula banyaknya cabang tiap malai dan jumlah bulir tiap –
tiap cabang, tergantung kepada varietas padi yang ditanam dan cara bercocok
tanam. Banyak cabang tiap – tiap malai berkisar 7 – 30 buah
(Departemen Pertanian, 1977).
Biji padi mengandung butiran pati amilosa dan amilopektin dalam
endosperm. Perbandingan kandungan amilosa dan amilopektin akan
mempengaruhi mutu dan rasa nasi (pulen, pera, atau ketan)
(Purwono dan Purnamawati, 2007).
Gabah atau buah padi adalah ovary yang telah masak, bersatu dengan
lemma dan palea. Buah ini merupakan hasil penyerbukan dan pembuahan yang
- Embrio (lembaga) : terletak pada bagian lemma. Pada lembaga ini terdapat
daun lembaga (calon batang dan calon daun) serta akar lembaga (calon
akar).
- Endosperm : merupakan bagian dari buah / biji padi yang besar.
Endosperm ini terdiri dari zat tepung, sedang selaput protein melingkupi
zat tepung tersebut. Endosperm mengandung zat gula, lemak, serta dan
bahan atau zat – zat anorganik, disampinh itu juga mengandung protein.
- Bekatul : Bagian buah padi yang berwarna coklat.
Jadi sebenarnya gabah / buah padi ini adalah buah padi yang diselubungi oleh
sekam / kulit gabah. Gabah / buah padi ini juga dapat rusak karena gangguan
hama yang memakan buah padi. Gangguan tanaman padi yang penyebarannya
sangat cepat ialah hama padi, karena dalam waktu yang sangat singkat populasi
hama berkembang dengan cepat (AAK, 1990).
Ada empat fase dalam pertumbuhan padi sejak dari bibit hingga panen,
yaitu fase – fase : vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduksi dan pemasakan.
- Fase pertama : vegetatif cepat. Mulai dari pertumbuhan bibit sampai
jumlah anakan maksimum. Selama fase ini jumlah anakan, tinggi tanaman
dan berat jerami terus bertambah. Jumlah anakan bertambah dengan cepat.
Tinggi tanaman maksimum dapat digolongkan : sangat rendah (kurang
dari 70 cm), rendah (71 – 100 cm), sedang (101 – 130 cm), tinggi (131 –
160 cm) dan sangat tinggi (lebih dari 160 cm). Jumlah anakan maksimum
biasanya dicapai pada minggu ke enam atau ke tujuh setelah tanam.
(kurang dari 5 batang), rendah (5-8 batang), sedang (9 – 12 batang), tinggi
(13 -16batang) dan sangat tinggi (lebih dari 16 batang).
- Fase kedua : vegetatif lambat. Mulai dari saat jumlah anakan maksimum
sampai keluarnya primordia (bakal malai) disebut fase vegetatif lambat.
Primordia keluar biasanya pada umur 50 hari setelah tanam dan hal ini
penting untuk memulai pemupukan Nitrogen yang kedua atau ketiga. Pada
fase ini beberapa anak akan mati dengan demikian jumlah anakan menjadi
berkurang. Tinggi tanaman dan berat jerami terus bertambah, tetapi tidak
pada secepat fase vegetatif aktif.
- Fase ketiga : Reproduksi. Mulai dari fase keluarnya primordia sampai
malai berbunga. Tinggi dan berat jerami bertambah cepat.
- Fase keempat : Pemasakan. Mulai keluarnya bunga sampai panen. Berat
malai bertambah dengan cepat, sedang berat jerami menurun.
(Departemen Pertanian, 1977).
Syarat tumbuh
Iklim
Tanaman Padi dapat tumbuh dengan baik pada suhu 23°C ke atas,
sedangkan di Indonesia pengaruh suhu tidak terasa, sebab suhunya hampir
konstan sepanjang tahun. Curah hujan yang baik rata – rata 200 mm/bulan atau
sekitar 1500 – 2000 mm/tahun. Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman
padi adalah 0 – 1500 meter. Padi membutuhkan sinar matahari dan angin yang
dapat membantu proses fotosintesis dan penyerbukan (AAK, 1990).
Temperatur udara dapat mempengaruhi kehampaan suatu varietas padi.
500 m di atas permukaan laut, menunjukkan nilai kehampaan yang lebih besar.
Angin dapat mengakibatkan kerebahan. Faktor iklim dapat menyebabkan
perbedaan potensial dan produksi tanaman padi yang ditanam pada musim hujan
dan yang ditanam pada musim kemarau. Secara teoritis, potensi produksi padi
musim kemarau pada umumnya lebih tinggi daripada musim hujan, karena radiasi
maksimum pada fase reproduksi banyak diperoleh tanaman padi pada musim
kemarau (Departemen Pertanian, 1977).
Pada tanaman padi, cahaya matahari juga sangat diperlukan. Cahaya
sebagai salah satu faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
proses fotosintesis. Hal ini terlihat apabila suatu tanaman kecil yang tidak
mengalami penyinaran (tidak mendapat cahaya) maka tanaman tersebut tampak
menjadi pucat. Faktor lain yang berpengaruh terhadap terbentuknya klorofil yaitu
mineral – mineral (misalnya Fe, Mn, K, Zn, Copper, Mg, N). Apabila tumbuhan
mengalami kekurangan unsur – unsur tersebut, makan akan terjadi gejala klorosis
(Abidin, 1984).
Tanah
Tanaman padi pada hakekatnya dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah,
tergantung dari jenis padi itu sendiri. Misalya padi gogo dari jenis kering akan
lebih baik tumbuhnya di tanah kering dengan sedikit air, sedangkan padi sawah
dapat tumbuh dan berhasil dengan baik jika ditanam disawah. Jika kedua jenis
padi diatas ditanam pada lahan yang sebaliknya, padi akan tetap tumbuh tetapi
hasilnya tidak seperti yang diinginkan. Kesuburan tanah merupakan syarat mutlak
sementara. Artinya pada suatu ketika kesuburan tanah dapat menurun bahkan
hilang (Yandianto, 2003).
Di Pulau Jawa, menurut penelitian, padi dapat tumbuh dengan baik pada
tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 – 22 cm, terutama tanah muda
dengan pH antara 4 – 7. Sedangkan lapisan olah tanah sawah, menurut IRRI
adalah dengan kedalaman 18 cm. Tanah sawah yang mempunyai persentase fraksi
pasir dalam jumlah besar, kurang baik untuk tanaman padi, sebab tekstur ini
mudah meloloskan air. Pada tanah sawah dituntut adanya lumpur, terutama untuk
tanaman padi yang memerlukan tanah subur, dengan kandungan ketiga fraksi
dalam perbandingan tertentu (AAK, 1990).
Padi tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis. Untuk padi sawah,
ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat
penting. Oleh karena air menggenang terus menerus maka tanah sawah harus
memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah lempung
(Suparyono dan Setyono, 1997).
Mikroorganisme dapat digunakan untuk peningkatan kesuburan tanah
melalui fiksasi N2, siklus nutrien, dan peternakan hewan. Nitrogen bebas
merupakan komponen terbesar udara. Unsur ini hanya dapat dimanfaatkan oleh
tumbuhan dalam bentuk nitrat dan pengambilan khususnya melalui akar.
Pembentukan nitrat dari nitrogen ini dapat terjadi karena adanya mikroorganisme.
Penyusunan nitrat dilakukan secara bertahap oleh beberapa genus bakteri secara
sinergetik. Azotobacter yang diinokulasi dari tanah atau biji dengan Azotobacter
efektif meningkatkan hasil tanaman budidaya pada tanah yang dipupuk dengan
mensintesis substansi yang secara biologis aktif seperti vitamin-vitamin B, asam
indol asetat, dan giberelin dalam kultur murni. Organisme ini memiliki sifat dapat
menghambat pertumbuhan jamur (fungistatik) bahkan jamur tertentu yang sangat
patogen seperti Alternaria dan Fusarium. Sifat Azotobacter ini dapat menjelaskan
pengaruh menguntungkan yang dapat diamati pada bakteri ini dalam
meningkatkan tingkat perkecambahan biji, pertumbuhan tanaman, tegakan
tanaman, dan pertumbuhan vegetatif (Iqbal, 2010).
Fungsi lain dari mikroorganisme adalah menguraikan bahan kimia yang
sulit diserap menjadi bentuk yang mudah diserap tanaman. Mikroorganisme
ternyata mengeluarkan suatu jenis zat yang berfungsi untuk memperlancar
penyaluran hara dan air dari akar ke daun. Zat yang dikeluarkan oleh
mikroorganisme ini dapat membantu penyebaran air dan nutrisi ke seluruh
permukaan daun. Keadaan ini akan meningkatkan produksi tanaman karena
penyaluran air dan nutrisi ke permukaan daun berjalan lancar (Parnata, 2010).
Peranan unsur N dalam tanaman yang terpenting adalah sebagai penyusun
atau bahan dasar protein dan pembentukan klorofil, karena itu unsur N
mempunyai fungsi :
1. Membuat bagian – bagian tanaman menjadi lebih hijau, banyak
mengandung butir – butir hijau dan yang penting dalam proses
fotosintesa.
2. Mempercepat pertumbuhan tanaman yang dalam hal ini menambah
tinggi tanaman dan merangsang jumlah anakan.
3. Menambah ukuran daun dan besar gabah serta memperbaiki kualitas
4. Menambah kadar protein beras.
5. Menyediakan bahan makanan bagi mikrobia (jasad- jasad renik) yang
bekerja menghancurkan bahan – bahan organik didalam tanah.
(Departemen Pertanian, 1977).
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari pelapukan bahan – bahan
organik berupa sisa – sisa tanaman, fosil manusia dan hewan, kotoran hewan, dan
batu – batuan organik yang terbentuk dari tumpukan kotoran hewan selama
ratusan tahun. Pupuk organik juga dapat berasal dari limbah industri, seperti
limbah rumah potong hewan, limbah industri minyak atsiri, ataupun air limbah
industri yang telah diolah, sehingga tidak lagi mengandung bahan beracun
(Agromedia, 2007).
Penggunaan pupuk organik, terutama di lahan – lahan pertanian, dapat
memberikan banyak keuntungan. Salah satunya adalah dapat memperbaiki sifat
kimia tanah. Sifat kimia tanah lebih berkaitan dengan unsur hara yang terkandung
di dalam tanah. Pada kondisi tertentu seperti pH tanah terlalu asam atau basa
beberapa unsur hara tidak dapat diserap akar tanaman, karena terikat oleh unsur
lain. Selain itu, ada jenis unsur hara seperti nitrogen, fosfor, dan kalium yang
mudah hilang akibat penguapan atau terbawa perkolasi. Dengan adanya pupuk
organik unsur hara ini akan diikat oleh bahan organik sehingga tidak mudah
tercuci dan dapat tersedia bagi tanaman. Pemberian pupuk organik juga dapat
membantu memperbaiki keasaman tanah. Aplikasi kapur atau pupuk organik
dapat meningkatkan pH tanah. Pada tanah yang bersifat basa, pemberian pupuk
harga pupuk organik di pasaran biasanya lebih murah dibandingkan dengan harga
pupuk anorganik. Karena itu, penggunaan pupuk organik dapat menekan biaya
yang dikeluarkan oleh petani, tetapi mampu meningkatkan hasil panennya
(Parnata, 2010).
Keunggulan lainnya dari pupuk organik adalah
1. Memperbaiki dan menjaga struktur tanah tetap gembur sehingga
pertumbuhan akar tanaman menjadi lebih baik.
2. Meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah terhadap air sehingga
ketersediaan air yang dibutuhkan tanaman memadai.
3. Menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah karena bahan organik
menjadi makanan utama bagi organisme (cacing, semut, dan
mikroorganisme) di dalam tanah yang dapat membantu menjaga
kegemburan tanah.
4. Mengurangi tersekatnya fosfat dan meningkatkan ketersediaan unsur –
unsur hara bermanfaat. Bahan organik mengandung asam humus yang
membebaskan unsur – unsur yang tersekat, sehingga mudah diserap
tanaman.
(Agromedia, 2007).
Pupuk organik yang telah umum dikenal masyarakat yaitu pupuk kandang,
kompos, humus, pupuk hijau,dan pupuk Guano alias kotoran burung. Pupuk –
pupuk tersebut dapat dianggap sebagai pupuk organik alami. Selain pupuk –
pupuk tersebut, kini banyak beredar pupuk – pupuk organik produksi pabrik di
pasaran. Bahan dasar pembuatannya tetap berupa bahan organik, tetapi telah
dijual dipasaran cukup mudah didapat, mudah pendistribusian dan
pengaplikasiannya serta tidak diragukan kualitasnya (Agromedia, 2007).
Tanaman memerlukan nitrogen untuk pertumbuhan, terutama pada fase
vegetatif-pertumbuhan daun, batang, dan cabang, Nitrogen juga berperan dalam
pembentukan zat hijau daun atau klorofil. Klorofil sangat berguna untuk
membantu proses fotosintesis. Selain itu, nitrogen bermanfaat dalam pembentukan
protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya. Perlu diketahui,
sekitar 78% volume udara terdiri atas nitrogen (Parnata, 2010).
Tanaman mengambil nitrogen dari tanah terus – menerus dan kebutuhan
terhadap nitrogen biasanya meningkat sejalan dengan meningkatkan ukuran
tanaman. Ketersediaan nitrogen yang cukup dapat membuat tanaman berkembang
pesat dan menghasilkan produksi yang tinggi dan daun – daun yang hijau.
Tanaman yang kekurangan nitrogen umumnya kecil dan tumbuh lambat karena
kekurangan nitrogen yang diperlukan untuk memproduksi bahan struktural dan
genetik yang memadai (Eckert, 2010).
Pupuk anorganik mengandung beberapa keutamaan seperti kadar unsur
hara tinggi, daya higroskopisitasnya atau kemampuan menyerap dan melepaskan
airnya tinggi serta mudah larut dalam air sehingga gampang diserap tanaman.
Dengan sifat tersebut pupuk anorganik memiliki beberapa keistimewaan
diantaranya sedikit pemakaiannya, praktis dan hemat dalam pengangkutan,
komposisi unsur hara pasti, efek kerjanya cepat sehingga pengaruhnya pada
tanaman dapat dilihat. Dibalik keunggulannya pupuk ini juga mengalami
kekurangan. Pasalnya tidak semua pupuk anorganik mengandung unsur hara
berlebihan dan terus menerus dapat merusak tanah karena tanah cepat mengeras,
tidak gembur dan cepat menjadi masam (Agromedia, 2007).
Pupuk kimia juga dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah dan air.
Hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pupuk kimia dalam jumlah
yang sama dari tahun ke tahun tidak meningkatkan produktivitas. Penggunaan
pupuk kimia secara terus menerus dengan dosis yang meningkat setiap tahunnya
justru dapat menyebabkan tanah menjadi keras dan keseimbangan unsur hara
tanah terganggu. Tentunya, keadaan ini akan sangat merugikan petani
(Parnata, 2010).
Hasil analisis statistik pada penelitian “Kajian Penggunaan Bahan Organik
pada padi sawah” terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa rataan tertinggi
terdapat pada perlakuan B (250 kg Urea + 150 kg/ha SP – 36 + 100 kg/ha KCl +
100 kg/ha Bahan Organik) dan hasil rataan produksi gabah kering tertinggi
terdapat pada perlakuan E (250 kg Urea + 50 kg/ha SP – 36 + 50 kg/ha KCl +
2000 kg/ha Bahan Organik). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa perlakuan
dengan rataan tinggi tanaman tertinggi belum tentu menghasilkan produksi yang
tertinggi juga. Dengan berbagai kelebihan dan manfaat pemberian bahan organik
pada tanah, maka peningkatan komponen hasil dan hasil padi sawah pada
berbagai perlakuan pemberian bahan organik ini, diduga karena pengaruh positif
pemberian bahan organik terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah sebagai
media tumbuh tanaman, yang selanjutnya berakibat pada perbaikan pertumbuhan
dan hasil tanaman (Pramono, 2004).
Bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan dan binatang yang secara
fisika, kimia dan biologi. Bahan organik tersebut terdiri dari karbohidrat, protein
kasar, selulose, hemiselulose, lignin dan lemak. Penggunaan pupuk organik dapat
memperbaiki struktur tanah dan mendorong perkembangan populasi mikro
organisme tanah. Bahan organik secara fisik mendorong granulasi, mengurangi
plastisitas dan meningkatkan daya pegang air. Apabila tidak ada masukan bahan
organik ke dalam tanah akan terjadi masalah pencucian sekaligus kelambatan
penyediaan hara. Pada kondisi seperti ini penyediaan hara hanya terjadi dari
mineralisasi bahan organik yang masih terdapat dalam tanah, sehingga
mengakibatkan cadangan total C tanah semakin berkurang. Pupuk memiliki
kandungan nitrogen di dalamnya. Unsur nitrogen yang ada dalam pupuk ini
mudah larut. Pemberian nitrogen berlebih di samping menurunkan efisiensi
pupuk, juga dapat memberikan dampak negatif di antaranya meningkatkan
gangguan hama dan penyakit akibat nutrisi yang tidak seimbang. Oleh karena itu ,
perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah tersebut, sehingga pengolahan
sumber daya secara efektif, efisien dan aman lingkungan dapat diberlakukan
(Sakina, 2010).
Unsur hara harus tercukupi dan seimbang. Akibat kekurangan satu unsur
hara saja pertumbuhan tanaman akan terganggu, meskipun jumlah unsur hara
yang lain banyak. Unsur hara yang kurang ini akan menjadi faktor pembatas
pertumbuhan tanaman. Sebaliknya unsur hara yang diberikan berlebih juga akan
mengganggu pertumbuhan dan produksi tanaman (Parnata, 2010).
Beberapa pupuk organik buatan pabrik adalah Pupuk Organik Granular
Pupuk Organik Granular ( POG )
Pupuk organik bisa dibuat dalam bermacam-macam bentuk. Bisa
dibuat
pada penggunaan, biaya, dan aspek-aspek pemasaran lainnya. Salah satu bentuk
yang banyak dipakai adalah granul. Granul adalah bentuk pupuk organik berupa
butiran seperti kacang hijau sampai ukuran bentuk kacang kedelai, dengan ukuran
2 mm sampai 4 mm (Isroi, 2009).
Pupuk Organik Granul (POG) mengandung unsur hara makro dan mikro
diperkaya dengan mikroorganisme menguntungkan yang dapat menekan bakteri
yang merugikan/penyakit, mempercepat proses penyuburan tanah, memperbaiki
tingkat pertukaran kation dalam tanah, sehingga memudahkan unsur-unsur hara
terserap oleh akar tanaman. Kandungan POG adalah sebagai berikut C/N RATIO
19, P2O5 3,56 %, K2O 1,04 %, Fe 3985 ppm, Mn 960 ppm, Cu 95 ppm,dan Zn
385 ppm. Manfaat pupuk organik granul adalah dapat memperbaiki struktur tanah
menjadi lebih gembur, sehingga memudahkan akar tanaman menembus dalam
tanah, membantu penyediaan hara bagi tanaman secara teratur dan seimbang,
dapat menghemat penggunaan pupuk kimia hingga 50 % (sanghyangseri, 2010).
Pupuk Bali Super Organik ( BSO )
Pupuk Bali Super Organik adalah pupuk organik yang memiliki
kandungan C organik 18,09 %, N-Total 1,15%, C/N Rasio 15,73%, P2O5 0,35%,
K2O 0,76%, Fe 0,13 ppm, B 706,29 ppm, Mo 2,85 ppm dan Zn 26,98 ppm. Pupuk
ini berupa butiran berwarna biru, diproduksi oleh PT.Tiga Mestika Raya dan
diharapkan dapat meningkatkan produksi padi karena kandungan yang terdapat
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Pasar Miring Galang dengan
ketinggian tempat +
Bahan dan Alat
25 di atas permukaan laut, mulai Mei 2010 sampai Agustus
2010.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi Varietas
Ciherang, Pupuk Urea, Pupuk NPK, Pupuk BSO, Pupuk POG, Insektisida
Spontan, dan Kurater, Herbisida Ally, dan plastik.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, traktor tangan,
tali, meteran, alat tulis, pacak sampel, leaf area meter, timbangan analitik, oven,
pacak sampel, dan pacak perlakuan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial
yang terdiri atas :
T0 = 0 g/plot Urea, 0 g/plot NPK, 0 g/plot POG, dan 0 g/plot BSO
T1 = 200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, dan 0 g/plot BSO
T2 = 200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 0 g/plot POG, dan 1 g/plot BSO
T3 = 400 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, dan 0 g/plot BSO
T4 = 400 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 0 g/plot POG, dan 1 g/plot BSO
T5 = 200 g/plot Urea, 250 g/plot NPK, 600 g/plot POG, dan1 g/plot BSO
Jarak Tanam : 20 x 10 cm
Jumlah Plot : 32
Jumlah Blok : 4
Jarak antar plot : 50 cm
Jarak antar Blok : 30 cm
Ukuran Plot : 5 m x 4 m
Jumlah populasi/plot : 600
Jumlah sampel/plot : 10
Jumlah tanaman seluruhnya : 19.200
Jumlah sampel seluruhnya : 320
Model linear yang diasumsikan untuk Rancangan Acak Kelompok non
faktorial adalah sebagai berikut:
Yij = µ + ρi + σij + εij
i = 1,2,3,4 j = 1,2,3,4,5,6,7
dimana:
Yij = hasil pengamatan pada blok ke i dan perlakuan ke j
µ = rataan umum
ρi = pengaruh pupuk organik pada taraf ke i
σij = pengaruh blok pada taraf ke j
εij = pengaruh eror pada blok ke i dan perlakuan ke j
Uji lanjutan yang digunakan dalam menentukan notasi bagi perlakuan yang
berpengaruh nyata terhadap parameter yang diambil adalah uji jarak berganda
Duncan pada taraf 5 % (Steel and Torrie, 1989). Uji lanjutan yang dilakukan
PELAKSANAAN PENELITIAN
Penyiapan Lahan
Persiapan lahan penanaman juga sudah dimulai satu bulan sebelum bibit
ditransplanting. Lahan penanaman terlebih dahulu dibersihkan dari rerumputan
dan sisa – sisa jerami, kemudian galengan sawah diperbaiki dan dibuat agak tinggi
agar bisa menahan air selama proses pengolahan tanah. Tanah sawah digenangi
dengan air selama beberapa hari dan selanjutnya dibajak dengan traktor tangan
kemudian digaru. Setelah tanah selesai diolah, dibuat 32 petak – petak penanaman
dengan ukuran setiap petak 5m x 4m.
Penyiapan Benih
Lahan untuk tempat persemaian terlebih dahulu diolah dengan cara
mencangkul hingga tanah menjadi lumpur halus dan tidak terdapat lagi bongkahan
batu. Kemudian dibuat petak semai dengan ukuran 64 m2 ( ± 10% dari total luas lahan yang akan ditanam). Benih yang sudah direndam selama 24 jam disemai
pada tempat persemaian yang telah dipersiapkan dengan keadaan merata dan tidak
terlalu rapat.
Pembuatan Jarak Tanam
Jarak tanam yang digunakan adalah menggunakan sistem legowo. Tiap
plot dibuat empat baris yang rapat kemudian diberi sela satu barisan kosong,
kemudian ditanam lagi empat baris yang rapat. Tanaman ditanam dengan jarak 20
Penanaman Bibit
Penanaman bibit ke sawah dilakukan pada saat umur persemaian berumur
17 hari. Pencabutan bibit dilakukan dengan hati-hati, sehingga tidak merusak
akar. Bibit yang dicabut dengan persemaian langsung ditanam ke lubang tanam
dengan jumlah bibit 3 per lubang tanam. Tujuan pemindahan bibit dengan umur
yang muda agar bibit yang akan cepat kembali pulih dan beradaptasi, akar lebih
kuat dan dalam, tanaman akan menghasilkan anakan yang lebih banyak, anakan
akan yang lebih banyak tanaman akan lebih tahan rebah, tanaman akan lebih tahan
kekeringan dan tanaman lebih cepat menyerap pupuk lebih efisien.
Pemeliharaan Tanaman
Penyulaman
Penyulaman dilakukan 2-7 hari setelah tanam. Penyulaman dilakukan pada
tanaman padi yang tidak tumbuh normal atau mati.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan mencabut rumput yang disekitar
pertanaman. Penyiangan dilakukan secara rutin setelah terlihat rumput yang
tumbuh.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali yakni pada seminggu setelah tanam
dan sebulan setelah pemupukan pertama. Pada aplikasi pemupukan yang kedua
hanya diberikan pupuk NPK saja. Pupuk diberikan dengan cara disebarkan secara
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pemberian Insektisida spontan dan Kurater sebagai pencegah hama dan
herbisida yang di semprotkan untuk mencegah pertumbuhan gulma.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada saat 80% -95% bulir telah menguning atau
setelah tanaman berumur 116 - 125 hari (33-36 hari setelah berbunga) bagian
bawah malai masih terdapat sedikit gabah hijau. Sawah dikeringkan 7-10 hari
sebelum panen. Hal ini bertujuan untuk pengisian bulir dan benar – benar masak
penuh.
Pengamatan Parameter
Tinggi Tanaman (cm)
Pengamatan tinggi tanaman diukur mulai tanaman berumur 4 MST dan
diambil sampai akhir masa vegetatif. Tanaman diukur mulai pangkal batang
(permukaan tanah) hingga ujung daun tertinggi setelah diluruskan.
Jumlah Anakan per rumpun (batang/ anakan)
Jumlah anakan dihitung dengan menghitung jumlah seluruh batang
pertanaman kemudian dikurangi satu batang. Pengukuran dilakukan pada saat
tanaman berumur 4 MST sampai akhir masa vegetatif.
Indeks Panen
Indeks panen merupakan cara untuk mengetahui nilai ekonomis dari
sebuah tanaman. Pada padi indeks panen dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Indeks panen =
Bobot Kering Tajuk (g)
Dilakukan dengan cara mengeringovenkan tajuk atas tanaman pada suhu
700 selama 24 jam, kemudian ditimbang dengan timbangan analitik. Bobot Kering Akar (g)
Dilakukan dengan cara mengeringovenkan akar tanaman pada suhu 700
selama 24 jam, kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
Luas daun bendera (cm2)
Diukur pada daun bendera pada saat daun bendera telah membuka
sempurna dengan menggunakan leaf area meter. Daun bendera adalah daun teratas
dan biasanya terletak di atas malai.
Jumlah Malai per rumpun (tangkai)
Jumlah malai pertanaman dapat dihitung pada saat tanaman mengeluarkan
malai secara keseluruhan pada anakan, penghitungan malai dilakukan pada saat
malai telah keluar penuh pada saat umur 80 HST dan dihitung pada saat
pemanenan.
Panjang Malai (cm)
Panjang malai diukur dengan menggunakan penggaris setelah malai
diluruskan dari mulai pangkal hingga ujung malai pada masing – masing sampel.
Diukur dengan menghitung semua malai kemudian merata-ratakannya.panjang
Jumlah Gabah Berisi per Rumpun (Butir)
Jumlah gabah berisi dihitung dari seluruh malai yang ada dan pada saat
bulir padi telah mengalami pemasakan yang sempurna pada waktu pemanenan
dari masing-masing sampel.
Persentase Gabah Berisi (%)
Dihitung presentase gabah berisi permalai dengan rumus:
% gabah berisi = Jumlah Gabah Berisi Jumlah Gabah Total
X 100%
Bobot 1000 butir (g)
Ditimbang bobot 1000 butir gabah setelah pemanenan dengan kadar air
14% pada setiap plot percobaan dengan rumus sebagai berikut :
Bobot 1000 butir = Berat sample X 1000 Jumlah Padi per sample
Bobot Gabah Total (g)
Produksi tanaman dihitung dengan menimbang bobot gabah berisi dan
gabah hampa dari masing – masing sample rumpun yang ada di setiap plot dengan
kadar air 14%.
Produksi per Meter Persegi (g)
Produksi tanaman dihitung dengan menimbang keseluruhan gabah berisi
dari hasil padi setelah pemanenan pada masing-masing meter persegi (petak ubin)
Produksi per Hektar (Ton)
Produksi tanaman dengan menggabungkan seluruh dari hasil gabah berisi yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7- 49) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman (cm),
bobot kering tajuk (g), luas daun (cm2), bobot 1000 butir (g), indeks panen (g),
produksi per meter persegi (g), dan produksi per hektar (ton). Tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah anakan, bobot kering akar (g), jumlah malai (tangkai), panjang malai (cm), jumlah gabah berisi, persentase jumlah gabah
berisi (%), dan produksi per rumpun (g)..
1. Tinggi Tanaman (cm)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari tinggi tanaman pada 4, 6,
dan 8 Minggu Setelah Tanam (MST) dapat dilihat dari Lampiran 6 – 14. Hasil
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik BSO
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (cm). Rataan tinggi tanaman (cm)
[image:45.595.115.512.518.670.2]pada 4, 6, dan 8 MST dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Tinggi Tanaman 4, 6, dan 8 MST pada pemberian pupuk organik
Perlakuan Tinggi Tanaman
4 MST 6 MST 8 MST
T0 62,07 g 79,02 g 90,83 g
T1 72,80 ef 99,30 de 112,06 cd
T2 71,19 f 97,85 e 108,23 f
T3 73,94 cd 101,53 cd 111,67 de
T4 77,61 ab 101,71 bc 113,02 bc
T5 73,92 de 93,83 f 110,92 ef
T6 75,75 bc 103,78 a 116,21 a
T7 78,96 a 103,77 ab 113,83 ab
Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji 5%.
Dari Tabel 1 diketahui bahwa pada 4 MST rataan tinggi tanaman (cm)
(62,07). Pada 6 MST rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan T6
(103,78) dan terendah pada perlakuan T0 (79,02). Pada 8 MST rataan tinggi
tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan T6 (116,21) dan terendah adalah pada
[image:46.595.113.519.194.414.2]perlakuan T0 (90,83).
Gambar 1. Histogram Tinggi Tanaman 8 MST (cm)
2. Jumlah anakan per rumpun (batang)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari jumlah anakan pada 4, 6,
dan 8 Minggu Setelah Tanam (MST) dapat dilihat dari Lampiran 15 – 20. Hasil
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik BSO
berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan per rumpun (batang). Rataan
jumlah anakan (batang) pada 4, 6, dan 8 MST dapat dilihat pada Tabel 2.
0 20 40 60 80 100 120 140
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
T i n g g i
T a n a m
a n
Tabel 2. Rataan Jumlah Anakan 4, 6, dan 8 MST pada pemberian pupuk organik
Perlakuan Tinggi Tanaman
4 MST 6 MST 8 MST
T0 11,79 13,58 10,25
T1 14,08 15,29 10,75
T2 13,54 15,08 13,21
T3 14,04 16,29 12,75
T4 14,67 17,83 13,67
T5 14,21 16,17 11,79
T6 14,33 16,00 12,33
T7 15,08 17,08 13,13
Dari Tabel 2 diketahui bahwa pada jumlah anakan 4 MST rataan tertinggi
terdapat pada perlakuan T4 (15,39) sedangkan yang terendah terdapat pada
perlakuan T0 (11,87). Pada 6 MST rataan tertinggi terdapat pada perlakuan T4
(17,83) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan T0 (13,58). Pada 8
MST rataan tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (13,67) sedangkan yang terendah
terdapat pada perlakuan T0 (10,25).
3. Berat Kering Tajuk (gr)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari berat kering tajuk (gr)
dapat dilihat dari Lampiran 21 – 23. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh nyata terhadap berat kering
tajuk (gr). Rataan berat kering tajuk dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Berat Kering Tajuk pada pemberian pupuk organik
Perlakuan Rataan
T0 35,25 g T1 45,01 ef T2 47,56 bc T3 46,94 f T4 48,68 a T5 46,97 de T6 47,21 cd T7 48,56 ab
[image:47.595.125.505.584.732.2]Dari Tabel 3 diketahui bahwa rataan berat kering tajuk (gr) tertinggi
terdapat pada perlakuan T4 (48,68) sedangkan yang terendah terdapat pada
perlakuan T0 (35,25).
Gambar 2. Histogram Berat Kering Tajuk (g)
4. Berat Kering Akar (g)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari berat kering akar (gr)
dapat dilihat dari Lampiran 24 – 25. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh tidak nyata terhadap berat
[image:48.595.123.503.568.720.2]kering akar (gr). Rataan berat kering akar (gr) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan berat kering akar pada pemberian pupuk organik
Perlakuan Rataan
T0 1,50
T1 1,93
T2 2,01
T3 1,94
T4 2,09
T5 2,05
T6 1,67
T7 2,00
0 10 20 30 40 50 60
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
B e r a t
T a j u k
Dari Tabel 4 diketahui bahwa rataan berat kering akar (gr) tertinggi
terdapat pada perlakuan T4 (2,09) sedangkan yang terendah terdapat pada
perlakuan T0 (1,50).
5. Luas Daun Bendera (cm2)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari luas daun bendera (cm2) dapat dilihat dari Lampiran 26 – 28. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun
[image:49.595.119.504.324.474.2](cm2). Rataan luas daun (cm2) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Luas daun bendera pada pemberian pupuk organik
Perlakuan Rataan
T0 14,05 g
T1 24,51 f
T2 25,32 de
T3 30,36 ab
T4 27,56 cd
T5 25,03 ef
T6 29,98 bc
T7 31,21 a
Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji 5%.
Dari Tabel 5 diketahui bahwa rataan luas daun bendera (cm2) tertinggi terdapat pada perlakuan T7 (31,21) sedangkan yang terendah terdapat pada
Gambar 3. Histogram Luas Daun Bendera (cm2) 6. Jumlah Malai Per Rumpun (Tangkai)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari jumlah malai per rumpun
(tangkai) dapat dilihat dari Lampiran 29 – 30. Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh tidak nyata
terhadap jumlah malai per rumpun (tangkai). Rataan jumlah malai per rumpun
(tangkai) dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan jumlah malai per rumpun pada pemberian pupuk organik
Perlakuan Rataan
T0 8,27
T1 9,27
T2 9,12
T3 8,80
T4 9,62
T5 9,67
T6 8,50
T7 9,22
Dari tabel 6 diketahui bahwa rataan jumlah malai per rumpun (tangkai)
tertinggi terdapat pada perlakuan T5 (9,67) sedangkan yang terendah terdapat
pada perlakuan T0 (8,27).
0 5 10 15 20 25 30 35
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
L u a s
D a u n
[image:50.595.118.504.523.673.2]7. Panjang Malai (cm)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari panjang malai (cm) dapat
dilihat dari Lampiran 31 – 32. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
pemberian pupuk organik BSO berpengaruh tidak nyata terhadap panjang malai
[image:51.595.119.505.240.390.2](cm). Rataan panjang malai (cm) dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Panjang Malai pada pemberian pupuk organik
Perlakuan Rataan
T0 19,16
T1 20,35
T2 20,24
T3 20,86
T4 19,84
T5 20,68
T6 19,47
T7 21,58
Dari tabel 7 diketahui bahwa rataan panjang malai (cm) tertinggi terdapat
pada perlakuan T7 (21,58) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan T0
(19,16).
8. Jumlah Gabah Berisi (butir)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari jumlah gabah berisi (butir)
dapat dilihat dari lampiran 33 – 34. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah
gabah berisi (butir). Rataan jumlah gabah berisi per rumpun dapat dilihat pada
Tabel 8. Rataan Jumlah Gabah Berisi per Rumpun pada Pemberian Pupuk Organik
Perlakuan Rataan
T0 637,37
T1 822,52
T2 831,35
T3 692,55
T4 856,65
T5 733,50
T6 690,35
T7 784,80
Dari tabel 8 diketahui bahwa rataan jumlah gabah berisi tertinggi terdapat
pada perlakuan T4 (856,65) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan T0
(637,37).
9. Persentase Gabah Berisi (%)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari persentase gabah berisi
(butir) dapat dilihat dari lampiran 35 – 36. Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh tidak nyata
terhadap persentase gabah berisi (butir). Rataan gabah berisi per rumpun dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan persentase gabah berisi pada pemberian pupuk organik
Perlakuan Rataan
T0 82,45
T1 81,60
T2 85,40
T3 80,95
T4 83,95
T5 81,60
T6 82,30
[image:52.595.119.512.551.706.2]Dari tabel 9 diketahui bahwa rataan persentase gabah berisi tertinggi
terdapat pada perlakuan T2 (85,4) sedangkan yang terendah terdapat pada
perlakuan T1 (81,6) dan T5 (81,6).
10. Indeks Panen (g)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari indeks panen (g) dapat
dilihat dari Lampiran 37 – 39. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
pemberian pupuk organik BSO berpengaruh nyata terhadap indeks panen (g).
[image:53.595.118.505.325.473.2]Rataan gabah indeks panen dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan persentase indeks panen pada pemberian pupuk organik
Perlakuan Rataan
T0 7,42 g T1 15,04 cd T2 15,18 bc T3 14,29 f T4 14,85 ef T5 15,93 ab T6 16,06 a T7 14,86 de
Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji 5%.
Dari tabel 10 diketahui bahwa rataan indeks panen tertinggi terdapat pada
Gambar 4. Histogram Indeks Panen
11. Bobot 1000 butir (g)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari bobot 1000 butir (g) dapat
dilihat dari Lampiran 40 – 42. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
pemberian pupuk organik BSO berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir (g).
Rataan bobot 1000 butir dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rataan bobot 1000 butir pada pemberian pupuk organik
Perlakuan Rataan
T0 26,66 g
T1 27,71 bc
T2 27,86 a
T3 27,79 ab
T4 27,58 de
T5 27,53 ef
T6 27,52 fg
T7 27,66 cd
Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji 5%.
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
[image:54.595.127.504.520.673.2]Dari tabel 11 diketahui bahwa rataan bobot 1000 butir tertinggi terdapat
pada perlakuan T2 (27,86) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan T0
[image:55.595.110.514.163.390.2](26,66).
Gambar 5. Histogram Bobot 1000 butir
12. Bobot Gabah Total (g)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari bobot gabah total (g) dapat
dilihat dari lampiran 43 – 44. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
pemberian pupuk organik BSO berpengaruh tidak nyata terhadap bobot gabah
total (g). Rataan produksi per rumpun dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rataan Produksi per rumpun pada pemberian pupuk organik
Perlakuan Rataan
T0 21,26
T1 27,02
T2 26,18
T3 25,38
T4 27,25
T5 25,30
T6 25,98
T7 27,63
26 26,2 26,4 26,6 26,8 27 27,2 27,4 27,6 27,8 28
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
[image:55.595.121.503.581.731.2]Dari tabel 12 diketahui bahwa rataan bobot gabah total tertinggi terdapat
pada perlakuan T7 (27,63) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan T0
(21,26).
13. Produksi per meter persegi (g)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari produksi per meter persegi
(g) dapat dilihat dari Lampiran 45 – 47. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
bahwa pemberian pupuk organik BSO berpengaruh nyata terhadap produksi per
[image:56.595.118.505.325.472.2]meter persegi. Rataan produksi per meter persegi (g) dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rataan Produksi per meter persegi pada pemberian pupuk organik
Perlakuan Rataan
T0 609,46 g
T1 985,80 de
T2 1025,10 a
T3 990,20 bc
T4 1011,40 ab
T5 954,14 ef
T6 908,23 f
T7 987,35 cd
Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji 5%.
Dari tabel 13 diketahui bahwa rataan produksi per meter persegi tertinggi
terdapat pada perlakuan T2 (1025,10) sedangkan yang terendah terdapat pada
Gambar 6. Histogram Produksi Per Meter Persegi
14. Produksi per Hektar (Ton)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari produksi per Hektar (Ton)
da