• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur 1.Kompetensi

3. Profesionalisme Audit

Profesionalisme menurut Arens (2010 : 78) didefinisikan sebagai

suatu tanggung jawab untuk berperilaku lebih dari sekedar memenuhi

tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, dan lebih dari sekedar

memenuhi Undang-Undang dan peraturan masyarakat. Maksudnya adalah

sebagai seorang akuntan publik yang professional, auditor harus

mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat, klien dan terhadap

rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun

menimbulkan pengorbanan pribadi.

Profesionalisme menurut Hidayat Nur Wahid dalam Sukrisno Agoes

dan I Cenik Ardana (2009:122), “Profesionalisme adalah semangat,

paradigma, spirit, tingkah laku, ideologi, pemikiran, gairah untuk terus

menerus secara dewasa (mature), secara intelek meningkatkan kualitas

profesi mereka”, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2005:897) “Profesionalisme adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk yang

merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional”.Sikap

profesional tercermin pada pelaksanaan kualitas yang merupakan

karakteristik atau tanda suatu profesi atau seorang profesional.Sikap dan

tindakan profesional merupakan tuntutan di berbagai bidang profesi, tidak

terkecuali profesi sebagai auditor.

Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara

konseptual.”profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa

21 yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau

tidak” (Kalbers dan Fogarty, 1995).Sebagai profesional, akuntan publik

mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien dan rekan

seprofesi, termasuk untuk berprilaku yang terhormat, sekalipun ini

merupakan pengorbanan pribadi. Seorang auditor bisa dikatakan

profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi prinsip dasar etika

profesi yang telah ditetapkan oleh IAPI, antara lain:

a. Prinsip integritas.

Setiap Praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan

profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.

b. Prinsip objektivitas.

Setiap Praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan

kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari

pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau

pertimbangan bisnisnya.

c. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian

profesional (professional competence and due care).

Setiap Praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian

profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara

berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima

jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan

perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode

22 profesional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi

yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.

d. Prinsip kerahasiaan.

Setiap Praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh

sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta

tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga

tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat

kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau

peraturan lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari

hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh

Praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga.

e. Prinsip perilaku profesional.

Setiap Praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan

harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Konsep Profesionalisme

Menurut Hall (1968) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu:

a. Pengabdian pada profesi

Pengabdian pada profesi di cerminkan dari dedikasi

profesionalisme dengan pmenggunakan pengetahuandan kecakapan

yang dimiliki.Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun

imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan

diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai

23 kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasaan

rohani, baru kemudian materi.

b. Kewajiban sosial

Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan

profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun

profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

c. Kemandirian

Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang

yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa

adanya intervensi maupun tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien,

dan bukan anggota profesi).Setiap ada campur tangan dari luar

dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.

d. Keyakinan terhadap parturan profesi

Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa

paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama

profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam

bidang ilmu dan pekerjaan mereka.

e. Hubungan dengan sesama profesi

Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan

profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan

kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan.Melalui

ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional.

24 aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota termasuk setiap kantor

akuntan publik lain yang beroperasi sebagai auditor independen.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa didalam standar

auditing ini yang telah ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)

terdapat 10 standar auditing yang terbagi menjadi standar umum, standar

pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Standar auditing berbeda dengan

prosedur auditing yang mana berkaitan dengan tindakan yang harus

dilaksanakan, sedangkan standar berkaitan dengan suatu kriteria ukuran

mutu kinerja tindakan tersebut. isi dari ke sepuluh standar tersebut adalah:

a. Standar Umum

1) Proses audit harus dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki

keahlian dan pelatihan teknis sebagai auditor.

2) Seorang Auditor harus mempertahankan dan mengedepankan sesuatu

yang berhubungan dengan Independensi dan Perikatan.

3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran ilmuya secara profesional dengan cermat

dan seksama.

b. Standar pekerjaan lapangan

1) Pekerjaan mengaudit harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika

digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

2) Pemahaman mengenai pengendalian intern harus diperoleh untuk

merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian

25 3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,

pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar

untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

c. Standar pelaporan

1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah

disusun sesuai dengan prinsip akuntansi di Indonesia yang berlaku

umum

2) Laporan auditor harus menunjukkan jika ada ketidakkonsistenan

penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan

periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi

tersebut dalam periode sebelumnya.

3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai

laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa

pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara

keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.

Dokumen terkait