• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.3 Profil Infoman

4.3.1 Informan Kunci (Masyarakat Pemulung yang tinggal di Jalan Tirtosari Ujung Kelurahan Bantan)

1. Nama : R. Sirait Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 52 tahun

Agama : Kristen Protestan Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Pemulung dan Peternak

Ibu Sirait adalah informan yang pertama kali peneliti temukan saat pertama kali turun lapangan. Beliau merupakan warga migran yang berasal dari sebuah kota di tepian danau toba yakni Parapat. Beliau bermigrasi ke kota Medan pada tahun 1985 dengan tujuan untuk belajar menjahit sampai mahir setidaknya bisa menjahit pakaian sendiri. Pada saat itu modal yang dimiliki adalah skill dasar menjahit dan sedikit barang berharga yang bernilai jual. Namun, pada tahun 1986 ibu sirait di ajak menikah dengan suaminya saat ini sehingga berhenti kursus. Cita - cita yang diinginkan semula dari Parapat pun belum berhasil terealisasi sepenuhnya.

Ibu Sirait merupakan salah satu warga yang tinggal di Jalan Tirtosari Ujung dan sudah tinggal serta menetap di jalan ini selama 12 tahun. Tepatnya sejak tahun 2004. Hal ini dilatarbelakangi oleh meninggalnya suami dari ibu sirait pada bulan november tahun 2003 akibat penyakit kanker usus. Pada saat itu status rumah tersebut adalah milik mertuanya. Sejak menjadi janda ibu sirait berjuang mencari nafkah sendiri untuk menghidupi keluarganya. Ibu Sirait memilki 5 orang anak yang pada saat itu harus di tanggungnya sendiri. Sehingga alternatifnya adalah menjadi buruh bangunan sampai pada bulan April 2016 lalu. Pada saat itu penghasilan yang diperoleh ibu sirait sekitar Rp 60.000 - Rp 100.000 per harinya, tergantung pada jumlah bangunan yang dikerjakannya. Namun, jika di rata - ratakan ibu Sirait memperoleh upah Rp 60.000 - Rp 75.000 per harinya. Cukup pas pasan untuk menanggung biaya hidup kelima orang anaknya pada saat itu sampai sekarang bersama dirinya.

Ibu Sirait memiliki 5 orang anak dengan rincian 3 orang anak laki - laki dan 2 orang anak perempuan. Saat ini anak pertama ibu sirait sudah menikah dengan pendidikan terakhir SMA , 4 orang lagi masih tinggal bersama ibu sirait. Anak ke dua tidak sampai tamat SMP dikarenakan minat belajarnya yang sangat rendah. Saat ini ia bekerja sebagai buruh bangunan dan sedikit bisa membantu belanja keluarga. Anak ketiga ibu Sirait sedang kuliah jurusan D3 Akuntansi di Universitas Sumatera Utara. Anak keempatnya sedang sekolah SMK kelas 12 dan yang kelima sedang sekolah SMA kelas 11 di SMA Negeri 11 Kota Medan. Saat ini biaya pendidikan anak - anak ibu Sirait di bantu oleh adiknya, tepatnya paman dari anak - anaknya. Bantuan tersebut sekitar Rp 200.000 yang diberikan 2 minggu sekali.

Ibu Sirait mengatakan bahwa ia sangat bersyukur anak- anaknya menyadari kondisi keluarganya. Tidak malu dan mau membantu ibunya untuk mencukupi kebutuhan sehari - hari terkait biaya makan, air dan listrik. Ibu Sirait di bantu oleh anaknya yang ketiga, keempat dan kelima mencari barang - barang bekas dan beternak babi. Saat ini, kondisi fisik ibu sirait sudah lemah dan tidak bisa ikut lagi mencari barang - barang bekas ke daerah yang jauh. Meskipun ia memiliki becak untuk kendaaran mencari barang bekas. Beliau hanya bertugas merawat ternak - ternaknya. Sehingga barang - barang bekas di cari oleh anak - anak ibu sirait sejak pulang sekolah sampai hari mulai petang sekitar pukul 14.00 – 18.00 wib. Hasil pungutan tersebut dibersihkan, dicuci dan dipilah-pilah kemudian dikumpulkan. Beliau menjualnya dalam kurun waktu 2 kali seminggu dengan total rata – rata nilai jual Rp 400.000,-. Beliau mengatakan penghasilan tersebut cukup pas - pasan untuk mencukupi biaya hidup sehari – hari mereka berlima di keluarga. Sebab untuk biaya makan saja mereka harus mengeluarkan sekitar Rp 35.000 - 40.000 per harinya. Ditambah lagi air bersih tidak ada, sehingga air untuk memasak dan minum harus dibeli Rp 4000,- per galon yang cukup digunakan untuk 2 hari. Untuk biaya listrik, ibu Sirait mengatakan bahwa ia memperolehnya dari hasil jual ternak babinya. Dalam kurun waktu 4 sampai 5 bulan sekali ia menjual ternaknya seharga 2 sampai 5 juta. Tergantung pada jumlah dan berat ternak yang dijual. Uang itu ia bagi - bagi untuk biaya listrik, kebutuhan tak terduga dan persiapan menyambut hari besar seperti perayaan natal dan tahun baru.

2. Nama : M. Manullang Jenis Kelamin : Laki - laki Usia : 63 tahun

Agama : Kristen Protestan Pendidikan terakhir : SMP

Pekerjaan : Penarik Becak

Bapak M. Manulang adalah kaum migran yang berasal dari Dolok Masihol. Bapak M. Manulang bermigrasi ke Kota Medan bersama istrinya Ibu S. Sitompul. Hal tersebut dilatarbelakangi karena sulitnya memenuhi kehidupan di desa. Pada sat itu Bapak Manulang tidak memiliki lahan untuk bertani. Berupaya dengan menyewa lahan membuatnya rugi karena sering memeroleh gagal panen. Sehingga pada tahun 1977 Bapak M. Manulang bersama keluarganya memutuskan bermigrasi ke Kota Medan. Meskipun mereka bermigrasi tanpa modal namun Pak Manulang dan keluarga yakin kalau di kota Medan banyak hal yang bisa dilakukan di kota untuk memperoleh uang.

Pertama kali sampai di kota Medan pekerjaan yang dilakukan Bapak Manullang adalah sebagai tukang becak. Becak yang dikendarainya adalah milik orang lain. Meskipun harus membayar sewa setiap harinya Bapak Manulang berhasil memperoleh uang untuk membayar sewa becaknya dan kebutuhan keluarganya. Penghasilan yang diperolah pada saat itu cukup pas pasan untuk biaya hidupnya bersama istri dan keenam anaknya.

Bapak Manulang dan Ibu Sitompul memiliki 6 orang anak. Anak pertamanya berjenis kelamin perempuan hanya tamatan SMP. Saat ini sedang bekerja di Pulau Kalimantan sebagai pembantu rumah tangga. Anak yang ke dua seseorang berjenis kelamin laki - laki hanya tamat SMP juga. Tetapi saat ini ia sudah memiliki kemahiran menyetir, saat ini bekerja sebagai supir yang sering keluar kota. Anak yang ketiga seorang berjenis kelamin laki - laki hanya tamatan SMP saat ini ia bekerja membantu keluarga mencari barang bekas, Anak yang ke empat seorang berjenis kelamin laki - laki tamatan SMK namun tidak bekerja. Anak kelima pendidikan terakhirnya SMK dan saat ini bekerja di Pulau Kalimantan juga sebagai pembantu rumah tangga. Anak yang keenam seorang berjenis kelamin perempuan tamatan SMK bekerja sebagai buruh pabrik di pabrik pengolahan atom.

Saat ini Bapak Manulang telah memiliki becak sendiri. Ini diperolehnya dari hasil menabung sejak anak - anaknya sudah bekerja. Dimana ia tidak lagi menanggung biaya seluruh anak - anaknya dan anaknya yang bekerja di Kalimantan ada sesekali mengirimnya uang. Saat ini, penghasilan Bapak Manulang dari menarik becak sekitar Rp 50.000 per hari. Jumlah tanggungannya 3 orang yaitu 2 anaknya yang belum bekerja tetap dan istrinya yang sudah sulit berjalan. Istri pak manulang bernama ibu S. Br Sitompul. Ibu Sitompul sudah pernah menjalani operasi daging tumbuh dibagian bokongnya, sehingga membuatnya sulit berjalan jauh dan hanya bisa bekerja ringan dirumah saja.

Pak Manulang adalah seorang perokok, biaya rokoknya satu hari mencapai Rp 15.000, sisanya digunakan untuk digunakan untuk biaya kebutuhan rumah tangga. Dimana untuk biaya makan 5 orang yang mencapai Rp 30.000 - Rp

35.000 per harinya, belum termasuk biaya untuk membeli air bersih untuk minum Rp 4000 per dua hari. Sehingga dengan penghasilan Rp 50.000 per hari, Pak Manulang mengatakan itu cukup pas - pasan bahkan terkadang sampai berhutang. Sebab terkadang penghasilan becak tidak menentu, dengan kondisi fisik yang sudah lemah terkadang Pak Manulang tidak bekerja seharian penuh.

Anak Pak Manulang yang ketiga dan keempat setiap hari pergi mencari barang bekas dan makanan sisa bersama bersama. Pak Manulang dan keluarga tidak beternak karena belakang rumah mereka terdapat bangunan sekolah dasar. Makanan sisa yang didapat ditumpukan sampah diambil anaknya untuk dijual ke peternak babi sekitaran jalan Tirtosari Ujung dan Perumnas Mandala yang kekurangan makanan ternak. Penghasilan yang diperoleh anaknya juga tidak menentu. Namun jika dikalkulasikan dalam seminggu kedua anaknya memperoleh uang Rp 300.000 – Rp 400.000. Penghasilan tersebut dialokasikan keduanya untuk biaya hidupnya sendiri termasuk rokok dan pulsa. Sisanya digunakan untuk membantu kebutuhan keluarga.

Penghasilan tambahan yang diperoleh pak Manulang adalah dari anak - anaknya yang sudah bekerja. Anak – anaknya yang di Kalimantan sesekali ada mengirim uang untuknya, begitu juga dengan anaknya yang bekerja di Medan. Uang tersebut di bagi- bagi istri Pak Manulang untuk kebutuhan hidup sehari - hari jika penghasilan Pak Manulang tidak mencukupi. Sisanya untuk biaya listrik dan sewa rumah. Biaya sewa rumah Pak Manulang per tahunnya seharga Rp 2.500.000,-

3. Nama : Arlensius Haloho Jenis Kelamin : Laki - laki

Usia : 55 tahun

Agama : Kristen Protestan Pendidikan terakhir : Sarjana Muda

Pekerjaan : Tidak ada

Bapak Arlensius Haloho merupakan kaum migran yang bermigrasi ke Kota Medan pada tahun 1991. Beliau berasal dari Desa Haranggaol Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun. Dulunya beliau adalah seorang sarjana muda yang berhasil menyelesaikan studi selama 3 tahun dengan gelar BA (Bachelor Arts). Namun oleh karena sarana dan prasarana di desa terbatas, beliau tidak bisa merealisasikan ilmunya. Sehingga beliau memilih bermigrasi ke Medan untuk mencari kehidupan yang lebih layak. Pada saat itu, sesampai di Kota Medan Bapak Haloho mendapat pekerjaan sebagai guru honor di salah satu Sekolah Mengah Pertama. Namun, pada saat itu penghasilan yang diperoleh sangat minim yakni sekitar Rp 400.000 per bulan, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan Pak Haloho pada saat itu yang belum berkeluarga. Untuk mensiasatinya, Pak Haloho mencari alternatif pekerjaan lain yaitu menjadi buruh bangunan. Dari hasil kerjanya menjadi guru dan buruh bangunan ia bisa menyisihkan sebagaian uangnya untuk modal menikah.

Sejak tahun 2010 kondisi kesehatan Bapak Haloho menurun. Sehingga pada tahun 2013 ia memutuskan untuk tidak bekerja lagi. Saat itu anak pertama

Bapak Haloho sudah tamat sekolah SMA. Sehingga biaya rumah tangga dan sekolah anak Bapak Haloho ditanggung oleh anak - anak Bapak Haloho yang sudah bekerja. Bapak Haloho memiliki 4 orang anak. Anak pertamanya adalah seorang perempuan yang saat ini sedang kuliah di kampus Budi Dharma dan bekerja di sebuah rumah sakit. Penghasilan yang diperolehnya sekitar Rp 2.000.000 per bulan sehingga ia mampu membiayai pendidikannya sendiri. Anak yang kedua seorang perempuan tamatan SMK yang bekerja menjadi Sales Promotion Girl di salah satu Mall di Kota Medan. Dari hasil kerjanya ia memperoleh penghasilan sama seperti kakaknya yaitu sebesar Rp 2.000.000,-. Anak ketiga Bapak Haloho belum memiliki pekerjaan sebab ia baru saja tamat sekolah SMA. Ia berencana untuk kuliah namun oleh karena kurangnya biaya ia bermaksud mendapatkan pekerjaan terlebih dahulu kemudian kuliah mengambil jadwal malam. Anak terakhir Bapak Haloho sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama kelas VIII.

Bapak Haloho mengatakan bahwa ia bersyukur anak pertama dan keduanya sudah bisa mandiri bekerja dan mau membantu kebutuhan rumah termasuk biaya sekolah adiknya. Dengan total penghasilan kedua anaknya senilai Rp 4.000.000,- segala kebutuhan rumah bisa di tanggung oleh anaknya tersebut. Meskipun uang tersebut juga termasuk untuk biaya pendidikan anak pertamanya yang saat ini sedang kuliah di kampus Budi Dharma Medan. Pak Haloho mengatakan bahwa untuk biaya makan 5 orang per bulannya mencapai Rp 1.500.000,- dan biaya listrik sekitar Rp Rp 80.000 - Rp 100.000. Untuk kebutuhan sanitasi dan konsumsi Bapak Haloho menggunakan air sumur. Kebetulan air

sumur yang terdapat di rumah Bapak Haloho tidak keruh seperti warga lainnya. Sehingga layak untuk dikonsumsi.

Rumah yang dihuni oleh Bapak Haloho adalah milik sendiri, namun status tanahnya masih milik PJKA. Meskipun demikian Bapak Haloho tidak was - was, beliau menyadari bahwa itu bukan miliknya. Ia sudah sangat bersyukur sudah diizinkan menggunakan tanah tersebut selama ini. Sehingga jika sewaktu - waktu PJKA meminta untuk pindah ia sudah siap.

4. Nama : Dewi Aritonang

Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 38 tahun

Agama : Kristen Protestan Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Pengrajin Keranjang Belanja dan Pemulung

Ibu Dewi adalah warga yang tinggal di Jalan Tirtosari ujung bersama keluarganya. Beliau berasal dari desa Muara Kabupaten Tapanuli Utara. Ibu Dewi pertama kali bermigrasi ke Kota Medan pada tahun 2001 Pendidikan terakhir beliau adalah SMA. Beliau bermigrasi karena di desa anak gadis umumnya merantau. Maka secara pribadi beliau tidak mau kalah untuk mencari pengalaman. Pertama kali bermigrasi, beliau bekerja di Binjai di pabrik kuaci kemudian masuk di pabrik sarung tangan. Beliau tinggal di Jalan Tirtosari Ujung sejak tahun 2011. Beliau bekerja sebagai pengrajin keranjang belanjaan yang biasa digunakan oleh

ibu - ibu belanja di pasar. Harga keranjang dengan ukuran medium dijual seharga Rp 10.000 per keranjang. Setiap minggunya Ibu Dewi bisa menghasilkan 15 - 20 keranjang. Sesekali jika kekurangan modal atau penjualan keranjang mengalami penurunan beliau menjadi pemulung. Beliau berangkat pagi hari sekitar pukul 06.00 sampai siang hari pukul 10.00 untuk mencari barang bekas. Dari hasil memulung beliau berhasil mengumpulkan barang bekas senilai jual Rp 20.000 per hari namun hanya sesekali saja dilakukannya. Suami Ibu Dewi bekerja sebagai buruh bangunan tidak tetap. Jika dikalkulasikan penghasilan Ibu Dewi bersama suami sejumlah Rp 300.000 - Rp 500.000 per minggunya.

Ibu Dewi memiliki 2 orang anak yang masih kecil. Anak pertamanya seorang perempuan berusia 10 tahun bernama Rahel Juli. Saat ini Rahel sedang duduk di bangku sekolah dasar tepatnya kelas IV. Dulunya Rahel tidak sempat masuk Paud dan Taman Kanak - kanak (TK). Hal ini disebabkan ibu Dewi tidak sempat jika harus menunggu anaknya di TK, ia harus bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga. Anak kedua Ibu Dewi bernama Restu Adi Silban saat ini berusia 3 tahun. Ibu Dewi mengatakan dengan penghasilan yang diperolehnya bersama suami saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, biaya pendidikan, biaya listrik termasuk biaya sewa rumah. Ibu Dewi mengatakan bahwa untuk biaya makan per harinya mencapai Rp 20.000. Biaya sekolah dan jajan kedua anaknya per hari mencapai Rp 10.000,-. Ibu Dewi tidak membeli air bersih. Ia menggunakan air sumur untuk keperluan sanitasi dan konsumsi. Kebetulan air sumur yang terdapat diruamh yang ia sewa airnya tidak keruh dan layak konsumsi. Selain biaya makan dan pendidikan, biaya listrik yang harus dikeluarkan Ibu Dewi perbulannya mencapai Rp 40.000. Ibu Dewi mengatakan

iuran listriknya tidak terlalu mahal. Karena alat perlengkapan rumah tangga yang elektronik hanyalah rice cooker, dispenser dan lampu. Ibu Dewi tidak mempunyai televisi (TV). Televisinya sudah rusak sejak awal tahun baru 2016 lalu dan belum ada uang yang cukup untuk memperbaikinya. Hal ini dikarenakan rumah yang ditempatinya saat ini merupakan rumah sewa. Sehingga ia harus berhemat agar mampu membayar biaya sewa rumahnya seharga Rp 2.000.000 setiap tahunnya. 5. Nama : Rosminda Br. Siringo - ringo

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 43 tahun

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan terakhir : SD

Pekerjaan : Pemulung dan Peternak

Ibu Rosminda adalah warga masyarakat yang tinggal di Jalan Tirtosari Ujung sejak tahun 2001. Beliau adalah kaum migran yang berasal dari Kota Pinang. Beliau bermigrasi bersama suaminya. Alasan beliau bermigrasi karena pada saat itu banyak orang - orang yang berlomba ke Kota untuk mengadu nasib. Ibu Rosminda yang pada saat itu bersama suami tidak memiliki lahan sendiri mencoba untuk ikut bermigrasi. Sebab menjadi buruh perkebunan sawit tidak cukup membiayai kebutuhan keluarga termasuk pendidikan anaknya pada saat itu. Ibu Rosminda bersama suaminya memiliki 3 orang anak. Anak pertama dan keduanya sudah tamat SMA. Setiap harinya kedua anak ibu Rosminda

tersebut membantu keduaorangtuanya untuk mencari barang bekas dan makanan - makanan sisa dari tumpukan sampah kota. Anak ketiga ibu Rosminda saat ini sedang duduk di sekolah menengah pertama kelas VIII.

Ibu Rosminda bersama suami dan kedua anaknya berprofesi sebagai pemulung. Setiap pagi pukul 06.00 ibu Rosminda dan keluarga memulai aktifitasnya. Beliau bersama keluarga pergi untuk mencari barang bekas dan makanan sisa untuk makanan ternaknya. Namun setiap hari ibu Rosmina pulang lebih awal untuk memberi makan ternaknya pada jam 09.00 WIB. Ibu Rosminda beternak hewan Babi. Ibu Rosminda menjual hewan ternaknya setiap 6 bulan sekali guna menambah penghasilan keluarga. Dari hasil mencari barang bekas penghasilan Ibu Rosminda dan keluarga tidak menentu. Jika dirata-ratakan mereka memperoleh Rp 20.000,- per harinya. Ibu Rosminda mengatakan bahwa dengan penghasilan seperti itu sebenarnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang berjumla 5 orang. Untuk biaya makan saja per harinya mencapai Rp 30.000. Sedangkan untuk biaya pendidikan anaknya yang paling kecil juga besar. Dimana uang sekolahnya per bulan sebesar Rp 60.000 dan uang sakunya Rp 10.000 per hari termasuk ongkos pulang pergi. Selain itu, penghasilan ibu Rosminda bersama keluarga juga digunakan untuk membeli air bersih guna kebutuhan konsumsi seharga Rp 4000 per galon yang hanya cukup digunakan selama 2 hari. Sehingga alternatifnya adalah beternak. Dengan beternak pemenuhan kebutuhan keluarga sangat tertolong. Setiap kali menjual ternak ibu Rosminda bisa memperoleh uang senilai Rp 3.000.000 - Rp 5.000.000 tergantung pada ukuran hewan ternak yang dijualnya. Hasil ternak tersebut merupakan

tabungan untuk membayar sewa dan keadaan darurat lainnya. Misalnya biaya pendidikan, sakit atau pun hal lainnya.

6. Nama : Simarmata

Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 44 tahun

Agama : Kristen Protestan Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Pemulung dan Peternak

Ibu Simarmata adalah salah satu warga Jalan Tirtosari Ujung sejak tahun 1984. Beliau merupakan kaum migran yang berasal dari Tongging. Pertama kali beliau datang ke Medan bertujuan untuk sekolah. Ia mengenyam pendidikan SMA di Kota Medan.

Ibu Simarmata memiliki 3 orang anak laki - laki. Anak pertama dan anak kedua ibu Simarmata sudah tamat SMA. Saat ini sudah bekerja sebagai pelayan restauran di Medan mall. Anak ketiga ibu Simarmata sudah berhenti sekolah pada saat dia kelas XI SMA. Hal tersebut dikarenakan anaknya malas sekolah. Sering sekali pergi berangkat dari rumah dengan alasan bersekolah namun setelah di luar tidak masuk sekolah. Sehingga Ibu Simarmata memberhentikannya sekolah. Saat ini anaknya tersebut tidak memiliki pekerjaan, masyarakat biasa menyebutnya “mocok - mocok” yaitu jika ada tawaran kerja ya kerja kalau tidak ada, maka tidak kerja.

Saat ini Ibu Simarmata berprofesi sebagai pedagang klontong di Jalan Tirtosari Ujung. Sebelumnya beliau bersama suami berprofesi sebagai pemulung. Namun sudah berhenti sejak kondisi kesehatan keduanya menurun. Setiap 2 hari sekali tepatnya pukul 05.30 WIB, ibu simarmata bersama suami pergi ke pasar pagi untuk belanja bahan - bahan masakan seperti ikan, sayur, bumbu - bumbu masak, dll untuk dijual kembali di warung klontongnya. Ukuran warung Ibu Simarmata kecil dan barang dagangannya masih terbatas. Penghasilan harian ibu Simarmata bersama suami sekitar Rp 45.000 - Rp 50.000 tergantung hasil penjualan setiap hari. Layaknya warga sekitarnya, Ibu Simarmata juga memiliki hewan ternak Babi. Namun tidak banyak, hanya 3 ekor yang terdiri dari 1 induk Babi dan 2 ekor anaknya yang saat ini masih berusia 2 bulan. Anak ternak tersebut dibesarkan dan dijual setiap 5 sampai 6 bulan sekali. Hewan ternak tersebut biasanya memiliki harga jual sekitar 3 sampai 5 juta. Tergantung pada ukuran berat hewan tersebut. Penghasilan yang diperoleh oleh ibu Simarmata dialokasikan untuk biaya hidup keluarga Ibu Simarmata termasuk biaya listrik, air bersih dan biaya sewa rumah.

Dengan penghasilan yang diperoleh dari hasil jualan dan beternak, Ibu Simarmata berhasil memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Setiap hari Ibu Simarmata mengeluarkan Rp 30.000 untuk biaya konsumsi keluarganya. Termasuk air bersih layak konsumsi yang dibeli setiap 2 hari sekali seharga Rp 4.000 per galon. Oleh karena ibu Simarmata membuka warung klontong yang membuka jasa parut kelapa, untuk listrik Ibu Simarmata membayar rata - rata Rp 70.000 – Rp 80.000 setiap bulannya. Status rumah yang tempati Ibu Simarmata

adalah rumah sewa, Setiap tahuunya Ibu Simarmata harus membayar sebesar Rp 2.500.000 untuk itu.

7. Nama : Rani Butar - butar

Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 49 tahun

Agama : Kristen Protestan Pendidikan terakhir : SMP

Pekerjaan : Pemulung dan Peternak

Ibu Rani adalah seorang migran yang berasal dari dari Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. Beliau pertama sekali bermigrasi ketika beliau baru saja menyelesaikan studi SMPnya yaitu sekitar tahun 1983. Dulunya beliau diajak oleh kakaknya untuk bekerja di salah satu pabrik di Kota Medan. Alasannya beliau tidak ingin lagi bekerja sebagai petani yang setiap hari bergelut dengan tanah. Selain itu ia bercita - cita ingin mengubah nasibnya dan membanggakan orang tuanya.

Ibu Rani tinggal di jalan tirtosari ujung sejak ia menikah yaitu tahun 1990. Pekerjaan Ibu Rani bersama suami adalah sebagai pemulung dan peternak babi. Pekerjaan tersebut dilakoni Ibu Rani sejak tahun 1991 ketika ia masih mempunyai anak satu. Ia memilih menjadi pemulung karena ia tidak memiliki modal apa - apa. Baik dari segi pendidikan, keahlian dan materi untuk membuka usaha. Ia

Dokumen terkait