• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV INTERPRETASI DATA

4.3. Profil Informan

4.3.1 Informan Kunci ( Anak (Remaja) korban perceraian orang tua)

Dalam penelitian ini terdapat informan untuk mengetahui banyak hal yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini. Para informan ini mempunyai pengetahuan dan keterlibatan langsung dalam memberi penjelasan tentang perceraian orang tua dan akibatnya terhadap pendidikan anak.

Nama : Anggiat Saut Hutabarat Umur : 17 Tahun

Suku : Batak Toba

Alamat : Jalan Marindal 2 no 23 A Pendidikan Terakhir : SMP

Anggiat adalah seorang anak berumur 17 tahun yang sudah tidak bersekolah lagi. Dia putus sekolah sejak duduk di bangku SMP. Hal ini disebabkan karena kedua orang tuanya yang bercerai sewaktu ia duduk di bangku kelas 2 SMP. Ayahnya menikah laki dengan perempuan lain. Sedangkan ia yang tinggal bersama ibunya yang hanya bekerja sebagai

tukang sapu jalan. Sebagai perempuan batak awalnya ibu anggiat sangat optimis untuk menyekolahkan Anggiat paling tidak sampai Tamat SMA, tapi ternyata pencaharian sebagai tukang sapu jalan tidak lah mencukupi biaya untuk sekolah anggiat. Jangankan untuk biaya sekolah anggiat, biaya untuk kehidupan sehari-hari saja sudah sangat terbatas dengan membiayai juga 3 adik anggiat. Ayah Anggiat sudah tidak peduli dengan keluarga yang ditinggalkannya terasuk juga membiayai pendidikan Anggiat dan 3 adiknya.

Untuk itu mau tidak mau Anggiat hanya bisa menyelesaikan pendidikan nya sampai di tingkat SMP saja. Karena anggiat kasihan melihat ibunya yang bekerja sendiran untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka, Anggiat mempunyai inisiatif untuk bekerja di luar rumah. Dia bekerja sebagai pengantar Galon minuman dari ke rumah. Penghasilannya sekitar Rp 30.000 per harinya. Hal ini diutarakan dalam wawancara berikut :

“ Awalnya aku cuma main-main aja dengan teman-teman di depan tempat penjualan air mineral dimana teman saya juga bekerja di situ, kebetulan sekali pemilik usaha air minum tersebut sedang mencari anggota untuk mengantarkan air, dengan tidak banyak pikir saya langsung menerima pekerjaan itu karena terlintas dipikiran saya ibu saya yang bekerja dengan susah payah tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan keluarga kami,untuk itu semoga dengan pekerjaan ini saya bisa membantu sedikit beban ibu saya.

Sebenarnya aku mau kali melanjutkan sekolah lagi kak, apalagi waktu aku lihat pagi-pagi itu kawan-kawan ku pergi sekolah, sedih sebenarnya lihat nya kak, cemburu, itulah yang ada di dalam hati ku waktu lihat anak SMA kak. Tapi apa lagi mau dibilang, lebih baik lah sekarang aku kerja untuk membatu ibu ku untuk membiayai kebutuhan hidup kami”. (Hasil wawancara dengan informan Anggiat Saut Hutabarat, 2012)

Usia : 14 Tahun Suku : Batak Toba

Alamat : Jln Jermal 4 no.23. Medan Pendidikan : SMP

Imelda adalah seorang remaja yang duduk di bangku SMP. Melda nama panggilannya, tinggal bersama Ibu dan seorang adiknya yang duduk di bangku SD. Melda termasuk seorang anak yang beruntung diantara teman lainnya. Mengapa beruntung, karena melda hidup di dalam keluarga yang sebenarnya tidak utuh lagi karena kedua orang tuanya sudah berpisah atau bercerai sejak ia duduk di bangku sekolah dasar kelas 6. Ayahnya pergi meninggalkan mereka dan menikah lagi dengan perempuan lain. Melda beruntung punya seorang ibu berdarah batak yang mau tetap memperjuangkan anak-anaknya dan bekerja keras demi menyekolahkan Melda dan adiknya. Ibu Melda berjualan sayur-sayuran di pasar pagi sambu, dengan hasil jualannya itu lah sang Ibu membiayai kebutuhan sehari-hari mereka dan biaya sekolah Melda dan adiknya. Berikut Hasil wawancara:

“ Aku beruntung punya Ibu yang sangat menyayangi kami kak, berjuang keras untuk membiayai kebutuhan kami. Walaupun gak ada sosok bapak di keluarga kami, tapi kami tetap bahagia karna kami masih punya ibu di tengah-tengah kami, tapi terkadang rindu juga sama bapak kak, iri juga sama teman-teman yang bisa tinggal sama bapaknya, bisa bermanja-manjsa sama bapaknya, ada bapaknya yang nyuruh dia belajar”. ( hasil wawancara informan pada Desember 2012)

Nama : Ernaliza Sinaga Usia : 18 Tahun

Alamat : Jln Palem II no 20, Perumnas Helvetia Pendidikan Terakhir : Kelas 5 SD

Ernaliza Sinaga adalah warga Perumnas Helvetia di jalan Palem. Erna berumur 18 Tahun yang sudah putus sekolah sejak kelas 5 SD. Erna putus sekolah karna dia merasa sudah kurang mendapatkan motivasi di dalam dirinya untuk bersekolah, hal itu disebabkan karena Kedua orang tuanya yang bercerai sejak ia masih duduk dibangku sekolah dasar. Perhatian kepadanya pun sudah mulai berkurang, karena itulah ia kurang termotivasi untuk bersekolah lagi. Selain karena kurangnya motivasi bersekolah dalam dirinya, Faktor ekonomi keluarganya juga memaksa Erna untuk putus sekolah. Ibu Erna yang bekerja hanya sebagai buruh cuci ke rumah-rumah tetangga dengan penghasilan 20 ribu perharinya jelas tidak bisa lagi membiayai sekolah Erna, walaupun dia seorang anak tunggaal.. Belum lagi ibunya harus menyisihkan biaya sewa rumah mereka setiap tahunnya. Berikut hasil wawancara:

“Sebenarnya masih mau nya aku sekolah kak, tapi lama-kelamaan setelah mamak dan bapak pisah, jadi gak ada lagi semngat ku belajar, perhatian mereka pun jadi berkurang dengan ku, lain lagi karena bapak yang udah ninggalin kami, tapi biar lah kak, dengan gak sekolah lagi aku, jadi ngurangi beban mamak aku,biar bisa juga aku bantu2 mamak kerja,bantu-bantu nyuci kain tetangga”. (hasil wawancara Desember 2012)

Nama : Evi Matusiskha Sitompul Usia : 14 Tahun

Suku : Batak Toba

Alamat : Jalan Williem Iskandar/ Pancing No.219 A Medan Pendidikan : SMP

Evi adalah seorang remaja yang tinggal di jalan Pancing. Sampai sekarang ia masih bersekolah di salah satu SMP Negeri di Medan. Evi hidup di tengah keluarga yang broken

home. Ia tinggal bersama 1 orang kakak laki-laki nya dan 1 orang adik perempuannya. Ayah dan ibu evi sudah lama bercerai dan Ibu mereka meninggalkan mereka sewaktu Evi berumur 10 Tahun. Mereka hanya merasakan kasih sayang seorang ayah tanpa meraskan kasih sayang dan kelembutan seorang ibu, padahal sosok seorang ibu lah yang dibutuhkan Evi semasa pertumbuhan nya sebagai anak perempuan. Dia sering merindukan sosok seorang Ibu di samping nya, bahkan Ibunya juga menjadi motivasi belajar untuknya, karena ayahnya yang bekerja sebagai Supir angkot yang sampai malam hari baru pulang ke rumah sehingga perhatian untuk Evi dan saudara-saudaranya sangat terbatas, terutama perhatian di dalam pendidikan mereka.

Berikut hasil wawancara:

“ Kadang kurang semangat belajar di sekolah kak, kadang terlintas dipikran ku kak, gak ada gunanya aku sekolah, karena perhatian untuk sekolah ku pun gak ada dari bapak apalagi dari ibu yang udah ninggalin kami. Bapak pulang kerja udah capek dan pasti langsung tidur. Kami memang benar-benar anak yang kurang perhatian kak. Aku pun sebenarnya udah gak mau sekolah lagi kak, tapi aku mikirkan adek yang di bawah ku,kalau dia lihat aku gak sekolah, aku takut dia niru aku kak, padahal bapak udah susah payah mencari nafkah untuk biaya makan dan biaya sekolah kami”.

Nama : Todo Naek Panggabean

Usia : 18 tahun

Suku : Batak Toba

Alamat : Jl. Jamin Ginting Simpang Kuala Medan Pendidikan Terakhir : 3 SMP

Todo adalah seorang remaja yang tinggal di jalan Jamin Ginting Simpang Kuala Medan. Todo merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Ayah dan Ibu Todo bercerai sejak setahun ia duduk di bangku kelas 2 SMP. Ayah nya pergi meninggalkan mereka dan menikah dengan perempuan lain, dan ia tinggal bersama ibu nya yang bekerja di pasar pagi Sambu dan ketiga adiknya yang duduk di bangku SMP dan SD. Todo sempat bersekolah sampai setahun setelah perceraian orang tuanya. Ibunya sudah tidak sanggup lagi membiayai uang sekolah Todo karena untuk membiayai kebutuhan hidup mereka sehari-hari saja juga pas-pas an. Untuk itu Todo kasihan melihat Ibu nya yang bekerja sendiri untuk memenuhi nafkah keluarga mereka, dan ia bertanggung jawab sebagai anak laki-laki paling besar di keluarganya, dia harus bertanggung jawab juga dengan keluarganya. Karena itu Todo memutuskan untuk bekerja membantu ibunya berjualan di pasar. Itu juga dilakukan Todo supaya ketiga adiknya bisa bersekolah supaya tidak sama dengan dirinya yang tidak bisa lagi melanjutkan sekolahnya.

Berikut hasil wawancara :

“Aku gak sekolah lagi sejak setahun setelah mamak dan bapak bercerai kak, mamak udah gak sanggup lagi membiayai uang sekolah ku. Udah lah aku pun pasrah lah untuk gak sekolah lagi. Sejak itu lah mulai aku bantu-bantu mamak berjualan di pasar biar bisa juga adek-adek ku ini sekolah kak, biar gak malu orang itu sama teman-temannya nanti. Biar lah Cuma aku yang gak sekolah dikeluarga kami ini. Selain itu biar bisa juga ku bantu mamak untuk membiayai kebutuhan hidup kami kak, karna kasihan aku lihat mamak jualan sendiri setiap hari gak ada yang batu. Malu juga sih kadang aku kak sama teman-teman ku yang sekolah, tapi apa lagi mau ku bilang udah ini nasib yang datang sama ku”.

Nama : Penus Pasaribu Usia : 16 Tahun Suku : Batak Toba

Alamat : Jalan Garuda 3 Mandala Pendidikan : SMA

Penus Pasaribu adalah seorang remaja yang tinggal di Jalan Garuda 3 Mandala. Ia tinggal bersama ibu nya, karena orang tuanya yang sudah bercerai sejak ia duduk di bangku SMP. Ayah nya meinggalkan mereka begitu saja. Penus merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara. Ia bersekolah di SMA swasta yang tidak jauh dari rumahnya. Ia mengaku tidak betah inggal di rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar dengan teman-temannya. Hal ini ia lakukan karena kurang nya perhatian dari ibu kepadanya. Ibu Penus bekerja sebagai Wiraswasta, yang kebanyakan bekerja dan menghabiskan waktu di luar rumah. Penus mengaku sangat bosan dengan kegiatan dan rutinitasnya di sekolah, karena sama sekali tidak ada dukungan dari Ibunya untuk memberikan semangat untuk belajar kepada Penus. Berikut Hasil wawancara:

“ Kayak nya gak ada gunanya aku sekolah kak, sekolah pun aku gak pernah ada di Tanya-tanya nilai ku, dimana aku di sekolah,apa ada masalah atau gak, sama sekali gak peduli, yang mamak peduli apakah aku udah bayar uang sekolah ku atau belum, seolah-olah hanya itu aja kewajibannya yang harus dia penuhi. Padahal bukan itu aja yang kubutuhkan kak, pengen kali sebenarnya aku diperhatikan sama mamak ku kayak teman-teman ku yang lain, di Tanya bagaimana aku di sekolah tadi, gimana nilai-nilai ku, jadi kayak asal sekolah aja lah aku jadinya kak. Makanya itu pulang sekolah lebih enak rasanya aku ngumpul-ngumpul sama teman-teman ku buang suntuk dari pada di rumah”.

Profil Informan

Nama : Hotman Sianipar

Usia : 17 Tahun

Alamat : Jalan Gunung Martimbang No10 Gelugur darat Kota Medan Pendidikan Terakhir : SD

Hotman adalah seorang remaja yang tinggal di jalan Gunung Martimbang, Gelugur. Dia dan satu orang adiknya tinggal bersama ibunya saja. Ayahnya sudah pergi meninggalkan mereka sejak Hotman duduk di bangku SD karena bercerai dengan ibunya. Ibu Hotman bekerja di rumah saja, yaitu membuka warung kecil di samping rumahnya. Kebutuhan hidup mereka hanya tergantung dari hasil penjualan di kedai itu. Oleh karena itu sebagai orang tua tunggal ibu Hotman tidak dapat lagi membiayai pendidikan Hotman, oleh sebab itu Hotman tidak bisa melanjut ke SMP, dia hanya bersekolah samapai tingkat SD saja.

Berikut hasil wawancara:

“ Aku Cuma bisa sekolah sampe SD aja kak, itu pun udah syukur ku rasa kak, mamak Cuma sendiri cari uang itu pun hanya dari hasil penjualan kede kami ini. Karna itu kak gak mau aku menyusahkan mamak lagi, biarlah aku Cuma tamatan SD dan sekarang aku bantu mamak di rumah jaga kede kami ini kak manatau dari sini nanti adekku bisa sekolah biar dia gak kayak aku lagi”.

Nama : Roganda Sidabutar

Usia : 18 Tahun

Suku : Batak Toba

Alamat : Jalan Negara no 6.Wahidin, Medan. Pendidikan Terakhir : SMP

Roganda adalah seorang remaja yang tinggal di jalan Negara, Wahidin. Roganda tinggal bersama Ayahnya saja karena Ayah dan Ibu nya sudah bercerai. Ibunya pergi

meninggalkan mereka dengan membawa seorang adiknya. Ayah Roganda sakit-sakitan dan hanya bekerja sebagai buruh bangunan. Roganda hanya bisa menikmati dunia pendidikan sampai SMP saja, Ayah Roganda sudah mulai tidak aktif bekerja karena sakit oleh sebab itulah Roganda tidak bisa melanjutkan sekola nya lagi karena tidak ayahnya tidak mampu lagi membiayai sekolah Roganda. Selain itu setelah bercerai dari ibunya, Ayah Hotman kurang memperhatikan lagi pendidikan Roganda, bagaimana Roganda di sekolah, perkembangan nilai-nilai Roganda di sekolah. Karena itulah ia berinisiatif sendiri untuk tidak bersekolah lagi dan mulai mencari pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya. Tujuannya ialah supaya ia dapat membantu ayahnya untuk memenuhi kehidupan mereka. Sampai sekarang Roganda bekerja sebagai pekerja di toko yang ada di Aksara tidak jauh dari rumahnya. Roganda bekerja sebagai mengangkat barang-barang dari mobil ke toko tersebut.

Berikut hasil wawancara:

“ Beginilah keadaan yang aku dapat kak, mama sama bapak bercerai, dan aku ditinggalkan sama bapak. Bapak gak bisa lagi memenuhi kebutuhan kami dan biaya sekolah ku, udah gitu gak perduli lagi bapak sama sekolah ku, jadi kurasa kayaknya gak penting lagi aku sekolah, udah gak ada lagi motivasi ku yang sekolah itu kak. Lebih baik langsung kerja ajalah aku biar bisa bantu bapak memenuhi kebutuhan hidup kami sehari-hari, karena bapak pun udah sakit-sakitan sekarang. Aku kerja di toko di jalan aksara ininya kak, ngangkat-ngangkat barang-barang yang masuk dari mobil ke toko itu. Lumayan berat-berat lah barang-barang yang ku angkat itu, tapi memang itulah pekerjaaan yang sesuai untukku yang cumata tamat SMP ini kak “.

Usia : 16 Tahun Suku : Batak Toba

Alamat : Jalan Menteng Raya no 2, Medan Pendidikan Terakhir : SMP

Kartini Sihombing adalah remaja yang tinggal di jalan Menteng raya. Ia tinggal hanya bersama Ibunya. Ayah dan Ibunya sudah bercerai. Ibunya berjualan di pasar pagi Sambu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Tini yang biasa nama panggilannya di rumah mulai tidak bersekolah lagi sejak tamat SMP. Ia mulai tidak bersekolah karena ia merasa kurangnya motivasi dan dukungan dari ibunya untuk sekolahnya. Untuk itu Tini memutuskan untuk tidak sekolah dan ikut membantu ibunya berjualan di pasar.

Berikut hasil wawancara:

“Aku lebih baik berjualan dengan mamak kayaknya kak, karena sekolah pun aku gak pernahnya ada perhatian mamamk ke sekolah ku, kayak mana sekolah ku, nilai-nilai ku. Aku pun sadarnya kak, kayak gitu mamak karena mama sibuk jualan di pasar untuk memenuhi kebutuhan kami. Tapi sekarang kurasa gak ada lagi gunanya sekolah kak, lebih baik bantu mamak jualan dan dapat uang”.

Nama : Desmawaty Natalya Sihotang

Usia : 16 Tahun

Suku : Batak Toba

Alamat : Jalan Marelan 3 no 24, Medan Marelan Pendidikan Terakhir : SD

Desma adalah seorang remaja yang tinggal di jalan Marelan. Desma tinggal bersama neneknya. Ayah dan Ibu nya sudah bercerai dan masing-masing sudah menikah kembali dan meninggalkan Desma di rumah nenek dari Ibunya ini. Desma tidak bersekolah lagi sejak dia

SD karena dia merasa sekolah itu tidak penting lagi karena kurangnya motivasi dari orang-orang sekitarnyadan juga karena melihat keadaan neneknya yang sudah tidak mampu lagi bekerja untuk memenuhi kebuthan hidup mereka. Sejak kecil desma sudah bekerja sebagai pesuruh di salah satu rumah makan, ia bekerja sebagai pencuci piring di rumah makan tersebut. Dan sekarang Desma bekerja sebagai SPG di Ramayana Aksara.

Berikut hasil wawancara:

“Aku bekerja dari kecil itu juga karena opung kak, aku kasihan lihat opung kak, udah tua tapi harus menanggung aku lagi. Karena itu lah aku lebih baik kerja aja daripada sekolah. Nyesal juga sih sebenarnya kak gak sekolah ini kalau aku lihat kawan-kawan seumuran ku dijalan yang pake seragam sekolah sedangkan aku udah harus kerja. Tapi mau kek mana lagi kak, pentingnya sekolah pun aku gak tau kak, gak ada yang kasih motivasi sama ku pentingnya sekolah itu. Opung pun gak pernah kasih motivasi tentang sekolah dulu, tapi aku maklum aja lah kak, karena opung sudah tua, jadi udah gak kepikiran lagi soal itu”.

4.3.2 Profil Informan Biasa (Orang tua Remaja dan Masyarakat sekitar) Nama : Rotua br. Nababan

Usia : 52 tahun Status : Janda Suku : Batak Toba

Alamat : Jln Palem II no 20, Perumnas Helvetia Pekerjaan : Buruh cuci

Ibu Rotua adalah ibu dari Ernaliza yang bertempat tinggal di Jalan Palem II no. 20, Perumnas Helvetia. Ibu Rotua bekerja sebagai buruh cuci yang hajinya dibayar 20 ribu per

harinya. Ibu Rotua membiayai kehidupan keluarganya seorang diri saja karena Ibu Rotua sudah bercerai dari suami nya sejak Erna masih kecil, ia harus menanggung semua beban biaya di dalam keluarganya,belum lagi ia harus membayar uang sewa rumah setiap tahunnya. Perceraian terjadi di rumah tangga Ibu Rotua ialah karena Ayah Erna yang tidak bekerja tapi kerjanya hanya mabuk-mabukan saja di kedai tuak, karena itu lah Ibu Rotua tidak bisa bertahan hidup dengan suaminya yang seperti itu, yang tidak bertanggung jawab denga keluarganya.

Ibu Rotua sebenarnya tidak mengingikan kalau Erna menjadi putus sekolah akibat dari perceraiannya dengan suaminya, selain itu keadaan ekonomi juga memaksa Erna untuk tidak bisa bersekolah lagi, walaupun Ibu Rotua berjuang untuk menyekolahkan Erna, tetapi tetap saja gajinya yang hanya 20 ribu perharinya tidak mencukupi untuk membiayai sekolah Erna. Untuk itu Erna diminta Ibu Rotua untuk membantunya bekerja sebagai buruh cuci. Menurut Ibu Rotua, pendidikan memang sangat penting apalagi di kalangan Batak toba, dan dia sebenarnya ingin sekali menyekolahkan Erna seperti teman-temannya yang lain, tetapi keinginan itu harus tertutup rapat-rapat karena faktor ekonomi yang tidak mencukupi. Namun walupun seperti itu interaksi Erna dan Ibu Rotua masih cukup baik, itu juga karena mereka sering bertemu dalam 1 pekerjaan dan Ibu Rotua juga sering menasehati Putri sematawayang nya itu.

Ibu Rotua tidak lepas juga dari sindiran orang-orang karena anaknya yang tidak bersekolah lagi, tetapi Ibu Rotua tidak memperdulikan itu semua karena masih banya juga anak-anak di daerah Palem tersebut yang tidak bersekolah lagi akibat keterbatasan ekonomi akibat adanya perceraian orang tua mereka.

Nama : Heny Tambunan Usia : 55 tahun

Status : Janda Suku : Batak Toba

Alamat : Jalan Garuda 3 Mandala Pekerjaan : Wiraswasta

Ibu Heny Tambunan adalah Ibu dari Penus Pasaribu yang bekerja sebagai Wiraswasta yang tinggal di daerah Garuda 3, mandala. Ibu heny bekerja banting tulang sendiri karena suami nya yang pergi meinggalkan dia dan anak-anaknya setelah perceraian. Perceraian yang diakibatkan karena kurangnya komunikasi diantara mereka menyebabkan kurangnya perhatian kepada tiga orang anaknya, terutama perhatian pada pendidikan anak-anaknya. Sebagai perempuan Batak, Ibu Heny memandang perlunya pendidikan untuk anak-anak nya dan Ibu ini berusaha untuk bekerja keras memenuhi kebutuhan anak-anaknya terutama biaya pendidikannya. Tapi Ibu heny mengaku kalau perhatiannya sudah sangat berkurang pada anak-anaknya, terutama motivasi pada anak-anaknya dalam pendidikan, terutama dalam belajar di rumah ataupun di sekolah karena tersitanya waktu Ibu Heny untuk bekerja seharian di luar rumah. Hal ini berimbas pada anak keduanya yaitu Penus Pasaribu yang duduk dibangku SMA kelas dua. Sikap Penus yang menjadi sosok anak yang melawan orang tuanya diakibatkan pergaulannya dengan teman-teman sebayanya di luar rumah yang pendidikannya tidak jelas. Oleh karena itu interaksi anatara Penus dan ibunya sangat kurang baik diakibatkan kesibukan Ibu Heny dan sikap cuek penus dengan keluarga karena kurangnya perhatian Ibunya kepadanya. Ibunya sering mendapat sindiran dari masyarakat lain karena kelakuan

Penus di luar rmah seperti anak “Berandalan”, tapi Ibu heny tetap saja tidak perduli dengan cibiran masyarakat tersebut, karena dia beranggapan dia sudah berusaha untuk keluarga dan anak-anaknya dengan membiayai kebutuhan hidup dan sekolahnya tanpa peduli dengan perhatiannya yang kurang kepada anak-anaknya tersebut.

Nama : Pak Dohardo Marudut Harianja Usia : 50 tahun

Dokumen terkait