• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perceraian Dan Akibatnya Terhadap Pendidikan Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perceraian Dan Akibatnya Terhadap Pendidikan Anak"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PERCERAIAN DAN AKIBATNYA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK

(Studi Kasus: Pada Keluarga etnis Batak toba di Kota Medan)

SKRIPSI Diajukan Oleh

WIDYA KRISTINA MARBUN 090901033

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

(2)
(3)

Abstraksi

Perkawinan bertujuan untuk mengumumkan dan memberikan status baru pada pasangan suami istri tersebut kepada orang lain sehingga pasangan ini diterima dan diakui statusnya sebagai pasangan yang sah menurut hukum, baik agama, negara maupun adat dengan sederetan hak dan kewajiban untuk dijalankan oleh keduanya, sehingga pria itu bertindak sebagai suami sedangkan wanita bertindak sebagai istri. Kondisi keluarga yang bahagia merupakan keluarga ideal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap pasangan suami isteri. Namun karena ada pertikaian yang disebabkan oleh faktor eksternal dan internal keluarga, terjadilah perceraian. Perceraian Orang tua yang sangat berdampak bagi anak-anaknya dan juga berpengaruh pada pendidikan anak terutama pendidikan informal anak baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Perceraian bagi anak adalah “tanda kematian” keutuhan keluarganya, rasanya separuh “diri” anak telah hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orang tua mereka bercerai dan mereka harus menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalam.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus dan menggunakan teknik snowball. Dengan mengambil data dari informan kunci yaitu 10 orang anak atau remaja korban dari perceraian dan 4 informan biasa dimana 2 informan yang telah resmi bercerai dan 2 informan lainnya sebagai masyarakat biasa. Penelitian ini dilakukan kepada suku atau etnis Batak Toba yang berada di Kota Medan. Hasil dalam penelitian ini adalah bahwa keputusan orang tua untuk bercerai yang berakibat pada pendidikan aanak-anak mereka.

(4)

KATA PENGANTAR.

Dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab kasihNya begitu besar pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “ PERCERAIAN DAN AKIBATNYA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK “

Dalam penulisan skripsi ini banyak hikmad yang penulis terima, terutama dalam hal ketekunan, kesabaran dan penyerahan diri kepada Tuhan. Disiplin dan kesabaran untuk menghadapi orang lain, kemampuan berpikir dan daya nalar khususnya dalam penyelesaian skripsi ini, ini semua merupakan pengalaman yang tidak akan dapat dilupakan.

Selama penulis menulis skripsi ini dan melaksanakan penelitian yang mendukung dalam penyusunan skripsi, penulis banyak memperoleh bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati M.Si selaku Ketua Jurusan

3. Bapak Drs. T.Ilham Saladin M.SP selaku Sekretaris Jurusan

4. Ibu Dra. Rosmiani,MA Selaku dosen pembimbing saya yang telah banyak membimbing, memberikan waktu, tenaga, pengarahan dan sumbangan pemikiran dan memberikan saran dan kritik serta mnegevaluasi sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik dalam penyusunan skripsi ini.

(5)

6. Staf Pengajar Khususnya Dosen-dosen sosiologi dan pegawai fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Khususnya Kak Beti dan Kak Feni dan juga yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut andil besar dalam studi penulis.

7. Bang Robin, petugas bagian Hukum Perdata Pengadilan Negeri medan yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data tentang perceraian.

8. Ayahanda B. Marbun dan Ibunda tercinta S.P. Siagian yang telah memberikan cinta kasih, pengertian, dorongan yang tak henti-hentinya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dan pengorbanan yang tidak ternilai selama ini kepada penulis. Semoga Tuhan selalu memberkati dan memberikan Limpahan RahmatNya dan berkatNya kepada orang tua penulis.

9. Abang saya Bernardus Marbun dan Kakak saya Laura Yosephine, S.Pd dan adik saya Sahala Fransiskus Marbun, yang memberikan banyak dorongan kepada penulis dan penulis banyak mengucapkan terimakasih atas doa-doa dan dukungannya.

(6)

DAFTAR ISI

1.1. Latar Belakang Masalah ………..…….1

1.2. Perumusan Masalah ………..…..12

1.3. Tujuan Penelitian ………..………..12

1.4. Manfaat Penelitian ………....………..12

1.5. Definisi Konsep ………..………13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………17

BAB III METODE PENELITIAN ………30

3.1. Jenis Penelitian……….………....30

3.2. Lokasi Penelitian ………...30

3.3. Unit Analisis Dan Informan ……….31

3.4. Teknik Pengumpulan Data ………..31

3.5. Teknik Analisis Data ………...33

BAB IV INTERPRETASI DATA………...………...34

4.1. Setting Lokasi ………...35

4.1.1. Sejarah Asal-Usul Kota Medan ………....35

4.2. Gambaran Etnik Batak Toba Di Kota Medan ……….44

4.3. Profil Informan ……….…………...52

4.3.1. Informan Kunci ………52

4.3.2. Informan biasa ………..65

4.4. Hasil Intepretasi Data ……….……….69

4.4.1. Makna Lembaga Perkawinan Masyarakat Batak Toba……….69

4.4.2. Pandangan Masyarakat Batak Toba Terhadap Perceraian …………...72

4.4.3. Pendididkan Bagi Masyarakat Batak Toba……….…..74

4.4.4 Faktor yang Menyebabkan terjadinya Putus Sekolah pada Anak Korban Perceraian ………77

4.4.5 Prinsip pada Masyarakat Batak Toba (Hamoraon, hagabeon, Hasangapon) dalam pelaksanaannya pada pendidikan bagi masyarakat Batak Toba ………80

4.4.6. Disfungsional Keluarga ………...83

4.4.7. Konsep Daliha Na Tolu di dalam Pendidikan pada Masyarakat batak toba…..………..86

4.4.8. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perceraian di kalangan Masyarakat Batak Toba……….89

BAB V PENUTUP ………..……….…..91

5.1. Kesimpulan ………..………91

(7)

DAFTAR PUSTAKA ………96 LAMPIRAN ………..………97

DAFTAR TABEL

(8)

Abstraksi

Perkawinan bertujuan untuk mengumumkan dan memberikan status baru pada pasangan suami istri tersebut kepada orang lain sehingga pasangan ini diterima dan diakui statusnya sebagai pasangan yang sah menurut hukum, baik agama, negara maupun adat dengan sederetan hak dan kewajiban untuk dijalankan oleh keduanya, sehingga pria itu bertindak sebagai suami sedangkan wanita bertindak sebagai istri. Kondisi keluarga yang bahagia merupakan keluarga ideal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap pasangan suami isteri. Namun karena ada pertikaian yang disebabkan oleh faktor eksternal dan internal keluarga, terjadilah perceraian. Perceraian Orang tua yang sangat berdampak bagi anak-anaknya dan juga berpengaruh pada pendidikan anak terutama pendidikan informal anak baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Perceraian bagi anak adalah “tanda kematian” keutuhan keluarganya, rasanya separuh “diri” anak telah hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orang tua mereka bercerai dan mereka harus menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalam.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus dan menggunakan teknik snowball. Dengan mengambil data dari informan kunci yaitu 10 orang anak atau remaja korban dari perceraian dan 4 informan biasa dimana 2 informan yang telah resmi bercerai dan 2 informan lainnya sebagai masyarakat biasa. Penelitian ini dilakukan kepada suku atau etnis Batak Toba yang berada di Kota Medan. Hasil dalam penelitian ini adalah bahwa keputusan orang tua untuk bercerai yang berakibat pada pendidikan aanak-anak mereka.

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan bertujuan untuk mengumumkan dan memberikan status baru pada pasangan suami istri tersebut kepada orang lain sehingga pasangan ini diterima dan diakui statusnya sebagai pasangan yang sah menurut hukum, baik agama, negara maupun adat dengan sederetan hak dan kewajiban untuk dijalankan oleh keduanya, sehingga pria itu bertindak sebagai suami sedangkan wanita bertindak sebagai istri.

Perkawinan adalah gabungan antara dua manusia yang awalnya mungkin mempunyai tujuan dan mimpi yang sama, atau yang merasa dapat menjalankan walau dengan perbedaan yang ada dan pemahaman yang tidak sama dan untuk keberhasilan perkawinan itu diperlukan keinginan, tekad dan usaha dari keduanya. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perceraian , tanggal 10 Agustus 2012, 11:18 WIB)

(10)

Dari hasil perkawinan maka akan terbentuk keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dalam hubungan masyarakat, karena itu perlu adanya peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga, terutama peran dan fungsi suami dan isteri dan juga anggota keluarga lainnya. Keluarga terdiri dari beberapa orang individu dan akan terjadi interaksi. Interaksi dalam keluarga juga akan menentukan dan berpengaruh terhadap keharmonisan hubungan atau sebaliknya tidak bahagia (disharmonis) yang disebut dengan keluarga adalah hubungan yang didasarkan pada pertalian perkawinan atau kehidupan suami isteri yang disebut dengan keluarga inti ( conjugal Family ).

Kondisi keluarga yang bahagia merupakan keluarga ideal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap pasangan suami isteri. Gunarsa (2004) mengatakan keluarga yang bahagia atau keluarga yang ideal adalah keluarga yang seluruh anggotanya merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekacauan dan merasa puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya ( eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi, dan sosial.

Sistem keluarga ideal menurut Sanderson (1995:481), yaitu menyangkut hubungan suami dan isteri, orang tua dan anak-anaknya, serta keluatga dan semua kerabat, dan hubungan ini telah banyak mengalami perubahan saat ini, karena pada awalnya hubungan tersebut lebih diwarnai oleh kepentingan ekonomis belaka ( walau tidak semua). Keluarga ideal juga tidak terlepas dari sejauh mana ia mampu menjalankan fungsi keluarga dengan baik di dalam keluarga, karena fungsi keluarga tidak dapat dipisahkan dari keluarga ideal. Adapun fungsi keluarga itu adalh fungsi pengaturan seksual, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi, fungsi afeksi, fungsi penentuan status, fungsi perlindungan dan fungsi ekonomi.

(11)

laki-laki. Ayah adalah satu-satunya yang berhak memutuskan atas anak perempuannya, demikian pula seorang suami atas isterinya.

Kekacauan Keluarga ditafsirkan sebagai pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka. Perceraian menunjukkan adanya derajat pertentangan yang tinggi antara suami isteri dan memutuskan ikatan perkawinan. Tentu saja sebagai akibat dari perceraian ini akan mempunyai pengaruh terhadap janda bekas isteri dan terhadap anak-anak yang mungkin telah dilahirkan dalam perkawinan itu. Banyak tekanan pada keluarga yang dapat melemahkan , dan di beberapa kejadian meruntuhkan kehidupan keluarga. Akan tetapi dalam suatu keluarga terutama suami dan isteri sebagai orang tua tidak selamanya mampu menjalankan peran fungsi-fungsi keluarga.

Suku Batak merupakan salah satu dari ratusan suku yang ada di Indonesia. Suku Batak berasal dari Pulau Sumatera. Suku Batak itu sendiri terbagi dalam enam suku yaitu suku Batak Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Angkola, dan Suku Batak Mandailing. Pengertian Batak menurut J. Warneck, Batak berarti ‘penunggang kuda yang lincah’ akan tetapi menurut H.N. Van der Tuuk, Batak berarti ‘kafir’, sehingga sampai detik ini pengertian Batak sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara pasti dan memuaskan. Suku Batak memiliki adat istiadat, Bahasa, nyanyian dan Filsafat. Ada satu kutipan yang bertuliskan, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati Pahlawannya, Suku yang besar adalah suku yang menghargai adat dan budayanya ( Togar Nainggolan, 2006).

(12)

yang rukun dan keluarga yang “gabe” lahir anak laki-laki dan anak perempuan. Dalam adat Batak toba perceraian itu jarang terjadi, dimana dalam adat Batak Toba ada istilah “apapun akan dilakukan agar perceraian itu tidak terjadi” ikatan budaya itu masih kuat. Banyak ditemukan sekarang ini keluarga Batak toba sudah melakukan cerai secra hokum di pengadilan. Tiap tahun semakin bertambah orang Batak toba yang melakukan perceraian di pengadilan.

Tabel 1.1 data Tingkat Perceraian di pengadilan Negeri Medan

Tahun Jumlah Orang yang bercerai Jumlah Orang yang bercerai (Etnis Batak toba)

2010 230 120

2011 276 65

Dari jumlah perceraian tahun 2010 bahwa untuk Batak Toba yang melakukan perceraian adalah sebanyak 120 orang. Dan pada tahun 2011 perceraian itu semakin meningkat hingga 65 orang Batak toba yang melakukan perceraian di pengadilan negeri Medan. ( sumber data Pengadilan Negeri Medan, 2009).

(13)

Dalam hal ini peran dari Dalihan Na Tolu sangat dibutuhkan. Perkawinan orang Batak haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat Dalihan Na Tolu yaitu Somba Marhula-hula/semba/hormat kepada keluarga pihak Istri, Elek Marboru (sikap

membujuk/mengayomi wanita), Manat Mardongan Tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga, dan upacara agama serta catatan sipil. Artinya segala perkawinan yang telah dilaksanakan, selanjutnya dilakukan pencatatan di kantor sipil untuk mendapat kelengkapan Administrasi Negara.

Masyarakat Batak Toba menganut sistem kekerabatan patrilineal atau garis kebapakan atau mempertahankan garis keturunan laki-laki yang melakukan perkawinan dalam bentuk perkawinan jujur (sinamot), dimana isteri setelah kawin masuk dalam kekerabatan suami dan termasuk anak-anak berada di bawah kekuasaan suami/bapak. Setiap perkawinan yang dilaksanakan seperti yang telah dijelaskan diatas, mengharapkan hubungan perkawinan itu kekal sampai selama-lamanya. Akan tetapi tidak lah mudah untuk menjalaninya. Diperlukan usaha dan kerja sama yang baik antara pihak suami dan pihak isteri. Setiap orang pasti menginginkan keluarganya tetap harmmonis sampai beranak cucu, tidak jarang dalam kehidupan nyata banyak keluarga yang gagal di tengah jalan. Dengan berbagai alas an yang diyakini bisa menjadi syarat untuk melakukan perceraian.

(14)

Dalam masyarakat Batak Toba terjadinya perceraian sama halnya dengan perkawinan. Dimana dalam upacara perkawinan agar kedua mempelai tersebut sah menjadi keluarga dan kekerabatan dalam adat Batak Toba maka disyahkan dengan cara adat yang berlaku dalam Batak Toba, apabila terjadi perceraian, maka akan diselesaikan terlebih dahulu secara adat. Maka terlebih dahulu dikumpulkan pengetua-pengetua adat dan juga kekerabatan dari Dalihan Na tolu untuk membicarakan hal-hal yang terjadi diantara kedua belah pihak. Disini

Dalihan Na Tolu menanyakan kedua belah pihak yang berperkara dan berusaha untuk

mendamaikannya, akan tetapi apabila tidak dapat lagi didamaikan dan kedua belah pihak berkeras untuk bercerai. Perceraian secara hokum adat tetap dianggap sah sepanjang hukum adat tersebut masih berlaku pada masyarakat setempat. Namun jika terjadi konflik dalam Keluarga atau terjadi perceraian maka akan berdampak bagi pendidikan anak, baik pendidikan formal maupun pendidikan informal bagi anak dalam keluarga itu. Hal yang sangat berpengaruh bagi anak anak setelah perceraian orang tua ialah pendidikan informal yang diterima anak di dalam keluarga, dimana setelah perceraian anak sudah sedikit mendapat pendidikan ini bahkan tidak sama sekali. Hal ini disebabkan karena keadaan keluarga yang sudah tidak harmonis lagi dan juga kelompok yang sudah tidak terintegrasi lagi. Anak tidak lagi mendapatkan pendidikan dari kedua orang tuanya secara utuh karena terjadinya perceraian itu.

Bagi masyarakat etnis Batak toba sangat menanamkan nilai pendidikan bagi anak-anak mereka, bahkan setiap orang tua berjuang keras mencari nafkah guna membiayai pendidikan anak-anaknya. Pendidikan bagi etnis batak sangat lah penting, karena dengan pendidikan yang tinggi dapat menaikkan harkat dan martabat bagi orang batak toba. Dalam adat batak, Dalihan Natolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu

(15)

Istri, Elek Marboru (sikap membujuk/mengayomi wanita), Manat Mardongan Tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga). Hagabeon, Hamoraon dohot Hasangapon dapat diartikan : Hagabeon (Ada keturunan laki-laki dan Perempuan), Hasangapon (terpadang dalam

masyarakat), Hamoraon (Harta kekayaan).

Ketiga Filsafat Batak Toba " Hagabeon, Hamoraon dohot Hasangapon" bila digabungkan dengan Dalihan natolu memiliki arti sebagai berikut: Bila ingin "hasangapon" maka kita harus "Manat Mardongan Tubu". Sebelum kita ingin terpadang di masyarakat, hal pertama yang harus kita lakukan adalah Manat Mardongan Tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga), Bila kita ingin "Hagabeon" maka kita harus Somba/hormat marhulahula, Bila ingin "Hamoraon" maka kita harus Elek Marboru.

Salah satu usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah dengan cara memperluas dan meningkatkan kualitas penduduk bagi seluruh warga Negara, seperti apa yang dikemukakan oleh Semiawan (2002:4) bahwa “kondisi masyarakat yang dipersyaratkan dalam lingkungan persaingan global dalam kaitannya dengan kemampuan individual yang di persyaratkan, maka individu tersebut harus ditempa oleh pendidikan formal (sekolah) dan informal (keluarga).

(16)

Proses pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga, di sekolah dan di masyarakat, sehingga pendidikan harus menjadi tanggung jawab bersama, antara keluarga dan masyarakat dan Negara. Manusia yang tumbuh kembang dalam keluarga unit terkecil dalam kehidupan masyarakat merupakan sumber daya manusia yang paling essensial bagi pembangunan bangsa. Bahkan pembangunan bangsa itu bersumber dari dalam keluarga. Salah satu lembaga yang terpenting dan berpengaruh dengan pendidikaan dan perkembangan anak adalah lingkungan keluarga.

Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama di dalam menjalankan peranannya dalam dunia pendidikan juga dalam menentukan perkembangan belajar anak. Tentu saja faktor tersebut menjadi utama dalam mengembangkan minat belajar anak. Hal tersebut diperkuat oleh Gunarsa (2001:27) yang menyatakan bahwa “Keluarga adalah tempat yang penting bagi anak untuk memperoleh dasar dalam membentuk agar kelak menjadi orang berhasil di masyarakat”. Keluarga mempunyai fungsi yang tidak terbatas selaku penurunan saja akan tetapi keluarga merupakan sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia pertama dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.

Pendidikan sangat dibutuhkan anak dalam keluarga, karena proses pendidikan yang didapatkan seorang anak pertama kali ialah di dalam keluarganya, dimana hasil pendidikan yang di dapat di dalam keluarga itu yang akan dibawa atau dipraktekkan di luar rumahnya untuk berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya. Untuk itu baik buruknya cara seorang anak berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya di luar rumah tercermin dari pendidikan yang ia dapat dari keluarganya.

(17)

remaja ( Kartono, 1995:25). Orangtua adalah lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan seorang remaja. Dimana hal ini akan menjadi dasar perkembangan remaja berikutnya. Sosialisasi juga cara yang pertama dilakukan orangtua dalam mendidik remaja untuk menghasilkan karakter, kepribadian dan akhlak yang menggunakan cara sosialisasi yang baik. Karena sosialisasi merupakan proses belajar kebudayaan didalam suatu sistem sosial tertentu. Sistem sosial berisikan berbagai kedudukan dan peranan yang terkait dengan suatu masyarakat dengan kebudayaannya. Dalam tingkat sistem sosial sosialisasi merupakan proses belajar mengenai nilai dan aturan untuk bertindak dan berinteraksi seorang individu dengan berbagai individu disekitarnya dari masa kanak-kanak hingga masa tuanya. Sosialisasi dilihat juga sebagai proses pewarisan pengetahuan kebudayaan yang berisi nilai-nilai, norma-norma dan aturan untuk berinteraksi antar satu individu dengan individu lain, antara satu individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok. Peran orangtua terhadap anak yaitu mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak, supaya anak tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik, melalui penanaman disiplin dan kebebasan serta penyerasiannya.

(18)

1.2. Perumusan Masalah

Dalam suatu penelitian, yang sangat signifikan untuk dapat memulai penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto, agar dapat dilaksanakan penelitian dengan sebaik-baiknya maka peneliti harus merumuskan masalah dengan jelas, sehingga akan jelas darimana harus dimulai, ke mana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 1996:19). Berdasarkan uraian tersebut dan berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Perceraian orang tua dan bagaimana akibatnya terhadap pendidikan anak.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui perceraian orang tua dan bagaimana akibatnya terhadap pendidikan anak pada etnis Batak Toba di Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa:

a. Manfaat Teoritis

(19)

pengembangan teori ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi kepada pihak yang memerlukannya.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti berupa fakta-fakta temuan di lapangan dalam meningkatkan daya, kritis dan analisis penelitian sehingga memperoleh pengetahuan tambahan dari penelitian tersebut. Dan khususnya penelitian ini dapat menjadi referensi penunjang yang diharapkan dapat berguna bagi peneliti berikutnya.

1.6. Definisi konsep

Konsep adalah istilah yang terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide maupun gagasan (Hasan, 2002:17). Untuk menjelaskan maksud dan pengertian konsep-konsep yang terdapat di dalam penelitian ini, maka akan dibuat batasan-batasan konsep yang dipakai adalah sebagai berikut.

1. Perkawinan

Perkawinan adalah gabungan antara dua manusia yang awalnya mungkin mempunyai tujuan dan mimpi yang sama, atau yang merasa dapat menjalankan walau dengan perbedaan yang ada dan pemahaman yang tidak sama dan untuk keberhasilan perkawinan itu diperlukan keinginan, tekad dan usaha dari keduanya

2. Perceraian Orang tua

(20)

saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri. (http://www.dishidros.go.id/buletin/221.html).

Perceraian Orang tua yang sangat berdampak bagi anak-anaknya dan juga berpengaruh pada pendidikan anak terutama pendidikan informal anak baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Perceraian bagi anak adalah “tanda kematian” keutuhan keluarganya, rasanya separuh “diri” anak telah hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orang tua mereka bercerai dan mereka harus menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalam. Contohnya, anak harus memendam rasa rindu yang mendalam terhadap ayah/ibunya yang tiba-tiba tidak tinggal bersamanya lagi.

3. Pendidikan

Pendidikan adalah semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya dan keterampilannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah. Pendidikan juga memberikan suatu nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam menerima hal yang baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah. Pendidikan juga dapat memberikan efek kepada seseorang untuk dapat menerima faktor pendorong akibat perubahan yang ditimbulkannya.

4. Pendidikan formal

Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat/berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.

(21)

Pendidikan Informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa.

6. Anak

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut H.R. Otje Salman Soemadingrat (2002:173) perkawinan adalah implementasi perintah Tuhan yang melembaga dalam masyarakat untuk membentuk rumah tangga dalam ikatan-ikatan kekeluargaan, sama konsepnya dengan pasal 1 ayat (1) Undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974 mengatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.

Emile Durkheim mengatakan bahwa “ ikatan kekeluargaan (perkawinan) dengan suasana tradisi dan adat-istiadat oleh karena adanya perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat akan bergeser ke arah kontrak berdasarkan pengaturan oleh Negara” (Doyle,1990). (1) Goncangnya lembaga perkawinan akibat dari poligami (permaduan). (2) Melunturnya Cinta Suami Isteri. (3) Faktor penghambat luar keluarga yaitu keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan, hukum perundang-undangan yang mentolerir perceraian, ledakan penduduk, keadaan sosio-psikologis yaitu perubahan fungsi ayah dari struktur patriarkhat kepada nuclear family, pandangan tentang perceraian cenderung pasif, pandangan dan praktek seks sebagai konsumsi, komersialisasi seks (BKKBN, 2004).

(23)

jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut. Kegiatan pendidik merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan dirinya. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat.

Pendidikan sebagai usaha pewarisan dari generasi ke generasi. Menurut ahli sosiologi, pendidikan adalah sesuatu yang terjadi di masyarakat yang disebabkan tiga hal tentang umat manusia. Pertama, mempelajari semua yang meliputi cara hidup suatu masyarakat atau kelompok orang. Tidak ada yang diwariskan secara biologis. Kedua, manusia sangat peka terhadap pengalaman. Maksudnya, ia mampu mengembangkan rentangan kepercayaan tentang dunia sekitarnya keterampilan dalam memanipulasinya. Ketiga, bayi yang baru lahir dan dalam waktu yang cukup lama selalu tergantung pada orang lain. Ia idak mampu mengembangkan kepribadiannya tanpa banyak pertolongan orang lain, baik secara kebetulan maupun dengan sengaja.

Peranan Keluarga Dalam Pendidikan Anak

Keluarga sebagai lembaga pendidikan yang pertama dan utama mempunyai peranan penting dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak secara mendasar. Menurut Hasan Langgulung ada empat bidang pendidikan yang dapat dikembangkan oleh orang tua dalam rangka pendidikan keluarga yaitu:

1. Pendidikan jasmani dan kesehatan

(24)

harus dimiliki oleh anak. Peranan keluarga dalam menjaga kesehatan anak-anaknya dapat dilaksanakan sebelum bayi lahir (pre-natal), yaitu pemeliharaan terhadap kesehatan ibu dan memberinya makanan yang baik dan sehat selama mengandung.

2. Pendidikan akal (intelektual)

Walaupun pendidikan akal telah diperoleh oleh institusi khusus, tetapi peranan keluarga masih tetap penting, terutama orang tua mempunyai tanggungjawab sebelum anak masuk sekolah. Tugas keluarga dalam pendidikan intelektual adalah untuk menolong anak-anaknya, menentukan, membuka, dan menumbuhkan kesediaan-kesediaan, bakat-bakat, minat, dan kemampuan anaknya. Tugas yang lain adalah memperoleh kebiasaan-kebiasaan dan intelektual yang sehat dan melatih indera kemampuan-kemampuan akal tersebut.

3. Pendidikan agama dan spiritual

Pendidikan agama tumbuh dan berkembang dari keluarga, sehingga peran orang tua sangat penting. Pendidikan agama dan spiritual berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri pada diri anak yang disertai kegiatan upacara keagamaan. Begitu juga memberi bekal anak-anak dengan pengetahuan agama dan sejarah, disertai dengan cara-cara pengalaman keagamaan.

4. Pendidikan sosial anak

Pendidikan sosial anak melibatkan bimbingan terhadap tingkah laku sosial, ekonomi dan politik dalam rangka meningkatkan iman, memberi kasih sayang dan selalu mementingkan dan mendahulukan orang lain.

(25)

yang gagal sekolah disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua membiayai sekolah anaknya. Begitu juga terhadap infrastruktur yang lain, sungguh sangat ideal jika kesadaran orang tua dan masyarakat mempunyai solidaritas sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing untuk terus-menerus menghidupi sekolah dalam banyak aspek, sehingga sekolah tersebut akan terus eksis.

(26)

Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga dikatakan sebagai lingkungan pendidikan pertama karena setiap anak dilahirkan ditengah-tengah keluarga dan mendapat pendidikan yang pertama didalam keluarga. Dikatakan utama karena pendidikan yang terjadi dan berlangsung dalam keluarga ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pendidikan anak selanjutnya. Para ahli sependapat bahwa betapa pentingnya pendidikan keluarga ini. Mereka mengatakan bahwa apa yang terjadi dalam pendidikan keluarga, membawa pengaruh terhadap lingkungan pendidikan selanjutnya, baik dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat. Tujuan dalam pendidikan keluarga atau rumah tangga ialah agar anak mampu berkembang secara maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembangan yaitu jasmani, akal, dan rohani. Yang bertindak sebagai pendidik dalam rumah tangga ialah ayah dan ibu si anak.

Dalam arti yang luas, pendidikan merupakan proses yang menghasilkan ketiga hal ini. Pendidikan adalah cara seseorang memperoleh kemampuan fisik, moral dan sosial yang dituntut daripadanya oleh kelompok tempat ia dilahirkan dan harus berfungsi. Ahli sosiologi menyebut hal ini sebagai sosialisasi. Istilah ini berlaku karena dua hal. Pertama, istilah ini menekankan bahwa proses ini bersifat sosial; prose situ terjadi pada konteks sosial, dan dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan kelompok. Kedua, segi ‘kemanusiaan’ pola perilaku dan nilai yang member ‘arti’ kepadanya, merupakan dua pusat perhatian utama sosiologi.

Pendidikan merupakan pelantikan pendatang baru dalam masyarakat. Pendidikan itu berjalan terus sebagai tanggapan terhadap nilai-nilai tentang bagaimana anggotanya harus bertindak dan ide-ide tentang apa yang harus mereka pelajari.

(27)

a) Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat/berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.

b) Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa.

c) Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mancapai tujuan belajarnya. (http://zandradw.blogspot.com/2011/11/perbedaan-pendidikan-formal-informal.html diakses tgl 19 sept 2012, 07:39)

(28)

McClelland (dalam Sukadji etd, 2001) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai motivasi yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence). Menurut Murray (dalam Beck, 1998), motivasi berprestasi adalah suatu keinginan atau kecenderungan untuk mengatasi hambatan, melatih kekuatan, dan untuk berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin. Sementara itu Atkinson (dalam Petri, 2001) menyatakan bahwa motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu tendensi untuk meraih sukses dan tendensi untuk menghindari kegagalan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berarti ia memiliki motivasi untuk meraih sukses yang lebih kuat daripada motivasi untuk menghindari kegagalan, begitu pula sebaliknya. Dari uraian mengenai motivasi berprestasi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah usaha yang dilakukan individu untuk mempertahankan kemampuan pribadi setinggi mungkin, untuk mengatasi rintangan-rintangan, dan bertujuan untuk berhasil dalam kompetisi dalam suatu ukuran keunggulan. Ukuran keunggulan dapat berupa prestasi sendiri sebelumnya atau dapat pula prestasi orang lain.

2.2. Anak dalam Aspek Sosiologis

Dalam aspek sosiologis, anak senantiasa berinteraksi dengan lingkungan masyarakat. Menurut kodratnya, anak manusia adalah anak makhluk sosial, dapat dibuktikan dimana ketidakberdayaannya terutama pada masa bayi dan kanak-kanak yang menuntut adanya perlindungan dan bantuan dari orang tua. Anak selalu membutuhkan tuntunan dan pertolongan orang lain untuk menjadi manusia yang bulat dan paripurna.

(29)

orang lain. Kehidupan anak bisa berlangsung apabila ia ada bersama orang lain. Anak manusia bisa memasuki dunia manusia jika dibawa atau dimasukkan ke dalam lingkungan manusia sehingga memperoleh pemahaman akan pendidikan.

2.3. Sosialisasi

Sosialisasi adalah sebuah proses pengajaran atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari suatu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Hal ini disebabkan dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.

2.3.1. Jenis Sosialisasi

Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Sosiolog, E. Goffman berpendapat bahwa kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total. Yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal (M. Poloma, 2000:238).

1. Sosialisasi Primer

(30)

Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebag seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan keluarga terdekatnya.

2. Sosialisasi sekunder

Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami ‘pencabutan’ identitas diri yang lama.

2.4 Proses Sosialisasi menurut George Herbert Mead

George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut (G. Ritzer 2007:282).

1. Tahap Persiapan ( Preparatory Stage)

Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.

Contoh: Kata “makan” yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan “mam”. Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.

2. Tahap Meniru (Play Stage)

(31)

mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentu. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other).

3. Tahap Siap Bertindak (Game stage)

Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.

(32)

tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama, bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap. Manusia dengan perkembangn diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis penelitian

(33)

yang diamati dan digambarkan serta dijelaskan dengan maksud mengetahui hasil dari masalah yang diteliti. Dalam masalah ini yang dijelaskan adalah perceraian orang tua dan hubungannya terhadap pendidikan anak pada keluarga etnis Batak toba di Kota Medan.

Pendekatan studi kasus adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik mengenai unit tersebut. Tujuan dari penelitian kasus adalah untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial baik individu, kelompok, lembaga atau masyarakat.

3.2. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di lingkup daerah kota Medan, dimana tempat tinggal para informan berada.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek dari penelitian. Adapun yang menjadi unit analisis ataupun objek kajian dalam penelitian ini adalah orang tua yang bercerai sebanyak 65 orang yang berdasarkan data dari pengadilan Negeri Medan dan masing-masing satu anak dari satu keluarga yang bercerai.

3.3.2 Informan

(34)

data informan ini saya dapatkan dari Pengadilan Negeri Medan, dan 4 orang informan biasa yang terdiri dari orang tua yang bercerai dan masyarakat sekitar.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mengunakan snowball sampling. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel dari populasi yang jelas keberadaaan anggotanya dan tidak pasti jumlahnya dengan cara menemukan satu sampel, untuk kemudian dari sampel tersebut dicari (digali) keterangan mengenai keberadaan sampel (sampel-sampel) lain, terus demikian secara berantai. Begitu seterusnya, sampai sampel dirasa cukup untuk memperoleh data yang diperlukan, atau sampai “mentog” sudah tidak terkorek lagi keterangan sampel lainnya siapa dan di mana, atau sampai data yang diperoleh dipandang sudah cukup memadai untuk menjawab permasalahan penelitian.

3.4.1 Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian. Langkah-langkah pengumpulan data primer adalah dengan cara :

A. Dokumentasi

Pengamatan dan pengambilan gambar yang dilakukan atau diambil secara langsung dari lapangan penelitian.

B. Metode wawancara

Metode wawancara biasa disebut juga metode interview. Metode wawancara proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka, antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Salah satu bentuk wawancara yang dipakai ini adalah wawancara mendalam (indept interview).

(35)

memperoleh data secara mendetail tentang bagaimana perceraian orang tua dan hubungannya terhadap pendidikan anak.

C. Metode Observasi

Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian. Data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti. Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada penelitian. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan data yang mendukung hasil wawancara.

D. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari data kedua atau sumber-sumber yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebelum menuju tahap berikutnya. Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal, artikel dan dari internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Data

Dalam penelitian kualitatif peneliti dapat mengumpulkan banyak data baik dari hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi. Dalam penelitian ini, peneliti sudah melakukan wawancara kepada beberapa informan dan mendapat jawaban yang sama dari setiap informannya maka penelitian berhenti pada 14 orang informan yang terdiri dari 10 orang anak atau remaja dari korban perceraian orang tua dan 2 orang tua yang sudah resmi bercerai dan 2 orang masyarakat sekitar.

(36)

dapat dilakukan interpretasi data mengacu pada tinjauan pustaka. Sedangkan hasil observasi dinarasikan sebagai perlengkapan data penelitian, Akhir dari semua proses ini adalah penggambaran dan penuturan dalam bentuk kalimat-kalimat tentang apa yang diteliti sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan (Faisl,2007:257)

BAB IV

Interpretasi Data

4.1 Setting Lokasi

4.1.1 Sejarah asal usul kota Medan

(37)

yaitu dua dari tempat Kepala suku Kesultanan Deli. Dalam bahas karo, kata “Guru” berarti “Dukun” ataupun “orang pintar” kemudian kata “Pa” merupakan sebutan untuk seorang bapak berdasarkan sifat atau keadaan seseorang. Sedangkan kata “Timpus” berarti “Bundelan, bungkus atau balut”. Dengan demikian Guru Patimpus dapat diartikan sebagai seorang dukun yang memiliki kebiasan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan dibadan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat diperhatikan pada Monumen Guru Patimpus yang didirikan disekitar Balai Kota Medan.

Kampung Medan juga sering dikenal sebagai Medan-Deli. Lokasi asli Kampung Medan adalah sebuah tempat dimana Sungai Deli bertemu dengan sungai Babura. Terdapat berbagai kerancuan dari berbagai sumber literature mengenai asal-usul kata “Medan” itu sendiri. Dari catatan penulis-penulis portugis yang berasal dari nama “Medina”, sedangkan dari sumber lainnya menyatakan bahwa Medan berasal dari bahasa India “Meiden”, yang lebih kacau lagi bahwa ada sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa disebutkannya kata “Medan” karena kota ini merupakan tempat atau area bertemunya berbagai suku sehingga disebut sebagai Medan pertemuan.

Medan pertama kali ditempati oleh orang-orang suku Karo, hanya setelah penguasa Aceh, Sultan Iskandar Muda mengirimkan panglimanya, Gocah Pahlawan bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi wakil Kerajaan Aceh di Tanah Deli, barulah kerajaan Deli mulai berkembang. Perkembangan ini ikut mendorong pertumbuhan dari segi penduduk maupun kebudayaan Medan. Dimasa pemerintahan Sultan Deli kedua tuanku Panglima Parunggit (memerintah dari 1669-1698), terjadi sebuah perang Kavaleri di Medan. Sejak saat itu Medan membayar upeti kepada Sultan Deli.

(38)

jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu (Sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkualitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.

Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni : Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober s/d Desember sedang Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.

Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan disana sini terutama di muara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara. ( Kota Medan Dalam Angka 2012, BPS kota Meda, hal xxxvi)

(39)

Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat.

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara. Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian Barat dan sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit Lawang dan Danau Toba. Di samping itu, Kota Medan juga sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka. Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kota_Medan, 29 November 2012).

Kehadiran Kota Medan sebagai suatu bentuk kota memiliki proses perjalanan sejarah yang panjang dan kompleks. Hal ini dibuktikan dengan perkembangan daerah yang disebut dengan “Kota Medan” yang menuju pada bentuk kota metropolitan. Sebagai hari lahir Kota Medan adalah 1 Juli 1909 , sampai saat sekarang ini usia Kota Medan telah tercapai 419 tahun.

(40)

untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru, dan ulama (http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kota_Medan, 29 November 2012).

Keanekaragaman suku bangsa di Kota Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja, kuil dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh daerah. Penduduk Kota Medan sekarang ialah suku bangsa Jawa, dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo). Di Kota Medan banyak pula suku bangsa keturunan India dan Tionghoa. Kota Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi suku bangsa Tionghoa cukup banyak. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Kota Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.

Berdasarkan keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU, terhitung mulai tanggal 21 September 1951, daerah kota Medan diperluas tiga kali lipat. Keputusan tersebut disusul oleh Maklumat Walikota Nomor 21 tanggal 29 September 1951 yang merupakan luas kota Medan menjadi 5.130 Ha dan meliputi 4 kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Medan 2. Kecamatan Medan Timur 3. Kecamatan Medan Barat

4. Kecamatan Medan Baru dengan keseluruhan 59 kepenghuluan

(41)

jumlah kelurahan di Kota Medan menjadi 144 Kelurahan yang kemudian pada tahun 1997 menjadi 151 Kelurahan.

Kemudian melalui peraturan Pemerintah RI No.35 tahun 1992 tentang pembentukan beberapa kecamatan termasuk kecamatan di Sumatera Utara termasuk dua kecamatan pemekaran di Kota Daerah Tingkat II Medan, sehingga sebelumnya terdiri dari 19 kecamatan dimekarkan menjadi 21 kecamatan. ( Kota Medan dalam Angka 2009, BPS Kota Medan,hal 26).

Kota Medan merupakan salah satu dari 17 daerah tingkat II di daerah Sumatera Utara, yang terletak di bagian Timur Propinsi Sumatera Utara dan berada di antara 3° 27’-98°-3° 47’

LU

dan 98° 35’-98° 44’BT. Permukaan tanahnya cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas kota Medan saat ini adalah 265.10 km2. Sebelumnya hingga 1972 Medan hanya mempunyai luas sebesar 52,32 km2, namun kemudian diedarkan Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1973 yang memperluas wilayah Kota Medan dengan mengintegrasikan sebagian wilayah Kabupaten Deli Serdang. Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

Kota Medan merupakan pusat pemerintahan tingkat I Propinsi Sumatera Utara dengan jumlah penduduk sekitar 2.083.156 jiwa. Secara geografis Kota Medan berbatasan dengan: - Sebelah Utara berbatasan dengan Selat malaka

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

- Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan percut Sei Tuan dan tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

(42)

Administrasi pemerintahan kota Medan yang dipimpin oleh seorang Walikota pada saat ini terdiri atas 21 kecamatan dengan 151 kelurahan yang terbagi dalam 2001 lingkungan. Penduduk

Pembangunan kependudukan di Medan dilaksanakan denga mengindahkan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran penduduk tercapai optimal. Mobilitas dan persebaran penduduk yang optimal, berdasarkan pada adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tamping lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan dan pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks, dimana penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya. Pada tahun 2011, penduduk Kota Medan mencapai 2.227.224 jiwa. Dibanding hasil Sensus Penduduk 2010, terjadi pertambahan penduduk sebesar 19.614 jiwa (0,94 %). Dengan luas wilayah 265,10 km2, kepadatan penduduk mencapai 7.987 jiwa/km2.

Laju pertumbuhan penduduk adalah perubahan penduduk yang terjadi jika dibandingkan dengan sebelumnya dan dinyatakan dengan presentase.Komposisi penduduk Kota Medan berpengaruh terhadap kebijakan pembangunan kota, baik sebagai subjek maupun objek pembangunan. Keterkaitan komposisi penduduk dengan upaya-upaya pembangunan kota dilaksanakan, didasarkan pada kebutuhan pelayanan yang harus disediakan kepada masing-masing kelompok usia penduduk. Proporsisi penduduk berdasarkan usia, dapat dilihat bahwa penduduk paling banyak adalah yang berada pada usia 20-24 dengan perincian penduduk laki-laki 116.164 jiwa, 11,23% sedangkan perempuan 121.385 jiwa, 11,58%. Dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk pada tahun 2012 yang paling banyak adalah perempuan dengan total keseluruhan 1.071.596 jiwa sedangkan laki-laki hanya 1.034.696 jiwa. ( Sumber: Medan Dalam Angka 2012)

(43)

Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, sebanyak 120 pencari kerja pada tahun 2011 menyampaikan permohonan izin untuk menjadi tenaga kerja asing. Lapangan usaha jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan merupakan yang paling diminati karena 50 persen dari pencari kerja tenaga kerja asing.

Jumlah pencai kerja secara keseluruhan sebesar 4742 orang dengan status sudah dipenuhi sebesar 1986 orang. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh para pencari kerja di Kota Medan paling banyak hanya tamatan SLTA.

Human Development Report (Laporan Pembangunan Manusia) yang pertama, pada tahun 1990, mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk membuat manusia mampu memiliki lebih banyak pilihan.

Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak anti terhadap pertumbuhan. Dalam perspektif pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi bukanlah tujua akhir. Pertumbuhan ekonomi adalah alat untuk mencapai tujuan akhir, yaitu memperluas pilihan-pilihan bagi manusia. Kalaupun demikian, tidak ada hubungan yang otomatis antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan pembangunan manusia.

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Medan menunjukkan gambaran yang menggembirakan. Pada tahun 2011, IPM Kota Medan mencapai 77,68 dibandingkan dengan 30 Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan menempati urutan 2 setelah Kota Pematang Siantar. Meningkatnya nilai IPM Kota Medan tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan. Dengan motto “Bekerja sama dan sama-sama bekerja demi kemajuan dan kemakmuran Medan Kota Metropolitan, Pemerintah Kota Medan menggandeng berbagai pihak untuk member sumbangsih nyata bagi pembangunan kota.

(44)

pertama (303 unit dari 348 unit) dan pendidikan menengah atas ( 310 unit dari 344 unit). (Sumber: Medan Dalam Angka 2012).

4.2 Gambaran Etnik Batak Toba di Kota Medan

Hubungan kekerabatan dalam masyarakat kota Medan masih sangat baik, dimana dari hasil pengamatan juga bahwa setiap etnis-etnis/ suku-suku, marga masih mempunyai berupa persekutuan atau kumpulan yang dapat meningkatkan kekerabatan dan juga dapat meningkatkan kekerabatan keluarga tersebut. Perkumpulan marga juga dapat mendorong meningkatkan kekerabatan dan juga dapat meningkatkan ekonomi keluarga. Seperti halnya dengan Dalihan Na Tolu bagi suku Batak Toba yang berfungsi member keseimbangan dalam kekerabatan. Dalihan Na Tolu ini juga mempunya beberapa fungsi bagi masyarakat Batak Toba. Pertama, Dalihan Na Tolu berfungsi sebagai suatu pengimbang sosial dalam Masyarakat batak Toba ialah Kepatuhan penerima isteri kepada pemberi isteri adalah kepatuhan religious, yang tentu saja mempunyai pengaruh untuk kehidupan mereka sehari-hari. Pihak pertama isteri member hormat (somba) kepada pemberi isteri. Sebaliknya pihak pemberi isteri menyayangi (elek) kepada pihak penerima isteri. Tetapi status dan prestasi pribadi tidak berfungsi dalam ritus. Kedudukan sebagai pegawai atau kekayaan tidak mengubah posisi seseorang dari pemberi isteri menjadi penerima isteri atau sebaliknya.

Pemberian dan pihak pemberi isteri kepada pihak penerimaan isteri dan sebaliknya bukan hanya materi ulos dan piso sendiri. Ulos ini bisa berarti sebidang tanah, yang disebut ulos na so ra buruk, ulos yang tidak pernah using, Dan piso pada waktu sekarang ini tidak

(45)

untuk saling menolong, take and give, antara hulahula dan boru, dan juga antara dongan sabutuha, teman semarga.

Selain fungsi keturunan dan ekonomi, dalihan na tolu mempunyai fungsi sosial politik. Pada bagian marga sudah dikatakan bahwa marga dan tanah adalah satu. Marga raja adalah pemilik tanah sebab merekalah yang pertama membuka daerah itu. Hal ini tidak berarti bahwa hanya marga tersebutlah yang tinggal berdiam di sana. Ada kalanya bahwa marga tersebut tinggal bersama dengan penerima isteri marga tersebut di dalam satu daerah. Dalam sistem pemerintahan Batak toba, marga raja bersama dengan pihak pemberi isteri dari marga raja tersebut bersama-sama membentuk pemerintahan dalihan na tolu, yang disebut panungganei (kaum tua-tua). Panungganei ini adalah badan legislatif dan yudikatif. Panungganei membuat aturan dan memutuskan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat di

huta. Kemudian badan eksekutif ialah dari marga raja, yang dipimpin oleh raja huta ( kepala dalam huta). Raja huta melaksanakan aturan bersama, yaitu mengatur ketertiban huta. Raja huta dibantu oleh raja adat, yaitu orang yang pandai dalam adat. Raja adat ini perlu untuk memberi nasehat kepada marga raja sebab raja adatlah yang lebih tahu tentang penyesuaian adat dengan perkembangan jaman. Raja adat boleh dari marga raja atau dari marga lain. Orang pendatang yang tidak termasuk anggota dalihan na tolu, yang disebut paisolat (penumpang) boleh memberi suara pada rapat paripurna ( rapot godang).

(46)

Dalam pelaksanaaan ritus, orang yang mempunyai kuasa lebih besar mempunyai peranan lebih penting dan mengambil waktu dalam ritus lebih banyak. Dalam ritus orang Batak Toba tersebut jelas diungkapkan teori pemahaman dari Durkheim dan Levi Strauss tentang religiositas organisasi sosialnya.

Aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat Etnis Batak Toba di kota Medan mulai aktif dari subuh. Kegiatan ekonomi yang banyak dilakukan oleh masyrakat Batak toba di kota Medan adalah berjualan di pasar pagi. Banyak kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakan Batak Toba demi memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Salah satunya ialah berjualan di pasar pagi. Kebanyak yang menekuni kegiatan ekonomi di pasar ini adalah para ibu-ibu atau disebut para inang-inang parengge-rengge.

Mereka mulai melakukan aktivitas keluar rumah pukul 2 pagi, kegiatan pertama yang mereka lakukan adalah berbelanja barang-barang yangnantinya akan mereka jual di pasar, lalu setelah berbelanja barang-barang tersebut mereka menyiapkan lapak atau tempat mereka berjualan di pasar pagi tersebut. Para ibu-ibu ini berjualan sampai sekitar pukul 11 pagi. Ada juga sebagian dari mereka berjualan sampai sore hari, Karena masih banyak barang dagangannya yang belum habis terjual.

(47)

tukang becak, sebagian bapak-bapak ini hampir 24 jam standby menunggu sewa. Mereka siap sedia mengantarkan sewa kapan dan kemanapun.

Kehidupan sosial masyarakat kota Medan juga dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang tinggal di pinggiran rel atau di kolong jembatan atau juga di pinggiran-pinggiran sungai. Banyak juga yang mengais rejeki dengan mencari barang-barang bekas, dalam mencari barang-barang bekas mereka tidak memandang umur, baik itu anak, ibu, bapak mereka bersama-sama mencari barang-barang bekas. Merek sudah mulai sejak subuh ke tempat sampah, dan pada siang hari sebagian dari mereka mengamen di persimpangan lampu merah. Dari hasil pengamatan penulis, di Kota Medan sangat banyak orang yang mengamen. Mereka terdiri dari ayah, ibu atau anak-anak mereka.

Yang khas untuk kota Medan ialah bahwa kota ini mempunyai kultural plural tanpa kultur dominan. Kelompok suku-suku besar yang tinggal di sini adalah orang Melayu, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Toba, Batak Mandailing, Jawa, Minangkabau dan Cina. Pembatas sosial utama di Medan adalah etnis. Setiap orang berbicara dalam bahasa kelompok etnisnya. Setiap kelompok etnis memperkuat identitas mereka dengan mempertahankan tradisi sendiri.

(48)

stereotip etnis. Kompetisi seperti ini terjadi misalnya dalam bisnis kolega sekantor yang bersaing untuk promosi.

Menurut Bruner (1961,1973). Orang Batak Toba di medan tidak berasimilasi dengan kultur dan masyarakat kota tetapi tetap memelihara hubungan yang sangat erat dengan family mereka di kampong. Dia memberi beberapa alasan untuk itu.

Pertama, dilihat dari segi struktural, komunitas-komunitas Batak Toba di kampong dan kota adalah bagian dari satu sistem sosial dan seremonial. Batak kampong dan urban dihubungkan melalui suatu network komunikasi yang kompleks dimana barang-barang dan pengetahuan baru mengalir dari kota ke kampung, sementara dukungan moral adat mengalir dari arah sebaliknya. Akar dari Batak toba urban ditemukan dalam masyarakat kampung. Ketika seorang Batak Urban melaksanakan suatu ritus peralihan (rite de passage) penting, entah dia kembali ke kampung atau anggota family datang ke Medan. Kelompok yang sama dari family dekat akan menghadiri seremoni itu di mana pun hal itu dilaksanakan. Ritus adat di kota tidak boleh terlalu banyak berbeda dengan yang dilaksanakan di dataran tinggi. Sebelum seremoni, orang dewasa laki-laki dari garis keturunan mengadakan pertemuan untuk memutuskan tentang rincian prosedur yang harus diikuti. Jika anggota keturunan urban mengusulkan terlalu banyak pemotongan, family dari kampung akan berteriak dan mengancam dengan menghentakkan kaki hingga memenuhi apa yang ditentukan oleh adat. Dalam konteks interaksi antara orang kampung dan urban, pertimbangan kekayaan dan posisi sosial kurang penting dibandingkan dengan kelahiran dan tingkat generasi. Pada seremoni adat, Batak kota yang terpelajar akan memperlihatkan hormat yang besar kepada family dari kampung yang mempunyai posisi adat lebih tinggi dalam struktur kekeluargaan.

(49)

kampung bepergian ke Medan. Orang Batak urban lebih banyak berhubungan dengan familinya di kampung daripada non-Batak di Medan.

Ketiga, komunitas urban makin besar karena arus migrant dari kampung semakin banyak. Mereka datang ke kota secara individu atau kelompok untuk tinggal tetap, melanjutkan sekolah, atau hanya berkunjung. Mereka selalu disambut dan tinggal bersama family urban mereka, Adalah suatu standar prosedur untuk seorang anak laki-laki dari kampung yang sedang mencari pekerjaan di Medan pergi langsung kepada keluarga atau teman semarga untuk mendapat bantuan. Banyak family Urban menolong gadis kampung, seiring saudara atau saudarinya, menampung di rumah mereka dan bekerja untuk mebantu urusan rumah tangga. Famili urban, sebaliknya, membayar untuk pendidikannya di suatu sekolah kota dan memberi uang untuk membeli pakaian dan kebutuhan-kebutuhan lain.

Keempat, mereka yang sudah tinggal selama dua atau tiga generasi di Medan tetap mempertahankan hak kepemilikannya akan sawah mereka dikampung. Mereka biasanya menyewakan sawah itu kepada salah seorang anggota family di kampung dan kembali untuk mengambil hasil bagi-sewa pada waktu panen, umumnya seperlima dari hasil panen. Pada saat ini dan kesempatan lain, orang Batak kampung dan kota berdiskusi bersama tentang harta atau urusan lain keluarga. Karena keanggotaan dari keturunan ditentukan oleh garis keturunan dan bukan tempat tinggal maka Batak urban tidak pernah kehilangan kesatuan garis keturunan dan kampung mereka, dan mereka tidak melepaskan hak milik mereka ( Bruner 1961:516).

(50)

menciptakan ikatan perkawinan yang baru dan cenderung mengaburkan perbedaan diantara komunitas Batak urban dan kampung yang masing-masing mempunyai ciri-ciri sosial yang berbeda.

4.3 Profil Informan

4.3.1 Informan Kunci ( Anak (Remaja) korban perceraian orang tua)

Dalam penelitian ini terdapat informan untuk mengetahui banyak hal yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini. Para informan ini mempunyai pengetahuan dan keterlibatan langsung dalam memberi penjelasan tentang perceraian orang tua dan akibatnya terhadap pendidikan anak.

Nama : Anggiat Saut Hutabarat Umur : 17 Tahun

Suku : Batak Toba

Alamat : Jalan Marindal 2 no 23 A Pendidikan Terakhir : SMP

(51)

tukang sapu jalan. Sebagai perempuan batak awalnya ibu anggiat sangat optimis untuk menyekolahkan Anggiat paling tidak sampai Tamat SMA, tapi ternyata pencaharian sebagai tukang sapu jalan tidak lah mencukupi biaya untuk sekolah anggiat. Jangankan untuk biaya sekolah anggiat, biaya untuk kehidupan sehari-hari saja sudah sangat terbatas dengan membiayai juga 3 adik anggiat. Ayah Anggiat sudah tidak peduli dengan keluarga yang ditinggalkannya terasuk juga membiayai pendidikan Anggiat dan 3 adiknya.

Untuk itu mau tidak mau Anggiat hanya bisa menyelesaikan pendidikan nya sampai di tingkat SMP saja. Karena anggiat kasihan melihat ibunya yang bekerja sendiran untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka, Anggiat mempunyai inisiatif untuk bekerja di luar rumah. Dia bekerja sebagai pengantar Galon minuman dari ke rumah. Penghasilannya sekitar Rp 30.000 per harinya. Hal ini diutarakan dalam wawancara berikut :

“ Awalnya aku cuma main-main aja dengan teman-teman di depan tempat penjualan air

mineral dimana teman saya juga bekerja di situ, kebetulan sekali pemilik usaha air minum

tersebut sedang mencari anggota untuk mengantarkan air, dengan tidak banyak pikir saya

langsung menerima pekerjaan itu karena terlintas dipikiran saya ibu saya yang bekerja

dengan susah payah tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan keluarga kami,untuk itu

semoga dengan pekerjaan ini saya bisa membantu sedikit beban ibu saya.

Sebenarnya aku mau kali melanjutkan sekolah lagi kak, apalagi waktu aku lihat

pagi-pagi itu kawan-kawan ku pergi sekolah, sedih sebenarnya lihat nya kak, cemburu, itulah

yang ada di dalam hati ku waktu lihat anak SMA kak. Tapi apa lagi mau dibilang, lebih baik

lah sekarang aku kerja untuk membatu ibu ku untuk membiayai kebutuhan hidup kami”.

(Hasil wawancara dengan informan Anggiat Saut Hutabarat, 2012)

(52)

Usia : 14 Tahun Suku : Batak Toba

Alamat : Jln Jermal 4 no.23. Medan Pendidikan : SMP

Imelda adalah seorang remaja yang duduk di bangku SMP. Melda nama panggilannya, tinggal bersama Ibu dan seorang adiknya yang duduk di bangku SD. Melda termasuk seorang anak yang beruntung diantara teman lainnya. Mengapa beruntung, karena melda hidup di dalam keluarga yang sebenarnya tidak utuh lagi karena kedua orang tuanya sudah berpisah atau bercerai sejak ia duduk di bangku sekolah dasar kelas 6. Ayahnya pergi meninggalkan mereka dan menikah lagi dengan perempuan lain. Melda beruntung punya seorang ibu berdarah batak yang mau tetap memperjuangkan anak-anaknya dan bekerja keras demi menyekolahkan Melda dan adiknya. Ibu Melda berjualan sayur-sayuran di pasar pagi sambu, dengan hasil jualannya itu lah sang Ibu membiayai kebutuhan sehari-hari mereka dan biaya sekolah Melda dan adiknya. Berikut Hasil wawancara:

“ Aku beruntung punya Ibu yang sangat menyayangi kami kak, berjuang keras untuk

membiayai kebutuhan kami. Walaupun gak ada sosok bapak di keluarga kami, tapi kami

tetap bahagia karna kami masih punya ibu di tengah-tengah kami, tapi terkadang rindu juga

sama bapak kak, iri juga sama teman-teman yang bisa tinggal sama bapaknya, bisa

bermanja-manjsa sama bapaknya, ada bapaknya yang nyuruh dia belajar”. ( hasil

wawancara informan pada Desember 2012)

Nama : Ernaliza Sinaga Usia : 18 Tahun

(53)

Ernaliza Sinaga adalah warga Perumnas Helvetia di jalan Palem. Erna berumur 18 Tahun yang sudah putus sekolah sejak kelas 5 SD. Erna putus sekolah karna dia merasa sudah kurang mendapatkan motivasi di dalam dirinya untuk bersekolah, hal itu disebabkan karena Kedua orang tuanya yang bercerai sejak ia masih duduk dibangku sekolah dasar. Perhatian kepadanya pun sudah mulai berkurang, karena itulah ia kurang termotivasi untuk bersekolah lagi. Selain karena kurangnya motivasi bersekolah dalam dirinya, Faktor ekonomi keluarganya juga memaksa Erna untuk putus sekolah. Ibu Erna yang bekerja hanya sebagai buruh cuci ke rumah-rumah tetangga dengan penghasilan 20 ribu perharinya jelas tidak bisa lagi membiayai sekolah Erna, walaupun dia seorang anak tunggaal.. Belum lagi ibunya harus menyisihkan biaya sewa rumah mereka setiap tahunnya. Berikut hasil wawancara:

“Sebenarnya masih mau nya aku sekolah kak, tapi lama-kelamaan setelah mamak dan bapak

pisah, jadi gak ada lagi semngat ku belajar, perhatian mereka pun jadi berkurang dengan ku,

lain lagi karena bapak yang udah ninggalin kami, tapi biar lah kak, dengan gak sekolah lagi

aku, jadi ngurangi beban mamak aku,biar bisa juga aku bantu2 mamak kerja,bantu-bantu

nyuci kain tetangga”. (hasil wawancara Desember 2012)

Nama : Evi Matusiskha Sitompul Usia : 14 Tahun

Suku : Batak Toba

Alamat : Jalan Williem Iskandar/ Pancing No.219 A Medan Pendidikan : SMP

(54)

home. Ia tinggal bersama 1 orang kakak laki-laki nya dan 1 orang adik perempuannya. Ayah dan ibu evi sudah lama bercerai dan Ibu mereka meninggalkan mereka sewaktu Evi berumur 10 Tahun. Mereka hanya merasakan kasih sayang seorang ayah tanpa meraskan kasih sayang dan kelembutan seorang ibu, padahal sosok seorang ibu lah yang dibutuhkan Evi semasa pertumbuhan nya sebagai anak perempuan. Dia sering merindukan sosok seorang Ibu di samping nya, bahkan Ibunya juga menjadi motivasi belajar untuknya, karena ayahnya yang bekerja sebagai Supir angkot yang sampai malam hari baru pulang ke rumah sehingga perhatian untuk Evi dan saudara-saudaranya sangat terbatas, terutama perhatian di dalam pendidikan mereka.

Berikut hasil wawancara:

“ Kadang kurang semangat belajar di sekolah kak, kadang terlintas dipikran ku kak, gak ada

gunanya aku sekolah, karena perhatian untuk sekolah ku pun gak ada dari bapak apalagi

dari ibu yang udah ninggalin kami. Bapak pulang kerja udah capek dan pasti langsung tidur.

Kami memang benar-benar anak yang kurang perhatian kak. Aku pun sebenarnya udah gak

mau sekolah lagi kak, tapi aku mikirkan adek yang di bawah ku,kalau dia lihat aku gak

sekolah, aku takut dia niru aku kak, padahal bapak udah susah payah mencari nafkah untuk

biaya makan dan biaya sekolah kami”.

Nama : Todo Naek Panggabean

Usia : 18 tahun

Suku : Batak Toba

(55)

Todo adalah seorang remaja yang tinggal di jalan Jamin Ginting Simpang Kuala Medan. Todo merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Ayah dan Ibu Todo bercerai sejak setahun ia duduk di bangku kelas 2 SMP. Ayah nya pergi meninggalkan mereka dan menikah dengan perempuan lain, dan ia tinggal bersama ibu nya yang bekerja di pasar pagi Sambu dan ketiga adiknya yang duduk di bangku SMP dan SD. Todo sempat bersekolah sampai setahun setelah perceraian orang tuanya. Ibunya sudah tidak sanggup lagi membiayai uang sekolah Todo karena untuk membiayai kebutuhan hidup mereka sehari-hari saja juga pas-pas an. Untuk itu Todo kasihan melihat Ibu nya yang bekerja sendiri untuk memenuhi nafkah keluarga mereka, dan ia bertanggung jawab sebagai anak laki-laki paling besar di keluarganya, dia harus bertanggung jawab juga dengan keluarganya. Karena itu Todo memutuskan untuk bekerja membantu ibunya berjualan di pasar. Itu juga dilakukan Todo supaya ketiga adiknya bisa bersekolah supaya tidak sama dengan dirinya yang tidak bisa lagi melanjutkan sekolahnya.

Berikut hasil wawancara :

“Aku gak sekolah lagi sejak setahun setelah mamak dan bapak bercerai kak, mamak udah

gak sanggup lagi membiayai uang sekolah ku. Udah lah aku pun pasrah lah untuk gak

sekolah lagi. Sejak itu lah mulai aku bantu-bantu mamak berjualan di pasar biar bisa juga

adek-adek ku ini sekolah kak, biar gak malu orang itu sama teman-temannya nanti. Biar lah

Cuma aku yang gak sekolah dikeluarga kami ini. Selain itu biar bisa juga ku bantu mamak

untuk membiayai kebutuhan hidup kami kak, karna kasihan aku lihat mamak jualan sendiri

setiap hari gak ada yang batu. Malu juga sih kadang aku kak sama teman-teman ku yang

sekolah, tapi apa lagi mau ku bilang udah ini nasib yang datang sama ku”.

Gambar

Tabel 1.1 data Tingkat Perceraian di pengadilan Negeri Medan

Referensi

Dokumen terkait

a. Norbert Hanold’s Repression and Neurosis ……….. Norbert Hanold’s Mental Problem in Wilhelm Jensen’s Gradiva: A Pompeiian Fancy. Yogyakarta: Jurusan Sastra Inggris,

Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan yang diberikan oleh variabel X1 yaitu kebutuhan akan penghargaan diri terhadap produktivitas kerja karyawan Kantor Inspeksi

Menurut Pendit (2008: 3) menyatakan bahwa perpustakaan digital merupakan upaya yang terorganisir dalam memanfaatkan teknologi yang ada bagi masyarakat

Berdasarkan hasil ini hipotesis kedua penelitian yang menduga bahwa perilaku manajer atas isu manajemen lingkungan memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan pada

Walaupun istilah tukang timbal tidak terdapat didalam kamus Melayu, tetapi ianya diketahui oleh masyarakat di Terengganu sebagai tukang yang membina perahu bersaiz

Dari beberapa perbedaan makna dari asas legalitas sebagai mana tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya makna asas legalitas: pertama, tidak ada perbuatan

Ibu Sarah Purnamawati ST., M.Sc selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.. Ayahanda

dalam waktu yang relatif singkat, sehingga petani tidak lagi meras rugi dengan hasil panennya yang tidak dapat diolah semua pada waktunya dikarenakan hasil panennya banyak, mesin